Turunnya Al maidah: 3 (Detik-detik terakhir Kehidupan SAW)
Diriwayatkan, bahwa setelah turun wahyu
Al quran Surat Almaidah ayat 3, menangislah Umar bin Khattab ra. Maka
Nabi SAW berkata kepadanya : ” apakah gerangan yang menyebabkan engkau
menangis hai Umar ? ” tanya RAsulullah. Umar menjawab : “kita semua
sudah berada dalam Agama yang sempurna. Tetapi bila ia sudah sampai
kepada titik puncak kesempurnaan, maka diatas itu tidak ada lagi yang
lain, kecuali suatu kemunduran:. Nabi menukas: benar engkau!”.
Ayat almaidah 3 diturunkan di padang
arafah pada hari jumat sesudah Ashar, yakni di saat nabi berkendaraan di
atas untanya. sesudah itu apa-apa yang berkenaan dengan perintah-
perintah yang fardhu tidak turun- turun lagi dari langit.
pada mulanya Nabi tidak mampu untuk
mendugaduga kemungkinan- kemungkinan yang terselip dalam arti yang di
atas sehingga beliau hanya terengah dan bertelekan di atas untanya
saja. Unta pun berhenti terhenyak dan malaikat jibril pun datanglah
sambil berkata kepada nabi: “Ya Muhammad! HAri ini telah sempurna urusan
agamamu, telah selesai apa yang diperintahkan Tuhanmu dan juga segala
apa yang dilarangNya. Dari itu, kumpulkanlah semua sahabatmu, dan
beritahukan kepada mereka, bahwa saya tidak akan turun- turun lagi
membawa wahyu kepadamu sesudaj hari ini!”.
maka pulanglah Nabi dari Makkah jembali
ke MAdinah. dan di sana dikumpulkanlah oleh beliau para sahabatnya dan
dibacakanlah ayat ini kepada mereka serta diberitahukannya apa yang
dikatakan Jibril padanya itu.
semua sahabat menjadi gembira
mendengarnya kecuali Abu Bakar ra, dan para sahabat itu berkata : “Telah
sempurnalah agama kita!” Tetapi Abu Bakar Asshidiq ra pulang ke
rumahnya sendirian dalam keadaan murung dan sedih. dikuncinya pintu
rumahnya dan ia pun sibuk menangis sepanjang malam dan siang. Hal itu
didengar oleh para sahabat dan mereka berkumpul bersama-sama untuk
mendatangi rumah Abu bakar assidiq ra.
- Sahabat bertanya: ” kenapa kerjamu
menangis saja hai Abu bakar di saat orang lain semua bersuka ria,
bukankah Tuhan telah menyempurnakan agama kita?”.
- Abu bakar sidiq ra menjawab: “Kamu
semua tidak tahu bencana-bencana apakah kelak yang akan terjadi menimpa
kita semua. Apakah kamu tidak mengerti bahwa tidak ada sesuatu apabila
ia telah sampai kepada titik kesempurnaan, melainkan itu berarti
permulaan kemerosotannya. Dalam ayat terbayang perpecahan di kalangan
kita nanti, dan nasib HAsan Husein yang akan menjadi anak yatim, serta
para isteri NAbi yang menjadi janda.”
MEndengar itu terpekiklah para sahabat
dan dalam suasana penuh keharuan mereka menangislah semuanya, dan
terdengarlah ratap tangis yang sayu dari rumah Abu bakar sidik itu oleh
para tetangga yang lain dan mereka ini datang langsung kepada Nabi
Muhammad SAW sendiri sambil menanyakan kepada beliau tentang hakikat
kejadian yang sebenarnya.
” YA RAsul Allah, kami tidak tahu
keadaan yang menimpa diri para sahabat, kecuali kami hanya mendengar
pekik tangis mereka belaka”. Mendengar itu berubahlah wajah RAsulullah
dan ia pun bertanya : ” Apakah yang kalian tangiskan?” menjawablah Ali: ”
Abu bakar sidik berkata kepada kami: ” Sesungguhnya saya mendengar
angin kematian RAsulullah berdesir melalui ayat ini,” dan bukankah daoat
dijadikan bukti ayat ini bagi kematian engkau?”.
Nabi menjawab: “Benarlah Abu bakar dalam
segala apa yang dikatakannya itu. Telah dekat masa kepergianku dari
atara kamu semua, dan telah datang masa perpisahanku dengan kamu semua.”
Penegasan nabi itu adalah isyarat, bahwa
benarlah Abu bakar seorang yang paling arif di antara para sahabat
Nabi. Dan ketika Abu Bakar mendengar ucapan NAbi itu ia pun berteriak
dan lantas jatuh pingsan. Ali menjadi gemetar, para sahabat menajdi
gelisah; mereka semua ketakutan dan menangis menjadi-jadi. Begitu juga
para malaikat di langit, makhluk-makhluk yang melata di bumi. HEwan-
hewan di daratan dan di lautan semuanya turut berkabung berduka cita.
KEmudian Nabi bersalam berjabat tangan dengan satu demi satu para
sahabat mengucapkan perpisahan dan beliau pun menangislah sambil
memberikan amanah nasihat kepada mereka semua.
SEtelah turun ayat Alquran yang terakhir
itu NAbi Muhammad SAW menjalani hidupnya 81 hari lagi. Ya, demikianlah
setelah ayat itu turun beliau naik ke atas mimbar mengucapkan khutbah
sambil menagis, dan hadirin mendengarkannya sambil bercucuran air mata
pula. Suatu khutbah yang mendebarkan hati dan menegakkan bulu roma,
tetapi di samping itu juga khutbah yang mengungkapkan harapan- harapan
dan peringatan- peringatan.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra,
bahwasanya setelah dekat waktu wafatnya Rasulullah, beliau memerintahkan
bilal supaya adzan, memanggil manusia sholat berjamaah. Maka
berkumpullah kaum muhajirin dan Anshor ke masjid Rasulullah SAW. Setelah
selesai sholat dua rakaat yang ringan kemudian beliau naik ke atas
mimbar lalu mengucapkan puji da nsanjung kepada Allah SWT. Dan kemudian
beliau membawakan khutbahnya yang sangat berkesan, membuat hati dan
mencucurkan air mata. Beliau berkata antara lain:
” Sesungguhnya saya ini adalah Nabimu,
pemberi nasihat dan da’i yang menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan
izinNya. Aku ini bagimu bagaikan saudara yang penyayang dan Bapa yang
pengasih. Siapa yang merasa teraniaya olehku diantara kamu semua,
hendaklah ia bangkit berdiri sekarang juga untuk melakukan KISAS
kepadaku sebelum ia melakukannya di hari kiamat nanti.”
sekali dua kali beliau mengulangi
kata-katanya itu, dan pada ketiga kalinya barulah seorang laki-laki
bernama ‘Ukasyah Ibnu Muhsin’, ia berdiri di hadapan Rasulullah sambil
berkata: “Ibuku dan ayahku menjadi tebusanmu ya RAsul Allah. Kalau
tidaklah karena engkau telah berkali-kali menuntut kami supaya berbuat
sesuatu atas dirimu, tidaklah aku berani tampil untuk memperkenankannya.
sesuai dengan permintaanmu. Dulu aku pernah bersamamu di medan perang
Badar sehingga untaku berdampingan sekali dengan untamu, maka aku pun
turun dari atas untaku dan aku menghampiri engkau, lantas aku pun
mencium paha engkau. KEmudian Engkau mengangkat cambuk memukul untamu
supaya berjalan cepat, tetapi engkau sebenarnya telah memukul lambung
sampingku; saya tidak tahu apakah itu dengan engkau sengaja atau tidak
ya Rasul Allah, ataukah barangkali maksudmu dengan itu hendak melecut
untamu sendiri?”.
Rasulullah menjawab: ” Maha suci Allah ya ‘Ukasyah, bahwa Rasulullah akan bermaksud memukul engaku dengan sengaja”.
Kemudian Nabi menyuruh Bilal supaya
pergi ke rumah Fatimah, supaya Fatimah memberikan kepadaku cambukku”.,
kata beliau. Bilal segera ke luar masjid dengan tangannya diletakkannya
di atas kepalanya keheranan sambil berkata sendirian: “inilah Rasulullah
memberikan kesempatan kisas terhadap dirinya!” diketoknya pintu rumah
Fatimah yang menyahut dari dalam: ” Siapakah di luar?” “saya datang
kepadamu untuk mengambil cambuk Rasulullah” jawab Bilal.
