BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIEM.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Tiada rasa
permusuhan kecuali atas orang-orang yang zhalim. Shalawat dan salam
semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasul yang diutus sebagai rahmat
untuk seluruh alam. Wa ba’du:
Ketika kebanyakan manusia mulai lupa atau melupakan
kadar bahaya yang timbul karena hutang, bahkan mereka mempermudah
perkaranya hingga terkadang menghantarkannya ke sel penjara atau menjual
seluruh hak miliknya untuk melunasi hutang-hutangnya.
Bertolak dari hal tersebut,
saya tergerak untuk menulis artikel ini guna mengulas masalah hutang,
efek-efek bahayanya dunia akhirat. Karena hal itu bukan berhenti hingga
di ruang bui atau habisnya harta benda untuk menutupinya tetapi lebih
dari itu akan menimbulkan rasa penyesalan mendalam pada hari kiamat.
Alangkah besar penyesalan seorang hamba yang mengambil harta orang lain
dan tidak mengembalikannya. Sungguh hal itu melebihi kehinaan di dunia
yang selalu menunggu untuk dibayar dan dilunaskan pada hari tersebut.
Yaitu suatu hari orang yang pailit datang dengan kefakiran, kelemahan
dan kehinaannya. Ia tidak mampu melunasi hutangnya dan tidak pula
mengemukakan uzurnya. Maka pada saat itu, diambillah (pahala)
amal-amalnya yang dengan susah payah ia kumpulkan dengan menghabiskan
usianya lalu berpindah ke tangan orang-orang yang menuntutnya sebagai
ganti harta yang belum dikembalikan. Belumkah kalian mendengar hadits
Nabi r tentang orang yang muflis (pailit)? Demikian pula dalam hadits lain beliau r bersabda: “Sungguh
janganlah kamu mati dengan meninggalkan hutang. Karena hal itu
–taruhannya- adalah kebaikan dan keburukan. Pada saat nanti tiada lagi
dinar dan dirham dan Allah tidak akan men-zhalimi seorangpun”. (HR. Ibnu Majah dengan sanad shahih)
Oleh karena itu, hendaknya seseorang itu selalu
berpikir agar catatannya bersih dari bentuk kezhaliman terhadap
temannya, terutama masalah hutang yang dia anggap remeh tapi amat besar
di sisi Allah. Jika telah jelas kadar bahaya dan efek yang ditimbulkan
hutang, maka ikutilah wasiat-wasiat berikut ini:
Setiap orang harus merasa besar
efek yang diwariskan hutang dan adanya hadits yang amat keras dalam
perkara ini, karena hutang disamakan dengan kekafiran dalam balasannya.
Dari Abi Sa’id Al-Khudriy ia berkata, saya mendengar Rasul r bersabda: “Aku berlindung diri kepada Allah dari kekufuran dan lilitan hutang”. Maka
ada salah seorang sahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apakah sama antara
kekafiran dengan lilitan hutang?” Beliau menjawab: “Ya”. (HR. Nasa-i
tapi dilemahkan oleh Al-Albani)
Hutang merupakan bendera
kelemahan dan kehinaan. Allah menghinakan seseorang dengannya. Olah
karenanya, jika Allah menginginkan kehinaan seorang hambaNya, maka Allah
lilitkan hutang kepadanya. Dari Ibnu Umar, Nabi r bersabda: “Hutang
adalah bendera milik Allah di atas bumi, jika Dia menghendaki kehinaan
seorang hambaNya maka ditaruhlah –hutang tersebut- di lehernya”. (HR. Hakim)
Bebas dari hutang mendatangkan kebahagiaan, kebebasan
dan ketenangan. Dari Ibnu Umar ia berkata, saya mendengar Rasulullah
memberi wasiat kepada seseorang dengan ucapan beliau: “Minimalkan
(kurangilah) dosamu niscaya akan memudahkan kematianmu dan minimalkanlah
hutang niscaya kamu hidup bebas tanpa ikatan”. (HR. Baihaqi)
Bertolak dari seringnya Nabi r memohon perlindungan diri dari hutang mendorong seorang sahabat menanyakannya. Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya jika seseorang berhutang maka dia akan berdusta saat berbicara dan tidak menepati janjinya”. (HR.
