Al-Qur'an Sunnah
Dipublikasikan pada 08 March 2012
Hits: 1537
KHUTBAH PERTAMA:
إِنّ
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً
وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا
اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ
أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ
وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ ...
فَأِنّ
أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ
صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ فِي
النّارِ.
Hadirin Sidang Jum’at yang Terhormat..
Allah Ta’ala berfirman,
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (Qaf: 18).
Sesungguhnya lisan merupakan salah satu nikmat Allah
yang amat besar dan salah satu ciptaan Allah yang menakjubkan. Bentuknya
kecil, namun perannya besar dalam ketaatan dan kemaksiatan. Bahkan
kekufuran dan keimanan tidak bisa diketahui dengan jelas kecuali dengan
persaksian lisan, padahal keduanya merupakan puncak dari ketaatan dan
kemaksiatan.
Hadirin Sidang Jum’at yang Terhormat
Lisan merupakan salah satu ayat-ayat Allah. Dia berfirman,
وَلِسَاناً وَشَفَتَيْنِ وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ
"Lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan." (Al-Balad: 9-10).
Lisan
adalah raja atas semua anggota tubuh. Semua tunduk dan patuh kepadanya.
Jika ia lurus, niscaya semua anggota tubuh ikut lurus. Jika ia bengkok,
maka bengkoklah semua anggota tubuh.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا
أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ
فَتَقُوْلُ: اِتَّقِ اللهَ فِيْنَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنِ
اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنِ اعْوَجَجْتَ اِعْوَجَجْنَا.
"Apabila anak cucu Adam masuk waktu pagi hari,
maka seluruh anggota badan tunduk kepada lisan, seraya berkata,
'Bertakwalah kepada Allah dalam menjaga hak-hak kami, karena kami
mengikutimu, apabila kamu lurus, maka kami pun lurus, dan apabila kamu
bengkok, maka kami pun bengkok'." (HR. at-Tirmidzi dan Ahmad).
Seorang manusia bisa masuk surga disebabkan lisannya.
Apabila benar lisannya, maka dia akan mendapatkan pahala, dan
sebaliknya bila salah maka dia mendapatkan dosa. Lisan manusia bisa
mewujudkan dzikir, tasbih, dan tahlil, atau membaca al-Qur`an, atau
ucapan amar ma'ruf nahi munkar, berbuat baik kepada manusia, dan
mengajak mereka kepada kebaikan. Lisan adalah salah satu nikmat Allah
jika dipergunakan oleh hamba untuk kebaikan, petunjuk, dan keshalihan.
Kaum Muslimin yang Berbahagia
Lisan
memang senang mengembara ke tempat yang tak bertujuan, lahannya luas
tiada terbatas dan bertepi. Ia memiliki peran yang besar di dalam lahan
kebajikan, dan juga di dalam keburukan. Maka barangsiapa yang mengumbar
lisannya dengan bebas dan tidak mau mengendalikannya, maka setan akan
menggiringnya ke dalam segala sesuatu yang dia ucapkan. Lalu menyeretnya
ke jurang kehancuran, dan selanjutnya jatuh ke dalam kebinasaan.
Tidak seorang pun dapat selamat dari tergelincirnya
lisan kecuali orang yang mau mengendalikannya dengan tali kekang
syariat, sehingga lisannya tidak mengucapkan kecuali sesuatu yang
memberi manfaat di dunia dan akhirat. Ketika Aisyah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,
حَسْبُكَ
مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَكَذَا، تَعْنِيْ قَصِيْرَةً، فَقَالَ: لَقَدْ
قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ.
"Cukuplah bagi Anda bahwa Shafiyah itu orangnya
begini, begini." Maksudnya tubuhnya pendek. Maka Nabi bersabda
kepadanya, "Engkau telah mengucapkan suatu perkataan yang bila dicampur
dengan air laut niscaya dia akan merubahnya." (HR. Abu Dawud).
