Jumat, 22 Maret 2013

Rahasia di Balik Shalat pada Awal Waktu

Kamis, 14 Maret 2013, 17:53 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Moch Hisyam

Syekh Abu Abdullah RA berkata, “Suatu hari, ibu saya meminta ayahku membeli ikan di pasar. Kemudian, saya pergi bersama ayah saya. Setelah ikan dibeli, kami memerlukan seseorang untuk membawanya.

Di saat itu, ada seorang pemuda yang sedang berdiri didekat kami. Pemuda itu berkata, “Wahai bapak, apakah bapak memerlukan bantuan saya untuk membawa ikan itu?” “Ya, benar!” kata ayah saya. Kemudian, pemuda itu membawa ikan di atas kepalanya dan turut bersama kami ke rumah.

Di tengah perjalanan, kami mendengar suara azan. Pemuda itu berkata, “Penyeru Allah telah memanggil. Izinkanlah saya berwudhu, barang ini akan saya bawa setelah shalat nanti. Apabila bapak bersedia, silakan menunggu, jika tidak, silakan bawa sendiri.”

Setelah berkata demikian, ia meletakkan ikan-ikan itu dan pergi ke masjid. Ayahku berpikir, pemuda itu mempunyai keyakinan yang begitu kuat kepada Allah SWT, bagaikan seorang waliyullah. Akhirnya ayah meletakkan ikan-ikan itu, kemudian kami pergi ke masjid.

Setelah kembali dari masjid, ternyata ikan-ikan itu masih berada di tempatnya. Lalu, pemuda itu mengangkat kembali ikan-ikan tadi dan bersama menuju rumah.

Setibanya di rumah, ayah menceritakan peristiwa tersebut kepada ibu. Ibu berkata kepada pemuda tadi, “Simpanlah ikan-ikan itu, mari makan bersama kami, setelah itu kamu boleh pulang.”

Tetapi pemuda itu menjawab, ”Maaf ibu, saya sedang berpuasa.” Ayah berkata, “Kalau begitu, datanglah ke sini nanti petang dan berbukalah di sini.”

Pemuda itu berkata, “Biasanya, jika saya telah berangkat maka saya tidak akan kembali lagi. Tetapi untuk kali ini, saya akan pergi ke masjid dan petang nanti saya akan kembali kemari.”

Sesudah itu, dia pergi dan meminta untuk tinggal si sebuah masjid di dekat rumah. Pada petang harinya setelah Maghrib, pemuda tadi datang dan makan bersama kami. Setelah makan, kami menyiapkan sebuah kamar untuknya agar ia dapat beristirahat tanpa diganggu oleh siapa pun.

Di sebelah rumah kami, ada seorang wanita tua yang lumpuh. Kami benar-benar terkejut ketika melihatnya dapat berjalan. Kami bertanya, “Bagaimana engkau dapat sembuh?”

Wanita tua itu menjawab, “Saya didoakan oleh tamu Anda agar kaki saya disembuhkan dan Allah mengabulkan doanya.” Ketika kami mencari pemuda itu, ternyata dia telah meninggalkan kamarnya. Pemuda itu pergi tanpa diketahui oleh siapa pun.

Kisah yang terdapat di dalam Kitab Fadhail A'mal, karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandhalawi di atas, memberikan pelajaran berharga. Yakni, di antara rahasia mendirikan shalat lima waktu di awal waktu dengan berjamaah akan menjadikan doa-doanya cepat diijabah.

Itu karena orang yang mendirikan shalat lima waktu di awal waktu dengan berjamaah adalah orang yang bersih dari dosa. “Sesungguhnya shalat lima waktu itu menghilangkan dosa-dosa sebagaimana air menghilangkan kotoran.” (HR Muslim). Selain itu, karena ia mendahulukan panggilan Allah dari panggilan selain-Nya.

Untuk itu, ketika azan berkumandang mari kita segera penuhi panggilan Allah untuk melaksanakan shalat pada awal waktu dengan berjamaah. Agar doa-doa kita mustajab dan mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT.

 Redaktur : Heri Ruslan 


Seorang wanita masuk neraka karena mengikat seekor kucing tanpa memberinya makanan atau melepaskannya mencari makan dari serangga tanah((HR. Bukhari))

Menganggap Diri Suci

Rabu, 20 Maret 2013, 03:03 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Ustaz Fariq Gasim
Sering kita mendengar orang menceritakan kebaikan dirinya atau bahkan mungkin pelakunya adalah diri kita sendiri. Apakah ini tindakan terpuji atau tercela?

Orang yang menceritakan tentang kebaikan dirinya bisa jadi karena ingin menceritakan nikmat Allah yang ia peroleh dan untuk memotivasi orang lain agar mengikutinya maka ini merupakan tujuan terpuji.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)" (Surah Adh Dhuha 11)

Ada juga orang yang menceritakan kebaikan dirinya untuk maslahat agama seperti amar makruf nahi mungkar, memberi nasehat, menghindarkan dari suatu kerugian atau bahaya, untuk meyakinkan bahwa ia mampu menunaikan amanat yang akan ia tunaikan maka hal ini merupakan perbuatan terpuji.

Seperti Sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, "Saya yang paling mengenal Allah diantara kalian dan saya orang yang paling bertakwa diantara kalian…"

Jika ia menceritakan kebaikan dan memuji dirinya karena menganggap diri suci dan pamer kepada orang lain untuk kebanggaan maka perbuatan ini berbahaya karena dapat mengakibatkan terhapusnya amal kebaikan tersebut.

Allah berfirman yang artinya, "Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa" (Surah An Najm 32)

Menganggap diri suci dan bersih termasuk penyakit hati yang berbahaya. Ia akan memuji diri dan menganggapnya lebih baik dari orang lain, timbul kesombongan yang mengakibatkan akan menolak kebenaran dan merendahkan manusia.

Jika ada orang memuji orang lain, ia tidak suka dan sempit dadanya, bahkan ia menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang lain. Penyakit ini sering diderita oleh para pejabat, orang-orang kaya, pemuka masyarakat, ilmuwan/kaum intelektual, kaum ningrat/berdarah biru dan lainnya.

Penyakit yang berbahaya ini mungkin pula menjangkiti ulama, ustadz, mubaligh, khatib, atau dai/aktivis dakwah jika mereka tidak menjaga hati. Penyakit ini dimiliki iblis dan Fir'aun.

Allah berfirman menceritakan tentang ucapan Iblis yang artinya, "… (Iblis) menjawab, 'Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia, Engkau ciptakan dari tanah." (Surah Al A'raaf 12) dan ucapan Fir'aun yang artinya, "Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) yang hina ini…" (Surah Azzukhruf 52)

Orang mukmin berakhlak mulia, ia rendah hati, menganggap orang lain lebih baik darinya. Ia sibuk mengingat-ingat dan menghitung-hitung aib serta kekurangan dirinya guna mengevaluasi dan memperbaikinya.

Ia tidak sibuk dengan aib orang lain, jika ia dapatkan aib dari saudaranya maka ia sayang dan cinta kepadanya menginginkan kebaikan saudaranya sehingga ia tidak mendiamkannya tetapi memperbaikinya dan meluruskannya dengan cara yang baik dan bijaksana. Ia selalu mendoakan kebaikan untuk saudaranya.

Jika kita dapatkan sahabat radhiallahu anhum, tabi'in dan orang-orang shalih memuji diri mereka sendiri dengan menyebutkan keutamaan amal mereka, maka kita bersangka baik, mereka sedang menyebutkan nikmat Allah sebagai rasa syukur dan bermaksud memotivasi bukan kesombongan.

Kita harus selalu memperbaiki hati agar selamat dari penyakit sombong, ujub, hasad, riya, bersangka buruk, gila hormat dan penyakit hati lainnya.

Bersihkan hati kita dengan mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, hiasi hati kita dengan rendah hati, cinta kepada Allah, takut adzab-Nya, berharap akan rahmat-Nya dan akhlak mulia lainnya.

 Redaktur : Damanhuri Zuhri

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya….”(QS An-Nahl: 91)

Selasa, 19 Maret 2013

Shalat Sunnah Rawatib apa maksudnya?

 / 


Pengertian Shalat Sunnah Rawatib

Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunah yang mengikuti shalat Fardu yang lima, dikerjakan sesudah atau sebelum shalat fardhu.
shalat sunnah rawatib Shalat Sunnah Rawatib apa maksudnya?
* Shalat Sunnah rawatib muakad (yang ditekankan)
a. Dua rakaat sebelum shalat subuh
b. Dua rakat sebelum shalat dhuhur
c. Dua rakaat sesudah shalat dhuhur
d. Dua rakaat sesudah shalat mahrib
e. Dua rakaat sesudah shalat isya’
* Shalat Sunnah rawatib tidak muakkad
a. Empat rakaat sebelum shalat dhuhur dan empat rakaat sesudahnya
b. Empat rakaat sebelum shalat ashar
c. Dua rakaat sebelum shalat Mahrib

Waktu Shalat Dan Dalilnya

 / 

Berikut ini adalah dalil waktu shalat  :

Firman Allah swt :
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra : 78)
فَأَقِيمُواْ الصَّلاَةَ إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
 Artinya : “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisaa :103)

Hadits Mengenai Waktu Shalat


waktu shalat Waktu Shalat Dan Dalilnya Imam Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amru bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong dan bayangan sesorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar, dan waktu shalat ashar selama matahari belum menguning, dan waktu shalat maghrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang, dan waktu shalat isya` hingga tengah malam, dan waktu shalat shubuh semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit, jika matahari terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab ia terbit diantara dua tanduk setan.”
Juga riwayat Imam Muslim lainnya dari Sulaiman bin Buraidah dari Ayahnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,” “Waktu shalat kalian adalah antara waktu yang telah kalian lihat sendiri.”
Didalam hadits diatas atau hadits-hadits lainnya tentang waktu-waktu shalat tidaklah membedakan antara negeri yang panjang siangnya sama dengan malamnya dengan negeri yang siangnya lebih panjang dari malamnya selama waktu-waktu tersebut bisa dibedakan dengan tanda-tanda seperti yang disebutkan didalam hadits diatas.
(Sumber: Eramuslim).

Tuntunan Cara Shalat Jenazah

 /  /


Shalat jenazah adalah shalatnya orang-orang mukmin ketika wafatnya salah seorang dari umat Islam. Hukum shalat jenazah adalah fardhu kifayah.

Syarat Shalat Jenazah

1. Apa yang disyaratkan untuk shalat, seperti suci dari hadats dan najis, menutup aurat dan menghadap kiblat.
2. Terlebih dahulu memandikan mayit dan mengkafaninya
3. Meletakan Jenazah di depan jamaah sholat.
Tata cara shalat jenazah berbeda dengan shalat umumnya.  berjumlah 4 rakaat dengan hanya berdiri seperti shalat biasa namun tanpa ruku’ dan sujud. Bacaan shalat jenazah tidak dijaharkan atau dibaca keras. Untuk berganti rakaat cukup dengan mengangkat tangan dan mengucapkan takbir.

Rukun Shalat Jenazah

1. Niat : usholli sholatal janazah arba’a takbirot makmuman lillahi ta’ala. atau usholli ‘ala hadzal mayyiti makmuman lillahi ta’ala.
2. Berdiri bagi yang mampu
3. Takbir 4 kali
4. Membaca Fatihah
5. Bersholawat kepada Nabi SAW
6. Berdoa untuk Mayit
7. Salam

Cara Sholat Jenazah

shalat jenazah Tuntunan Cara Shalat Jenazah Pertama berdiri menghadap mayyit kemudian berniat “usholli sholatal janazah arba’a takbirot makmuman (kalau berjamaah) lillahi ta’ala” kemudian takbir Allahu Akbar kemudian baca surat al-fatehah setelah takbir yang pertama. Setelah itu takbir kedua “Allahu Akbar” kemudian membaca sholawat yaitu seperti sholawat ketika membaca tahiyat “Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala Ali Muhammad kama shollaita ‘ala Ibrohim wa ‘ala ali Ibrohim dst… sampai fil’alamina innaka hamidummajid”. Setelah itu takbir ketiga “Allahu Akbar” kemudian membaca doa’ untuk mayyit seperti dibawah. Kemudian takbir keempat “Allahu Akbar” baca salam “Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh” dua kali sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
DOA Untuk Mayit
a. ALLAHUMMAGFIRLAHU (untuk mayat laki-laki dewasa, untuk perempuan HU diganti HA jadi ALLAHUMMAGHFIRLAHA)  WARHAMHU/HA WANGAA FIHI/HA WANGFUNGANHU/HA, WA AKRIM NUZULAHU/HA WAWASSI’ MADKHOLAHU/HA, WAGHSILHU/HA BILMAAI WATSALJI WANQQIHI/HA MINALKHOTHOOYAA KAMAA YUNAQQO ATTSAUBUL ABYADHU MINADDANAS, WAABDILHU/HA DAARON KHOIRON MIN DAA RIHI/HA WA AHLAN KHOIRON MIN AHLIHI/HA WA ZAUJAN KHOIRON MIN ZAUJIHI/HA WAQIHI/HA FITNATALQOBRI WANGADZAABAHU (HR MUSLIM)
B. ALLAHUMMA IGHFIR LIHAYYINAA WA MAYYITINAA WA SYAAHIDINAA WA GHOO IBINA WA SHOGHIYRINA WA KABIYRINAA WA DZAKARINAA WA UNTSAANAA. ALLAHUMMA MAN AHYAITAHU MINNAA FA AHYIHI NGALAL ISLAMI WA MAN TAWAFFAITAHU MINNAA FATAWAFFAHU NGALAL IIMAANI (HR. AHMAD DAN TIRMIDZI)
C. BAGI MAYIT ANAK: ALLAHUMMAJA’ALHU LANAA SALAFAN WA FURUTHON WA AJRON (HR. BAIHAQI)

SHALAT GHOIB

Sholat ghoib adalah sholatnya orang mukmin kepada jenazah yang dilakukan di tempat lain ,tidak satu tempat dengan si mayit. Adapun cara mengerjakannya sebagaimana shalat jenazah biasa.

Pengertian I’tikaf Syarat Rukun Dan Contoh Jadwalnya

 /  /  

Salah satu amalan utama dalam bulan Ramadhan adalah i’tikaf di masjid. Terutama pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Rasulullah SAW sangat menganjurkan kita melakukannya.
Dari Ibnu Umar ra. ia berkata,:
“RasulullahSAW biasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim).

Pengertian I’tikaf


itikaf Pengertian Itikaf Syarat Rukun Dan Contoh JadwalnyaMenurut beberapa ulama disebutkan bahwa I’tikaf dalam pengertian bahasa berarti berdiam diri, yakni tetap di atas sesuatu atau tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Sedangkan dalam pengertian syari’ah agama, I’tikaf berarti berdiam diri di masjid sebagai ibadah yang disunahkan untuk dikerjakan di setiap waktu dengan niat beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dan diutamakan pada bulan suci Ramadhan, dan lebih dikhususkan sepuluh hari terakhir untuk mengharapkan datangnya Lailatul Qadr.
Inilah waktu yang baik bagi kita untuk bermuhasabah dan taqarub secara penuh kepada Allah guna mengingat kembali tujuan diciptakannya kita sebagai manusia.
“Sesungguhnya tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu,” (QS. Az-Zariyat : 56)

Waktu I’tikaf

I’tikaf bisa dilaksanakan setiap waktu, namun pada 10 hari terakhir Ramadhan sangat dianjurkan.
Ummul Mu’minin Aisyah radhiyallahu ‘anha- berkata :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

Macam I’tikaf

I’tikaf yang disyariatkan ada dua macam, yaitu:
1. I’tikaf sunnah, yaitu i’tikaf yang dilakukan secara sukarela semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah. Contohnya : ketika didalam masjid untuk pengajian kita berniat i’tikaf, ketika mendengar khutbah shalat juma’at atau di 1o hari terakhir Ramadhan.
2. I’tikaf wajib, yaitu i’tikaf yang didahului oleh nadzar. Seseorang yang berjanji, “Jika Allah SAW mengabulkan doaku ini, aku akan i’tikaf di masjid 3 hari,”, Maka ketika doa tersebut dikabulkan oleh Allah, i’tikaf selama 3 hari itu menjadi wajib.

Lama I’tikaf

Paling sebentar adalah sekejab. Menurut mazhab Hanafi, sekejab tanpa batas waktu tertentu, sekedar berdiam diri dengan niat. Menurut mazhab Syafi’i, sesaat, sejenak berdiam diri. Dan menurut mazhab Hambali, sekitar satu jam . Tetapi i’tikaf di bulan Ramadhan yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah selama 10 hari penuh di 10 hari terakhir.

Tujuan I’tikaf.

1. Dalam rangka menghidupkan sunnah  Rasulullah SAW dalam rangka pencapaian ketakwaan hamba.
2. Sebagai salah satu cara mengisi dan meramaikan bulan suci Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat dari Allah swt.
3. Menunggu saat-saat yang baik untuk turunnya Lailatul Qadar yang nilainya sama dengan ibadah seribu bulan.
4. Membina rasa kesadaran imaniyah kepada Allah dan tawadlu’ di hadapan-Nya, sebagai mahluk Allah yang lemah.
5. Intropeksi diri dan muhasabah yaitu merenungi apa yang sudah kita lakukan dan yang belum selama hidup kita dalam rangka menjadi hamba Allah.

Rukun I’tikaf.

I’tikaf dianggap syah bila dilakukan di masjid dan memenuhi rukun-rukunnya sebagai berikut :
1. Niat.
“Nawaitul i’tikaafa fili hadzal masjid lillaahi ta’aala”
Saya berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah
2. Berada didalam masjid.
Yang dimaksud masjid disini adalah masjid yang biasa dipakai untuk shalat jum’at, berdasarkan hadist Rasulullah saw :
“Dan tiada I’tikaf kecuali di masjid jami’ (H.R. Abu Daud).
Sedangkan tempat beri’tikafnya yaitu didalam bangunan inti dari sebuah masjid, bukan serambi atau halaman masjid yaitu tempat sekira wanita sedang bulanan atau orang junub dilarang untuk berdiam disitu.
4. Islam dan suci serta akil baligh.

Cara ber-I’tikaf.

1. Niat ber-I’tikaf (niatnya seperti diatas)
2. Berdiam diri di dalam masjid dengan memperbanyak berzikir, tafakkur, membaca do’a, bertasbih dan memperbanyak membaca Al-Qur’an.
3. Diutamakan memulai I’tikaf setelah shalat subuh, sebagaimana hadist Rasulullah saw.
“Dan dari Aisyah, ia berkata bahwasannya Nabi SAW apabila hendak ber-I’tikaf beliau shalat subuh kemudian masuk ke tempat I’tikaf.” (H.R. Bukhori, Muslim)
4. Menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tidak berguna. Dan disunnahkan memperbanyak membaca:
“ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN KARIIM TUhIBBUL ‘AFWA FA’FU ‘ANNI”
Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia, Engkau menyukai pemaafan (memberi maaf) maka maafkanlah aku.

Waktu I’tikaf.

1. Menurut mazhab Syafi’i I’tikaf dapat dilakukan kapan saja dan dalam waktu apa saja, dengan tanpa batasan lamanya seseorang ber-I’tikaf. Begitu seseorang masuk ke dalam masjid dan ia niat I’tikaf maka syahlah I’tikafnya.
2. I’tikaf dapat dilakukan selama satu bulan penuh, atau dua puluh hari. Yang lebih utama adalah selama sepuluh hari terakhir bulan suci Ramadhan sebagaimana dijelaskan oleh hadist di atas.

Hal-hal yang membatalkan I’tikaf.

1. Berbuat dosa besar.
2. Bercampur dengan istri.
3. Hilang akal karena gila atau mabuk.
4.Murtad (keluar dari agama).
5. Datang haid atau nifas dan semua yang mendatangkan hadas besar termasuk mimpi basah.
6. Keluar dari masjid tanpa ada keperluan yang mendesak atau uzur, karena maksud I’tikaf adalah berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan hanya untuk ibadah.
7. Orang yang sakit dan membawa kesulitan dalam melaksanakan I’tikaf.

Hikmah Ber-I’tikaf

1. Mendidik diri kita lebih taat dan tunduk kepada Allah.
2. Seseorang yang tinggal di masjid mudah untuk memerangi hawa nafsunya, karena masjid adalah tempat beribadah dan membersihkan jiwa.
3. Masjid merupakan madrasah ruhiyah yang sudah barang tentu selama sepuluh hari ataupun lebih hati kita akan terdidik untuk selalu suci dan bersih.
4. Tempat dan saat yang baik untuk menjemput datangnya Lailatul Qadar.
5. I’tikaf adalah salah satu cara untuk meramaikan masjid.
6. Dan ibadah ini adalah salah satu cara untuk menghormati bulan suci Ramadhan

Contoh Jadwal Kegiatan I’tikaf

Magrib: berbuka puasa dan shalat magrib berjamaah setelah itu bisa diisi membaca al-qur’an ata berdzikir dll.
Isya: Shalat Isya dan tarawih berjamaah, ceramah tarawih, tadarus Al-Qur’an, dan kajian akhlak. Anggap cukup istirahat dan bangun jam 02.00. shalat tahajud, muhasabah (perenungan diri), dzikir, dan doa kemudian sahur.
Subuh: shalat Subuh, dzikir dengan bacaan-bacaan yang ma’tsur (al-ma’tsurat), tadarus Al-Qur’an.
Pagi: istirahat, mandi, cuci, dan melaksanakan hajat yang lain.
Dhuha: shalat Dhuha, tadzkiyatun nafs, dan kuliah dhuha.
Zhuhur: shalat Zhuhur, kuliah zhuhur, dan tahsin tilawah.
Ashar: shalat Ashar dan kuliah ashar, dzikir dengan bacaan-bacaa yang ma’tsur (al-ma’tsurat)
Demikian pembahasan i’tikaf beserta contoh jadwal i’tkaf sederhana semoga bermanfaat.

Bolehkah Membakar Sobekan Al-Qur’an ?

Pak Ustad mau tanya nieh, apa boleh kita membakar sobekan al-Qur’an dengan tujuan menjaga keagungan Qur’an itu ? Atas jawaban pak ustad saya ucapkan terimakasih.

Hukum Membakar Sobekan al-Qur’an


bakar1 Bolehkah Membakar Sobekan Al Quran ?Banyak kita temui sobekan- sobekan al-Qur’an tercecer disana sini. Bahkan tidak jarang kita temui di pasar-pasar lembaran sobekan al-Qur’an dipakai untuk membungkus sayuran maupun buah-buahan. Perbuatan menyia-nyiakan sobekan al-Qur’an seperti  itu tidak akan terjadi kecuali dari golongan orang-orang fasiq yang tidak mengetahui keagungan dan kemulyaan surah-surah maupun ayat-ayat al-Qur’an yag diturunkan Allah SWT.Maka apabila anda menemukan sobekan al-Qur’an seperti kasus diatas, segera kumpulkan dan simpan ditempat yang mulya. Jika anda khawatir tidak dapat menjaganya maka diperbolehkan untuk membakarnya dengan tujuan untuk menjaga kemulyaan al-Qur’an.
Diterangkan dalam kitab Syarwani juz I hal.155 bahwa diperbolehkan untuk membakar sobekan maupun lembaran-lembaran al-Qur’an tersebut dengan tujuan untuk menjaga kemulyaan al-Qur’an. Bahkan hukumnya menjadi wajib ketika tidak ditemukan lagi cara lain, selain dengan cara membakar sobekan al-Qur’an tersebut.

Dalil Ayat al-Qur`an Dan Hadits Sahih Yang Berhubungan Dengan Masjid

Pak Ustad, saya minta dalil-dalil tentang mesjid dari al-Qur`an maupun hadits sahih. Atas dipenuhinya permintaan ini saya ucapkan banyak terimakasih.

Dalil  Al-Qur`an Dan Hadits Sahih Tentang Masjid


masjid Dalil Ayat al Qur`an Dan Hadits Sahih Yang Berhubungan Dengan MasjidKarena dalilnya cukup banyak, tulisan ini akan dibagi menjadi beberapa bagian. Akan lebih baik apabila rekan-rekan yang lain ikut menambahkannya.
I. Ayat-ayat Al-Quran tentang masjid
- Surat al-Baqarah ayat 18, 114. Surat jin ayat 18
II. Bumi ini adalah mesjid