Bukhari dan Muslim). Sebab biasanya hutang menjadi penyebab yang
menghantarkan seseorang berbohong dan tidak menepati janjinya. Maka dari
itu, sebaiknya orang yang tertimpa hutang atau yang amat menghawatirkan
dirinya terlilit hutang memperbanyak doa berikut ini: ((Allaahumma Anta taksyiful maghrami wal ma’tsami faksyifhu ‘annii. Allaahumma innii a’uudzubika minal ma’tsami wal maghram = Ya
Allah Engkau Maha menyingkapkan (mengenyahkan) hutang dan dosa, maka
singkapkanlah dari diri hamba. Ya Allah, hamba memohon perlindungan diri
dari terpaan dosa dan lilitan hutang)).
Ketidak tahuan manusia akan
dampak buruk sebab hutang menjadikan mereka amat mengandalkannya bahkan
dalam masalah yang paling sepele sekalipun. Jika mereka tahu
hadits-hadits Nabi yang amat keras dalam hal hutang niscaya mereka tidak
berani melakukannya. Sungguh telah termaktub dalam berbagai riwayat
bahwa Nabi r
menolak untuk men-shalatkan orang mati yang meninggalkan hutang. Di
antaranya suatu ketika didatangkan seorang mayit agar beliau berkenan
men-shalatkannya, tapi beliau berkata: “Shalatkanlah teman kalian karena sesungguhnya dia memiliki tanggungan hutang”.
(HR, Tirmidzi, beliau berkata, hadits ini adalah hasan shahih). Hal ini
terjadi di permulaan Islam, setelah Allah memenangkan RasulNya maka
beliau bersabda: “Saya lebih berhak terhadap setiap mukmin dari
dirinya sendiri, siapa saja yang meninggalkan hutang maka saya yang
menanggungnya sedangkan yang meninggalkan harta maka untuk ahli
warisnya”. Oleh karena itu, setiap orang yang meninggal dunia dan
belum melunasi hutangnya maka pelunasannya akan diambilkan dari
pahala-pahala amal kebajikannya.
Demikian pula keterangan akan
kerasnya peringatan mengenai hutang adalah seseorang yang mati syahid
tidak boleh memasuki surga jika belum melunasi hutangnya. Dari Muhammad
bin Abdullah bin Jahsy ia berkata: “suatu saat Nabi r
duduk sedangkan jenazah ditaruh (di liang lahat). Maka beliau memandang
ke langit lalu menurunkannya dan terus meletakkan tangan ke kening
beliau sambil berkata: “Subhaanalllaah, subhaanallaah. Attasydid telah diturunkan”. Muhammad
berkata: Kami tahu lalu diam hingga datang hari besoknya saya tanyakan
kepada beliau: “Apa tasydid yang telah diturunkan, ya Rasul?” Beliau
menjawab: “Mengenai hutang. Demi Dzat yang menguasai diriku jika
seseorang terbunuh fi sabilillah (mati syahid) lalu hidup kemudian
terbunuh lalu hidup kemudian terbunuh lagi sedangkan dia memiliki
tanggungan hutang maka tidak bisa masuk surga hingga terselesaikan
hutangnya”. Dalam Shahih Muslim disebutkan: “Allah mengampuni segala dosa orang yang mati syahid kecuali hutang”. Sedangkan dalam Musnad Imam Ahmad termaktub: “Sesungguhnya teman kalian tertahan di pintu surga sebab hutangnya (yang belum terlunaskan)”, dari hadits Samurah.
Sungguh tidak berhutang dan lebih mengutamakan
selamat itu jauh lebih baik daripada mengambil hutang yang
menyibukkannya. Sehingga ia tidak mendapatkan sesuatu untuk membayarnya
di waktu mendatang. Padahal karena hal itu, seseorang dapat terpelanting
masuk neraka. Sebab pahala-pahalanya diambil dan diberikan kepada
orang-orang yang mengutanginya. Jika tidak cukup, maka dosa-dosa mereka
ditimpakan kepadanya. Sebagian orang sampai kepada kondisi bahwa ia
berhutang untuk liburan ke luar negeri hingga akhirnya keberatan dalam
melunasinya. Hal itu, terjadi karena ketidak tahuannya akan bahaya
hutang dan mengikuti orang-orang kaya. Maka dia terjerembab kepada hal
yang amat dibenci Allah yaitu orang miskin yang sombong serta berlari
dari celaan keluarga. Imam Khathabi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud sebuah
hadits marfu’: “Akan datang suatu masa bahwa seseorang binasa
ditangan isterinya, orang tua dan anaknya. Maka mereka mencelanya dengan
kefakiran dan membebaninya dengan sesuatu di luar kemampuannya lalu dia
memasuki pintu-pintu yang melenyapkan diennya hingga akhirnya dia
hancur dan binasa”.
Sesungguhnya banyak hutang dapat mendatangkan
kefakiran dan hilangnya keberkahan dari harta yang ada serta
mengingatkan kepada kehancuran dan kerugian. Sebagian orang ada yang
bergaji jutaan rupiah, tapi dia tetap mengeluhkan lilitan hutang. Hal
ini merupakan hasil dari jeleknya menejemen keuangannya dan menjatuhkan
dirinya ke lembah perkreditan dalam membeli barang-barang mewahnya. Maka
tambal sulamnya semakin lebar, hingga akhirnya menyulitkan hidupnya
dalam jangka yang lama dengan income yang tidak seimbang dengan
tuntutan-tuntutan dari pihak pengutang. Ini tiada lain kecuali sebab ifrath (tindakan berlebih-lebihan) nya. Padahal Allah telah berfirman: “ Dan
janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (amat pelit)
dan jangan pula kamu terlalu mengulurkannya (amat royal tanpa
perhitungan). Karena itu akan menjadikanmu tercela dan menyesal“ (QS. Al-Isra’: 29) dan “ Dan orang-orang yang jika membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir “ (QS: Al-Furqan: 67). Sedangkan dalam hadits disebutkan: “Tidak akan jatuh miskin orang yang bertindak sederhana (tindakan tengah-tengah antara kikir dan berlebih-lebihan)” .
Sesungguhnya meminjam dengan niat tidak mengembalikannya adalah termasuk tindakan khianat dan pencurian. Nabi r bersabda: “Siapa
saja yang menikahi seorang wanita dengan suatu mahar padahal ia berniat
tidak ingin memberikannya maka ia adalah pe-zina. Dan siapa saja yang
berhutang sedangkan ia berniat untuk tidak mengembalikannya maka ia
termasuk pencuri”. Dalam riwayat Thabrani: “Ia akan bertemu Allah sebagai pencuri”. Dalam riwayat lain: “Ia mati saat kematiannya sebagai penghianat sedangkan penghianat (tempat kembalinya) di neraka”. (HR. Thabrani). Dalam kesempatan yang lain Nabi bersabda:”Siapa
saja yang mengambil harta kawannya dengan niat membayarnya maka Allah
akan menunaikan untuknya (memudahkannya) dan siapa saja yang
mengambilnya dengan niat merusakkannya maka Allah akan
menghancurkannya”. (HR. Bukhari)
Pemberi hutang yang menolong kawannya akan dilindungi Allah. Seperti keterangan sebuah hadits dari Anas, Nabi r bersabda: “Saat
diriku di-isra’kan saya melihat catatan di pintu surga, sedekah itu
dengan sepuluh kalinya sedangkan pinjaman dengan delapan belas. Maka
saya tanyakan kepada Jibril, bagaimana mungkin pinjaman itu lebih baik
daripada sedekah. Maka dia menjawab: Karena orang yang meminta itu