Imam an-Nawawi yang wafat pada tahun 676 H. berkata,
"Ketahuilah bahwa setiap mukallaf harus menjaga lisannya dari semua
perkataan kecuali perkataan yang maslahat di dalamnya telah jelas. Dan
ketika perkataan itu mubah, sedangkan dalam meninggalkannya terdapat
maslahat maka disunnahkan untuk menahan diri darinya. Karena terkadang
perkataan yang mubah akan terseret menuju keharaman atau kemakruhan,
bahkan ini menjadi hal yang umum di dalam adat kebiasaan, sedangkan
keselamatan maka tidak ada sesuatu pun yang menyamainya."
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Saya berkata, "Hadits yang disepakati keshahihannya
ini merupakan nash yang sharih, bahwasanya tidak seharusnya seseorang
berbicara melainkan apabila perkataan tersebut baik, yaitu yang tampak
jelas maslahatnya, dan ketika ragu tentang kejelasan maslahatnya, maka
janganlah berbicara."
Al-Imam asy-Syafi'i berkata, "Apabila seseorang ingin
berbicara, maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu sebelum
berbicara, apabila telah jelas maslahatnya, maka dia berbicara, dan
apabila ragu-ragu, maka dia tidak berbicara sampai jelas maslahatnya."
Al-Imam asy-Syafi'i juga pernah berpesan kepada muridnya ar-Rabi',
"Wahai ar-Rabi', janganlah kamu berbicara tentang perkara yang tidak
penting bagimu, karena apabila kamu berbicara satu kata, maka ia akan
memilikimu, sedangkan kamu tidak dapat memilikinya."
Dan kami meriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari: Dari Sahal bin Sa'ad Radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,
مَنْ يَضْمَنُ لِيْ مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنُ لَهُ الْجَنَّةَ.
"Barangsiapa yang memberikan jaminan kepadaku
(untuk menjaga) kejahatan lisan yang berada di antara dua tulang
rahangnya, dan kejahatan kemaluan yang berada di antara kedua kakinya,
niscaya aku akan memberikan jaminan surga kepadanya." (HR. al-Bukhari).
Dan kami meriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang lebih berhak lama dipenjarakan daripada lisan."
Dan
yang lainnya berkata, "Perumpamaan lisan adalah seperti hewan buas,
apabila kamu tidak mengikatnya, niscaya dia akan memusuhimu." Dan kami
meriwayatkan dari al-Ustadz Abu al-Qasim al-Qusyairi dalam Risalahnya
yang terkenal, dia berkata, "Diam pada sesuatu yang telah selamat adalah
tindakan utama. Sedangkan diam pada waktunya merupakan sifat (baik)
seseorang sebagaimana berbicara pada tempatnya merupakan sebaik-baik
tabiat." Dia melanjutkan, "Saya mendengar Abu Ali ad-Daqqaq Rahimahullah berkata,
مَنْ سَكَتَ عَنِ الْحَقِّ فَهُوَ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ.
'Siapa yang berdiam diri dari kebenaran, maka dia adalah setan yang bisu'."
Apabila Hari Kiamat tiba, maka perkataan dan
perbuatan seorang hamba telah dihitung. Tiba-tiba salah seorang hamba
mengingkari hal itu seraya berkata, "Wahai Rabb, saya tidak melakukan
ini, saya tidak mengatakan ini." Maka malaikat yang menyaksikan hal itu
berkata, "Aku tidak menerima seseorang menjadi saksi selain diriku
sendiri." Lalu Allah menutup mulutnya, dan semua anggota tubuhnya
bersaksi dan memberikan kesaksian perbuatannya. Tangan menuturkan
sesuatu yang dia kerjakan, kaki melaporkan perjalanannya, mata
memberikan kesaksian yang dia lihat, telinga memberikan kesaksian yang
didengarnya, dan kulit memberikan kesaksian yang dirasakannya. Saat
itulah sang hamba berduka cita dan terkejut serta berkata kepada anggota
tubuhnya, "Celaka dan binasalah kalian, karena kalianlah aku membela
diri." Inilah anggota-anggota tubuh yang tidak lain adalah anggota
tubuhmu, akan memberikan kesaksian atas kesalahanmu di Hari Kiamat.