1. Hadits Sahih Bukhari
JU’ILAT LIYA-L-ARDhU MASJIDAN WA ThAHURAN WA AYYUMA RAJULIN MIN UMMATII ADRAKATHU-Sh-ShALAATU FALYUShALLII
“Bumi itu telah dijadikan bagiku mesjid dan pembersih. Barang siapa dari umatku mendapat waktu shalat, hendaklah dia shalat [di situ].”
2. Hadits Riwayat  Abu Dawud
JU’ILAT LIYA-L-ARDhU ThAHURAN WA MASJIDAN
“Telah dijadikan bagiku bumi sebagai pembersih dan mesjid.”
III. Pahala mendirikan mesjid
1. Hadits Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim
MAN BANA MASJIDAN YABTAGhII BIHI WAJHAL-LAAHI BANAL-LAAHU LAHU MITsLAHU FI-L-JANNATI
“Barangsiapa mendirikan mesjid karena Allah, pasti Allah dirikan baginya satu rumah yang sepadan di surga.”
2. Hadits Riwayat  Ahmad
MAN BANA MASJIDAN WALAU KAMAFHAShI QAThAATIN LIYABDhiHAA BANAL-LAAHU LAHU BAYTAN FI-L-JANNATI
“Barangsiapa mendirikan satu mesjid, walaupun sebesar lubang yang digali oleh burung ayam untuk bertelur, pasti Allah mendirikan untuknya satu rumah yang sepadan di surga.”
IV. Mendirikan mesjid di atas kuburan
1. Hadits Sahih Riwayat Bukhari
LA’NATUL-LAAHI ‘ALAA-L-YAHUUDI WA-N-NAShAARA ITTAKhADzUU QUBUURA ANBIYAAIHIM MASAAJIDA
“Laknat Allah atas Yahudi dan Nashara! Mereka menjadikan kuburan Nabi-nabi sebagai tempat ibadah.”
2.  Hadist Sahih Riwayat Bukhari
INNA ULAAIKA IDzAA KAANA FIIHIMU-R-RAJULU-Sh-ShAALIHU FAMAATA BANAU ‘ALAA QABRIHI MASJIDAN WA ShAWWARUU FIIHI TILKA-Sh-ShuWARA FA-ULAAIKA SyiRAARU-L-KhALQI ‘INDA-L-LAAHI YAUMA-L-QIYAAMATI
“Sesungguhnya [Yahudi dan Nashara,] apabila mati seorang shaleh dari mereka, mereka mendirikan satu tempat ibadah di atas kuburannya, dan mereka buat si sana patungnya. Mereka itu dalam pandangan Allah sejahat-jahat makhluk di hari kiamat.”
3. Hadits Riwayat  Abu Dawud
QAALA ANASUN: KAANA MAUDhI’U-L-MASJIDI HAAIThAN LIBANII-N-NAJJAARI FIIHI JARTsUN WA NAKhLUN WA QUBURU-L-MUSyRIKIINA FAQAALA RASUULU-L-LAAHI Sh.: TsAAMINUUNII BIHI! FAQAALU: LAA NABGhII BIHI TsAMANAN. FAQAThA’A-N-NAKhLA WA SAWWA-L-HARTsA WA NABASyA QUBUURA-L-MUSyRIKIINA
Berkata Anas: “Bumi mesjid [Nabi] asalnya kebun milik Bani Najjar. Di sana ada ladang, pohon kurma, dan kuburan kaum musyrikin. Maka Rasulullah saw bersabda: “Tetapkanlah harganya bagiku!” Mereka menjawab: ‘Kami tidak mau harganya.’ Lalu Rasulullah saw. memotong pohon-pohon kurma, meratakan ladangnya, dan menggali kuburan kaum musyrikin.”
4. Hadits Sahih Riwayat  Abu Dawud
‘AN ‘UTsMAANA BIN ABI-L-’AASh: ANNA-N-NABIYYA Sh. AMARAHU AN YAJ’ALA MASJIDA-Th-ThAAIFI HAITsU KAANA ThAWAAGhITUHUM
Dari ‘Utsman bin ‘Abil-’Ash: Rasulullah saw. memerintahkan dia mendirikan mesjid Thaif di tempat bekas berhala [kaum musyrkin].
V. Dilarang menghiasi dan bermegah-megah dengan mesjid
1. Hadits Sahih Riwayat Abu Dawud
LAA TAQUUMU-S-SAA’ATU HATTAA YATABAAHA-N-NAASU FI-L-MASAAJIDI
Tidak akan datang saat [kiamat] sebelum orang bermegah-megah dengan mesjid. [Catatan: maksudnya tentu "Salah satu tanda akan datangnya kiamat ialah ketika orang mendirikan mesjid dengan niat hanya untuk bermegah-megahan."]
2. Hadits Sahih Riwayat Abu Dawud
QAALA RASUULU-L-LAAHI Sh.: MAA UMIRTU BITASyYIIDI-L-MASAAJIDI. QAALA-BNU ‘ABBAASIN: LATUJAKhRIFUNNAHAA KAMAA ZAKhRAFATHA-L-YAHUUDU WA-N-NAShAARA
Berkata Rasulullah saw: “Aku tidak memerintahkan mementerengkan mesjid.” Kata ‘Ibnu ‘Abbas: “[Yang beliau larang ialah] jika kamu menghiasnya seperti Yahudi dan Nashara.”
VI. Adab di masjid
1. Hadits Riwayat Al-Hakim
QAALA ANNASUN: MINA-S-SUNNATI IDzAA DAKhALTA-L-MASJIDA ANTABADA ABIRIJLIKA-L-YUMNA WA IDzAA KhARAJTA ANTABADA ABIRIJLIKA-L-YUSRA
Berkata Anas: Menurut sunnah [Nabi] apabila masuk mesjid hendaklah engkau mulai dengan kaki kanan, dan apabila keluar mesjid hendaklah engkau mulai dengan kaki kiri.
2. Hadits Riwayat Bukhari
KAANA-BNU ‘UMARA YABDA UBIRIJLIHI-L-YUMNA
Ibnu ‘Umar masuk mesjid dengan kaki kanan dan keluar dengan kaki kiri.
3.  Hadits Sahih Riwayat Ahmad dan Muslim
IDzAA DAKhALA AHADUKUMU-L-MASJIDA FALYAQUL: ALLAAHUMMA-FTAH LANAA ABWAABA RAHMATIKA, WA IDzAA KhARAJA FALYAQUL: ALLAAHUMMA INNII ASALUKA MIN FADhLIKA
“Apabila seseorang diantaramu masuk mesjid hendaklah ia mengucapkan: “Ya Allah, bukakanlah bagi kami pintu rahmatMu!” dan apabila keluar: “Ya Allah, aku memohon sebagian dari karuniaMu!”
4. Hadits Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim
IDzAA DAKhALA AHADUKUMU-L-MASJIDA FALYARKA’ RAK’ATAINI QABLA ANYAJLISA
“Apabila seseorang diantara kalian masuk mesjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum ia duduk.”
5. Hadits Sahih Riwayat Bukhari
QAALA KA’BUN: KAANA-N-NABIYYU Sh. IDzAA QADIMA MINA-S-SAFARI BADA ABI-L-MASJIDI FAShALLA FIIHI
Berkata Ka’b: Apabila Nabi saw. kembali dari pelayaran, beliau ke mesjid dahulu, dan shalat di sana.
6. Hadits Riwayat Ahmad
IDzAA KUNTUM FII MASJIDIN FANUUDIYA BI-Sh-ShALATI FALAA YAKhRUJ AHADUKUM HATTAA YUShALLIYA
“Bila kamu di dalam mesjid, lalu dikumandangkan adzan, janganlah seorang dari kalian keluar mesjid sebelum dia shalat.”
7. Hadits Sahih Riwayat Muslim dan lainnya
QAALA ABU-Sy-SyA’TsAAI: KhARAJA RAJULUN MINA-L-MASJIDI BA’DA MAA UDzINNA FIIHI FAQAALA ABU HURAIRATA: AMMAA HAADzAA FAQAD ‘AShAA ABA-L-QASIMI Sh.
Berkata Abu Sya’tsa’: Seorang laki-laki pernah keluar dari mesjid sesudah berbunyi adzan, maka Abu Hurairah berkata: “Orang ini durhaka pada Abul Qasim saw. [Nabi].”
8. Hadits Sahih Riwayat Bukhari
MAN MARRA FII SyAI-IN MIN MASAAJIDINAA AU ASWAAQINAA BINABLIN FALYAKhuDz ‘ALAA NAShAALIHAA LAA YA’QIRU BIKAFFIHI MUSLIMAN
“Barang siapa berjalan di salah satu mesjid kami atau di pasar-pasar kami dengan membawa panah, hendaklah ia jaga tajamnya agar dia tidak melukai seorang muslim.”
9. Hadits Sahih Riwayat Bukhari
QAALA ‘AMRUN: INNA RAJULAN MARRA FI-L-MASJIDI BI-ASHUMIN QAD ABDAA UShUULAHAA FA-AMARA-N-NABIYYU Sh. AN YA’KhuDzA BI-NUShUULIHAA KAILAA YAKhDISyA MUSLIMAN
Berkata ‘Amr: Seorang laki-laki pernah berjalan di dalam mesjid dengan membawa panah yang keluar ujungnya yang tajam, makan Nabi saw. menyuruhnya menjaga ujung tajamnya itu agar tidak melukai muslim lain.
VII Kegiatan selain shalat di dalam mesjid
1.  Hadits Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim
QAALA ‘ABDULLAAHI-BNU ZAIDI BIN ‘AAShIMIN: RAITU RASUULALLAAHI Sh. MUSTALQIYAN FI-L-MASJIDI WAADhI’AN IHDA RIJLAIHI ‘ALA-L-UKhRAA
Berkata ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim: Saya pernah lihat Rasulullah saw. berbaring terlentang dalam mesjid dengan menaruh satu kaki dia atas kaki yang lain.
2. Hadits Sahih Riwayat Bukhari
QAALAT ‘AAISyATU: LAQAD ARAITU RASUULALLAAHI Sh. YAUMAN FII BAABI MUJRATII WA-L-HABASyATU YAL’ABUUNA FI-L-MASJIDI WA RASUULULLAAHI Sh. YASTURUNII BIRIDAAIHI ANZhURU ILAA LI’BIHIM
Berkata ‘Aisyah: Sesungguhnya suatu hari aku melihat Rasulullah saw. di pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah bermain [senjata tajam] di dalam mesjid, dan Rasulullah saw. melindungiku dengan selendanganya di waktu aku melihat permainan itu. (Catatan: permainan ini tentu dilangsungkan ketika tidak ada yang shalat di dalam mesjid.)
3. Hadits Riwayat  Abu Dawud
QAALA RASUULULLAAHI Sh.: HAL MINKUM AHADUN ATh’AMA-L-YAUMA MISKIINAN? FAQAALA ABUU BAKRIN: DAKhALTU-L-MASJIDA FAIDzAA ANA BISAAILIN YAS-ALU FAWAJADTU KISRATA KhUBZIN BAINA YADAI ‘ABDI-R-RAHMAANI FA-AKhADzTUHAA FADA FA’TUHAA ILAIHI
Bertanya Rasulullah saw.: “Sudahkah seorang di antara kalian memberi makan seorang miskin hari ini?” Abu Bakar menjawab: “Saya tadi masuk mesjid, lalu berjumpa dengan seorang yang minta sedekah. Saya lihat di hadapan [anak saya] ‘Abdurrahman sekeping roti, maka saya ambil dan berikan kepadanya.”
4. Hadits Riwayat Ibnu Majah
QAALA ‘ABDULLAAHI-BNU-L-HARTsI: KAANA NA-KULU ‘ALAA ‘AHDU RASUULILLAHI Sh. FI-L-MASJIDI-L-KhUBZA WA-L-LAHMA
Berkata ‘Abdullah bin Al-Harits: Kami biasa makan roti dan daging di zaman Rasulullah saw. di dalam mesjid.
5. Hadits Sahih Riwayat Bukhari
‘AN ‘ABDILLAAHI-BNI ‘UMARA: ANNAHU KAANA YANAAMU WA HUWA SyAABBUN ‘AZBAUN LAA AHLA LAHU FII MASJIDI RASUULILLAAHI Sh.
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar: Sesungguhnya ketika ia masih muda dan lajang, tak beristeri, ia tidur di mesjid Rasulullah saw.
6. Hadits Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim
QAALAT ‘AAISyATU: INNA WALIIDATAN SAUDAA-A KAANA LAHAA KhiBAAUN FI-L-MASJIDI FAKAANAT TA-TIINII FATAHADDATsU ‘INDII
Berkata ‘Aisyah: Sesungguhnya seorang budak hitam mempunyai kemah di dalam mesjid. Ia biasa datang dan berbincang-bincang denganku. (Catatan: mesjid di zaman Nabi masih berlantaikan tanah, hanya mempunyai pembatas, dan belum beratap. Lihat juga riwayat di bawah ini.)
7. Hadits Sahih Riwayat Bukhari dan Muslim
QAALAT ‘AAISyATU: UShiBA SA’DUN BNU MU’AADzIN YAUMA-L-KhANDAQI FI-L-AKHALI FADhARABA-N-NABIYYU Sh. KhAIMATAN FI-L-MASJIDI LIYA’UUDAHU MIN QARIIBIN
Berkata ‘Aisyah: Sa’ad bin Mu’adz pernah terluka dalam perang Khandaq di urat darah tangannya, maka Rasulullah saw. mendirikan satu kemah baginya di dalam mesjid, agar beliau dapat melawatnya dari dekat.
Inilah beberapa dalil ayat al-qur`an dan hadits sahih berkenaan dengan masjid semoga dengan dalil yang sekelumit ini bermanfaat, amin.

Senin, 11 Maret 2013

BACAAN DZIKIR YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :ِلأَنْ أَقُوْلَ: سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sungguh bahwa mengucapkan
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
“Maha suci Allah, Segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah dan Allah itu Maha Besar.”
Lebih aku sukai daripada dunia yang disinari oleh cahaya matahari.

Dalam Hadits Lain Disebutkan
Dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه, beliau berkata: Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda: “Saya bertemu dengan Nabi Ibrahim عليه السلام – ketika malam saya diisra’kan dan Baginda bersabda: Wahai Muhammad, sampaikanlah salam dari padaku kepada umatmu, dan beritahukanlah kepada mereka, bahawasanya syurga itu subur tanahnya, manis airnya, terhampar luas dan tanamannya adalah ucapan zikir, سُبْحَانَ اللهِ ، وَالْحَمْدُ ِللهِ ، وَ لآ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، وَاللهُ أَكْبَرُ (Subhanallahi walhamdulillah walaa ilaaha illallahu wallahu akbar). (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani)

Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bertemu dengannya. Dia sedang menanam tanaman, lalu Rasulullah bertanya, "Apa yang sedang engkau tanam ?" Aku menjawab, "Satu tanaman wahai Rasulullah". Rasulullah bersabda, "Mahukah aku beritahu tanaman yang lebih baik dari ini ?" Tanaman itu ialah Subhanallah, Walhamdulillah, Walailaha illallah, Wallahu Akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar). Setiap satu bacaan akan ditanam untukmu sebatang pokok di Syurga. (HR At Tirmidzi)

HAJI KESEKIAN KALI ATAU SEDEKAH ??

 Seperti kita ketahui bersama bahwa haji merupakan salah satu rukun Islam, sebagaimana sholat dan zakat. Setiap orang yang sudah muslim yang mampu wajib melaksanakannya. Perhatikan Ali Imrah ayat 97

 “…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”.

Haji sendiri fardhunya sekali dalam seumur hidup. Adapun haji selanjutnya sunnah hukumnya. Lantas lebih utama mana melaksanakan pengulangan dalam ibadah haji dengan amal atau shodaqah yang mempunyai fungsi sosial jauh lebih luas? semisal pembangunan madrasah, pembangunan jembatan atau mushalla.Memang banyak tipe manusia, bermacam rupa pola pikirnya. Ada yang telah mampu dan memenuhi syarat haji tetapi tidak juga melaksanakan kewajibannya. Ada yang –sebenarnya- belum memenuhi syarat dan belum mampu, tetapi memaksakan diri untuk melaksanakannya. Dan adalagi yang telah menunaikan haji tetapi merasa belum puas sehingga mengulang lagi melaksanakan haji untuk yang kedua kali atau yang kesekian kalinya.


Sedangkan orang yang berulang-ulang pergi haji juga bermacam-macam motifnya. Ada yang merasa haji pertamanya tidak sah sebab tidak memenuhi rukunnya, sehingga memerlukan pergi haji lagi guna mengqadhanya. Ada pula haji yang kedua untuk menghajikan kedua orang tuanya. Ada pula yang beralasan kurang puas dengan haji yang pertama. Jika alasannya ‘puas-tidak puas’ tentunya ini berhubungan dengan kemantapan di hati. Entah merasa kurang khusu’ atau memang merasa ketagihan dengan pengalaman bathin ketika haji pertama. Memang perlu dicatat banyak sekali haduts yang menerangkan keutamaan haji misalnya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء الا الجنة (متفق عليه)
Rasulullah saw bersabda: Umrah ke umrah itu menghapus dosa antar keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surge.(Muttafaq Alaih) dan masih banyak lagi hadits semacam ini.
Jika demikian, pertanyaa lebih afdhal mana menggunakan dana untuk mengulang haji dan amal yang bermanfaat umum? Jawabannya tergantung dari mana sudut pandangnya. Karena masing-masing memiliki dalil fadhilah, dan keduanya bisa dibenarkan. Namun hendaknya perlu dipertimbangkan satu kaedah fiqih yang berbunyi:
المتعدى أفضل من القاصر
Amal yang mberentek (manfaatnya meluas) lebih afdhal dari amal yang terbatas.
Artinya, amal yang jelas-jelas memiliki manfaat lebih luas lebih afdhal dari pada amal yang hanya memuaskan diri sendiri. Oleh karena itu Imam Syaf’ir pernah berujar “menuntut ilmu lebih utama dari pada sholat sunnah”. Dengan kata lain menuntut ilmu yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, lebih utama dari pada sholat sunnah yang pahalanya hanya dirasakan untuk individu.

Meski demikian, namanya juga manusia sering kali terkalahkan oleh ego pribadinya. apalagi jika ia memiliki legitimasi dalil keagamaan ataupun dalil social yang lain. Seolah apa yang ia lakukan adalah sebuah kebenaran. Oleh karena itu, jawaban dari pertanyaan ini adanya di dalam hati. Karena banyak sekali orang yang mementingkan diri sendiri. Yang penting dirinya masuk surga tak peduli saudara dan tetangga masuk neraka. Seperti halnya mereka yang tega kenyang sendiri sementara tetangga dan keluarga lain kelaparan.

by: Media kang Anwar
sumber: Fiqih Keseharian Gus Mus

BELAJAR PUASA DARI KUPU-KUPU


Kupu-kupu adalah hewan yang sangat indah dan menarik. Sayapnya yang berwarna-warni dengan motif yang sangat rapi serta kelincahannya terbang dari satu bunga ke bunga yang lain, menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk mengagumi makhluk ini.

Kupu-kupu tak hadir begitu saja ke muka bumi, tapi melalui proses metaformosis dari binatang yang bernama ulat. Menyebut namanya, mungkin ada sebagian orang yang jijik, geli, takut, penyebab kulit gatal, perusak tanaman, dan sebagainya. Ia begitu identik dengan sifat yang tidak baik. Hampir tak ada orang yang mau menyentuhnya.

Namun, ketika seekor ulat berubah menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah, semua orang pun berusaha memilikinya dan bahkan mengaguminya. Mereka tak merasa takut dengan seekor kupu-kupu yang sesungguhnya berasal dari ulat. Itulah kupu-kupu. Hewan yang indah dan menarik. Makanannya pun bahan pilihan, dan selalu membantu proses penyerbukan tanaman.

Untuk menjadi kupu-kupu, ulat terlebih dahulu menjadi kepompong. Itulah sebuah metamorfosis, yang dalam bahasa manusianya sedang menjalani puasa, menjauhkan dari dari makan dan minum, menutup dirinya dari hiruk pikuk kehidupan dunia. Ia begitu mirip dengan cara kita beriktikaf, yaitu merenung diri dan melakukan pertobatan, sehingga keluar menjadi kupu-kupu yang indah, disayang semua orang dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Itulah barangkali gambaran puasa Ramadhan yang diharapkan oleh Allah SWT terhadap orang-orang yang beriman. Kita, umat manusia yang banyak berbuat salah dandosa, hendaknya biasa belajar dari ulat dan mengubah diri menjadi manusia yang bertakwa dan disayang Allah SWT.

Tipe manusia yang disayang Allah itu adalah; pertama, orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati (tidak sombong) dan apabila orang jahil menyapa, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS Al-Furqan [25]: 63).

Demikianlah gambaran orang mukmin yang berpuasa, senantiasa menyebarkan kelembutan dan keindahan, serta tidak suka berbuat keonaran dan kerusakan, di manapun dia berada. Sebagaimana sifat kupu-kupu yang hinggap di sebuah dahan yang tak akan pernah ada yang patah sekecil apa pun dahan yang dihinggapinya.

Kedua, mereka yang senantiasa mendirikan shalat lima waktu dan shalat tahajjud di malam hari sebagai wujud syukur kepada Allah (Al-Furqan [25]: 64, 73). Seperti kupu-kupu, di manapun seorang mukmin berada, dia akan selalu melaksanakan perintah Allah, menebarkan kasih sayang, dan menolong orang lain. Sebab, ia menyadari bahwa sesungguhnya dirinya hanyalah seorang hamba yang juga tidak memiliki kemampuan apa-apa tanpa anugerah dari Allah SWT.

Ketiga, orang yang berhasil dalam pusanya, ia akan memilih makanannya dari yang halal dan yang baik-baik saja, layaknya kupu-kupu yang hanya memilih sari madu bunga sebagai makanannya. Orang yang berpuasa dan mukmin sejati, akan senantiasa menjauhkan diri dari yang haram, seperti korupsi, mencuri, menipu, dan lainnya. (QS Al-Baqarah [2]: 168).

IBADAH KHUSYU'; DENGAN FALSAFAH GERAKAN SHALAT


Ibadah Shalat harus dilakukan dengan دائمون “dawam” (rutin dan teratur), خاشعون “khusyu’” (sempurna), يحافظون terjaga dan semangat. Allah SWT memperingatkan orang-orang mukmin supaya tidak shalat dalam kondisi “malas” ولا يأتون الصلوة الا وهم كسلى [At Taubat: 54], dan “lalai” فويل للمصلينلا الذين هم عن صلاتهم ساهون [Al Ma’un: 5-6], akan tetapi harus selalu “menjaga” والذين هم على صلوتهم يحافظون [Al Mu’minun: 10] sholatnya sehingga mampu mencapai derajat “khusyu’” dan menjadi orang-orang mukmin yang memperoleh “keberhasilan” [Al Mu’minun: 2].
Derajat “khusyu’” bisa didapatkansetiap hamba Nya dalam sholat, jika ia bisa “melihat” Allah SWT hadir dihadapannya atau merasakan dirinya sedang “dilihat” oleh Nya. Seperti kita sedang menghadap seorang raja. Berikut kami sampaikan falsafah gerakan sholat, yang digambarkan seperti sedang menghadap seorang raja.
1. Wudhu: Ketika seorang hamba hendak menghadap Raja, tentu ia akan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Ia bersihkan badannya, memakai baju terbaik, dengan dandanan yang sempurna dan tak lupa menyemprotkan minyak wangi terharum ketubuhnya.Sehingga memperlihatkan penampilan yang terbaik.
2. Niat: Selain mempersiapkan penampilan luar yang sempurna, hamba tersebut juga harus mempersiapkan mentalnya. Mental yang teguh akan menumbuhkan kepercayaan diri, sehingga tidak timbul keragu-raguan.
3. Takbiratul ikhram: Hamba tersebut segera berangkat dan tiba di pintu gerbang istana, ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada pemeriksaan penjaga istana. “Tangan diangkat” sebagai tanda menyerah, ia serahkan segala atribut yang dia miliki, termasuk senjata berbahaya yang mungkin dia bawa. Sehingga tidak ada lagi yang tersisa, selain tubuh dan selembar kain yang menempel di badan. Sebagai bukti bahwa ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada sang paduka Raja.
4. Tangan bersidekap (Kedua tangan di dada, tangan kanan diatas tangan kiri): Selanjutnya ia dibawa menghadap sang paduka Raja oleh penjaga dengan tangan di”borgol”, sehingga ia tidak mampu berbuat apa-apa lagi, selain mengikuti kehendak sang penjaga. Ia tidak bisa melakukan aktifitas lain selain tunduk dan takluk. Semua ini ia lakukan dengan rela dan penuh keikhlasan, dengan harapan bisa selamat sampai dihadapan sang paduka Raja.
5. Ruku’: Sampailah sang hamba di pintu ruang utama tempat tinggal sang paduka Raja, dan raja pun nampak padanya, maka ia serta merta merundukkan badannya sebagai bentuk penghormatan kepada sang paduka Raja.
6. I’tidal: Lalu ia melangkahkan kakinya menghadap sang paduka Raja.
7. Sujud: Ketika ia sudah berada dihadapan sang paduka Raja, iapun segera menjatuhkan badannya, sujud, tunduk dihadapan sang paduka Raja. Ia mulai meratap, memohon ampunan dari kesalahan yang pernah diperbuat, meminta belas kasihan, meminta bantuan dan segala keinginan yang ia utarakan lansung kepada sang paduka Raja. Ia yakin keinginannya akan dikabulkan, jika Raja mendengar langsung semua permohonannya.
8. Tahiyyat: Setelah segala keinginannya telah diutarakan kepada sang paduka Raja, ia segera “duduk bersimpuh” dan mulai menyanjung, memuji dan berterima kasih atas kebaikan sang paduka Raja yang telah menerima dan menjaga keselamatannya.
9. Salam: Waktu berpamitan telah tiba, iapun segera pergi dari hadapan sang paduka Raja dan meninggalkan istananya.
10. Dzikir dan Do’a: Ketika ia sudah tidak berada dihadapan sang paduka raja dan jauh diluar istananya, ia tidak lantas melupakan Raja yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat kepadanya. Ia terus berusaha supaya bisa tetap menjalin hubungan dengan sang paduka Raja. Berbagai sarana ia manfaatkan, mulai dari surat menyurat (hari gini ya SMS an…), memberikan upeti dari hasil buminya dan hadiah-hadiah lain yang bisa ia berikan sebagai bentuk terima kasih kepada sang Raja. Semua itu ia lakukan dengan harapan sang Raja tetap ingat kepadanya dan menjaga keselamatannya.
Sholat merupakan sarana komunikasi seorang hamba dengan Allah SWT, yang dilakukan secara “empat mata”. Hamba tersebut menyaksikan Allah SWT dihadapannya dan Allah SWT melihat hambanya sedang menghadap kepada Nya. Dalam keadaan seperti ini seorang hamba seharusnya bertaubat, berdo’a dan memohon segala yang diinginkannya.
semoga ibadah kita senantiasa mencapai derajat ibadah khusyu', sehingga bisa diterima dan diridhoi Nya.

RAHASIA SHALAT

الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلاة ومما رزقنهم ينفقون البقرة:4

Tiga hal utama yang harus dilakukan hamba Allah SWT ketika menjadi orang Islam, yaitu beriman (Syahadat), menyembah (shalat), beramal (Shadaqah). Iman kepada Allah SWT sebagai asas pokok setiap agama, sedangkan Tauhid Ilahi menjadi inti ajaran Islam. Keimanan dapat diwujudkan menjadi sebuah keyakinan dalam hati setiap hamba jika dimanifestasikan dalam bentuk amal ibadah. Shalat sebagai salah satu sarana yang utama untuk mewujudkan keimanan menjadi suatu keyakinan yang nyata akan wujud Allah SWT. Karena itulah shalat harus diamalkan secara rohani dan jasmani, hal ini dimaksudkan sebagai,

a. Bentuk rasa syukur yang ditunjukan ruh dan tubuh, atas nikmat yang diberikan
b. Permohonan pertolongan, kareana ruh dan tubuh juga memilki kelemahan
c. Pengaruh ruh terhadap tubuh, hati senang wajah akan berseri
d. Sebagai teladan bagi lingkungan, memberi tarbiyat bagi yang melihat
Shalat harus kita amalkan sesuai makna yang terkandung didalamnya. Perintah mengerjakan shalat fardhu adalah ويقيمون الصلاة yang memiliki makna sebagai berikut,
1. Dawam, الذين هم على صلاتهم دآئمون [Al Ma’arij: 23]
Mengerjakan shalat harus secara dawam tanpa sekalipun ditinggalkan. Shalat yang kadang-kadang ditinggalkan, bukanlah shalat namanya menurut Islam. Karena shalat bukanlah amal yang tergantung olerh masa, bahkan baru dianggap amal yang sempurna jika shalat dikerjakan sejak pertama taubat atau diwaktu baligh sampai meninggal dunia tidak ditinggalkan sekalipun.
Orang-orang yang biasa meninggalkan shalat dimasa itu, semua shalatnya tidak akan diterima. Jadi kewajiban seorang muslim ialah apabila ia telah baligh atau taubat, maka dari saat itu hingga meninggal janganlah meninggalkan shalat, karena shalat adalah pengganti ziarah kepada Allah SWT. Dan barang siapa enggan bertemu dengan yang dicintainya, berarti dia menyatakan sendiri bahwa cintanya bohong.
2. Khusyu’, الذين هم فى صلاتهم خاشعون [Al Mu’minun: 3]
Dalam mengerjakan shalat harus sempurna, yaitu sesuai dengan syarat-syaratnya yang zahir dan peraturan syang sudah ditetapkan. Contohnya ketika sedang sehat dan ada air, maka dia harus mengambil air wudhu baru shalat, dan wudhunya juga harus dikerjakan sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan syari’at. Shalatpun harus dikerjakan dalam waktu yang tepat, gerakan sholat harus tuma’ninah, do’a-do’a dan ayat-ayatnya dibaca dengan sebaik-baiknya sesuai tempatnya. Ringkasnya semua syarat dan rukun shalat dekerjakan dengan setertib-tertibnya.
Disini juga harus diperhatikan walaupun menurut syariat, shalat harus dikerjakan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, tetapi bukan berarti jika terpaksa syarat-syaratnya tidak lengkap lantas shalat boleh ditinggalkan. Bagaimanapun juga shalat harus didahulukan daripada syarat-syaratnya. Apabila tidak ada kain yang bersih boleh memakai kain yang kotor. Apalagi hanya sekedar ragu-ragu apakah kain bersih atau tidak karena anak-anaknya, atau ketika dalam perjalanan tidak mungkin ada kebersihan seratus persen lantas meninggalkan shalat, semua ini adalah was-was syaitan.
“Allah Ta’ala tidak memberatkan seseoarang melebihi kemampuannya” [Al Baqarah: 286]. Perintah Allah SWT adalah selama syarat-syarat masih bisa disempurnakan, meninggalkannya adalah dosa. Tatapi apabila syarat-syarat tidak mungkin bisa disempurnakan, lalu meninggalkan shalat adalah dosa. Ini semua adalah halangan, jadi harus berhati-hati benar.
3. Memelihara, Menegakkan, والذين هم على صلوتهم يحافظون [Al Mu’minun: 9]
Terkadang shalat terganggu karena pengaruh dirinya atau lingkungan sekitar yang membelokkan perhatiannya dari shalat kepada pikiran yang lain. Sudah menjadi tabiat manusia, pikiran berubah-ubah jika ada yang mempengaruhinya.
Pengaruh ini timbul bisa karena tekanan kesedihan, kegembiraan atau kondisi lain yang menyebabkan pikirannya melayang dari satu hal ke hal lain yang amat berbeda keadaannya. Suara, gerak-gerik orang, bau busuk atau harum, tempat dia shalat atau hal-hal lain semacam ini dapat memalingkan perhatiannya. Apabila ia tidak dapat mengendalikan pikiran, maka hal ini aka sangat menyusahkannya sehingga ia lupa bacaan dan gerakan shalatnya. Oleh karena itu kita harus berusaha dan jangan sampai putus asa jika keadaan ini masih sering kita alami dalam shalat. Kita harus meningkatkan kesempuranaan sholat agar memperoleh kemajuan. Jika kita berkorban berjuang sekuat tenaga supaya pikiran tidak melayang kian kemari dalam shalat, yaitu mengerjakannya dengan penuh perhatian, maka Allah SWT tidak akan mensia-siakan shalat kita. Bahkan akan menerimanya dan memandang orang yang selalu menegakkan shalat itu akan masuk dalam golongan orang-orang mutaqi.
4. Menganjurkan, Mengajak, وامر اهلك بالصلوة واصطبر عليها [Thaha: 133]
Biasanya suatu pekerjaan terus dilaksanakan jika dibiasakan dalam kalangan orang banyak dan menggerakan orang-orang supaya terus mengerjakannya. Jadi Yuqimunasshalat bukan hanya dirinya sendiri yang mengerjakan tetapi menganjurkan, mengajak, memberi nasihat dan pengertian kepada orang lain supaya ikut mengerjakannya.
5. Berjamaah, واذا كنت فيهم فأقمت لهم الصلوة [An Nisa: 103]
Shalat berjamaah pada saat sekarang sudah banyak ditinggalkan, inilah yang menjadi salah satu sebab besar terjadinya perpecahan, persengketaan dalam kalangan kaum muslim. Sebenarnya begitu banyak berkat yang Allah Ta’ala sediakan untuk ibadah ini, baik untuk pribadi atau untuk bersama. Dalam Al Qur an sendiri, perintah shalat adalah dengan berjamaah, kecuali ada halangan yang tidak bisa dihindari. Jadi shalat berjamaah adalah salah satu tiang agama yang begitu penting.
Seseorang yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa uzur karena sakit atau safar, lupa atau tidak ada teman, maka shalatnya batal dan dianggap meninggalkan shalat.
Dalam Al Qur an karim dimana saja ada perintah shalat senantiasa perintah itu dengan perkataan Aqimusshalata “kamu (kalian) tegakkanlah shalat”Sekali-kali tidak pernah dengan perkataan sholu “sembahyanglam kamu (kau).
Hal ini merukan keterangan yang sudah sangat jelas bahwa, shalat fardhu wajib dikerjakan dengan berjamaah dan boleh tidak berjamaah jika ada halangan yang tidak dapat dihindari. Seperti halnya orang boleh shalat sambil duduk jika tidak kuat berdiri, tetapi akan berdosa jika ia kuat berdiri shalat sambil duduk, demikian pulalah akan berdosa orang yang tidak shalat berjamaah padahal ada kelonggaran. Banyak orang karena kelalaiannya tidak mengerjakan shalat berjamaah, sehingga terhalang pahala yang sangat besar.
6. Sigap, Semangat, فويل للمصلينلا الذين هم عن صلاتهم ساهون [Al Maun: 5-6]
Dalam mengerjakan shalat harus dengan kesigapan, penuh perhatian, tidak boleh lalai dan bermalas-malasan. Sebagaimana Allah SWT melarang umat Islam melaksanakan shalat jika dalam keadaan malas ولا يأتون الصلوة الا وهم كسلى “Dan janganlah kamu mendekati shalat jika dalam keadaan malas”[At Taubat:54]. Inilah sebabnya Rosulullah SAW memerintahkan mengerjakan shalat dengan tidak bersandar, meletak tangan (lengan) kelantai waktu sujud, sebaliknya Rosulullah SAW menyuruh meratakan punggung waktu ruku’, meluruskan kaki waktu tegak atau ruku’, membagi berat badan keatas kaki, lutut, tapak tangan dan kening sambil merenggangkan pinggang dan perut dari paha dan menegakkan anak jari kaki sambil menghadapkannya kekiblat diwaktu sujud. Jika semua ini dilakukan dengan benar akan menimbulkan sikap siap, sigap dan perhatian sehingga menghilangkan kantuk dan kemalasan. Inilah sebabnyasebelum shalat juga diperintahkan mengambil air wudhu, supaya kepala serta anggota badan yang lainnya merasa sejuk dan dingin yang akan menimbulkan kesigapan dan kebulatan fikiran yang fokus pada shalat.
Ketika mengerjakan shalat harus dalam keadaan sadar, dan mengerti apa yang kita kerjakan dan ucapkan. Seperti diperintahkan dalam Al Qur an: يايها الذين امنوا لا تقربو الصلوة وانتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون “Hai orang-ortang yang beriman, janganlah kamu mendekati shalat disaat kamu mabuk, sehingga kamu tidak mengetahui apa yang kamu ucapkan”. [An Nisa:43]. Tetapi bukan berarti bahwa ketika sedang tidak sadar lantas tidak boleh shalat, justru hindarkanlah keadaan ini ketika akan shalat. inilah sebabnya mengapa diserukan adzan untuk memanggil umat muslim shalat yang dimaksudkan supaya orang meninggalkan kesibukannya dan mempersiapkan dirinya untuk shalat. Dan melaksanakan shalat sunat, serta berzikir dimasjid sambil menunggu shalat berjamaah.
Jika semua ini diamalkan maka lenyaplah kemalasan zahir dan batin. Dengan persiapan sebelum shalat, yaitu dengan meninggalkan pekerjaannya, mengambil air wudhu, kemudian berangkat ke masjid lalu shalat sunat, berzikir, maka ketika melaksanakan shalat fardhu berjamaah akan lebih fojkus dan penuh perhatian.
Supaya lebih focus dalam shalat, Rosulullah SAW melarang hambanya shalat jika sedang ada hajat buang air kecil atau air besar. Begitu pula ada sabda beliau SAW, “Apabila makan malam sudah dihidangkan dan waktu Isya telah tiba, maka makanlan dulu”. Disini diisyarahkan bahwa dengan terhidangnya makanan, pikiran akan tertuju pada makanan, oleh karena itu lebih baik makan dulu baru shalat.
Allah SWT memperingatkan orang-orang mukmin supaya tidak shalat dalam kondisi “malas” [At Taubat: 54], dan “lalai” [Al Ma’un: 5], akan tetapi harus selalu “menjaga” [Al Mu’minun: 10] sholatnya sehingga mampu mencapai derajat “khusyu’” dan menjadi orang-orang mukmin yang memperoleh “keberhasilan” [Al Mu’minun: 2].

HIKMAH IBADAH



وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالاِْنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku"
[Adz Dzariyat 51: 57]


A. Arti Ibadah

Ibadah berarti merendahkan diri, penyerahan diri, ketaatan dan berbakti sepenuhnya.

Jadi ibadah kepada Allah SWT berarti, menerima kesan dari sifat-sifat Ilahi dan meresapkan serta mencerminkan sifat-sifat itu dalam dirinya sebagai bentuk pernyataan iman kepada tauhid Ilahi yang diwujudkan dalam perbuatan dengan keitaatan dan pengkhidmatan.

B. Mengapa diperintahkan Ibadah

1. Kehendak Tuhan, Allah SWT menciptakan manusia dengan kewenangan Nya supaya manusia dapat mengenal Penciptanya. Tetapi karena Dzat Allah SWT merupakan wujud yang ghaib, tersembunyi dari yang tersembunyi dan tidak kelihatan oleh mata manusia, maka manusia dapat mengenal Nya dari sifat-sifat Nya. Setelah manusia mengenal melalui sifat-sifat nya, timbulah dorongan untuk beribadah kepada Nya.
2. Tujuan hidup manusia, Manusia diciptakan bukanlah untuk kesia-siaan, tetapi memiliki tujuan hidup yang harus diraih. Tetapi karena manusia memiliki sifat yang bermacam-macam, pengetahuan yang dangkal dan kemampuan terbatas, mereka menentukan berbagai tujuan hidup yang bersifat duniawi dan sia-sia. Padahal hanya Allah SWT yang berwenang menentukan tujuan hidup manusia, yaitu beribadah menyembah Allah SWT dan hal ini harus dijadikan sebagai jalan hidup.
3. Jasmani dan Rohani, ibadah yang sempurna yaitu meniru sifat-sifat Allah dan merendahkan diri serendah-rendahnya baik secara lahir maupun batin. Cara-cara ibadah secara lahir ditetapkan semata-mata untuk merubah perasaan kalbu dan memusatkan perasaan manusia, sebagaimana wadah yang didalamnya akan dituangkan susu makrifat atau kulit yang didalamnya isi ibadah, juga sebagai ungkapan rasa syukur, karena karunia Tuhan melingkupi badan dan ruh, memberi pengaruh dan menjadi teladan bagi orang yang melihat
4. Mensegerakannya, بَادِرُوْا بِِالاَْعْمَالِ سَبْعًا هَلْ تَنْظَِرُوْنَ اِلاَّ فَقْرًا مَنْسِيًا اَوْ غِنًى مُطْغِيًا اَوْ مَرَضًا مُفْسِدًا اَوْ هَدْمًا مُفْنِدًا اَوْ مََوْتًا مُجْهِزًا اَوْ الدَّجَالَ. فَشَرُغَاِئبٍ يُنْتَظَرُ. اَوْ السَّاعَةَ فَالسَّاعَةُ اَدْهى وَاَمَرُْ “Segeralah kamu berbuat baik sebelum datang tujuh perkara, tiada yang kamu tunggu kecuali kemelaratan yang melalaikan dirimu, atau kekayaan yang mengakibatkan kamu besar kepala, atau sakit yang membinasakan, atau lanjut usia yang menjadikan pikun, atau mati yang menghabisi riwayat, atau dajjal, atau hari kiamat, justru hari Kiamat itu lebih berat dan sangat sulit” [HR Turmudzi].
5. Memenuhi aspek, اياك نعبد “Hanya kepada Engkau kami menyembah”, واياك نستعين “dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan”, اهدنا الصراط المستقيم “tunjukilah kami jalan yang lurus”

C. Hikmah Ibadah

1. Tidak Syirik, وَاسْجُدُوْا ِللهِ الَّذِىْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ “..dan melainkan bersujudlah kepada Allah, yang telah menciptakan mereka, jika benar-benar hanya kepada Nya kamu menyembah (beribadah)” [Ha Mim As Sajdah 41:38]. Seorang hamba yang sudah berketapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli Nya dan dapat dijadikan tempat bernaung.
2. Memiliki ketakwaan, ياَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِىْ خَلَقَكُمْ وَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ “Hai manusia, sembahlah Tuhan mu yang telah menjadikan kamu dan juga orang-orang sebelummu supaya kamu bertakwa” [Al Baqarah 2:22]. Ada dua hal yang melandasi manusia menjadi bertakwa, yaitu karena cinta atau karena takut. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankan kewajiban.

3. Terhindar dari kemaksiatan, ...ان الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر.. “Sesungguhnya shalat mencegah orang dari kekejian dan kejahatan yang nyata” [Al Ankabut 29:46]. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.

4. Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang-orang dalam kondisi ini.

5. Tidak kikir, وَاتَى الْمَالَ عَلى حُبِّه ذَوِى الْقُرْبى وَالْيَتمى وَالْمَسكِيْنَ وَابْنِ السَّبِيْلِِلا وَالسَّائِلِيْنَ وَ فِى الّرِقَابِج “dan karena cinta kepada Nya memberikan harta benda kepada ahli kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan kaum musafir, dan mereka yang meminta sedekah dan untuk memerdekakan sahaya”. [Al Baqarah 2:178]. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

6. Merasakan keberadaan Allah SWT, اَلَّذِى يَرَاكَ حِيْنَ تَقُوْمُ وَتَقَلُّبَكَ فِى السَّاجِدِيْنَ “Yang Dia melihatmu sewaktu kamu berdiri (shalat) dan bolak balik dalam sujud” Ketika seorang hamba beribadah, Allah SWT benar-benar berada berada dihadapannya, maka harus dapat merasakan/melihat kehadiran Nya atau setidaknya dia tahu bahwa Allah SWT sedang memperhatikannya.

7. Meraih martabat liqa Illah, .....يَدُ اللهِ فَوْقَ اَيْدِهِمْج “Tangan Allah ada diatas tangan mereka” [Al Fath 48:11]. Dengan ibadah seorang hamba meleburkan diri dalam sifat-sifat Allah SWT, menghanguskan seluruh hawa nafsunya dan lahir kembali dalam kehidupan baru yang dipenuhi ilham Ilahi. Dalam martabat ini manusia memiliki pertautan dengan Tuhan yaitu ketika manusia seolah-olah dapat melihat Tuhan dengan mata kepalanya sendiri. Sehingga segala inderanya memiliki kemampuan batin yang sangat kuat memancarkan daya tarik kehidupan suci. Dalam martabat ini Allah SWT menjadi mata manusia yang dengan itu ia melihat, menjadi lidahnya yang dengan itu ia bertutur kata, menjadi tangannya yang dengan itu ia memegang, menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi kakinya yang dengan itu ia melangkah.
8. Terkabul Do’a-do’anya, اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِلا فَلْيَسْتَجِيْبُوْالِى وَالْيُؤْمِنُوْا بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ “Aku mengabulkan do’a orang yang memohon apabila ia mendo’a kepada Ku. Maka hendaklah mereka menyambut seruan Ku dan beriman kepada Ku supaya mereka mengikuti jalan yang benar” [Al Baqarah 2:187]. Hamba yang didengar dan dikabulkan do’a-do’anya hanyalah mereka yang dekat dengan Nya melalui ibadah untuk selalu menyeru kepada Nya.

9. Banyak saudara, وَاْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاط..... Ibadah selayaknya dikerjakan secara berjamaah, karena setiap individu pasti memerlukan individu yang lain dan ibadah yang dikerjakan secara berjamaah memiliki derajat yang lebih tinggi dari berbagai seginya terutama terciptanya jalinan tali silaturahim. Dampak dari ibadah tidak hanya untuk individu tetapi untuk kemajuan semua manusia, jangan pernah putus asa untuk mengajak orang lain untuk beribadah, karena ia sedang memperluas lingkungan ibadah dan memperpanjang masanya.

10. Memiliki kejujuran, فَِاَذا قَضَْيتُمُ الصَّلواةََ فَاذْكُرُوْا اللهَ قِيَمًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلى جُنُوْبِكُمْج ... “Dan apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat, maka ingat lah kepada Allah sambil berdiri, sambil duduk dan sambil berbaring atas rusuk kamu”. [An Nisa 4:104]. Ibadah berarti berdzikir (ingat) kepada Allah SWT, hamba yang menjalankan ibadah berarti ia selalu ingat Allah SWT dan merasa bahwa Allah SWT selalu mengawasinya sehingga tidak ada kesempatan untuk berbohong. اِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى اِلَى اْلبِرَّ وَاِنَّ اْلبِرَّ يَهْدِىْ اِلَى اْلجَنَّةِ... “Kejujuran mengantarkan orang kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan orang ke surga” [HR Bukhari & Muslim]

11. Berhati ikhlas, وَمَا اُمِرُوْا اِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الِدّيْنَلا حُنَفَاءَ.... “Dan mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada Nya dengan lurus”. [Al Bayyinah 98:6]. Allah SWT menilai amal ibadah hambanya dari apa yang diniatkan, lakukanlah dengan ikhlas dan berkwalitas. Jangan berlebihan karena Allah SWT tidak menyukainya. هَلََكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ, قَالَ ثَلاَثًا “Binasalah orang yang keterlaluan dalam beribadah, beliau ulang hingga tiga kali”. [HR Muslim]

12. Memiliki kedisiplinan, Ibadah harus dilakukan dengan دائمون “dawam” (rutin dan teratur), خاشعون “khusyu’” (sempurna), يحافظون terjaga dan semangat.

13. Sehat jasmani dan rohani, hamba yang beribadah menjadikan gerakan shalat sebagai senamnya, puasa menjadi sarana diet yang sehat, membaca Al Qur an sebagai sarana terapi kesehatan mata dan jiwa. Insya Allah hamba yang tekun dalam ibadah dikaruniakan kesehatan.

Hikmah Dalam Pelaksanaan Ibadah Haji



Ibadah haji adalah merupakan Rukun Islam yang kelima dan dikatakan juga sebagai rukun yang terakhir. Diantara kelima rukun tersebut, ibadah haji ini agak luar biasa sedikit. Ia dikatakan semikian kerana untuk melakukannya seseorang itu mesti berkunjung ke Mekah Al Mukarramah di Arab Saudi. Disamping itu ia dikerjakan cuma sekali setahun yaitu pada bulan haji (Zulhijjah) dan diwajibkan kepada umat Islam yang mampu sekali seumur hidup. Kewajiban atas umat Islam untuk mengerjakan haji ini adalah berdasarkan firman Allah :

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajipan haji maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari alam semesta." (Ali Imran 97)

Allah menjanjikan bahwa orang yang mengerjakan haji akan dapat menyaksikan keuntungan-keuntungan, Di antara hikmah-hikmah haji ialah:
1. Menjadi  tetamu Allah- Kaabah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'. Walau bagaimana pun haruslah dipahami bahwa bukanlah Allah itu bertempat atau tinggal disitu. Sesungguhnya Allah itu ada dimana mana. Ia dikatakan sebagai 'Rumah Allah' kerana mengambil apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. oleh yang demikian orang yang mengerjakan haji adalah merupakan tetamu istimewa Allah. Dan sudah menjadi kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang istimewa dari tuan rumah. Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan orang yang mengerjakan umrah adalah tetamu Allah Azza wa jalla dan para pengunjung-Nya. Jika mereka meminta kepada-Nya niscaya diberi-Nya. Jika mereka meminta ampun niscaya diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat niscaya mereka diberi syafaat." (Ibnu Majah)
2. Mendapat tarbiyah langsung daripada Allah - Di kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka mengatakan bahwa Ibadah Haji adalah puncak ujian dari Allah s.w.t. Ini disebabkan jumlah orang yang sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah terlalu ramai hingga menjangkau angka jutaan orang. Rasulullah bersabda: "Bahwa Allah Azza wa jalla telah menjanjikan akan 'Rumah' ini, akan berhaji kepadanya tiap-tiap tahun enam ratus ribu. Jika kurang nescaya dicukupkan mereka oleh Allah dari para malaikat." Sabda Rasulullah laga, "Dari umrah pertama hingga umrah yang kedua menjadi penebus dosa yang terjadi diantara keduanya,sedangkan haji yang mabrur (haji yang terima) itu tidak ada balasannya kecuali syurga." (Bukhari dan Muslim)
3. Membersihkan dosa - Mengerjakan Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat dan meminta ampun kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan ibadah haji itu merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat. Malah ibadah haji itu sendiri jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri dengan perbuatan-perbuatan keji maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya sehingga ia suci bersih seperti baru lahir ke dunia ini. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan Ibadah Haji ke Baitullah dengan tidak mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat fasik, dia akan kembali ke negerinya dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat bayi baru lahir daripada perut ibunya." (Bukhari Muslim)

4. Memperteguh keimanan - Ibadah Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh pelosok dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran tentang kebenaran Al-Quran yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata. Firman -Nya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13) "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22)
5. I’tibar peristiwa orang-orang soleh - Tanah suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan banyak rentetan peristiwa-peristiwa bersejarah. Diantaranya sejarah nabi-nabi dan rasul, para sahabat Rasulullah,para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus soleh yang mengiringi mereka. Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil iktibar atau pengajaran untuk membangun jiwa seseorang. Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku itu laksana bintang-bintang dilangit, jika kamu mengikut sahabat-sahabatku niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara peristiwa yang terjadi ialah:
Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di Padang Arafah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah.
Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagi menurut perintah Allah.

Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Kaabah.
Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin.

Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.
6. Merasa bayangan Padang Mahsyar - Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah melihat dan mengikuti perkumpulan ratusan ribu manusia yang keadaannya tiada berbeda. Itu semua dapat dirasai ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di Padang Arafah menghilangkan status dan perbedaan hidup manusia sehingga tidak dapat kenal siapa kaya, hartawan, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua mereka sama dengan memakai pakaian seledang kain putih tanpa jahit. Firman Allah s.w.t: "Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang paling taqwa." (Al-Hujurat-13)
7. Syiar perpaduan umat Islam - Ibadah Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat Islam. Ini kerana mereka yang pergi ke Tanah Suci Makkah itu hanya mempunyai satu tujuan dan matlamat iaitu menunaikan perintah Allah atau kewajipan Rukun Islam yang kelima. Dalam memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan perbuatan yang sama,memakai pakaian yang sama, mengikut tertib yang sama malah boleh dikatakan semuanya sama. Ini menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan gambaran inilah yang semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam apabila mereka kembali ke negara asal masing-masing.

Gambar : google.com