–biasanya- saat meminta dia masih punya sesuatu sedangkan orang yang
meminjam –biasanya- tidak meminjam kecuali terdesak kebutuhan”. (HR. Ibnu Majah). Dalam riwayat lain: “Siapa
saja yang meringankan peminjamnya atau membebaskannya –dari pelunasan
hutang- maka akan berada di bawah naungan ‘Arsy Allah pada hari
kiamat”. Allah berfirman: “ Dan jika (orang yang berhutang itu)
dalam kesulitan, maka tangguhkanlah sampai dia berkelapangan (mampu
membayarnya), dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih
baik bagi kalian jika kalian mengetahui“. (QS: Al-Baqarah: 280)
Siapa saja yang mengambil harta
kawannya (meminjamnya) lalu mati dan tidak meninggalkan sesuatu untuk
menggantinya maka sungguh ia telah membuka pintu dosa besar. Nabi r bersabda: “Sesungguhnya
dosa terbesar di sisi Allah setelah dosa-dosa besar yang terlarang
adalah seseorang yang mati dengan tanggungan hutang tanpa meninggalkan
sesuatu untuk melunasinya”. (HR. Abu Daud dari Abi Musa Al-Asy’ari)
Sesungguhnya hutang itu adalah kesusahan pada malam
hari dan kehinaan pada siang hari. Barang siapa yang merasa bahwa hutang
itu adalah suatu bentuk kehinaan bagi seseorang niscaya ia tidak berani
melakukannya. Dalam hadits: “Kemuliaan seorang mukmin adalah
(tergantung pada) shalatnya di malam hari sedangkan kehormatannya adalah
merasa cukup dari (pertolongan) manusia”. Sedangkan Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Kabsyah Al-Anmari: “Seorang hamba tidak membuka pintu permintaan kecuali Allah membukakan pintu kefakiran untuknya”. (Hasan Shahih)
Janganlah suka meniru. Dengan melihat si fulan
membuka suatu usaha dan berhasil, lalu yang lain ramai-ramai
mengikutinya dengan meminjam uang yang amat banyak. Kemudian terjun ke
bidang tersebut dan ingin dalam sehari semalam menjadi seorang tajir
yang berhasil. Kenapa saudara terjun ke bidang yang terkadang
mendatangkan kebangkrutan yang pada akhirnya hanya memperbesar jumlah
hutang yang tidak terlunasi. Jangan bertindak membabi buta dalam hal
yang di luar kemampuan saudara, karena keselamatan diri saudara di atas
segala-segalanya. Maka dari itu, janganlah mengambil hutang sehingga
saudara menimbangnya masak-masak. Pikirkan terlebih dahulu jalan keluar
darinya jika ternyata saudara bangkrut, bagaimana cara melunasinya (ada
jaminan yang bisa diandalkan atau tidak). Hindarilah hutang semampu
saudara, karena sang maut datang tanpa permisi. Sederhanakan kebutuhan
belanja saudara dan jangan berlebih-lebihan hingga tidak menyesal
nantinya.
Saudara –semoga Allah merahmatimu- ketahuilah, bahwa
jika saudara terlilit hutang maka jadikanlah pikiran utamamu adalah
melunasinya. Seperti ungkapan, setiap orang yang selalu memikirkan
hutangnya maka dia melunasinya dan berusaha untuk menguranginya. Karena
ada sebagian orang yang berhutang tanpa pikiran untuk melunasinya, maka
akan kita dapati dia selalu berhutang setiap bulan tanpa menghiraukan
berapa besarnya. Saat ditagih, dia mulai menutup-nutupinya dan jika
sudah tiba waktu pelunasannya maka dia meminta tambahan tenggang waktu
bahkan terkadang dia marah jika ditagih. Sebagian yang lain ada yang
memecahkan masalah hutangnya dengan hutang yang lain (gali lobang tutup
lobang). Maka dia seperti orang yang bangkit dari sebuah liang lalu
jatuh terjerembab di sebuah lobang yang lebih besar. Dia membeli mobil
dengan kredit lalu dia jual dengan kontan. Padahal masalah ini
mengandung unsur riba seperti fatwa sebagian ulama, utamanya bagi orang
yang bertujuan untuk mendapatkan harta dengan cash.