Allah Ta’ala berfirman,
وَيَوْمَ
يُحْشَرُ أَعْدَاء اللَّهِ إِلَى النَّارِ فَهُمْ يُوزَعُونَ. حَتَّى
إِذَا مَا جَاؤُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ
وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ. وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ
شَهِدتُّمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنطَقَ كُلَّ
شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ. وَمَا
كُنتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا
أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِن ظَنَنتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا
يَعْلَمُ كَثِيراً مِّمَّا تَعْمَلُونَ
"Dan (ingatlah) hari (ketika) musuh-musuh Allah
digiring ke dalam neraka lalu mereka dikumpulkan (semuanya). Sehingga
apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan, dan kulit
mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka
kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu menjadi
saksi terhadap kami.' Kulit mereka menjawab, 'Allah yang telah
menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai
(pula) berkata, dan Dialah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama,
dan hanya kepadaNya-lah kamu dikembalikan'. Kamu sekali-kali tidak
dapat bersembunyi dari persaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu
terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan
dari apa yang kamu kerjakan." (Fushshilat: 19-22).
Ketahuilah
bahwa ghibah termasuk perbuatan yang paling buruk dan paling tersebar
di antara manusia, sehingga mereka tidak selamat darinya melainkan hanya
segelintir orang saja. Batasan ghibah yaitu engkau memperbincangkan
saudaramu dengan sesuatu yang jika hal itu didengar atau sampai ke
telinganya, maka dia merasa tidak senang, baik itu mengenai badan,
nasab, perilaku, perbuatan, ucapan atau dalam urusan agamanya, bahkan
sampai pakaian yang dia kenakan, rumah tinggal, dan kendaraannya.
Di dalam Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan at-Tirmidzi dan Sunan an-Nasa`i: dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
أَتَدْرُوْنَ
مَاالْغِيْبَةُ؟ قَالُوْا: اللهَ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ
أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِيْ مَا
أَقُوْلُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ
وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ.
"Apakah kalian mengetahui, apakah ghibah itu?"
Mereka menjawab, "Allah dan RasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda,
"Kamu menyebutkan tentang saudaramu dengan sesuatu yang tidak
disenanginya." Dikatakan kepada beliau, "Bagaimana pendapatmu bila pada
saudaraku memang benar ada yang aku ucapkan?" Beliau bersabda, "Jika
pada dirinya benar ada yang kamu ucapkan, maka kamu telah melakukan
ghibah terhadapnya, dan jika pada dirinya tidak terdapat sesuatu yang
kamu ucapkan, maka kamu telah melakukan tuduhan dusta terhadapnya." (HR. Muslim).
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
"Ketika saya diangkat (pada peristiwa isra'
mi'raj), maka saya melewati kaum yang memiliki kuku dari tembaga. Mereka
mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya, 'Siapakah mereka wahai
Jibril?' Jibril menjawab, 'Mereka adalah kaum yang memakan daging
manusia (maksudnya melakukan ghibah), dan merusak kehormatan mereka'." (HR. Abu Dawud).
Dalam hadits ini digambarkan dengan jelas bahwa Allah
menghukum orang yang melakukan ghibah. Mereka digambarkan sebagai orang
yang memakan daging manusia. Di akhirat nanti, mereka mencakar wajah
dan dada mereka.
Hadirin Sidang Jum’at Yang Kami Hormati
Hukum
ghibah adalah haram berdasarkan ijma' kaum muslimin. Dan telah jelas
dalil-dalil yang sharih tentang keharamannya dari al-Kitab, as-Sunnah
dan ijma'.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضاً
"Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain." (Al-Hujurat :12).
Dia juga berfirman,
وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ
"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela." (Al-Humazah: 1).
Al-Humazah bermakna, orang yang mengumpat manusia dan
dia menyakiti mereka dengan ketidakhadiran mereka, sedangkan al-Lumazah
bermakna orang yang mencela manusia dan menyakiti mereka dengan
kehadiran mereka. Dan mungkin al-Humazah adalah orang yang menyakiti
manusia dengan perkataannya, sedangkan al-Lumazah adalah orang yang
menyakiti mereka dengan perbuatan dan tindak-tanduknya, dan dalam
riwayat lain dikatakan maknanya adalah selain hal tersebut yang masih
mencakup makna-makna ini.
Dia juga berfirman,
هَمَّازٍ مَّشَّاء بِنَمِيمٍ
"Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah." (Al-Qalam: 11).
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Kata-kata
yang manis memang terbukti bisa menghipnotis manusia. Ia bisa
menghanyutkan manusia dalam buaiannya. Pendapat ini bertitik tolak pada
fitrah manusia yang selalu ingin dihargai atau bahkan dipuji. Tutur kata
yang manis juga bisa memotivasi orang lain untuk berbuat baik dan
meninggalkan perbuatan mungkar.
Sebuah kritikan yang tajam, namun dibungkus dengan
tutur kata yang halus lebih bisa diterima oleh orang yang dikritik. Dan
sebaliknya, penyampaian dakwah kebenaran secara vulgar dan kasar kepada
umat manusia terkadang akan berakibat sebaliknya. Metode tersebut tidak
hanya kurang efektif, bahkan bisa memunculkan sikap antipati dari objek
dakwah. Allah memberikan dalam kelembutan sesuatu yang tidak
diberikanNya dalam kekerasan.
Inti dakwah Islam adalah saling nasihat menasihati,
nasihat bagi Allah, Rasulullah, para pemimpin, dan kaum muslimin. Dalam
sebuah hadits disebutkan, "Tolonglah saudaramu yang zhalim dan dizhalimi." Dan cara menolong saudara yang zhalim adalah menasihatinya agar tidak melakukan kezhaliman dan kemungkaran.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لَا يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إِلَّا زَانَهُ وَلَا يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ.
"Sesungguhnya kelembutan, tidaklah terdapat pada
sesuatu melainkan ia akan menghiasinya, dan tidaklah ia terlepas dari
sesuatu melainkan ia akan menodainya." (HR. Muslim).
فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah Kedua:
إِنّ
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ وَصَلَّى اللَّّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا
Kaum Muslimin Rahimakumullah
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ
"Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi." (Al-Fajr: 14).
Makna ayat di atas adalah bahwa Allah mendengar
makhluk-Nya, dan melihat serta mengawasi perbuatan mereka serta memberi
masing-masing balasan sesuai dengan usahanya di dunia.
Dalam hadits yang dikeluarkan oleh Abu Musa al-Asy'ari,
قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله ، أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ.
"Saya bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapakah muslim
yang paling utama?' Rasulullah menjawab, 'Seorang muslim, yang mana
kaum muslimin selamat dari (bahaya) lisan dan tangannya'." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Jama'ah Jum'at yang Dimuliakan Allah
Khatib
berharap mudah-mudahan Allah memberikan kita petunjuk untuk
melaksanakan perintahNya dan melaksanakan kebaikan sesuai dengan
syariat. Mudah-mudahan Allah menjadikan hari-hari kita penuh dengan amal
shalih yang akan membawa kita kepada kebahagiaan dan ketenangan.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan hidayah pada segala urusan
kita, khususnya dalam menjaga lisan kita dan memberikan petunjuk kepada
kita semua dalam menapaki jalanNya yang lurus, jalan orang-orang yang
Allah berikan nikmat kepada mereka, jalan para nabi, orang-orang yang
jujur, dan para syuhada, serta orang-orang yang shalih, bukan jalan
orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang tersesat.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا
بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
رَبَنَا
ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا
عَذَابَ النّارِ. وَصَلىَّ اللهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ
تَسْلِيمًا كَثِيرًا وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ اْلحَمْدُ لِلهِ رَبِّ
اْلعَالمَِينَ.
[Sumber: Dikutip dari Buku Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi ke-2, Darul Haq Jakarta by alsofwah.or.id].