Dipublikasikan pada 27 May 2011
Hits: 2260
إِنّ
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.
يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا
النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا
وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ
إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا
الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ …
فَأِنّ
أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْىِ هَدْىُ مُحَمّدٍ
صَلّى الله عَلَيْهِ وَسَلّمَ، وَشَرّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا،
وَكُلّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةً، وَكُلّ ضَلاَلَةِ
فِي النّارِ.
Khutbah yang Pertama
Ma’asyiral muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,
Kami mengajak kepada semua jama’ah, marilah kita semua meningkatkan takwa kepada Allah subhanahu wata’ala.
Bekal takwa inilah yang akan menyelamatkan kita dari siksa neraka.
Karena tidak ada yang akan selamat dari neraka, kecuali orang-orang yang
bertakwa.
Firman Allah Ta’ala, artinya,
Firman Allah Ta’ala, artinya,
“Kemudian Kami akan menyelamatkan
orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zhalim di
dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 72)
Kaum muslimin yang berbahagia,
Islam, agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi. Untuk itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
telah memerintahkan kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih
sayang dan banyak keturunannya. Dari istri-istri yang shalihah ini,
diharapkan terlahir anak-anak yang shalih-shalihah, kokoh dalam
beragama. Sehingga islam menjadi kuat dan musuh merasa gentar.
Demikianlah, ibu memiliki peran yan dominan dalam membangun pondasi dan
mencetak generasi, karena dialah yang akan mendidik anak-anak dalam
ketaatan dan ketakwaan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Perhatian Islam lainnya yang terkait dan
ikut berpengaruh dengan pendidikan anak, yaitu Rasulullah menganjurkan
agar orang tua memberi nama yang baik terhadap anak-anaknya. Suatu
nama akan turut memberi pengaruh pada anak. Sehingga banyak riwayat
yang menjelaskan Rasulullah merubah beberapa nama yang tidak sesuai
dengan Islam.
Ketegasan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
bahwa ketika anak menginjak usia tujuh tahun, hendaklah kedua orang tua
mengajarkan dan memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan shalat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مُرُوا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ
وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ
فِي اْلمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah
anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika
enggan melakukannya bila telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah
tempat tidur di antara mereka.” (HR. Abu Daud, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam shahih Sunan Abi Dawud. No. 466).
Perintah mengajarkan
shalat, berarti juga mencakup hal-hal berkaitan dengan shalat.
Misalnya, tata cara shalat, thaharah, dan kewajiban shalat berjama’ah
di masjid, sehingga anak bisa lebih dekat dan akrab dengan kaum
Muslimin.
Adapun pukulan pada anak, Islam
memperbolehkan para orang tua untuk memukul, jika anak malas dan enggan
melakukan shalat. Tetapi hendaklah diperhatikan, pukulan tersebut
dalam batas-batas tarbiyah (pendidikan), dengan syarat bukan
pukulan yang membahayakan, dan bukan pula pukulan mainan, sehingga
tidak ada pengaruh apapun. Di antara tujuannya, supaya anak merasakan
hukuman bila ia melakukan kemaksiatan meninggalkan shalat.
Namun kita lihat pada masa ini, pukulan,
sebagai salah satu wasilah dalam tarbiyah, banyak ditinggalkan para
orang tua. Dalih yang disampaikan, karena rasa sayang kepada anak.
Padahal rasa sayang yang sebenarnya harus diwujudkan dengan pemberian
pendidikan. Dan salah satunya dengan dipukul saat anak melakukan
perbuatan maksiat.
Rasulullah juga memerintahkan para orang
tua supaya memisahkan tempat tidur anak-anak yang telah memasuki usia
sepuluh tahun. Maksud pemisahan ini, ialah untuk menghindari fitnah
syahwat.
Oleh karena itu, jika orang tua
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya saat mereka tidur, lalu
bagaimana saat mereka keluar dari rumah dan bergaul dengan masyarakat?
Maka tentu orang tua memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi.
Orang tua harus senantiasa mengawasi anak-anaknya, menjauhkannya dari
teman dan pergaulan yang buruk lagi menyesatkan. Karena tarbiyah tidak
hanya ketika berada di rumah saja, namun juga ketika anak-anak berada
di luar rumah. Sebagai orang tua harus mengetahui tempat dan dengan
siapa anak-anaknya bergaul. Ingatlah, orang tua adalah pemimpin, ia
akan diminta tanggung-jawabnya.
ُكلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang yang kalian pimpin.” (Muttafaqun ‘alaih).
Ma’asyiral muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,
Kebaikan anak menjadi
penyebab kebaikan, khususnya bagi orang tua dan keluarganya, dan secara
umum untuk kaum Muslimin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا
مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ
جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أََوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila seseorang
telah meninggal dunia, maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga
perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang
mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu,
keberhasilan pendidikan seorang anak dengan kebaikan dan ketaatannya,
memiliki manfaat dan pengaruh yang besar bagi para orang tua, baik
ketika masih hidup maupun sesudah meninggal dunia. Ketika orang tua
masih hidup, sang anak akan menjadi hiburan, kebahagiaan dan qurrata
a’yun (penyejuk hati). Dan ketika orang tua sudah meninggal dunia, maka
anak-anak yang shalih senantiasa akan mendoakan, beristighfar, dan
bershadaqah untuk orang tua mereka.
Sebaliknya, betapa malang orang tua yang
anaknya tidak shalih dan ia durhaka. Anak yang durhaka tidak bisa
memberi manfaat kepada orang tuanya, baik ketika masih hidup maupun
saat sudah meninggal. Orang tua tidak akan bisa memetik buahnya,
kecuali hanya kerugian dan keburukan. Keadaan seperti ini bisa terjadi,
jika para orang tua yang tidak memperhatikan pendidikan atau tarbiyah
anak-anaknya.
Salah satu contoh dalam tarbiyah yang
benar, yaitu hendaklah para orang tua bersikap adil terhadap semua
anak-anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kita,
فَاتَّقُوا اللهَ وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلاَدِكُمْ
“Maka bertakwalah kalian semua kepada Allah dan berbuatlah adil kepada anak-anakmu.” (HR. Imam al-Bukhari).
Pernah terjadi, ketika
salah seorang sahabat memberi kepada sebagian anak-anaknya, kemudian ia
menghadap kepada Rasulullah supaya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi saksi. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah semua anakmu engkau beri seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak,” kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Carilah
saksi selain diriku, karena aku tidak mau menjadi saksi dalam
keburukan. Bukankah akan bisa membahagiakanmu, apabila engkau memberikan
sesuatu yang sama?” Dia menjawab, “Ya,” maka kata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Maka lakukanlah!”
Kaum Muslimin yang berbahagia,
Anehnya ada sebagian
orang tua, manakala dinasehati tentang tarbiyah anak, justru melakukan
sanggahan. Orang tua ini mengatakan bahwa kebaikan ada di tangan Allah,
atau hidayah terletak di tangan-Nya. Memang benar hidayah berada di
tangan Allah, sebagaimana firman ta’ala, artinya,
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS. Al-Qashash: 56)
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS. Al-Qashash: 56)
Namun yang perlu
diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya kebaikan dan hidayah
ialah karena peran orang tua. Apabila para orang tua telah berperan
secara maksimal dan telah menunaikan kewajibannya dalam tarbiyah, maka
hidayah berada di tangan Allah subhanahu wata’ala. sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan keburukan kapada anak. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلىَ اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak
dilahirkan dalam keadaaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang
menyebabkan anak menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhari)
Di sinilah kita harus
memahami secara benar, betapa besar peran orang tua terhadap anak.
Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk keimanan dan karakter anak.
Dari orang tua itulah akan terwujud sosok kepribadian seorang anak.
Akhirnya, marilah kita menjaga fitrah
anak-anak kita. Yaitu fitrah di atas kebenaran dan kabaikan. Karena
semua yang kita lakukan atas diri anak, akan diminta
pertanggungjawabannya di hadapan Allah subhanahu wata’ala.
أَقُوْلُ
قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ
الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
[Khutbah Kedua]
Ma’asyiral Muslimin, jama’ah shalat jum’at rahimakumullah,
إِنّ
الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Perhatian terhadap anak
merupakan perkara yang teramat penting dan pertanggungjawaban yang
besar di hadapan Allah. Oleh karena itu, para manusia terbaik, yaitu
para Nabi senantiasa mendoakan kebaikan untuk diri dan anak keturunan
mereka.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdo’a,
Nabi Ibrahim ‘alaihissalam berdo’a,
“Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.” (QS. Ash-Shaffat: 100)
“Ya Rabb kami
jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan
(jadikanlah) di antara anak-cucu kami umat yang tunduk patuh kepada
Engkau, dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah
haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 128).
Nabi Zakaria ’alaihissalamberdo’a,
“Di sanalah
Zakaria berdoa kepada Rabbnya seraya berkata, “Ya Rabbku, berilah aku
dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
Pendengar do’a.” (QS. Ali ‘Imran: 38).
Begitu juga dengan para salaf pendahulu kita, mereka berdoa,
“Ya Rabb kami,
anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. al-Furqan: 74).
Demikianlah para Nabi, meskipun memiliki kedudukan dan dekat dengan Allah subhanahu wata’ala, mereka tetap saja senantiasa berdoa penuh harap, memohon kepada Allah subhanahu wata’ala
agar dianugerahi keturunan yang shalih dan shalihah, maka bagaimana
dengan kita? Tentunya, kita tergerak dan lebih bersemangat melakukannya.
Oleh karena itu, marilah kita berdoa dan
selalu berusaha memberikan pendidikan kepada anak-anak kita dengan
berlandaskan agama yang shahih dan lurus.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.
(Majalah as-Sunnah, edisi 09/Tahun XI/1428H/2007M)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar