Senin, 21 Mei 2012

Cinta Islam (ilustrasi)REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON--Sebaik-baiknya manusia berencana, Allah Yang Maha Besar yang menentukan. Demikian benang merah kisah perkenalan Shariffa Carlo dengan Islam. "Aku tahu seluk beluk tentang Islam. Tapi saat itu, aku memiliki agenda untuk menghancurkan Islam," kenang Sharifa. Keterlibatan Shariffa dalam kelompok anti Islam boleh dibilang tidak sengaja. Saat itu, anggota kelompok itu melihat bakat dan kemampuannya seperti keahlian berdiplomasi dan menguasai isu-isu Islam dan Timur Tengah. "Orang itu lalu berkata padaku jika bergabung maka ada jaminan aku akan bekerja di kedutaan besar AS di Mesir. Dia ingin aku pergi kesana untuk berbicara dengan muslimah dan mendorong gerakan terkait hak-hak perempan," kata dia.
Saat itu, Shariffa melihat tawaran itu sungguh menarik. Belum lagi, hal yang diperjuangkan adalah perempuan. Sharifa paham betul, muslimah adalah individu tertindas. Tentu, niatan dirinya untuk membantu perjuangan para muslimah menjadi besar. "Aku ingin membawa mereka pada kebebasan," ucapnya.
Sebagai bekal pendekatan terhadap muslimah, Shariffa mulai mendalami Alquran dan sejarah Islam. Ia juga belajar bagaimana memutarbalikan fakta dalam Alquran untuk tujuan tertentu. Shariffa pun menyadari apa yang dilakukannya itu kian mendekatkan dirinya dengan Islam. "Aku mulai tertarik, tapi aku coba untuk menahan ketertarikan itu dengan mempelajari ajaran Kristen secara mendalam," kata Shariffa.
Niatan itu dilakukannya. Ia minta seorang teolog lulusan Harvard untuk menjadi pembimbingnya. Namun, pembimbingnya itu justru sosok yang meragukan sejumlah kepercayaan dalam kristen seperti masalah Trinitas dan kenabian Yesus.
"Diawal aku merasa ditangan yang benar, tapi ternyata profesor ini seorang yang percaya bahwa Yesus adalah seorang Nabi," kenang dia.
Shariffa pun kembali mencari penolakan atas kebenaran ini dengan mengkaji kembali isi alkitab berbahasa Yunani dan Ibrani. Ternyata, ia menemukan hal yang mengejutkan. Apa yang ia baca serupa dengan apa yang dipelajarinya.Kepercayaannya terhadap Kristen runtuh seketika. "Aku saat itu tidak bisa menerimannya, aku tetap memaksakan bahwa Kristen yang benar. Aku tidak siap menerima kebenaran Islam," katanya.
Seiring berjalannya waktu, pergulatan dalam diri Shariffa berakhir. Ia mulai untuk menerima secara perlahan kebenaran tentang Islam. Sebuah agama yang dahulu ia pergunakan  untuk menyebarkan pesan kebencian. Ia pun mulai banyak berdiskusi dengan muslim.
Suatu hari, Shariffa bertemu dengan sekelompok muslim yang tengah berkunjung. Entah mengapa, Shariffa begitu berkeinginan kuat untuk bertemu dengan mereka. Ia pun terlibat diskusi tentang Islam dan Kristen. "Aku tidak lagi bisa membohongi kebenaran nyara. Aku tahu itu kebenaran sejati. Aku lalu mengambil keputusan, Alhamdulillah, aku ingin menjadi seorang muslim," kenangnya haru.
"Saat aku bersyahadat dihadapan Allah SWT, seketika aku merasakan betapa beban dalam diriku hilang seketika. Aku begitu bahagia, dan merasa bersyukur dapat menjalani sisa hidup untuk menjadi muslim," pungkasnya

Rabu, 09 Mei 2012

Sejarah Perjalanan Hidup Nabi Muhammad SAW


Sejarah Nabi Muhammad – Nabi Muhammad adalah Nabi Allah atau Rasul yang terakhir, pembawa ajarah islam. Menurut sejarah biografi tradisional Muslimnya (dalam bahasa Arab disebut sirah), beliau lahir pada tahun gajah yaitu sekitar 20 April 570/571, di Mekkah (“Makkah”) dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Ketika Muhammad masih dalam kandungan ibunya (Aminah Binti Wahab) ayahnya (Abdullah) meninggal dunia dalam perjalanan dagang di Yatsrib. Pada usia enam tahun, ibu Muhammad (Aminah) meninggal dunia sepulang dari kepergiannya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya dan ziarah ke makam ayahnya. Setelah ibunya meninggal, Muhammad di rawat oleh kakeknya yaitu Abdul Muththalib, dan selepas kakeknya meninggal, beliau dijaga/dirawat oleh pamannya yang bernama Abu Thalib. Nabi Muhammad merupakan salah satu Nabi Ulul Azmi
Sebelum masa kenabian, Muhammad mendapatkan dua julukan dari para kaum Quraisy yaitu Al-Amin yang artinya “orang yang dapat dipercaya” dan As-Saadiq yang artinya “yang benar”. Setelah masa kenabian para sahabatnya memanggilnya dengan gelar Rasul All?h, kemudian menambahkan kalimat Shalallaahu ‘Alayhi Wasallam yang berarti “semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya”; sering disingkat “S.A.W” atau “SAW”) setelah namanya (Muhammad SAW).
Dalam Buku The 100, karya Michael H. Hart, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.

Sejarah Nabi Muhammad
1. Kelahiran Nabi Muhammad
Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.
Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana. Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, ‘Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).
Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi’ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).
2. Berkenalan dengan Khadijah
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah, begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang. Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu pendapatan yang stabil. Muhammad menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad dalam membawa bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual perantara barang dagangan penduduk Mekkah.
Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.
Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian mereka menikah. Pada saat itu Muhammad berusia 25 tahun sedangkan Khadijah mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih memiliki kecantikan yang menawan. Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah, tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda. Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang yang memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.
3. Nabi Muhammad Memperoleh Gelar
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan orang-orang Quraisy dalam perbaikan Ka’bah. Ia pula yang memberi keputusan di antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di tempatnya. Saat itu ia sangat masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat mencintainya, hingga akhirnya ia memperoleh gelar Al-Amin yang artinya “orang yang dapat dipercaya”.
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan ke-Esaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti “yang benar”.
4. Kerasulan Nabi Muhammad
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40, ia sering menyendiri ke Gua Hira’ sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur kota Mekkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.
Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril berkata:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5)
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu lewat, ia menceritakan pengalamannya kepada sang istri.
Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi. Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al- Qur??n (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi “mereka yang menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu penganut agama Islam.
5. Nabi Muhammad Mendapatkan Pengikut
Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun.
Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.
6. Nabi Muhammad Hijrah ke Madinah
Di Mekkah terdapat Ka’bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka’bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam Mekkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu.
Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah atau “Madinatun Nabi” (kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (salat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.
7. Penaklukan Mekkah
Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka’bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.
8. Mukjizat Nabi Muhammad
Seperti nabi dan rasul sebelumnya, Muhammad diberikan irhasat (pertanda) akan datangnya seorang nabi, seperti yang diyakini oleh umat Muslim telah dikisahkan dalam beberapan kitab suci ajaran samawi, kemudian dikisahkan pula terjadi pertanda pada masa didalam kandungan, masa kecil dan remaja. Kemudian Muhammad diyakini diberikan mukjizat selama kenabiannya.
Dalam syariat Islam, mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur’an, karena pada masa itu bangsa Arab memiliki kebudayaan sastra yang cukup tinggi dan Muhammad sendiri adalah orang yang buta huruf, yang diyakini oleh umat muslim mustahil dikarang olehnya. Selain itu, Muhammad juga diyakini pula oleh umat Islam pernah membelah bulan pada masa penyebaran Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi’raj dalam waktu tidak sampai satu hari. Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah kecerdasannya mengenai ilmu ketauhidan.
9. Fisik dan ciri-ciri Muhammad
Berikut adalah penggambaran sosok Muhammad dari salah satu istinya yaitu Aisyah, sepupunya Ali bin Abi Thalib, para sahabatnya, serta orang terakhir yang masih hidup yang kala itu sempat melihat sosoknya secara langsung, yaitu Abu Taufik.
Aisyah dan Ali bin Abi Thalib telah merincikan ciri-ciri fisik dan penampilan keseharian Muhammad, di antaranya adalah rambut ikal berwarna sedikit kemerahan, terurai hingga bahu. Kulitnya putih kemerah-merahan, wajahnya cenderung bulat dengan sepasang matanya hitam dan bulu mata yang panjang. Tidak berkumis dan berjanggut sepanjang sekepalan telapak tangannya.
Tulang kepala besar dan bahunya lebar. Tubuhnya tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu pendek, berpostur kekar sangat indah dan pas dikalangan kaumnya. Bulu badannya halus memanjang dari pusar hingga dada. Jemari tangan dan kaki tebal dan lentik memanjang.
Apabila berjalan cenderung cepat dan tidak pernah menancapkan kedua telapak kakinya, beliau melangkah dengan cepat dan pasti. Apabila menoleh, ia menolehkan wajah dan badannya secara bersamaan. Di antara kedua bahunya terdapat tanda kenabian dan memang ia adalah penutup para nabi. Ia adalah orang yang paling dermawan, paling berlapang dada, paling jujur ucapannya, paling bertanggung jawab dan paling baik pergaulannya. Siapa saja yang bergaul dengannya pasti akan menyukainya.
Setiap orang yang bertemu Muhammad pasti akan berkata, “Aku tidak pernah melihat orang yang sepertinya, baik sebelum maupun sesudahnya.” Begitulah Muhammad di mata khalayak, akhlaknya yang sangat mulia digambarkan dalam salah satu ayat Al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (Al-Qalam: 4)
Dalam hadits riwayat Bukhari, Muhammad digambarkan sebagai orang yang berkulit putih dan berjenggot hitam dengan uban.
Dalam satu hadits diterangkan mengenai corak fisik Muhammad, yaitu ia bertubuh sedang, kulitnya berwarna cerah tidak terlalu putih dan tidak pula hitam. Rambutnya berombak. Ketika Muhammad wafat uban yang tumbuh di rambut dan janggutnya masih sedikit.
Anas juga mengatakan bahwa Muhammad memiliki tinggi sedang, tidak tinggi sekali ataupun pendek, tegap. Bila ia berjalan sangat gesit dengan tubuh condong sedikit kedepan.
Bara’a bin Aazib mengatakan bahwa Muhammad memiliki tinggi yang sedang, dengan tulang pundak bidang. Rambutnya cukup tebal, panjang sampai batas telinga.
Ali bin Abi Thalib meriwayatkan bahwa Muhammad tidaklah tinggi dan juga pendek. Telapak tangan dan kaki beliau padat berisi. Ia memiliki kepala yang agak besar dan kuat. Bulu-bulu halus tumbuh di dadanya dan terus kebawah sampai pusar. Jika berjalan, melangkahnya seolah-olah seperti turun (meloncat) dari suatu ketinggian. Ditambahkan pula bahwa Ali belum pernah melihat orang sepertinya di antara sahabatnya sesudah wwafatnya Muhammad.
Ali menambahkan bahwa Muhammad memiliki rambut lurus sedikit berombak. Tidak gemuk dan tidak terlalu besar, berperawak baik dan tegak. Warna kulit cerah, matanya hitam dengan bulu mata yang panjang. Persendian tulang yang kuat dada, tangan dan kakinya kekar. Tidak memiliki bulu yang tebal tetapi hanya tipis dari dada sampai pusarnya. Jika berbicara dengan seseorang, maka ia akan menghadapkan wajahnya keorang tersebut dengan penuh perhatian. Diantara bahunya ada tanda kenabian. Muhammad orang yan baik hatinya dan paling jujur, orang yang paling dirindukan dan sebaik-baiknya keturunan. Siapa saja yang mendekati dan bergaul dengannya maka akan langsung merasa terhormat, khidmat, menghargai dan mencintainya.
Hind bin Abi Halah mendapat cerita dari Hasan bin Ali mengatakan bahwa Muhammad memiliki pribadi mulia dan sangat agung jika orang melihatnya. Wajahnya bercahaya seperti bulan purnama. Ia sedikit lebih tinggi dari rata-rata orang tapi lebih pendek dari orang yang jangkung. Kepalanya lebih besar dari rata-rata orang dan rambutnya agak keriting (berombak) agak panjang hingga mencapai kuping dan dibelah tengah. Kulit berwarna cerah dahinya agak lebar. Alis matanya melengkung hitam dan tebal, di antara alisnya nampak urat darah halus yang berdenyut bila sedang emosi.
Hidungnya agak melengkung dan mengkilap jika terkena cahaya serta tampak agak menonjol jika pertama kali melihatnya padahal sebenarnya tidak. Berjanggut tipit tapi penuh rata sampai pipi. Mulutnya sedang, giginya putih cemerlang dan agak renggang. Pundaknya bagus dan kokoh, seperti dicor perak. Anggota tubuh lainnya normal dan proporsional. Dada dan pinggangnya seimbang dengan ukurannya. Tulang belikatnya cukup lebar, bagian-bagian tubuhnya tidak tertutup bulu lebat, bersih dan bercahaya. Kecuali bulu halus yang tumbuh dari dada hingga pusar.
Lengan dan dada bagian atas berbulu. Pergelangan tangannya cukup panjang, telapak tangannya agak lebar serta tangan dan kakinya berisi, jari-jari tangan dan kaki cukup langsing. Jika berjalan agak condong kedepan melangkah dengan anggun serta berjalan dengan cepat dan sering melihat kebawah dari pada keatas. Jika berhadapan dengan orang maka ia memandang orang itu dengan penuh perhatian dan tidak pernah melototi seseorang dan pandangannya menyejukkan. Selalu berjalan agak dibelakang, terutama jika saat melakukan perjalanan jarak jauh dan ia selalu menyapa orang lain terlebih dahulu.
Dari kisah Jabir bin Samurah meriwayatkan bahwa Muhammad memiliki mulut yang agak lebar, di matanya terlihat juga garis-garis merahnya, serta tumitnya langsing. Jabir (ra) juga meriwayatkan bahwa ia berkesempatan melihat Muhammad di bawah sinar rembulan, ia juga memperhatikan pula rembulan tersebut, baginya Muhammad lebih indah dari rembulan tersebut.
Abu Ishaq mengemukakan bahwa, Bara’a bin Aazib pernah berkata, bahwa rona Muhammad lebih mirip purnama yang cerah.
Abu Hurairah mengatakan bahwa Muhammad sangatlah rupawan, seperti dibentuk dari perak. Rambutnya cenderung berombak dan Abu Hurairah belum pernah melihat orang yang lebih baik dari dan lebih tampan dari Muhammad, rona mukanya secemerlang matahari dan tidak pernah melihat orang yang secepatnya. Seolah-olah tanah digulung oleh langkah-langkah Muhammad jika sedang berjalan. Dikatakan jika Abu Hurairah dan yang lainnya berusaha mengimbangi jalannya Muhammad dan nampak ia seperti berjalan santai saja.
Jabir bin Abdullah mengatakan, Muhammad pernah bersabda bahwa ia pernah menyaksikan gambaran tentang para nabi. Diantaranya adalah Musa berperawakan langsing seperti orang-orang dari Suku Shannah, dan melihat Isa yang mirip salah seorang sahabatnya yang bernama Urwah bin Mas’ud dan ketika melihat Ibrahim dikatakan sangat mirip dengan dirinya sendiri (Muhammad), kemudian Muhammad juga mengatakan bahwa ia pernah melihat Malaikat Jibril yang mirip dengan Dehya Kalbi.[24]
Said al Jahiri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Taufik berkata bahwa pada saat ini tidak ada lagi yang masih hidup orang yang pernah melihat secara langsung Muhammad kecuali dirinya sendiri dan Muhammad memiliki roman muka sangat cerah dan perawakanna sangat baik.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa gigi depan Muhammad agak renggang tidak terlalu rapat dan jika bericara nampak putih berkilau.
10. Pernikahan Nabi Muhammad
Selama hidupnya Muhammad menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat. Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia, sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.
Sepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana sembilan di antaranya masih hidup sepeninggal Muhammad.
Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan).
11. Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu
Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44) seperti halnya Nabi Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil.
Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah (QS 21:25).

Kisah-kisah Pilihan dari Perjalanan Hidup Nabi Muhammad SAW

Simaklah...
Lembaran-lembaran kisah nan indah
Bertutur tentang perjalanan hidup Rasul termulia Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam
Beliau adalah pembawa panji Islam
Utusan Allah penyampai wahyu Ilahi.
Menebarkan petunjuk, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya.
Menyebarkan tauhid, membernatas kesyirikan.
Perjuangannya menegakkan agama Allah dipenuhi dengan tantangan dan rintangan.
Keberaniannya menjadi teladan bagi ummatnya, dalam menghdapi musuh-musuh Allah sang durjana pembawa angkara murka.
Kesabarannya dalam mengemban risalah, mengantarkannya pada kemenangan dan pertolongan Allah
Nabi yang penuh kasih sayang terhadap ummatnya, lagi penuh semangat dalam mendakwahi kaumnya.
Nabi yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam.
Menebarkan perdamaian, ketenangan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akherat.
Akhlaknya yang begitu agung diakui kawan dan lawan serta dipuji oleh Allh Subhaanahu wa ta'ala
Musuh yang penuh dengan kekejaman dibalas dengan kearifan
Sehingga berbondong-bondong manusia masuk ke dalam agamanya.
Kenalilah beliau, niscaya engkau akan mencintainya melebihi cintamu kepada anak, istri, orang tua dan seluruh manusia.
Pelajarilah perjalanan hidupnya niscaya engkau akan berjiwa tegar menghadapi cobaan yang menerpa.
Hanyalah orang yang tidak mengenalnya akan membencinya.
Menjadi hinalah manusia yang mencelanya , apalagi menolok-olok ajarannya dan menuduhnya dengan tuduhan-tuduhan dusta.*
Buku ini dipersembahkan dengan bahasa yang sederhana, mudah dicerna, dan tidak membosankan InsyaAllah.
Diambil dari kisah-kisah terpilih
Ditampilkan dengan tulisan yang besar (point 14) sehingga cocok untuk semua usia, sebagai buku pelajaran bagi ummat manusia.
Sesungguhnya kemuliaan itu hanya milik Allah, Rasul-Nya dan seluruh kaum muslimin.
*) Seperti musibah yang baru terjadi berupa pembuatan karikatur Nabi yang ada di di Denmark.
Diterbitkan di: 24 April, 2008   

Sumber: http://id.shvoong.com/humanities/history/1806131-kisah-kisah-pilihan-dari-perjalanan/#ixzz1uMltzZ5S

Selasa, 08 Mei 2012

RAHMAT ALLAH BAGI UMAT MUHAMMAD DENGAN DUA HARI RAYA (IDUL FITHRI DAN IDUL ADHA)

Oleh Syaikh Ali Bin Hasan bin Abdul Hamid Al-Halabi Al-Atsari


Dari Anas Radliallahu 'anhu ia berkata : "Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah sedang penduduknya memiliki dua hari raya dimana mereka bersenang-senang di dalamnya di masa jahiliyah[ ]. Maka beliau bersabda :
"Artinya : Aku datang pada kalian sedang kalian memiliki dua hari yang kalian besenang-senang di dalamnya pada masa jahiliyah. Sungguh Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari dua hari itu yaitu : hari Raya Kurban dan hari Idul Fithri". (Hadits Shahih, dikeluarkan oleh Ahmad (3/103,178,235), Abu Daud (1134), An-Nasa'i (3/179) dan Al-Baghawi (1098).
Berkata Syaikh Ahmad Abdurrahman Al-Banna :
"Maksudnya : Karena hari Idul Fihtri dan hari raya Kurban ditetapkan oleh Allah Ta'ala, merupakan pilihan Allah untuk mahluk-Nya dan karena keduanya mengikuti pelaksanaan dua rukun Islam yang agung yaitu haji dan puasa. Pada dua hari tersebut, Allah mengampuni orang-orang yang melaksanakan ibadah haji dan orang-orang yang berpuasa, dan Dia menebarkan rahmat-Nya kepada seluruh mahluk-Nya yang taat. Adapun hari Nairuz dan Mahrajan merupakan pilihan para pembesar pada masa itu yang tentunya disesuaikan dengan zaman, selera dan semisalnya dari keistimewaan yang akan pudar. Maka perbedaan keistimewaan dari Idul Fithri dan Idul Adha dengan hari Nairuz dan Mahrajan sangat jelas bagi siapa yang mau memperhatikannya". [Fathur Rabbani 6/119].

Bolehnya Mendengarkan Rebana Yang Dimainkan Anak Perempuan Kecil
Dari Aisyah radliaalahu 'anha, ia berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam masuk menemuiku sedangkan di sisiku ada dua anak perempuan kecil yang sedang bernyanyi[ ] dengan nyanyian Bu'ats. Lalu beliau berbaring di tempat tidur dan memalingkan wajahnya. Masuklah Abu Bakar, lalu dia menghardikku dan berkata : 'Seruling syaitan di sisi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam !?' Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian menghadap ke Abu Bakar seraya berkata :'Biarkan kedua anak perempuan itu'. Ketika beliau tidur, aku memberi isyarat dengan mata kepada dua anak itu maka merekapun keluar".
Dalam riwayat lain : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Wahai Abu Bakar, setiap kaum memiliki hari raya, dan ini adalah hari raya kita". [Kedua hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari 949, 952, 2097, 3530, 3931. Diriwayatkan juga oleh Muslim 892. Ahmad 6/134 dan Ibnu Majah 1898]
Imam Al-Baghawi dalam "Syarhus Sunnah" (4/322) mengatakan :
"Bu'ats[ ], adalah hari yang terkenal di antara hari-harinya bangsa Arab. Pada hari itu suku Aus mendapatkan kemenangan yang besar dalam peperangan dengan suku Khazraj. Peperangan antara kedua suku ini berlangsung selama 120 tahun sampai datang Islam. Syair yang didendangkan oleh kedua anak perempuan itu berisi penggambaran (tentang) peperangan dan keberanian serta menyinggung upaya untuk membantu tegaknya perkara agama.

Adapun nyanyian yang berisi kekejian, pengakuan berbuat haram dan menampakkan kemungkaran dengan terang-terangan melalui ucapan, adalah termasuk nyanyian yang dilarang. Tidak mungkin nyanyian seperti itu yang di dendangkan di hadapan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu dilalaikan untuk mengingkarinya.

Sabda beliau : "Ini adalah hari raya kita", beliau mengemukakan alasan dari Aisyah bahwa menampakkan kegembiraan pada dua hari raya merupakan syiar (slogan) agama ini, dan tidaklah hari raya itu seperti hari-hari lain". [Selesai ucapan Imam Al-Baghawi].

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata :
"Dalam hadits ini ada beberapa faedah : Disyariatkan untuk memberikan kelapangan kepada keluarga pada hari-hari raya untuk melakukan berbagai hal yang dapat menyampaikan mereka pada kesenangan jiwa dan istirahatnya tubuh dari beban ibadah. Dan sesungguhnya berpaling dari hal itu lebih utama. Dalam hadits ini juga menunjukkan bahwa menampakkan kegembiraan pada hari-hari raya merupakan syi'ar agama.[ ]

BERPENAMPILAN INDAH PADA HARI RAYA

Dari Ibnu Umar Radhliallahu 'anhuma ia berkata : Umar mengambil sebuah jubah dari sutera tebal yang dijual di pasar, lalu ia datang kepada Rasulullah dan berkata :
"Artinya : Ya Rasulullah, belilah jubah ini agar engkau dapat berdandan dengannya pada hari raya dan saat menerima utusan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :'Ini adalah pakaiannya orang yang tidak mendapat bahagian (di akhirat-pent)'. Maka Umar tinggal sepanjang waktu yang Allah inginkan. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimkan kepadanya jubah sutera. Umar menerimanya lalu mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia berkata : 'Ya Rasulullah, engkau pernah mengatakan : 'Ini adalah pakaiannya orang yang tidak mendapat bahagian', dan engkau telah mengirimkan padaku jubah ini'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar :'Juallah jubah ini atau engkau penuhi kebutuhanmu dengannya". [Hadits Riwayat Bukhari 886,948,2104,2169, 3045, 5841,5891 dan 6081. Muslim 2068, Abu Daud 1076. An-Nasaa'i 3/196 dan 198. Ahmad 2/20,39 dan 49]
Berkata Al-Allamah As-Sindi.
"Dari hadits ini diketahui bahwa berdandan (membaguskan penampilan) pada hari raya merupakan kebiasaan yang ditetapkan di antara mereka, dan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengingkarinya, maka diketahui tetapnya kebiasaan ini". [Hasyiyah As Sindi 'alan Nasa'i 3/181].

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata.
"Ibnu Abi Dunya dan Al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan isnad yang shahih yang sampai kepada Ibnu Umar bahwa Ibnu Umar biasa memakai pakaiannya yang paling bagus pada hari Idul Fithri dan Idul Adha".[Fathul Bari 2/439]

Beliau juga menyatakan :
"Sisi pendalilan dengan hadist ini adalah takrir-nya (penetapan) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Umar berdasarkan asal memperbagus penampilan itu adalah untuk hari Jum'at. Yang beliau ingkari hanyalah pemakaian perhiasan semisal itu karena ia terbuat dari sutera". [Fathul Bari 2/434].

Dalam 'Al-Mughni' (2/228) Ibnu Qudamah menyatakan :
"Ini menunjukkan bahwa membaguskan penampilan di kalangan mereka pada saat-saat itu adalah masyhur".

Malik berkata :
"Aku mendengar ulama menganggap sunnah untuk memakai wangi-wangian dan perhiasan pada setiap hari raya".

Berkata Ibnul Qayyim dalam "Zadul Ma'ad" (1/441).
"Nabi memakai pakaiannya yang paling bagus untuk keluar (melaksanakan shalat) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha. Beliau memiliki perhiasan yang biasa dipakai pada dua hari raya itu dan pada hari Jum'at. Sekali waktu beliau memakai dua burdah (kain bergaris yang diselimutkan pada badan) yang berwarna hijau, dan terkadang mengenakan burdah berwarna merah[ ], namun bukan merah murni sebagaimana yang disangka sebagian manusia, karena jika demikian bukan lagi namanya burdah. Tapi yang beliau kenakan adalah kain yang ada garis-garis merah seperti kain bergaris dari Yaman


HUKUM SHALAT ID

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah :
"Kami menguatkan pendapat bahwa shalat Id hukumnya wajib bagi setiap individu (fardlu 'ain), sebagaimana ucapan Abu Hanifah[ ] dan selainnya. Hal ini juga merupakan salah satu dari pendapatnya Imam Syafi'i dan salah satu dari dua pendapat dalam madzhab Imam Ahmad.

Adapun pendapat orang yang menyatakan bahwa shalat Id tidak wajib, ini sangat jauh dari kebenaran. Karena shalat Id termasuk syi'ar Islam yang sangat agung. Manusia berkumpul pada saat itu lebih banyak dari pada berkumpulnya mereka untuk shalat Jum'at, serta disyari'atkan pula takbir di dalamnya.

Sedangkan pendapat yang menyatakan bahwa shalat Id hukumnya fardhu kifayah adalah pendapat yang tidak jelas. [Majmu Fatawa 23/161]

Berkata Al-Allamah Asy Syaukani dalam "Sailul Jarar" (1/315).[ ]
"Ketahuilah bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus mengerjakan dua shalat Id ini dan tidak pernah meninggalkan satu kalipun. Dan beliau memerintahkan manusia untuk keluar mengerjakannya, hingga menyuruh wanita-wanita yang merdeka, gadis-gadis pingitan dan wanita haid.

Beliau menyuruh wanita-wanita yang haid agar menjauhi shalat dan menyaksikan kebaikan serta dakwah kaum muslimin. Bahkan beliau menyuruh wanita yang tidak memiliki jilbab agar dipinjamkan oleh saudaranya.[ ]

Semua ini menunjukkan bahwa shalat Id hukumnya wajib dengan kewajiban yang ditekankan atas setiap individu bukan fardhu kifayah. Perintah untuk keluar (pada saat Id) mengharuskan perintah untuk shalat bagi orang yang tidak memiliki uzur. Inilah sebenarnya inti dari ucapan Rasul, karena keluar ke tanah lapang merupakan perantara terlaksananya shalat. Maka wajibnya perantara mengharuskan wajibnya tujuan dan dalam hal ini kaum pria tentunya lebih diutamakan daripada wanita".

Kemudian beliau Rahimahullah berkata :
"Diantara dalil yang menunjukkan wajibnya shalat Id adalah : Shalat Id dapat menggugurkan kewajiban shalat Jum'at apabila bertetapan waktunya (yakni hari Id jatuh pada hari Jum'at -pen)[ ]. Sesuatu yang tidak wajib tidak mungkin dapat menggugurkan sesuatu yang wajib. Dan sungguh telah jelas bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam terus menerus melaksanakannya secara berjama'ah sejak disyari'atkannya sampai beliau meninggal. Dan beliau menggandengkan kelaziman ini dengan perintah beliau kepada manusia agar mereka keluar ke tanah lapang untuk melaksanakan shalat Id"[ ]

Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" (hal 344) setelah menyebutkan hadits Ummu Athiyah :

"Maka perintah yang disebutkan menunjukkan wajib. Jika diwajibkan keluar (ke tanah lapang) berarti diwajibkan shalat lebih utama sebagaimana hal ini jelas, tidak tersembunyi. Maka yang benar hukumnya wajib tidak sekedar sunnah ......"


MANDI SEBELUM SHALAT ID

Dari Nafi' ia berkata : "Abdullah bin Umar biasa mandi pada hari idul Fithri sebelum pergi ke mushallah"[ ]

Imam Said Ibnul Musayyib berkata :
"Artinya : Sunnah Idul Fithri itu ada tiga : berjalan kaki menuju ke mushalla, makan sebelum keluar ke mushalla dan mandi" [Diriwayatkan Al-Firyabi 127/1 dan 2, dengan isnad yang shahih, sebagaimana dalam 'Irwaul Ghalil' 2/104]
Aku katakan : Mungkin yang beliau maksudkan adalah sunnahnya para sahabat, yakni jalan mereka dan petunjuk mereka, jika tidak, maka tidak ada sunnah yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hal demikian.

Berkata Imam Ibnu Qudamah :
"Disunnahkan untuk bersuci dengan mandi pada hari raya. Ibnu Umar biasa mandi pada hari Idul Fithri dan diriwayatkan yang demikian dari Ali Radhiyallahu 'anhu. Dengan inilah Alqamah berpendapat, juga Urwah, 'Atha', An-Nakha'i, Asy-Sya'bi, Qatadah, Abuz Zinad, Malik, Asy-Syafi'i dan Ibnul Mundzir" [Al-Mughni 2/370]

Adapun yang diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mandi ini maka haditsnya dhaif (lemah) [ ]

KELUAR MENUJU MUSHALLA
(Tanah Lapang Yang Digunakan Untuk Shalat Ied)

Dari Abu Said Al Khudri Radliallahu 'anhu, ia berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa keluar menuju mushalla (tanah lapang) pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, maka pertama kali yang beliau lakukan adalah shalat ..." [Hadits Riwayat Bukhari 956, Muslim 889 dan An-Nasaa'i 3/187]
Berkata Al-Alamah Ibnul Hajj Al Maliki :
"Sunnah yang telah berlangsung dalam pelaksanaan shalat Idul Fitri dan Idul Adha adalah di mushalla (tanah lapang), karena Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Artinya : Shalat di masjidku ini (masjid Nabawi -pen) lebih utama dari seribu shalat yang dilaksanakan di masjid lainnya kecuali masjid Al-Harram". [Hadits Riwayat Bukhari 1190 dan Muslim 1394]
Kemudian, walaupun ada keutamaan yang besar seperti ini, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tetap keluar ke mushalla (tanah lapang) dan meninggalkan masjidnya. [Al-Madkhal 2/283].

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi menyatakan, [Al-Mughni 2/229-230] :
"Sunnah untuk melaksanakan shalat Id di tanah lapang, Ali Radliallahu 'anhu memerintahkan yang demikian dan dianggap baik oleh Al-Auza'i dan Ashabur Ra'yi. Inilah ucapan Ibnul Mundzir.” [ ]

Siapa yang tidak mampu untuk keluar ke tanah lapang karena sakit atau umur tua, boleh shalat di masjid dan tidak ada dosa baginya Insya Allah. [Al-Mughni 2/229-230].

Di sini harus diberikan peringatan bahwa tujuan dari pelaksanaan Shalat Id di tanah lapang adalah agar terkumpul kaum muslimin dalam jumlah yang besar di satu tempat.

Namun yang kita lihat pada hari ini di banyak negeri berbilangannya mushalla (tanah lapang yang digunakan untuk shalat Id) meski tidak ada kebutuhan. Ini merupakan perkara makruh yang telah diperingatkan oleh ulama. [Lihat Nihayah Al Muhtaj 2/375 oleh Ar-Ramli].

Bahkan sebagian mushalla telah menjadi mimbar-mimbar hizbiyyah untuk memecah belah persatuan kaum muslimin.

Tiada daya upaya kecuali dengan pertolongan Allah.


MENGAMBIL JALAN YANG BERLAINAN KETIKA PERGI DAN KEMBALI DARI MUSHALLA

Dari Jabir bin Abdillah Radliallahu 'anhu, ia berkata :
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pada hari raya biasa mengambil jalan yang berlainan (ketika pergi dan ketika kembali dari mushalla-pen)" [Hadits Riwayat Bukhari 986].
Berkata Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah :
"Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam biasa mengambil jalan yang berbeda pada hari raya. Beliau pergi ke mushalla melewati satu jalan dan kembali dengan melewati jalan lain. Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya adalah agar beliau dapat memberi salam kepada orang-orang yang berada di dua jalan itu. Ada yang mengatakan : Agar mendapatkan barakahnya dua jalan yang berbeda. Ada pula yang mengatakan : Agar beliau dapat memenuhi hajat orang yang butuh pada beliau di dua jalan itu. Ada pula yang mengatakan tujuannya agar dapat menampakkan syi'ar Islam .... Dan ada yang mengatakan -inilah yang paling benar- : Beliau melakukan perbuatan itu untuk semua tujuan tersebut dan hikmah-hikmah lain yang memang perbuatan beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak kosong dari hikmah". [Zadul Ma'ad 1/449].

Imam Nawawi rahimahullah setelah menyebutkan perkataan-perkataan di atas, beliau mengomentari : " Kalau pun tidak diketahui apa sebabnya beliau mengambil jalan yang berbeda, disunahkan untuk meneladaninya secara pasti, wallahu a'lam". [Raudlatuh Thalibin 2/77]. Lihat ucapan Imam Al-Baghawi dalam "Syarhus Sunnah" (4/314).


Dua Peringatan :

Pertama.
Berkata Al-Baghawi dalam "Syarhus Sunnah" (4/302-303) : "Disunnahkan agar manusia berpagi-pagi (bersegera) ke mushalla (tanah lapang) setelah melaksanakan shalat shubuh untuk mengambil tempat duduk mereka dan mengumandangkan takbir. Sedangkan keluarnya imam adalah pada waktu akan ditunaikannya shalat".

Kedua.
At-Tirmidzi meriwayatkan (530) dan Ibnu Majah (161) dari Ali Radliallahu 'anhu bahwa ia berkata : "Termasuk sunnah untuk keluar menunaikan shalat Id dengan jalan kaki". [Dihasankan oleh Syaikh kami Al-Albani dalam "Shahih Sunan Tirmidzi"].

TAKBIR PADA IDUL FITHRI DAN IDUL ADHA

Allah Ta'ala berfirman :
"Artinya : Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, mudah-mudahan kalian mau bersyukur".
Telah pasti riwayat bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Beliau keluar pada hari Idul fitri, maka beliau bertakbir hingga tiba di mushalla (tanah lapang), dan hingga ditunaikannya shalat. Apabila beliau telah menunaikan shalat, beliau menghentikan takbir". [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" dan Al-Muhamili dalam "Kitab Shalatul 'Iedain" dengan isnad yang shahih akan tetapi hadits ini mursal. Namun memiliki pendukung yang menguatkannya. Lihat Kitab "Silsilah Al Hadits As-Shahihah" (170). Takbir pada Idul Fithri dimulai pada waktu keluar menunaikan shalat Id]
Berkata Al-Muhaddits Syaikh Al Albani :
"Dalam hadits ini ada dalil disyari'atkannya melakukan takbir secara jahr (keras/bersuara) di jalanan menuju mushalla sebagaimana yang biasa dilakukan kaum muslimin. Meskipun banyak dari mereka mulai menganggap remeh sunnah ini hingga hampir-hampir sunnah ini sekedar menjadi berita ...

Termasuk yang baik untuk disebutkan dalam kesempatan ini adalah bahwa mengeraskan takbir disini tidak disyari'atkan berkumpul atas satu suara (menyuarakan takbir secara serempak dengan dipimpin seseorang -pent) sebagaimana dilakukan oleh sebagian orang. Demikian pula setiap dzikir yang disyariatkan untuk mengeraskan suara ketika membacanya atau tidak disyariatkan mengeraskan suara, maka tidak dibenarkan berkumpul atas satu suara seperti yang telah disebutkan. Hendaknya kita hati-hati dari perbuatan tersebut[ ], dan hendaklah kita selalu meletakkan di hadapan mata kita bahwa sebaik-baik petunjuk adalah petunjuknya Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam".

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang waktu takbir pada dua hari raya, maka beliau rahimahullah menjawab :
"Segala puji bagi Allah, pendapat yang paling benar tentang takbir ini yang jumhur salaf dan para ahli fiqih dari kalangan sahabat serta imam berpegang dengannya adalah : Hendaklah takbir dilakukan mulai dari waktu fajar hari Arafah sampai akhir hari Tasyriq ( tanggal 11,12,13 Dzulhijjah), dilakukan setiap selesai mengerjakan shalat, dan disyariatkan bagi setiap orang untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika keluar untuk shalat Id. Ini merupakan kesepakatan para imam yang empat". [Majmu Al -Fatawa 24/220 dan lihat 'Subulus Salam' 2/71-72]

Aku katakan : Ucapan beliau rahimahullah : '(dilakukan) setelah selesai shalat' -secara khusus tidaklah dilandasi dalil. Yang benar, takbir dilakukan pada setiap waktu tanpa pengkhususan.

Yang menunjukkan demikian adalah ucapan Imam Bukhari dalam kitab 'Iedain dari "Shahih Bukhari" 2/416 : "Bab Takbir pada hari-hari Mina, dan pada keesokan paginya menuju Arafah".

Umar Radliallahu 'anhu pernah bertakbir di kubahnya di Mina. Maka orang-orang yang berada di masjid mendengarnya lalu mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang berada di pasar hingga kota Mina gemuruh dengan suara takbir.

Ibnu Umar pernah bertakbir di Mina pada hari-hari itu dan setelah shalat (lima waktu), di tempat tidurnya, di kemah, di majlis dan di tempat berjalannya pada hari-hari itu seluruhnya.

Maimunnah pernah bertakbir pada hari kurban, dan para wanita bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam-malam hari Tasyriq bersama kaum pria di masjid".

Pada pagi hari Idul Fitri dan Idul Adha, Ibnu Umar mengeraskan takbir hingga ia tiba di mushalla, kemudian ia tetap bertakbir hingga datang imam. [Diriwayatkan oleh Ad-Daraquthni, Ibnu Abi Syaibah dan selainnya dengan isnad yang shahih. Lihat "Irwaul Ghalil' 650]

Sepanjang yang aku ketahui, tidak ada hadits nabawi yang shahih tentang tata cara takbir. Yang ada hanyalah tata cara takbir yang di riwayatkan dari sebagian sahabat, semoga Allah meridlai mereka semuanya.

Seperti Ibnu Mas'ud, ia mengucapkan takbir dengan lafadh :
Allahu Akbar Allahu Akbar Laa ilaha illallaha, wa Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil hamdu.
"Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang benar kecuali Allah, Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan untuk Allah segala pujian". [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 2/168 dengan isnad yang shahih]
Sedangkan Ibnu Abbas bertakbir dengan lafadh.
Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, wa lillahil hamdu, Allahu Akbar, wa Ajalla Allahu Akbar 'alaa maa hadanaa.
"Artinya : Allah Maha Besar Allah Maha Besar Allah Maha Besar dan bagi Allah lah segala pujian, Allah Maha Besar dan Maha Mulia, Allah Maha Besar atas petunjuk yang diberikannya pada kita". [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi 3/315 dan sanadnya shahih]
Abdurrazzaq[ ] -dan dari jalannya Al-Baihaqi dalam "As Sunanul Kubra" (3/316)- meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Salman Al- Khair Radliallahu anhu, ia berkata :
"Artinya : Agungkanlah Allah dengan mengucapkan : Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar kabira".
Banyak orang awam yang menyelisihi dzikir yang diriwayatkan dari salaf ini dengan dzikir-dzikir lain dan dengan tambahan yang dibuat-buat tanpa ada asalnya. Sehingga Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam "Fathul Bari (2/536) :
"Pada masa ini telah diada adakan suatu tambahan[ ] dalam dzikir itu, yang sebenarnya tidak ada asalanya".

APAKAH ADA SHALAT SUNNAH SEBELUM DAN SESUDAH SHALAT ID
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata :
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat dua raka'at pada hari Idul Fithri, beliau tidak shalat sebelumnya dan tidak pula sesudahnya...." [Hadits Riwayat Bukhari 989, At-Tirmidzi 537, An-Nasa'i 3/193 dan Ibnu Majah 1291]
Berkata Ibnul Qayyim Rahimahullah :
"Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak pernah melakukan shalat (sunah) ketika tiba di tanah lapang sebelum shalat Id dan tidak pula sesudahnya"

Al-Hafidh Ibnu Hajar menyatakan[ ] :
"Jadi, kesimpulannya bahwa untuk shalat Id tidak ada shalat sunnah sebelumnya dan tidak pula sesudahnya. Berbeda dengan orang yang mengqiyaskannya (menyamakannya) dengan shalat Jum'at" [Lihat Syarhus Sunnah 4/316. 317]


WAKTU PELAKSANAAN SHALAT ID

Abdullah bin Busr sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar bersama manusia pada hari Idul Fithri atau Idul Adha, maka ia mengingkari lambatnya imam dan ia berkata : "Sesungguhnya kita telah kehilangan waktu kita ini, dan yang demikian itu tatkala tasbih"[ ]

Ini riwayat yang paling shahih[ ] dalam bab ini, diriwayatkan juga dari selainnya akan tetapi tidak tsabit dari sisi isnadnya.

Berkata Ibnul Qayyim :
"Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengakhirkan shalat Idul Fithri dan menyegerakan shalat Idul Adha. Dan adalah Ibnu Umar -dengan kuatnya upaya dia untuk mengikuti sunnah Nabi- tidak keluar hingga matahari terbit" [Zadul Ma'ad 1/442]

Shiddiq Hasan Khan menyatakan :
"Waktu shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah setelah tingginya matahari seukuran satu tombak sampai tergelincir. Dan terjadi ijma (kesepatakan) atas apa yang diambil faedah dari hadits-hadits, sekalipun tidak tegak hujjah dengan semisalnya. Adapun akhir waktunya adalah saat tergelincir matahari" [Al-Mau'idhah Al-Hasanah 43,44]

Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi :
Waktu shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dimulai dari naiknya matahari setinggi satu tombak sampai tergelincir. Yang paling utama, shalat Idul Adha dilakukan di awal waktu agar manusia dapat menyembelih hewan-hewan kurban mereka, sedangkan shalat Idul Fithri diakhirkan agar manusia dapat mengeluarkan zakat Fithri mereka" [Minhajul Muslim 278]

Peringatan :
Jika tidak diketahui hari Id kecuali pada akhir waktu maka shalat Id dikerjakan pada keesokan paginya.

Abu Daud 1157, An-Nasa'i 3/180 dan Ibnu Majah 1653 telah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Abu Umair bin Anas, dari paman-pamannya yang termasuk sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Mereka bersaksi bahwa mereka melihat hilal (bulan tanggal satu) kemarin, maka Nabi memerintahkan mereka untuk berbuka dan pergi ke mushalla mereka keesokan paginya"


SHALAT ID TANPA AZAN DAN IQAMAH

Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu 'anhu ia berkata :
"Artinya : Aku pernah shalat dua hari raya bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih dari sekali dua kali, tanpa dikumandangkan azan dan tanpa iqamah" [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]
Ibnu Abbas dan Jabir Radhiyallahu 'anhum berkata :
"Artinya : Tidak pernah dikumandangkan azan (untuk shalat Id -pent) pada hari Idul Fithri dan Idul Adha" [Riwayat Muslim 887, Abu Daud 1148 dan Tirmidzi 532]
Berkata Ibnul Qayyim :
"Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila tiba di mushalla (tanah lapang), beliau memulai shalat tanpa azan dan tanpa iqamah, dan tidak pula ucapan "Ash-Shalatu Jami'ah". Yang sunnah semua itu tidak dilakukan. [Zaadul Ma'ad 1/442]

Imam As-Shan'ani berkata dalam memberi komentar terhadap atsar-atsar dalam bab ini :
"Ini merupakan dalil tidak disyariatkannya azan dan iqamah dalam shalat Id, karena (mengumandangkan) azan dan iqamah dalam shalat Id adalah bid'ah" [Zaadul Ma'ad 1/442]


TATA CARA SHALAT ID

Pertama : Jumlah raka'at shalat Id ada dua berdasaran riwayat Umar radhiyallahu 'anhu.
"Artinya : Shalat safar itu ada dua raka'at, shalat Idul Adha dua raka'at dan shalat Idul Fithri dua raka'at. dikerjakan dengan sempurna tanpa qashar berdasarkan sabda Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam" [Dikeluarkan oleh Ahmad 1/370, An-Nasa'i 3/183, At-Thahawi dalam Syarhu Ma'anil Al Atsar 1/421 dan Al-Baihaqi 3/200 dan sanadnya Shahih]
Kedua : Rakaat pertama, seperti halnya semua shalat, dimulai dengan takbiratul ihram, selanjutnya bertakbir sebanyak tujuh kali. Sedangkan pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali, tidak termasuk takbir intiqal (takbir perpindahan dari satu gerakan ke gerakan lain,-pent)

Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, ia berkata :
"Artinya : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir dalam shalat Idul Fithri dan Idul Adha, pada rakaat pertama sebanyak tujuh kali dan rakaat kedua lima kali, selain dua takbir ruku" [ ]
Berkata Imam Al-Baghawi :
"Ini merupakan perkataan mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat dan orang setelah mereka, bahwa beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bertakbir pada rakaat pertama shalat Id sebanyak tujuh kali selain takbir pembukaan, dan pada rakaat kedua sebanyak lima kali selain takbir ketika berdiri sebelum membaca (Al-Fatihah). Diriwayatkan yang demikian dari Abu Bakar, Umar, Ali, dan selainnya" [Ia menukilkan nama-nama yang berpendapat demikian, sebagaimana dalam " Syarhus Sunnah 4/309. Lihat 'Majmu' Fatawa Syaikhul Islam' 24/220,221]

Ketiga : Tidak ada yang shahih satu riwayatpun dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan mengucapkan takbir-takbir shalat Id[ ] Akan tetapi Ibnul Qayyim berkata : "Ibnu Umar -dengan semangat ittiba'nya kepada Rasul- mengangkat kedua tangannya ketika mengucapkan setiap takbir" [Zadul Ma'ad 1/441]

Aku katakan : Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Berkata Syaikh kami Al-Albani dalam "Tamamul Minnah" hal 348 :
"Mengangkat tangan ketika bertakbir dalam shalat Id diriwayatkan dari Umar dan putranya -Radhiyallahu anhuma-, tidaklah riwayat ini dapat dijadikan sebagai sunnah. Terlebih lagi riwayat Umar dan putranya di sini tidak shahih.

Adapun dari Umar, Al-Baihaqi meriwayatkannya dengan sanad yang dlaif (lemah). Sedangkan riwayat dari putranya, belum aku dapatkan sekarang"

Dalam 'Ahkmul Janaiz' hal 148, berkata Syaikh kami :
"Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir".

Keempat : Tidak shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam satu dzikir tertentu yang diucapkan di antara takbir-takbir Id. Akan tetapi ada atsar dari Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu [ ] tentang hal ini. Ibnu Mas'ud berkata :
"Artinya : Di antara tiap dua takbir diucapkan pujian dan sanjungan kepada Allah Azza wa Jalla"
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :
"(Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) diam sejenak di antara dua takbir, namun tidak dihapal dari beliau dzikir tertentu yang dibaca di antara takbir-takbir tersebut".

Aku katakan : Apa yang telah aku katakan dalam masalah mengangkat kedua tangan bersama takbir, juga akan kukatakan dalam masalah ini.

Kelima : Apabila telah sempurna takbir, mulai membaca surat Al-Fatihah. Setelah itu membaca surat Qaf pada salah satu rakaat dan pada rakaat lain membaca surat Al-Qamar[ ] Terkadang dalam dua rakaat itu beliau membaca surat Al-A'la dan surat Al-Ghasyiyah[ ]

Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :
"Telah shahih dari beliau bacaan surat-surat ini, dan tidak shahih dari belaiu selain itu"[ ]

Keenam : (Setelah melakukan hal di atas) selebihnya sama seperti shalat-shalat biasa, tidak berbeda sedikitpun. [ ]

Ketujuh : Siapa yang luput darinya (tidak mendapatkan) shalat Id berjama'ah, maka hendaklah ia shalat dua raka'at.
Dalam hal ini berkata Imam Bukhari Rahimahullah dalam "Shahihnya" :
"Bab : Apabila seseorang luput dari shalat Id hendaklah ia shalat dua raka'at" [Shahih Bukhari 1/134, 135]
Al-Hafidzh Ibnu Hajar dalam "Fathul Bari" 2/550 berkata setelah menyebutkan tarjumah ini (judul bab yang diberi oleh Imam Bukhari di atas).

Dalam tarjumah ini ada dua hukum :
1. Disyariatkan menyusul shalat Id jika luput mengerjakan secara berjamaah, sama saja apakah dengan terpaksa atau pilihan.
2. Shalat Id yang luput dikerjakan diganti dengan shalat dua raka'at
Berkata Atha' : "Apabila seseorang kehilangan shalat Id hendaknya ia shalat dua rakaat" [sama dengan di atas]

Al-Allamah Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan :
"Ini adalah madzhabnya Syafi'i, yaitu jika seseorang tidak mendapati shalat Id bersama imam, maka hendaklah ia shalat dua rakat, sehingga ia mendapatkan keutamaan shalat Id sekalipun luput darinya keutamaan shalat berjamaah dengan imam".

Adapun menurut madzhab Hanafi, tidak ada qadla[ ] untuk shalat Id. Kalau kehilangan shalat bersama imam, maka telah hilang sama sekali"[ ]

Berkata Imam Malik dalam 'Al-Muwatha' [ ]
"Setiap yang shalat dua hari raya sendiri, baik laki-lai maupun perempuan, maka aku berpendapat agar ia bertakbir pada rakaat pertama tujuh kali sebelum membaca (Al-Fatihah) dan lima kali pada raka'at kedua sebelum membaca (Al-Fatihah)"

Orang yang terlambat dari shalat Id, hendaklah ia melakukan shalat yang tata caranya seperti shalat Id. sebagaimana shalat-shalat lain [Al-Mughni 2/212]

Kedelapan : Takbir (shalat Id) hukumnya sunnah, tidak batal shalat dengan meninggalkannya secara sengaja atau karena lupa tanpa ada perselisihan [ ] Namun orang yang meninggalkannya -tanpa diragukan lagi- berarti menyelisihi sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.


KHUTBAH SETELAH SHALAT ID

Termasuk sunnah dalam khutbah Id adalah dilakukan setelah shalat. Dalam permasalahan ini Bukhari membuat bab dalam kitab 'Shahih'nya [ ] : "Bab Khutbah Setelah Shalat Id".

Ibnu Abbas berkata :
"Artinya : Aku menghadiri shalat Id bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu 'anhum. Semua mereka melakukan shalat sebelum khutbah" [Riwayat Bukhari 963, Muslim 884 dan Ahmad 1/331 dan 346]
Ibnu Umar berkata :
"Artinya : Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar menunaikan shalat Idul Fithri dan Idul Adha sebelum khutbah" [Riwayat Bukhari 963, Muslim 888, At-Tirmidzi 531, An-Nasa'i 3/183, Ibnu Majah 1276 dan Ahmad 2/12 dan 38]
Waliullah Ad-Dahlawi menyatakan ketika mengomentari bab yang dibuat Bukhari di atas [ ] :
"Yakni : Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang diamalkan Al-Khulafaur Rasyidin adalah khutbah setelah shalat. Adapun perubahan yang terjadi -yang aku maksud adalah mendahulukan khutbah dari shalat dengan mengqiyaskan dengan shalat Jum'at- merupakan perbuatan bid'ah yang bersumber dari Marwan" [Dia adalah Marwan Ibnul Hakam bin Abil 'Ash, Khalifah dari Banni Umayyah wafat tahun 65H, biografinya dalam 'Tarikh Ath-Thabari 7/34]

Berkata Imam Tirmidzi [ ] :
"Yang diamalkan dalam hal ini di sisi ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan selain mereka adalah shalat Idul Fithri dan Adha dikerjakan sebelum khutbah. orang pertama yang berkhutbah sebelum shalat adalah Marwan bin Al-Hakam" [Lihat kitab Al-Umm 1/235-236 oleh Imam ASy-Syafi'i Rahimahullah dan Aridlah Al-Ahwadzi 3/3-6 oleh Al-qadli Ibnul Arabi Al-Maliki]


TIDAK WAJIB MENGHADIRI (MENDENGARKAN) KHUTBAH

Abi Said Al-Khudri Radhiyallahu 'anhu berkata :
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa keluar menuju mushalla pada hari Idul Fithri dan Adha. Maka yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia sedangkan mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau lalu memberi pelajaran, wasiat dan perintah" [Dikeluarkan oleh Bukhari 956, Muslim 889, An-Nasa'i 3/187, Al-Baihaqi 3/280 dan Ahmad 3/36 dan 54]
Khutbah Id sebagaimana khutbah-khutbah yang lain, dibuka dengan pujian dan sanjungan kepada Allah Yang Maha Mulia.

Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah :
"Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa membuka semua khutbahnya dengan pujian untuk Allah. Tidak ada satu hadits pun yang dihafal (hadits shahih yang menyatakan) bahwa beliau membuka khutbah Idul Fitri dan Adha dengan takbir. Adapaun yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam 'Sunan'nya[ ] dari Sa'ad Al-Quradhi muadzin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau memperbanyak bacaan takbir dalam khutbah dua Id, hal itu tidaklah menunjukkan bahwa beliau membuka khutbahnya dengan takbir" [Zadul Ma'ad 1/447-448]

Tidak ada yang shahih dalam sunnah bahwa khutbah Id dilakukan dua kali dengan dipisah antara keduanya dengan duduk.

Riwayat yang ada tentang hal ini lemah sekali. Al-Bazzar meriwayatkan dalam "Musnad"nya (no. 53-Musnad Sa'ad) dari gurunya Abdullah bin Syabib dengan sanadnya dari Sa'ad Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkhutbah dengan dua khutbah dan beliau memisahkan di antara keduanya dengan duduk.

Bukhari berkata tentang Abdullah bin Syabib : "Haditsnya mungkar"

Maka khutbah Id itu tetap satu kali seperti asalnya.

Menghadiri khutbah Id tidaklah wajib seperti menghadiri shalat, karena ada riwayat dari Abdullah bin Saib, ia berkata :
"Artinya : Aku menghadiri Id bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika selesai shalat, beliau bersabda : 'Sesungguhnya kami akan berkhutbah, barangsiapa yang ingin tetap duduk untuk mendengarkan maka duduklah dan siapa yang hendak pergi maka pergilah" [Diriwayatkan Abu Daud 1155, An-Nasa'i 3/185, Ibnu Majah 1290, dan Al-Hakim 1/295, dan isnadnya Shahih. Lihat Irwaul Ghalil 3.96-98]
Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullah [ ] :
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi keringanan bagi yang meghadiri shala Id untuk duduk mendengarkan khutbah atau pergi" [Lihat Majmu Fatawa Syaikhul Islam 24/214]


BERTEPATANNYA HARI ID DENGAN HARI JUM'AT

Telah meriwayatkan Abu Daud (1070), An-Nasa'i (3/194), Ibnu Majah (1310), Ibnu Khuzaimah (1461), Ad-Darimi (1620) da Ahmad (4/372) dari Iyas bin Abi Ramlah Asy-Syami ia berkata.

"Aku menyaksikan Mua'wiyah bin Abi Sufyan bertanya kepada Zaid bin Arqam, ia berkata : "Apakah engkau pernah menyaksikan bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertemunya dua hari raya pada satu hari ?"

Zaid berkata : "Ya"

Mu'awiyah berkata : "Lalu apa yang beliau lakukan ?"

Zaid menjawab : "beliau shalat Id kemudian memberi keringanan (rukhshah) untuk shalat Jum'at, beliau bersabda :
"Siapa yang ingin shalat maka shalatlah"[ ]
Abu Hurairah dan selainnya membawakan riwayat tentang hal ini dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Dan ini yang diamalkan para sahabat radhiyallahu 'anhum.

Abdurrazzaq meriwayatkan dalam "Al-Mushannaf" (3/305) dan juga Ibnu Abi Syaibah dalam "Al-Mushannaf" (2/187) dengan sanad yang shahih dari Ali Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya berkumpul dua hari raya pada satu hari, maka ia berkata :
"Artinya : Siapa yang ingin menghadiri shalat Jum'at maka hadirilah dan siapa yang ingin duduk maka duduklah"
Dalam "Shahih Bukhari" (5251) disebutkan riwayat semisal ini dari Utsman Radhiyallahu 'anhu.

Dalam "Sunan Abi Daud" (1072) dan "Mushannaf Abdurrazaq" (nomor 5725) dengan sanad yang Shahih dari Ibnuz Zubair.
"Artinya : Dua hari raya bertemu dalam satu hari, maka ia mengumpulkan keduanya bersama-sama dan menjadikannya satu. Ia shalat Idul Fitri pada hari Jum'at sebanyak dua raka'at pada pagi hari, kemudian ia tidak menambah hingga shalat Ashar..."
Asy-Syaukani berkata dalam "Nailul Authar" (3/348) mengikuti riwayat ini :

"Dhahir riwayat ini menunjukkan bahwa ia tidak mengerjakan shalat Dhuhur.

Dalam riwayat ini menunjukkan bahwa shalat Jum'at jika gugur dengan salah satu sisi yang diperkenankan, maka tidak wajib bagi orang yang gugur darinya untuk mengerjakan shalat dhuhur. Dengan ini Atha' berpendapat.

Tampak bahwa orang-orang yang berkata demikian karena Jum'at adalah pokok. Dan engkau tahu bahwa yang diwajibkan oleh Allah Ta'ala bagi hamba-hamba-Nya pada hari Jum'at adalah shalat Jum'at, maka mewajibkan shalat Dhuhur bagi siapa yang meninggalkan shalat Jum'at karena udzur atau tanpa udzur butuh dalil, dan tidak ada dalil yang pantas untuk dipegang sepanjang yang aku ketahui"


KAPAN DISUNAHKAN MAKAN PADA HARI IDUL FITRI DAN IDUL ADHA ?

Dari Anas Radliallahu anhu, ia berkata :
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pergi (ke tanah lapang) pada hari Idul Fitri hingga beliau makan beberapa butir kurma". [Hadits Riwayat Bukhari 953, Tirmidzi 543, Ibnu Majah 1754 dan Ahmad 3/125, 164, 232]
Berkata Imam Al Muhallab :
" Hikmah makan sebelum shalat (Idul Fithri) adalah agar orang tidak menyangka masih diharuskan puasa hingga dilaksankan shalat Id, seolah-olah beliau ingin menutup jalan menuju ke sana" [Fathul Bari 2/447, lihat di dalam kitab tersebut ucapan penulis tentang hikmah disunahkannya makan kurma]

Dari Buraidah Radliallahu anhu ia berkata :
"Artinya : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak keluar pada hari Idul Fitri hingga beliau makan, sedangkan pada hari Raya Kurban beliau tidak makan hingga kembali (dari mushalla) lalu beliau makan dari sembelihannya" [Diriwayatkan Tirmidzi 542, Ibnu Majah 1756, Ad-Darimi 1/375 dan Ahmad 5/352 dan isnadnya hasan]
Al-Allamah Ibnul Qoyyim berkata :
"Adapun dalam Idul Adha, beliau tidak makan hingga kembali dari Mushalla, lalu beliau makan dari hewan kurbannya" [Zadul Ma'ad 1/441]

Al-Alamah Asy Syaukani menyatakan [Dalam Nailul Authar 3/357] :
"Hikmah mengakhirkan makan pada Idul Adha adalah karena hari itu disyari'atkan menyembelih kurban dan makan dari kurban tersebut, maka bagi orang yang berkurban disyariatkan agar berbukanya (makan) dengan sesuatu dari kurban tersebut. Ini dikatakan oleh Ibnu Qudamah" [Lihat Al-Mughni 2/371]

Berkata Az-Zain Ibnul Munayyir [Lihat Fathul Bari 2/448] : "Makanya beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam pada masing-masing Id (Idul Fithri dan Idul Adha) terjadi pada waktu disyariatkan untuk mengeluarkan sedekah khusus dari dua hari raya tersebut, yaitu mengeluarkan zakat fithri sebelum datang ke mushalla dan mengeluarkan zakat kurban setelah menyembelihnya".


UCAPAN SELAMAT PADA HARI ID

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang ucapan selamat pada hari raya maka beliau menjawab [ ] :

"Ucapan pada hari raya, di mana sebagian orang mengatakan kepada yang lain jika bertemu setelah shalat Id :

Taqabbalallahu minnaa wa minkum
"Artinya : Semoga Allah menerima dari kami dan dari kalian"

Dan ( Ahaalallahu 'alaika), dan sejenisnya, ini telah diriwayatkan dari sekelompok sahabat bahwa mereka mengerjakannya. Dan para imam memberi rukhshah untuk melakukannya seperti Imam Ahmad dan selainnya, akan tetapi Imam Ahmad berkata : Aku tidak pernah memulai mengucapkan selamat kepada seorangpun, namun bila ada orang yang mendahuluiku mengucapkannya maka aku menjawabnya. Yang demikian itu karena menjawab ucapan selamat bukanlah sunnah yang diperintahkan dan tidak pula dilarang. Barangsiapa mengerjakannya maka baginya ada contoh dan siapa yang meninggalkannya baginya juga ada contoh, wallahu a'lam.[ ]

Berkata Al Hafidh Ibnu Hajar[ ] :

"Dalam "Al Mahamiliyat" dengan isnad yang hasan dari Jubair bin Nufair, ia berkata :
"Artinya : Para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bila bertemu pada hari raya, maka berkata sebagian mereka kepada yang lainnya : Taqabbalallahu minnaa wa minka (Semoga Allah menerima dari kami dan darimu)".
Ibnu Qudamah dalam "Al-Mughni" (2/259) menyebutkan bahwa Muhammad bin Ziyad berkata : "Aku pernah bersama Abu Umamah Al Bahili dan selainnya dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka bila kembali dari shalat Id berkata sebagiannya kepada sebagian yang lain : Taqabbalallahu minnaa wa minka

Imam Ahmad menyatakan : "Isnad hadits Abu Umamah jayyid (bagus)" [ ]

Adapun ucapan selamat : (Kullu 'aamin wa antum bikhair) atau yang semisalnya seperti yang banyak dilakukan manusia, maka ini tertolak tidak diterima, bahkan termasuk perkara yang disinggung dalam firman Allah.
"Artinya : Apakah kalian ingin mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik.?"

KEMUNGKARAN-KEMUNGKARAN YANG BISA TERJADI PADA HARI RAYA

Ketahuilah wahai saudaraku muslim -semoga Allah memberi taufik kepadaku dan kepadamu- sesungguhnya kebahagiaan yang ada pada hari-hari raya kadang-kadang membuat manusia lupa atau sengaja melupakan perkara-perkara agama mereka dan hukum-hukum yang ada dalam Islam. Sehingga engkau melihat mereka banyak berbuat kemaksiatan dan kemungkaran-kemungkaran dalam keadaan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya !! Semua inilah yang mendorongku untuk menambahkan pembahasan yang bermanfaat ini dalam tulisanku, agar menjadi peringatan bagi kaum muslimin dari perkara yang mereka lupakan dan mengingatkan mereka atas apa yang mereka telah lalai darinya[ ]. Di antara kemungkaran itu adalah.

Pertama : Berhias dengan mencukur jenggot.
Perkara ini banyak dilakukan manusia. Padahal mencukur jenggot merupakan perbuatan yang diharamkan dalam agama Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih yang berisi perintah untuk memanjangkan jenggot agar tidak tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir yang kita diperintah untuk menyelisihi mereka. Selain berkaitan dengan hal itu, memanjangkan jenggot termasuk fithrah (bagi laki-laki) yang tidak boleh kita rubah. Dalil-dalil tentang keharaman mencukur jenggot terdapat dalam kitab-kitab Imam Madzhab yang empat[ ] yang telah dikenal.

Kedua : Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
Ini merupakan bencana yang banyak menimpa kaum muslimin, tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang dirahmati Allah. Perbuatan ini haram berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Seseorang ditusukkan jarum besi pada kepalanya adalah lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" [Hadits Shahih, Lihta takhrijnya secara panjang lebar dalam "Juz'u Ittiba' is Sunnah No. 15 oleh Adl-Dliya Al-Maqdisi -dengan tahqiqku]
Keharaman perbuatan ini diterangkan juga dalam kitab-kitab empat Imam Madzhab yang terkenal [Lihat 'Syarhu An Nawawi ala Muslim 13/10, Hasyiyah Ibnu Abidin 5/235, Aridlah Al-Ahwadzi 7/95 dan Adlwau; Bayan 6/603]

Ketiga : Tasyabbuh (meniru) orang-orang kafir dan orang-orang barat dalam berpakaian dan mendengarkan alat-lat musik serta perbuatan mungkar lainnya.

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda."Artinya : Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka" [ ]
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda.
"Artinya : Benar-benar akan ada pada umatku beberapa kaum yang mereka menghalalkan zina, sutera (bagi laki-laki ,-pent), khamr dan alat-alat musik. Dan benar-benar akan turun beberapa kaum menuju kaki gunung untuk melepaskan gembalaan mereka sambil beristirahat, kemudian mereka didatangi seorang fasik untuk suatu keperluan. Kemudian mereka berkata : 'Kembalilah kepada kami besok!' Lalu Allah membinasakan dan menimpakan gunung itu pada mereka dan sebagian mereka dirubah oleh Allah menjadi kera-kera dan babi-bai hingg hari kiamat" [ ]
Keempat : Masuk dan becengkerama dengan wanita-wanita yang bukan mahram.
Hal ini dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabda beliau.
"Artinya : Hati-hatilah kalian masuk untuk menemui para wanita". Maka berkata salah seorang pria Anshar : "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang Al-Hamwu" Beliau berkata : "Al-Hamwu adalah maut" [Hadits Riwayat Bukhari 5232, Muslim 2172 dari 'Uqbah bin Amir]
Al- Allamah Az-Zamakhsyari berkata dalam menerangkan "Al-Hamwu"

"Al-Hamwu bentuk jamaknya adalah Ahmaa' adalah kerabat dekat suami seperti ayah[ ], saudara laki-laki, pamannya dan selain mereka... Dan sabda beliau : "Al-Hamwu adalah maut" maknanya ia dikelilingi oleh kejelekan dan kerusakan yang telah mencapai puncaknya sehingga Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyerupakannya dengan maut, karena hal itu merupakan sumber segala bencana dan kebinasaan. Yang demikian karena Al-Hamwu lebih berbahaya daripada orang lain yang tidak dikenal. Sebab kerabat dekat yang bukan mahram terkadang tidak ada kekhawatiran atasnya atau merasa aman terhadap mereka, lain halnya dengan orang yang bukan kerabat. Dan bisa jadi pernyataan "Al-Hamwu adalah mau" merupakan do'a kejelekan..." ["Al-Faiq fi Gharibil Hadits" 9 1/318, Lihat "An-Nihayah 1/448, Gharibul Hadits 3/351 dan Syarhus Sunnah 9/26,27]

Kelima : Wanita-wanita yang bertabarruj (berdandan memamerkan kecantikan) kemudian keluar ke pasar-pasar atau tempat lainnya.

Ini merupakan perbuatan yang diharamkan dalam syari'at Allah. Allah Ta'ala berfirman :
"Artinya : Hendaklah mereka 9wanita-wanita) tinggal di rumah-rumah mereka dan jangan bertabarruj ala jahiliyah dulu dan hendaklah mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat" [Al-Ahzab : 33]


Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Dua golongan manusia termasuk penduduk neraka yang belum pernah aku melihatnya : ........ dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berlenggak-lenggok[ ], kepala-kepala mereka bagaikan punuk-punuk unta[ ]. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan bau surga. Padahal bau suurga dapat tercium dari perjalanan sekian dan sekian" [Hadits ini dikeluarkan oleh Muslim dalam "Shahihnya" 2128, 2856 dan 52, Ahmad 2/223 dan 236 dari Abu Hurairah]
Keenam : Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya, membagi-bagikan manisan dan makanan di pekuburan, duduk di atas kuburan, bercampur baur antara pria dan wanita, bergurau dan meratapi orang-orang yang telah meninggal, dan kemungkaran-kemungkaran lainnya.[Lihat perincian yang lain tentang bid'ah yang dilakukan di kuburan dalam kitab "Ahkamul Janaiz" 258-267 oleh Syaikh kami Al-Albani Rahimahullah]

Ketujuh : Boros dalam membelanjakan harta yang tidak ada manfaatnya dan tidak ada kebaikan padanya.

Allah berfirman.
"Artinya : Janganlah kalian berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan" [Al-An'am : 141]
"Artinya : Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat boros itu adalah saudaranya syaitan" [Al-Isra : 26-27]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Tidak akan berpindah kedua kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya hingga ditanya tentang ... dan hartanya dari mana ia perolah dan ke mana ia infakkan" [ ]
Kedelapan : Kebanyakan manusia meninggalkan shalat berjama'ah di masjid tanpa alasan syar'i atau mengerjakan shalat Id tetapi tidk shalat lima waktu. Demi Allah, sesungguhnya ini adalah salah satu bencana yang amat besar.

Kesembilan : Berdatangannya sebagian besar orang-orang awam ke kuburan setelah fajar hari raya, mereka meninggalkan shalat Id, dirancukan dengan bid'ah mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya. [Al-Madkhal 1/286 oleh Ibnu Hajj, Al-Ibda hal.135 oleh Ali Mahfudh dan Sunnanul Iedain hal.39 oleh Al-Syauqani]

Sebagian mereka meletakkan pada kuburan itu pelepah kurma[ ] dan ranting-ranting pohon !!
Semua ini tidak ada asalnya dalam sunnah.
Kesepuluh : Tidak adanya kasih sayang terhadap fakir miskin.
Sehingga anak-anak orang kaya memperlihatkan kebahagiaan dan kegembiraan dengan bebagai jenis makanan yang mereka pamerkan di hadapan orang-orang fakir dan anak-anak mereka tanpa perasaan kasihan atau keinginan untuk membantu dan merasa bertanggung jawab. Padahal Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya" [Hadits Riwayat Bukhari 13 dan Muslim 45, An-Nasa'i 8/115 dan Al-Baghawi 3474 meriwayatkan dengan tambahan ; "dari kebaikan" dan isnadnya Shahih]
Kesebelas : Bid'ah-bid'ah yang dilakukan oleh kebanyakan orang yang dianggap syaikh dengan pengakuan bertaqqarub kepada Allah Ta'ala, padahal tidak ada asalnya sama sekali dalam agama Allah. Bid'ah itu banyak sekali[ ]. Aku hanya menyebutkan satu saja di antaranya, yaitu kebanyakan para khatib dan pemberi nasehat menyerukan untuk menghidupkan malam hari Id (dengan ibadah) dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Tidak hanya sebatas itu yang mereka perbuat, bahkan mereka menyandarkan hadits palsu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu hadits yang berbunyi.
"Artinya : Barangsiapa yang menghidupkan malam Idul Fithri dan Idul Adha maka hatinya tidak akan mati pada hari yang semua hati akan mati" [Hadits ini palsu (maudlu'), diterangkan oleh ustazd kami Al-Albani dalam "Silsilah Al-Ahadits Adl-Dlaifah" 520-521]
Hadits ini tidak boleh sama sekali disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam.

***

Kamis, 03 Mei 2012

“My Faith My Voice”, Kampanye Muslim AS Jawab Kebencian

31/8/2010 | 22 Ramadhan 1431 H | Hits: 472
Oleh: Tim dakwatuna.com
Tampilan situs My Faith My Voice (myfaithmyvoice.com)

dakwatuna.com – Washington. Di tengah memanasnya kehidupan beragama di Amerika Serikat terkaut kontroversi pembangunan Islamic Center New York, sebuah kelompok Muslim AS pada hari Senin meluncurkan kampanye simpatik. Kampanye bertajuk My Faith My Voice ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran sosial dalam menanggapi apa yang mereka lihat sebagai ‘sentimen anti-Islam’ di negeri itu.Kampanye My Faith, My Voice membuat sebuah situs web dengan pesan yang menyerukan dialog. Dalam waktu dekat, kata salah seorang aktivisnya, mereka berencana akan memperluas iklan ke berbagai media, antara lain jaringan televisi nasional.
“Dalam beberapa pekan terakhir, banyak orang telah memberitahu Anda apa yang harus berpikir tentang Muslim. Mereka bilang kau harus takut pada saya, berprasangka pada saya, atau bahkan membenci saya, “kata video satu-menit yang diposting di situs www.myfaithmyvoice.com.
“Tapi sebenarnya saya tidak ingin memaksakan iman saya pada Anda. Saya tidak ingin mengambil alih negara kita tercinta ini. Dan aku tidak mendukung terorisme dalam bentuk apapun. Islam mengajarkan saya untuk menghormati semua orang, meningkatkan masyarakat dan membela keadilan bagi semua. ”
“Aku di sini dan telah di sini selama beberapa generasi, menginginkan hal yang sama seperti yang Anda lakukan: kesempatan untuk mengejar kehidupan, kebebasan, perdamaian, dan kebahagiaan. Saya orang Amerika, dan aku seorang Muslim. Ini adalah iman saya, dan ini adalah suara saya. ”
Video fitur pria muslim dan wanita dari berbagai ras dan profesi, mengenakan berbagai cara dan berbicara bahasa Inggris, Spanyol dan bahkan bahasa isyarat.
“Sebagai Muslim Amerika kita khawatir tentang hal ini pasang naik sentimen anti-Islam yang kita dengar dari media,” ujar Hassan Ahmad, pengacara dan salah satu koordinator dari inisiatif warga, mengatakan dalam konferensi pers di Washington.
Menurut Ahmad, website memungkinkan warga untuk mengirim video pada inisiatif mereka sendiri. Ini berusaha untuk mempromosikan dialog yang bermanfaat untuk membantu Muslim AS membangun jembatan ke Amerika dari agama yang berbeda dan untuk mempromosikan saling pemahaman.
Pekan lalu, Council on American-Islamic Relations (CAIR) meluncurkan manual untuk membantu Muslim AS mengedepankan agama mereka dengan cara yang positif, dan untuk membantu mereka menghadapi kemungkinan insiden di masjid-masjid.
Rencana pembangunan masjid dan Islamic Center dua blok dari Ground Zero telah menjadi “petir” bagi negeri ini dan memicu kekhawatiran tentang intoleransi.
Pekan lalu, salah satu sopir taksi New York yang berasal dari Bangladesh diserang dengan pisau oleh penumpangnya, setelah penyerang menngetahui sang sopir adalah seorang Muslim. Perdebatan makin rumit ketika Presiden AS Barack Obama secara tidak langsung mendukung inisiatif masjid dengan mengatakan bahwa semua agama memiliki hak untuk mengekspresikan diri mereka di Amerika Serikat, sebelum berkata keesokan harinya bahwa ia tidak selalu menganggap omongannya sebagai bentuk dukungan. (Siwi Tri Puji B/NYT/RoL)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2010/08/7733/my-faith-my-voice-kampanye-muslim-as-jawab-kebencian/#ixzz1tmczGUu0

Jumlah Muslim di AS Meningkat Tajam

3/5/2012 | 12 Jumada al-Thanni 1433 H | Hits: 927
Oleh: Tim dakwatuna.com
Ilustrasi - Muslim AS saat melakukan shalat tarawih. (VOA/ROL)
dakwatuna.com – New York. Jumlah penduduk Muslim di Amerika Serikat meningkat tajam dalam satu dekade tarakhir. Jumlah umat Muslim di negeri Paman Sam itu mengalahkan jumlah warga Yahudi untuk kali pertama di sebagian besar Midwest dan bagian.
Dalam sebuah sensus agama di AS yang digelar Asosiasi Statistik dari Badan Keagamaan Amerika, Selasa (1/5) waktu setempat, imbas dari meroketnya populasi warga Muslim AS membuat gereja-gereja di AS kehilangan jamaahnya dan sering kosong saat kegiatan agama.
Umat Muslim di AS naik menjadi 2,6 juta orang pada 2010, bertambah dua kali lipat lebih dari satu juta orang pada 2000 lalu. “Kenaikan tersebut karena derasnya arus imigrasi dan jumlah penduduk yang menjadi mualaf,” kata Dale Jones, peneliti yang terlibat dalam sensus asosiasi statistik untuk badan-badan agama di Amerika (ASARB) itu.
Selain Muslim, jumlah pemeluk Mormon atau The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints juga meningkat sebesar 45 persen, menjadi 6,1 persen pada 2010. “Di setiap negara bagian Kristen tetap menjadi kelompok agama yang paling tinggi di negeri itu. Tapi kami menemukan sejumlah hal menarik, yakni pertumbuhan pemeluk Mormon, yang tercatat di 26 negara bagian,” kata Jones dalam sebuah konfrensi di Chicago, AS.
Dalam sensus itu, para peneliti mendata jumlah pemeluk dari 236 agama di negeri adidaya tersebut. Anggota keluarga dari pemeluk agama juga termasuk dalam data yang dihitung. Secara umum 55 persen warga AS masih beribadah secara teratur. Meski demikian, sebagian besar survey yang pernah dilakukan menyebut sekitar 85 persen penduduk AS yang mengaku beragama, tidak beribadah secara teratur. Sementara 158 juta orang As mengaku tidak memeluk agama apa pun alias ateis.
Dari sejumlah agama besar, Katolik menjadi agama yang kehilangan pemeluk terbanyak, berkurang sebanyak lima persen menjadi 58,9 juta jiwa selama satu dekade terakhir.
“Katolik mengalami pengurangan jumlah pemeluk paling banyak,” ujar Jones sembari menyebut Maine, tempat terjadinya kasus pelecehan anak oleh pastor.
Di wilayah New England, upacara pemakaman pemeluk Katolik melebihi jumlah pemakaman pemeluk Kristen Baptis. Sedankan jumlah pemeluk Gereja Southern Baptist Convention mempunyai jumlah pemeluk yang stabil, yakni 19,9 juta jiwa selama satu dekade terakhir.
Gereja Metodist kehilangan pemeluk sebanyak empat persen menjadi 9,9 juta jiwa, Gereja Luteran Evangelis kehilangan 18 persen pemeluk menjadi 4,2 juta jiwa, dan Gereja Episkopal kehilangan 15 persen mejadi hanya 1,95 jiwa.
Meski pelan, pemeluk kongregasi-kongregasi protestan Evangelis terus bertumbuh, menjadi 50 juta pemeluk. Uniknya, peningkatan itu terjadi di daerah perkotaan dan hanya terdiri dari komunitas-komunitas yang terdiri dari hanya 100 orang.
Pemeluk Agama Budha juga meningkat drastis di negara-negara bagian di sekitar Rocky Montain, tempat jumlah kuil dan kongregasinya semakin meningkat. Jumlah pemeluk Budha di AS kini tercatat hampir satu juta jiwa. (Karta Raharja Ucu/Reuters/ROL)

Topik:

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/20260/jumlah-muslim-di-as-meningkat-tajam/#ixzz1tmbUFi8B

Inilah Isi Injil Barnabas yang Memuat Berita Kedatangan Muhammad SAW

Oleh: Tim dakwatuna.com

Sebuah Injil berusia 1.500 tahun yang menceritakan kedatangan Nabi Muhammad SAW ditemukan di Turki. (dailymail.co.uk)
dakwatuna.com – Penemuan Injil kuno yang diyakini berusia 1500 tahun telah membuat heboh. Yang membuat gempar, Injil kuno tersebut ternyata memprediksi kedatangan Nabi Muhammad SAW sebagai penerus risalah Isa (Yesus) di bumi.
Sebagian orang memprediksi injil tersebut adalah Injil Barnabas. Menurut mailonline, injil yang tersimpan di Turki itu ditulis tangan dengan tinta emas menggunakan bahasa Aramik. Inilah bahasa yang dipercayai digunakan Yesus sehari-hari. Dan di dalam injil ini dijelaskan ajaran asli Yesus serta prediksi kedatangan penerus kenabian setelah Yesus. Alkitab kuno ini sekarang di simpan di Museum Etnografi di Ankara, Turki.
Dalam Injil Barnabas memang diungkapkan tentang akan datangnya Rasul bernama Muhammad SAW, setelah Nabi Isa. Berikut ini isi Injil Barnabas yang menyebut tentang Nabi Muhammad:
Bab 39 Barnabas: ”Terpujilah nama-Mu yang kudus, ya Allah Tuhan kita… Tiada Tuhan Selain Allah dan dan Muhammad adalah utusan-Nya”.
Masih pada bab 39 yang mengisahkan tentang Nabi Adam, nama Nabi Muhammad SAW juga disebut dalam dialog antara Nabi Adam dengan Tuhan. ”…Apa arti kata-kata, Muhammad utusan Allah, apakah ada manusia sebelum aku?”
Bab 41 Barnabas: “Atas perintah Allah, Mikael mengusir Adam dan Hawa dari surga, kemudian Adam keluar dan berbalik melihat tulisan pada pintu surga ‘Tiada Tuhan Selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah…”
Bab 44 Barnabas: Pada bab ini Yesus atau Nabi Isa menyebut nama Nabi Muhammad. ”Oh, Muhammad Tuhan bersamamu…”
Bab 97: Yesus menjawab, “Nama Mesias sangat mengagumkan, karena Allah sendiri yang memberinya nama, ketika menciptakan jiwanya dan menempatkannya di dalam kemuliaan surgawi. Allah berkata: ‘Tunggu Muhammad; karena kamu Aku akan menciptakan firdaus, dunia, dan banyak makhluk… Siapa pun yang memberkatimu akan diberkati, dan barangsiapa mengutukmuu akan dikutuk..”
Bab 112: Dalam bab ini Nabi Isa (Yesus) bercerita kepada Barnabas bahwa dirinya akan dibunuh. Namun, kata Nabi Isa, Allah aka membawanya naik dari bumi. Sedangkan orang yang dibunuh sebenarnya adalah seorang pengkhianat yang wajahnya diubah seperti Nabi Isa. Dan orang-orang akan percaya bahwa yang disalib itu adalah Nabi Isa. ”Tetapi Muhammad akan datang… Rasul Allah yang suci,” kata Nabi Isa. Nama Nabi Muhammad juga disebut pada Bab 136, 163, dan 220. Isi Injil Barnabas di atas dikutip dari barnabas.net.
***
Menurut Laman Al-Arabiya, meskipun spekulasi tentang kitab kuno yang diduga sebagai Injil Barnabas itu meramalkan kedatangan Islam, namun sejauh ini tidak ada bukti yang menegaskan hipotesis tersebut.
Walau Injil Barnabas “mengakui” kedatangan Islam dan Nabi Muhammad SAW, namun skeptisisme tetap muncul karena kontradiksinya dengan Alquran. “Sebab, sebagian besar studi tentang kitab ini menyatakan Injil Barnabas hanya kembali ke 500 tahun yang lalu. Sementara, Alquran telah ada sejak 1400 tahun silam,” demikian tulis Al-Arabiya, Senin (27/2).
Adanya kontradiksi inilah yang menjadi alasan utama mengapa para sarjana Arab mengabaikan terjemahan bahasa Arab Injil tersebut, yang diterbitkan 100 tahun lalu. Sebagaimana diulas secara rinci oleh penulis dan pemikir Mesir, Abbas Mahmoud Al-Akkad.
Dalam sebuah analisis yang ditulisnya pada 26 Oktober 1959 di surat kabar Al-Akhbar, Akkad mengatakan deskripsi neraka dalam Injil Barnabas didasarkan pada informasi yang relatif baru yang tidak tersedia pada saat di mana teks itu seharusnya ditulis. “Sejumlah deskripsi yang tertulis dalam Injil itu merupakan kutipan orang-orang Eropa dari sumber-sumber Arab,” ungkapnya.
Seorang pendeta Protestan Ihsan Ozbek mengatakan Injil itu berasal dari abad ke-5 atau ke-6. Sementara Barnabas, yang merupakan pemeluk pertama Kristen hidup pada abad pertama.
“Salinan Injil di Ankara mungkin telah ditulis ulang oleh salah seorang pengikut Barnabas,” kata dia. Sebab, lanjutnya, ada jeda 500 tahun antara Barnabas dan penulisan salinan Inkjil. “Umat Islam mungkin akan kecewa bahwa Injil ini tidak ada hubungannya dengan injil Barnabas,” ujarnya.
Sementara Profesor Omer Faruk menilai Injil kuno itu perlu ditelusuri lebih lanjut guna memastikan Injil itu dibuat oleh Barnabas atau pengikutnya. (Heri Ruslan/Amri Amrullah/Chairul Achmad/RoL)

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/03/19160/inilah-isi-injil-barnabas-yang-memuat-berita-kedatangan-muhammad-saw/#ixzz1tma9qNUM