Janganlah saudara berhutang kecuali dalam keadaan
terjepit dan darurat. Tahukah saudara arti darurat? Yaitu sesuatu yang
–jika tidak dilakukan- menyebabkan kerusakan dunia dan akhirat.
Contohnya mengakhirkan nikah, padahal dia hawatir jatuh ke lembah
perzinaan. Dalam hadits diterangkan: “Ada tiga kelompok yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah, diantaranya adalah: orang yang ingin menikah”.
Termasuk wasiat yang berharga adalah: menepati
janni, tidak mengulur-ulur waktu yang telah disepakati, tidak memakan
harta orang lain, tidak mengingkari hutang. Karena sebagian orang yang
meminjam sejumlah uang mendatangi saudara dalam keadaan amat sopan, tahu
diri dan berpura-pura takwa dan dapat dipercaya. Lalu meminta pinjaman
dari saudara sejumlah uang, padahal saudara amat membutuhkannya entah
pada hari itu atau besoknya. Kemudian dia menyanjung saudara atau dengan
mengatas namakan orang yang sulit untuk ditolak. Setelah itu saudara
kabulkan permintaannya tanpa saksi dan atau catatan resmi karena rasa
malu. Padahal Allah menyuruh kita untuk selalu mencatat hutang yang
berjangka. Perintah itu adalah sunnah. Setelah itu, dia mengambil
pinjaman lalu pergi seusai berterima kasih. Kemudian saudara tidak
pernah melihatnya lagi. Setelah itu saudara mencarinya untuk menagihnya
karena telah habis tenggang waktunya. Padahal kebutuhan saudara amat
memerlukan uang tersebut. Sedangkan dia selalu menghindar jika ketemu
saudara. Hingga saudara terdesak untuk mendatangi rumahnya dan mengetuk
pintunya, tapi jawaban yang saudara dapati ialah, ia tidak ada atau
sedang tidur atau sedang keluar kota. Pada akhirnya saudara mencari
solusi dan perantara melalui teman-teman yang lain. Saat ketemu saudara,
dia malah berkata: Saudara, tagihan macam apa ini, hingga saya sangat
terganggu dan amat malu, apakah saudara takut saya tidak akan
membayarnya? Jika dia orang baik-baik, maka dia akan membayar hutangnya
kepada saudara tapi dengan sedikit demi sedkit. Hal ini akan menjadikan
saudara tidak senang, harta saudara berbalik menjadi fitnah untuk diri
saudara dan hilang waktu saudara yang amat berguna hanya untuk menagih
hutang tersebut. Saudara tidak dapat memanfaatkan harta saudara
sedikitpun karena dia mengembalikannya sedikit demi sedikit. Jika dia
bukan orang baik-baik, maka dia akan memakan seluruh harta saudara dan
setiap bertemu saudara dia akan berkata: Saya tidak memiliki tanggungan
apa pun dari saudara, silakan saudara melapor ke pengadilan. Karena dia
tahu bahwa saudara tidak memiliki tanda bukti hitam di atas putih
ataupun saksi. Kalaupun saudara memiliki tanda bukti, apakah saudara
sabar menghadapi orang yang mengambil hutang seperti ini? Sesungguhnya
lenyapnya harta itu lebih mudah daripada mendatangkan tanda bukti dan
atau saksi. Wahai orang-orang yang suka memberi pinjaman,
waspadalah..karena kebaikan itu hanya dibalas dengan kebaikan pula.
Akhirnya, saya berdoa kepada Allah agar berkenan
memberikan taufiq kepada kita dalam menghindari jeratan hutang yang
akhirnya kita tak mampu menyelesaikannya di dunia.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. Amien
(ABU NABIEL AM. AFANDI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar