dakwatuna.com -
Pembahasan ini merupakan pembahasan yang wajib diketahui oleh setiap
muslim, sebagaimana wajibnya seorang muslim untuk mengenal Tuhannya,
Allah swt. Pembahasan ini merupakan pengantar dari kajian Ilmu Tauhid
(Keesaan Allah swt.). Diharapkan dengan menguasai kajian ini seorang
hamba dapat lebih mengenal dirinya sebagai hamba dan bagaimana
seharusnya bersikap sebagai hamba, dan juga lebih mengenal Tuhannya,
Allah swt., sehingga mengetahui bagaimana ia bersikap di hadapan
Tuhannya serta beribadah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya menurut
apa yang disukai-Nya.
Sebagai contoh dari harapan pembahasan ini
adalah mengenal (salah satu) Sifat Allah swt. bahwa Dia adalah Maha
Besar; dan sebaliknya bahwa manusia penuh dengan kelemahan. Setelah
mengetahuinya diharapkan seorang hamba akan dapat merasakan kebesaran
Allah swt dan merasakan kelemahan dirinya sehingga tidak ada lagi
padanya sifat sombong, merasa hebat, merasa besar, merasa paling benar
dan sebagainya.
A. Mengetahui Wujud Allah (
مَعْرِفَةُ وُجُوْدِ اللهِ)
Bagaimana
kita dapat mengetahui wujud Allah swt.? Bila Anda melihat mobil
bergerak di depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat terbang
melintas di udara, maka dengan yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada
sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang mengendalikan pesawat
meskipun Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang
mengendalikan mobil atau pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau
pesawat itu dapat melalui rutenya dengan selamat.
Bagaimana
kaitannya dengan wujud Allah? Jawabnya, kita melihat matahari, bulan,
bintang dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan
keteraturan yang amat detil. Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri?
Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh
Allah swt. Jika Allah tidak ada – kita memohon ampun kepada-Nya –
mustahil matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam
menjadi ada dan bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan
demikian pula tidak akan ada makhluk yang sangat tergantung dengan
mereka semua.
Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa
yang mereka katakan). (52:35-36).
Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara’ dan indera.
1. Dalil Fitrah.
Bukti
fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta
merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau
belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang
yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya.
Rasulullah bersabda:
مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.
“Semua
bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang
menjadikannya Yahudi, Kristen, atau Majusi. ” (HR. Al Bukhari)
Ketika
seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk,
warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu
tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya.
Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada
orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah
mengabulkannya.
Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an:
“Dan
ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): ‘Bukankah Aku ini Tuhanmu’ Mereka menjawab: ‘ (Betul Engkau
Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar
kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya kami bani Adam
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu
tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya orang-orang tua kami telah
mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak
keturunan yang datang setelah mereka.’” (QS. Al A’raf: 172-173).
Ayat
ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui
adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya
mengenal Rabbnya. Adapun bukti syari’at, kita menyakini bahwa syari’at
Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh
makhluk, menunjukkan bahwa syari’at itu datang dari sisi Dzat yang Maha
Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin
Shalih Al ‘Utsaimin hal 41-45)
2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)
Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:
a.
Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang
berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang
mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud
Allah. Allah berfirman:
“Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu
ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan
dia beserta keluarganya dari bencana yang besar.” (Al Anbiyaa 76)
“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu…” (Al Anfaal 9)
Anas
bin Malik berkata, “Pernah ada seorang Badui datang pada hari Jum’at.
Pada waktu itu Nabi tengah berkhutbah. Lelaki itu berkata, “Hai Rasul
Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh
karena itu mohonkanlah kepada Allah untuk mengatasi kesulitan kami. ”
Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Tiba-tiba awan
mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari
mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada hari Jum’at yang kedua,
orang Badui atau orang lain berdiri dan berkata, “Hai Rasul Allah,
bangunan kami hancur dan harta benda pun tenggelam, doakanlah akan kami
ini (agar selamat) kepada Allah. ” Rasulullah lalu mengangkat kedua
tangannya, seraya berdoa: “Ya Rabbku, turunkanlah hujan di sekeliling
kami dan janganlah Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami. ” Akhirnya
beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat, kecuali menjadi terang
(tanpa hujan). ” (HR. Al Bukhari)
b. Tanda-tanda para Nabi yang
disebut mu’jizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang
merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi
tersebut, yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan
manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para
Rasul.
Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut
dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi
dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu
menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, yang
artinya: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan
tongkatmu.” Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah
seperti gunung yang besar. ” (Asy Syu’ara 63)
Contoh kedua adalah
mu’jizat Nabi Isa ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu
mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah.
“…dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah…” (Al Imran 49)
“…dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan ijin-Ku…” (Al Maidah 110)
Contoh
ketiga adalah mu’jizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda
atau mu’jizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan
itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya. Allah berfirman
tentang hal ini, yang artinya: “Telah dekat (datangnya) saat (Kiamat)
dan telah terbelah pula bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik)
melihat suatu tanda (mu’jizat), mereka berpaling dan berkata: “ (Ini
adalah) sihir yang terus-menerus. ” (Al Qomar 1-2)
Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya.
3. Dalil ‘Aqli (dalil akal pikiran)
Bukti
akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa
semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang
menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan
tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu
ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat
menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada.
Lihatlah
sekeliling anda dari tempat duduk anda. Akan anda dapati bahwa segala
sesuatu di ruang ini adalah “buatan”: dindingnya sendiri, pelapisnya,
atapnya, kursi tempat duduk anda, gelas di atas meja dan pernak-pernik
tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di ruang anda
dengan kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat oleh
seseorang: mereka tidak muncul dengan spontan atau secara kebetulan.
Begitu
pula, orang yang memandang suatu pahatan tidak sangsi sama sekali bahwa
pahatan ini dibuat oleh seorang pemahat. Hal ini bukan mengenai karya
seni saja: batu bata yang bertumpukan pun pasti dikira oleh siapa saja
bahwa tumpukan batu bata sedemikian itu disusun oleh seseorang dengan
rencana tertentu. Karena itu, di mana saja yang terdapat suatu
keteraturan, entah besar entah kecil, pasti ada penyusun dan pelindung
keteraturan ini. Jika pada suatu hari seseorang berkata dan menyatakan
bahwa besi mentah dan batu bara bersama-sama membentuk baja secara
kebetulan, yang kemudian membentuk Menara Eiffel secara lagi-lagi
kebetulan, tidakkah ia dan orang yang mempercayainya akan dianggap gila?
Pernyataan
teori evolusi, suatu metode unik penyangkal keberadaan Allah, tidak
berbeda daripada ini. Menurut teori ini, molekul-molekul anorganik
membentuk asam-asam amino secara kebetulan, asam-asam amino membentuk
protein-protein secara kebetulan, dan akhirnya protein-protein membentuk
makhluk hidup secara lagi-lagi kebetulan. Akan tetapi, kemungkinan
pembentukan makhluk hidup secara kebetulan ini lebih kecil daripada
kemungkinan pembentukan Menara Eiffel dengan cara yang serupa, karena
sel manusia bahkan lebih rumit daripada segala struktur buatan manusia
di dunia ini.
Bagaimana mungkin mengira bahwa keseimbangan di
dunia ini timbul secara kebetulan bila keserasian alam yang luar biasa
ini pun bisa teramati dengan mata telanjang? Pernyataan bahwa alam
semesta, yang semua unsurnya menyiratkan keberadaan Penciptanya, muncul
dengan kehendaknya sendiri itu tidak masuk akal.
Karena itu, pada
keseimbangan yang bisa dilihat di mana-mana dari tubuh kita sampai
ujung-ujung terjauh alam semesta yang luasnya tak terbayangkan ini pasti
ada pemiliknya. Jadi, siapakah Pencipta ini yang mentakdirkan segala
sesuatu secara cermat dan menciptakan semuanya?
Ia tidak mungkin
Dzat material yang hadir di alam semesta ini, karena Ia pasti sudah ada
sebelum adanya alam semesta dan menciptakan alam semesta dari sana.
Pencipta Yang Maha Kuasa, Dialah yang mengadakan segala sesuatu,
sekalipun keberadaan-Nya tanpa awal atau pun akhir.
Agama
mengajari kita identitas Pencipta kita yang keberadaannya kita temukan
melalui akal kita. Melalui agama yang diungkapkan kepada kita, kita tahu
bahwa Dia itu Allah, Maha Pengasih dan Maha Pemurah, Yang menciptakan
langit dan bumi dari kehampaan.
Meskipun kebanyakan orang
mempunyai kemampuan untuk memahami kenyataan ini, mereka menjalani
kehidupan tanpa menyadari hal itu. Bila mereka memandang lukisan
pajangan, mereka takjub siapa pelukisnya. Lalu, mereka memuji-muji
senimannya panjang-lebar perihal keindahan karya seninya. Walau ada
kenyataan bahwa mereka menghadapi begitu banyak keaslian yang
menggambarkan hal itu di sekeliling mereka, mereka masih tidak mengakui
keberadaan Allah, satu-satunya pemilik keindahan-keindahan ini.
Sesungguhnya, penelitian yang mendalam pun tidak dibutuhkan untuk
memahami keberadaan Allah. Bahkan seandainya seseorang harus tinggal di
suatu ruang sejak kelahirannya, pernak-pernik bukti di ruang itu saja
sudah cukup bagi dia untuk menyadari keberadaan Allah.
Tubuh
manusia menyediakan begitu banyak bukti yang mungkin tidak terdapat di
berjilid-jilid ensiklopedi. Bahkan dengan berpikir beberapa menit saja
mengenai itu semua sudah memadai untuk memahami keberadaan Allah.
Tatanan yang ada ini dilindungi dan dipelihara oleh Dia.
Tubuh
manusia bukan satu-satunya bahan pemikiran. Kehidupan itu ada di setiap
milimeter bidang di bumi ini, entah bisa diamati oleh manusia entah
tidak. Dunia ini mengandung begitu banyak makhluk hidup, dari organisme
uniseluler hingga tanaman, dari serangga hingga binatang laut, dan dari
burung hingga manusia. Jika anda menjumput segenggam tanah dan
memandangnya, di sini pun anda bisa menemukan banyak makhluk hidup
dengan karakteristik yang berlainan. Di kulit anda pun, terdapat banyak
makhluk hidup yang namanya tidak anda kenal. Di isi perut semua makhluk
hidup terdapat jutaan bakteri atau organisme uniseluler yang membantu
pencernaan. Populasi hewan di dunia ini jauh lebih banyak daripada
populasi manusia.
Jika kita juga mempertimbangkan dunia flora,
kita lihat bahwa tidak ada noktah tunggal di bumi ini yang tidak
mengandung kehidupan. Semua makhluk ini yang tertebar di suatu bidang
seluas lebih daripada jutaan kilometer persegi itu mempunyai sistem
tubuh yang berlainan, kehidupan yang berbeda, dan pengaruh yang berbeda
terhadap keseimbangan lingkungan. Pernyataan bahwa semua ini muncul
secara kebetulan tanpa maksud atau pun tujuan itu gila-gilaan. Tidak ada
makhluk hidup yang muncul melalui kehendak atau upaya mereka sendiri.
Tidak ada peristiwa kebetulan yang bisa menghasilkan sistem-sistem yang
serumit itu.
Semua bukti ini mengarahkan kita ke suatu kesimpulan
bahwa alam semesta berjalan dengan “kesadaran” (consciousness) tertentu.
Lantas, apa sumber kesadaran ini? Tentu saja bukan makhluk-makhluk yang
terdapat di dalamnya. Tidak ada satu pun yang menjaga keserasian
tatanan ini. Keberadaan dan keagungan Allah mengungkap sendiri melalui
bukti-bukti yang tak terhitung di alam semesta. Sebenarnya, tidak ada
satu orang pun di bumi ini yang tidak akan menerima kenyataan bukti ini
dalam hati sanubarinya. Sekalipun demikian, mereka masih mengingkarinya
“secara lalim dan angkuh, kendati hati sanubari mereka meyakininya”
sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an. (Surat An-Naml: 14)
Semua
makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang
diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di
atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan
erat antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya.
Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara
kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti
tidak teratur.
Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri,
dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu
ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam.
Allah
menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qath’i dalam surat Ath Thuur:
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang
menciptakan (diri mereka sendiri)?” (Ath Thuur 35)
Dari ayat di
atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk
tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan
makhluk adalah Allah.
Ketika Jubair bin Muth’im mendengar dari
Rasulullah yang tengah membaca surat Ath Thuur dan sampai kepada
ayat-ayat ini: “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah
menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa
yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu
atau merekakah yang berkuasa?” (Ath Thuur 35-37)
“Ia, yang tatkala
itu masih musyrik berkata, “Hatiku hampir saja terbang. Itulah
permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku. ” (HR. Al Bukhari)
Dalam
hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seseorang berkata
kepada Anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun,
dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan
berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan
kepada Anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta
dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti
Anda tidak akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah
perkataan dusta dan dungu. Kini kami bertanya pada Anda, masih
mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang berada di
dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?!
4. Dalil Naqli (Dalil Syara’)
Bukti
syara’ tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang
itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa
kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari
Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya.
Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan
kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau
bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk
mewujudkan apa yang diberitakan itu.
Maka apakah mereka tidak
memperhatikan Al Qur’an? Kalau kiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
(QS. 4:82)
Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang
bersesuaian dengan kemaslahatan umat manusia menunjukkan adanya Allah,
karena tidak mungkin ada agama dan Rasul kecuali ada yang mengutusnya.
Akan tetapi agama-agama yang ada selain Islam telah mengalami
penyimpangan dan perubahan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang
lurus.
Setelah kita mengenal dan mengimani keberadaan Allah
sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka perlu kita kenali Allah
sebagai Rabb yang telah menciptakan, memiliki dan mengatur semua
makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang mengadakan sesuatu dari
ketiadaan, Allah berfirman:
Allah pencipta langit dan bumi, dan
bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia
hanya mengatakan kepadanya:”Jadilah”. Lalu jadilah ia. (QS. 2:117)
Dialah
satu-satunya pemilik sebagaimana Dia adalah satu-satunya pencipta,
demikian juga Dia pengatur satu-satunya yang mengatur segala sesuatu.
Semua ini diakui oleh kaum musyrikin Makkah, sebagaimana diberitakan
dalam Al Qur’an: Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari
langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan
penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang
mengatur segala urusan.” Maka mereka menjawab: “Allah.” Maka katakanlah:
“Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (QS. 10:31)
Katakanlah:
“Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu
mengetahui” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka
apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang
tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab:
“kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertaqwa?”
Katakanlah: “Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi
dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan
Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu
ditipu?” (QS. 23:84-89)
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada
mereka :”Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab:
“Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah
Allah). (QS. 43:87)
Ini semua menunjukkan imannya kaum musyrikin
terhadap Rububiyah Allah, akan tetapi hal ini tidak cukup untuk
menyelamatkan mereka. Memang demikianlah, sebab mereka belum
merealisasikan iman mereka terhadap Allah sebagai satu-satunya
sesembahan.
5. Dalil Sejarah.
Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang telah berlaku di atas muka bumi.
•
Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah) sebelum
kamu, maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
akibatnya orang-orang yang mendustakan agama.
• Q. 7:176,
Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sebab itu
kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir.
• Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran) bagi orang-orang yang berakal.
• Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara perkhabaran para Rasul supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya.
6. Mengagungkan Allah dan MenTauhidkan Allah.
Dari
semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah berfungsi
menguatkan pandangan kita betapa keagungan Allah swt begitu luar biasa
dan menundukkan kita sendiri di hadapan keagungan ini. Langsung
mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa.
• Q. 21:92, Sesungguhnya ini, ummat kamu (hai mukminin) ummat yang satu dan Aku Tuhanmu, sebab itu sembahlah Aku.
B. Mengenal sifat-sifat Allah swt (
مَعْرِفَةُ صِفَاتِ اللهِ)
Bagaimana kita mengenal sifat Allah? Kita dapat mengenal sifat Allah swt melalui:
•
التَّفْكِيْرُ فِي مَخْلُوقَاتِ اللهِ Tafakkur (memikirkan) ciptaan Allah.
•
التَّعَلُّمُ مِنْ رُسُلِهِ Belajar dari ajaran yang dibawa para rasul
Sesungguhnya
pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah)
untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada
binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (45:3-4).
Apa
maksudnya kita dapat mengenal sifat Allah melalui tafakkur terhadap
ciptaan-Nya? Bila Anda memperhatikan sebuah mobil, Anda dapat memastikan
bahwa:
• Logam yang ada pada mobil itu menunjukkan kepada Anda
bahwa pembuat mobil tersebut memiliki logam dan kemampuan membentuk
logam menjadi bentuk yang sesuai untuk mobil.
• Kaca yang Anda
lihat menunjukkan bahwa pembuat mobil itu memiliki kaca serta kemampuan
untuk membentuk kaca sesuai kebutuhan mobil (jendela, kaca depan,
dll..).
• Begitu pula dengan kabel tembaga …
• Yang tidak kalah penting bahwa mobil tersebut menunjukkan bahwa pembuatnya mempunyai kehendak, dan ilmu untuk membuat mobil.
Apa
hubungan antara contoh tadi dengan mengenal sifat Allah swt? Beberapa
sifat pembuat mobil dapat kita ketahui melalui produk mobilnya, begitu
pula dengan Allah swt (bagi-Nya permisalan yang maha agung, Dia tidak
seperti makhluk-Nya) kita dapat mengetahui sebagian sifat-sifat Allah
swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya.
• Bahwa hikmah (maksud
& manfaat) dari setiap makhluk yang diciptakan menunjukkan bahwa
Penciptanya memilki sifat Al-Hakim (Maha Bijaksana).
• Bahwa
khibrah (ketelitian dan kedalaman) dari penciptaan semua makhluk
menunjukkan bahwa Penciptanya memiliki sifat Al-Khabir (Maha dalam dan
detil pengetahuan-Nya).
Mungkinkah kita mengetahui seluruh
sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya? Tidak
mungkin. Mengapa? Bila kita berpikir tentang sebuah mobil, kita
mengetahui bahwa pembuatnya memiliki kemampuan, ilmu, ketelitian dan
kehendak, dan bahwa ia memiliki materi untuk membuat mobil berupa logam,
kaca, dll.. Tapi kita tahu apakah ia dermawan atau bakhil? Tinggi atau
pendek? Menyukai kita atau membenci kita, adil atau zhalim?
Demikian
juga kita tidak mungkin mengenal semua sifat Allah swt hanya dengan
tafakkur, misalnya mengapa Allah menciptakan kita? Dan Mengapa Dia
mematikan kita? Kita juga tidak mungkin tahu bahwa Allah adalah:
المَعْبُودُ Al-ma’bud (yang wajib diibadahi),
القُدُّوسُ Al-quddus (Maha Suci),
الأَعْلَى (Maha Tinggi),
الحَسِيْبُ (Maha Menghitung),
الغَفُورُ (Maha Pengampun).
Lalu
bagaimana kita mengenal sifat Allah swt yang belum kita ketahui?
Melalui para rasul ‘alaihimus salam yang telah mengajarkan kepada kita
apa yang dikehendaki Allah untuk kita ketahui.
“dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (2:255).
C. Kesimpulan (
الخُلاَصَةُ)
• Mobil dan pesawat terbang yang bergerak terarah sesuai rutenya menunjukkan adanya supir atau pilot
•
Matahari, bulan, bintang, planet, malam dan siang yang bergerak teratur
pasti menunjukkan adanya Zat yang Maha Mengatur, Allah swt.
• Seandainya Allah swt tidak ada, maka alam semesta ini pasti tidak ada.
•
Bahwa mobil yang terdiri dari bahan pembentuknya menunjukkan bahwa
pembuatnya memiliki semua bahan-bahan itu, bahwa ia memilki kehendak,
ilmu dan kemampuan untuk membuat mobil dengan baik.
• Alam semesta
yang sempurna menunjukkan bahwa Allah memiliki semua sifat-sifat
kesempurnaan, manfaat dan hikmah yang dimiliki setiap makhluk
menunjukkan bahwa Dia adalah AL-Hakim (Maha Bijaksana), kekuatan yang
dimiliki oleh makhluk sebagai bukti bahwa Dia Maha Kuat.
• Allah
swt mengutus kepada kita rasul-Nya untuk mengajarkan hal-hal yang tidak
dapat kita ketahui hanya melalui tafakkur, seperti perintah &
larangan-Nya, apa saja yang Dia ridhai atau murkai.
Keyword: Allah SWT,
sifat Allah,
tauhid,
wujudullah