- ” Apakah yang akan dilakukan ayahku dengan cambuk ini?” tanya fatimah ke Bilal.
- ” Ya fatimah! ayahmu memberikan kewempatan kepada orang untuk mengambil kisas atas dirinya” Bilal mengaskan.
- ” Siapakah pula gerangan itu yang sampai hati untuk mengisas RAsulullah?” tukas fatimah keheranan.
Bilal pun mengambil cambuk dan
membawanya masuk masjid, lalu diberikannya kepada Rasulullah, dan
RAsulullah pun menyerahkannya ke tangan Ukasyah.
Tatkala hal itu dilihat Abu bakar sidik
dan Umar ra, keduanya berkata kepada ‘Ukasyah: ” Hai Ukasyah! kami
sekarang berada di hadapanmu, pukul-kisaslah kami berdua, dan jangan
sekali- kali engkau pukul RAsulullah saw!” Rasulullah menyela dengan
katanya: ” Duduklah kalian keduanya, Allah telah mengetahui kedudukan
kamu berdua!”.
Kemudian berdiri pula Ali bin Abi tholib
sambil berkata: “Hai ukasyah! saya ini sekarang masih hidup di hadapan
Rasulullah. Aku tidak sampai hati melihat kalau engkau akan mengambil
kesempatan kisas memukul Rasulullah. Inilah punggungku, maka kisaslah
aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan tangan engkau sendiri!” Nabi
menukas pula: ” Allah telah tahu kedudukanmu dan niatmu, wahai Ali!”.
Kemudian tampil pula kedua kakak beradik, HAsan dan husein. ” Hai
Ukasyah! bukankah engkau telah mengetahui, bahwa kami berdua ini adalah
cucu kandung RAsulullah, dan kisaslah terhadap diri kami dan itu berarti
sama juga dengan mengkisas Rasulullah sendiri!”. Tetapi Rasulullah
menegur pula kedua cucunya itu dengan kata beliau: ” Duduklah kalian
keduanya, wahai penyejuk mataku!”.
Dan akhirnya Nabi berkata:
“hai Ukasyah! pukullah aku jika engkau berhasrat mengambil kisas!”
“ya Rasul Allah! sewaktu engkau memukul
aku dulu, kebetulan aku sedang tidak lekat kain di badanku”, kata
ukasyah. Lantas tanpa bicara Rasulullah segera membuka bajunya, maka
berteriaklah kaum muslimin yang hadir sambil menangis.
maka tatkala Ukasyah melihat putih
tubuhnya Rasulullah, ia segera mendekat tubuh Nabi dan mencium punggung
beliau sepuas-puasnya sambil berkata:
“Tebusanmu Rohku ya RAsul Allah,
siapakah yang tega sampai hatinya untuk mengambil kesempatan mengisas
engkau ya Rasul Allah? sayasengaja berbuat demikian hanyalah karena
berharap agar supaya tubuhku dapat menyentuh tubuh engkau yang mulia,
dan agar supaya Allah SWT dengan kehormatan engkau dapat menjagaku dari
sentuhan api neraka”.
Akhirnya berkatalah Nabi SAW:
“Ketahuilah wahai para sahabat! Barangsiapa yang ingin melihat penduduk syurga, maka melihatlah kepada pribadi laki-laki ini.”
Lantas bangkit berdirilah kaum muslimin
beramai-ramai mencium Ukasyah diantara kedua matanya. dan mereka
berkata: ” Berbahagialah engkau yang telah mencapai derajat yang tinggi
dan menjadi teman Rasulullah saw di surga kelak!”.
YA Allah! demi kemuliaan dan kebesaran
Engkau mudahkan jugalah kami mendapatkan Syafaatnya RAsulullah saw di
negeri akhirat yang abadi! amin! (Mau’idzatul Hasanah)
(Detik-detik terakhir kehidupan Rasulullah.1974.KH FIrdaus AN. Jakarta: PEdoman Ilmu jaya.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar