Jumat, 20 Mei 2011

Mengembalikan Keindahan Islam dengan Berjamaah di Masjid

Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang berbahagia

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, dengan menjadikan setiap amal bernilai ibadah di sisi Allah. Kemudian dengan sekuat tenaga untuk meninggalkan larangan Allah. Menjadikan ketakwaan adalah sesuatu yang selalu dipersiapkan untuk menghadapi kematian.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam".

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Dari ketinggian nilai syariat islam adalah disyariatkannya berbagai macam ibadah yang dikerjakan secara bersama-sama dan berjamaah. Seperti halnya juga dianjurkan untuk melakukan musyawarah dalam memecahkan permasalahan keluarga, masyarakat dan negara. Maka akan banyak manfaat yang dapat diraih. Kemudian akan nampaklah keagungan dan kemuliaan nilai syariat islam. Sebagai perwujudan yang luas dari perintah Allah:

يا أيُّهَا الذين آمنُوا اركعُوا واسْجُدُوا واعْبُدُوا ربَّكم وافعَلوا الخيْر لعلَّكم تُفلِحُون وجَاهدوا في الله حقَّ جهادِهِ

"Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya".

Ketika seorang mukmin berdiri sholat dan bermunajat kepada Allah, tidaklah ibadah yang sedang ia laksanakan itu terlepas begitu saja dari saudaranya sesama orang beriman, akan tetapi ada hubungan yang erat antara dia dengan saudaranya. Hal ini dapat dilihat ketika seorang sedang sholat, maka ketika ia membaca ayat:

إيَّاك نعبُدُ وإيَّاك نسْتعِين اهْدِنَا الصراطَ المُسْتقيمَ صِراطَ الذينَ أنْعمْتَ عليهم غيْرِ المَغضُوبِ عليهم ولا الضَّالِّين

"Kepadamulah kami menyembah dan kepada-Mu lah kami mohon pertolongan. Tunjukan kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang engkau beri nikmat, dan bukanlah jalan orang-orang yang engkau murkai dan orang-orang yang sesat".

Ada doa yang ia ucapkan bukan hanya untuk dirinya, melainkan ia bermohon dengan ungkapan kata "kami" yang menunjukkan kebersamaan untuk sauadara seiman.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Sesungguhnya sholat berjamaah adalah untuk menghapus sikap individu di dalam jiwa, dan menghancurkan sifat-sipat perpecahan. Maka di antara hikmah pentingnya melakukan sholat berjamaah adalah mempererat persaudaraan yang sudah terjalin.

Masjid merupakan tempat menghimpun masyarakat dalam sholat lima . Mereka duduk saling berdekatan, wajah saling bertatapan, tangan saling berjabatan, lisan saling menyapa dan hati saling berpautan. Saling bertemu dalam satu tujuan dan harapan.

Persatuan mana yang paling indah dan lebih dalam dari kesatuan orang yang sholat berjamaah. Sholat di belakang satu imam, sama-sama bermunajat kepada Tuhan yang satu, membaca kitab suci yang satu, dan menghadap ke qiblat yang satu "Ka'bah yang mulia" Mereka melakukan amal yang satu, rukuk dan sujud kepada Allah.

Kesatuan ini adalah merupakan wujud dari ruh islam yang bersumber dari firman Allah: إنّما المؤمنون إخوة "Sesungguhnya hanya orang beriman lah yang bersaudara".

Pemandangan mana yang lebih indah dari pemandangan di masjid Rosulullah di Madinah ketika Rosullullah masih hidup sampai masa sekarang ini. Masjid nabawi telah menghimpun berbagai macam jenis manusia yang berbeda-beda, antara hitam dan putih, asia dan afrika semua terhimpun dalam sholat berjamaah. Pada masa Rosulullah ada Shuhaib dari Romawi, ada salman dari negeri Persia, ada bilal dari negeri Habasyah. Kabilah-kabilah arab yang berbeda-beda seperti kabilah qohtan yaitu kaum anshor dan kabilah adnan seperti kaum muhajirin disatukan bersama.

Kaum Muslimin Jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah.

Hikmah kedua dari sholat berjamaah adalah terciptanya persamaan. Persamaan mana yang lebih jelas dari persamaan yang dapat dilihat dari shof sholat berjamaah. Pejabat di samping rakyat, orang kaya di samping si miskin, seorang guru di samping murid, direktur di sebalah bawahannya, pedagang di samping saudagar. Namun semua sama di hadapan Allah. Siapa yang datang terlebih dahulu ia lebih berhak untuk mengisi shof pertama sholat, apapun statusnya.

Sesungguhnya sholat berjamaah di masjid memiliki banyak kemuliaan dan keutamaan yang disampaikan oleh Rosulullah SAW. Pada zaman Rosulullah dan salafusholeh sholat berjamaah merupakan suatu hal yang menjadi ciri has mereka. Namun ketika zaman semakin jauh, maka yang terjadi semakin memudarlah kebiasaan itu.

Sebuah keutamaan yang pernah digambarkan oleh Rosulullah saw adalah bahwa orang yang hatinya terpaut selalu dengan masjid akan mendapat naungan di bawah naungan Alah pada hari akherat kelak. Imam Bukhori dan Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadist yang berbunyi:

عن أبي هريرة قال عن النبي : " سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله : الإمام العادل ، وشاب نشأ في عبادة ربه ، ورجل قلبه معلَّق في المساجد

"Tujuh golongan yang akan mendapat naungan di bawah naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, di antaranya: Imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah dan orang yang hatinya terpaut dengan masjid"

Imam Nawawi menjelaskan maksud dari orang yang hatinya terpaut dengan masjid adalah orang yang sangat cinta dengan masjid dan selalu berupaya untuk sholat di dalamnya.

Keutamaan lain yang disampaikan oleh Rosulullah adalah keutamaan berjalan menuju masjid untuk melaksanaakan sholat berjamaah. Karena perjalanaan ini akan ditulis setiap langkahnya adalah kebaikan sebagai mana hadist dari Rosulullah:

. فعن جابر بن عبدالله رضي الله عنهما قال : أراد بنوسَلمة أن يتحوّلوا إلى قرب المسجد ، فبلغ ذلك النبي فقال : " يا بني سلمة ! دياركم تكتب آثاركم

"Dari Jabir bin Abdullah Ra ia berkata, Bani salamah ingin pindah ke dekat masjid, maka sampailah berita itu kepada Rosulullah saw, kemudian Rosulullah bersabda: Wahai bani salamah, tempat tinggal kalian menulis setiap langkah kalian".

Ditulisnya kebaikan setiap langkah ini bukan hanya dalm perjalanan pergi menuju masjid saja akan tetapi perjalanan pulangpun ditulis kebaikan yang serupa, sebagaimana hadist lain yang diceritakan oleh sahabat rosulullah, Ubai bin Ka'ab:

عن أبي بن كعب في قصة رجل من الأنصار الذي كان لا تخطئه الصلاة مع الجماعة ، ولا كان يرغب في أن يكون بيته بجوار المسجد ، أنه قال للنبي : " ما يسرّني أن منزلي إلى جنب المسجد ، إني أريد أن يكتب لي ممشاي إلى المسجد ورجوعي إذا رجعت إلى أهلي " . فقال رسول الله : " جمع الله لك ذلك كله"

Dari Ubai bin Ka'ab menceritakan seorang dari Anshor yang tidak pernah ketinggalan sholat berjamaah, dan tidak ingin rumahnya berada di samping masjid. Ia berkata kepada nabi: "Tidaklah membahagiakan ku jika rumahku berada di samping masjid, aku menginginkan agar ditulis untuk kebaikan perjalananku menuju masjid dan pulangku ke keluargaku." Maka nabi SAW bersabada: "Semoga Allah mengumpulkan semua itu untukmu.

Itulah gambaran dari semangatnya para sahabat dalam meraih prestasi kebaikan di sisi Allah.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Keutamaan berjalan menuju masjid yang lain adalah dihapuskan dosa dan diangkat derat di sisi Allah. Rosulullah bersabda:

أبوهريرة أن رسول الله قال : " ألا أدلكم على ما يمحوا الله به الخطايا ويرفع به الدرجات؟". قالوا : " بلى ، يا رسـول الله " . قال : إسباغ الوضوء على المكاره، وكثـرة الخطا إلى المسـاجد ، وانتظار الصلاة بعد الصلاة ، فذلكم الرباط".

Dari Abu Hurairoh ra. Sesungguhnya Rosulullah bersabda: “Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus kesalahan dan meninggikan derajat”, mereka menjawab: “Mau ya Rasulullah?”. “Berwudhu pada saat yang tidak menyenangkan (saat dingin dan sakit) dan memperbanyak langkah ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, itulah jihad, itulah jihad “ (HR.Muslim).

Imam Adu Dawud dalam kitab Aunul Ma'bud menyebutkan bahwa melaksanakan sholat secara berjamaah sebanding dengan pahala haji. Sebagaiamana hadist dari Rosulullah:

عن أبي أمامة قال : قال رسول الله : " من خرج من بيته متطهراً إلى صلاة مكتوبة فأجره كأجر الحاج المحرم " . وقال زين العرب في شرح قوله: " كأجر الحاج المحرم " أي كامل أجره

Dari Abu Umamah ra, Rosulullah saw bersabda: "Siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk menunaikan sholat wajib maka bagi nyaganjaran seperti ganjaran orang yang berihram untuk haji".

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Pergi menuju masjid untuk sholat berjamaah dan pulang kembali ke rumah, ternyata dihitung sepert dalam kondisi sholat. Hal ini sampaikan Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitab shohihnya, ia meriwayatkan dari Abu Hurairoh ra, Nabi SAW bersabda:

فقد روى الإمام ابن خزيمة في صحيحه عن أبي هريرة قال : قال أبو القاسم : " إذا توضأ أحدكم في بيته ، ثم أتى المسجد ، كان في صلاة حتى يرجع ( رقم الحديث 439 ، 1/226 ـ 227 ) . وصححه الألباني انظر صحيح الترغيب والترهيب 1/190 – 191 )

"Apabila salah seorang dari kalian berwudhu dirumahnya kemudian datang ke masjid, maka ia dalam kondisi sholat sampai ia pulang kembali ke rumahnya. (Dishohihkan oleh Imam Al-Bani)

Nabi SAW memberi kabar gembira kepada orang-orang yang pada waktu keadaaan yang gelap menuju masjid maka ia akan mendapatkan cara yang sempurna pada hari kiamat kelak. Sebagaimana sabdanya:

عن سهل بن سعد الساعدي قال: قال رسول الله : " لِيبْشر المشاؤون في الظلم إلى المساجد بنور تام يوم القيامة

Dari Sahal bin Sa'ad As-Saidi, Rosulullah bersabda: "Sungguh mendapat kabar gembira bagi orang yang melangkah ke Masjid pada waktu gelap dengan Cahaya pada hari kiamat. (HR. Ibnu Majah, dishohihkan oleh Imam Al-bani)

Pemberian sifat cahaya ini pada hari kiamat menurut imam At-Thibi adalah pemberian cahaya pada wajah orang beriman, sebagai mana firman Allah:

نورهم يسعى بين أيديهم وبأيمانهم يقولون ربنا أتمم لنا نورنا

Artinya: "Cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami. (QS. At-Tahrim : 8)

Nabi saw pun pernah menyatakan bahwa orang-orang suka sholat berjamaah adalah ia merupakan tamu Allah.

عن سلمان عن النبي قال: " من توضأ في بيته فأحسن الوضوء ثم أتى المسجد فهو زائر الله ، وحق على المزور أن يكرم الزائر " رواه الطبراني في الكبير وأحد إسناديه رجاله رجال الصحيح

Dari Salman, Rosulullah bersabda: "Barang siapa yang berwudhu dari rumahnya dengan wudhu yang sempurna, kemudian datang masjid, amak ia adalah tamu Allah, dan merupakan Hak bagi yang dikunjungi untuk memuliakan tamu yang datang." (HR. Thobroni)

Kemuliaan yang tinggi ini menunjukkan bahwa raja langit dan bumi memuliakan seorang tersebut karena ia mendatangi rumah-Nya di bumi.

Keutamaan sholat berjamaah sangatlah banyak, sehingga sangat banyak pula hadist yang disampaikan oleh Rosulullah, bahkan Rosulullah juga mengatakan bahwa Allah takjub kepada sholat yang dilakukan secara berjamaah. Alangkah indahnya melakukan sebuah amalan yang itu membuat bangga Pencipta langit dan bumi.

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : سـمعت رسول الله يقول : " إنّ الله ليعجب من الصلاة في الجميع". ما أسعد من عمل عملاً يعجب منه خالقه رب السموات والأرض سبحانه وتعالى (سلسلة الأحاديث الصحيحة للشيخ الألباني ، رقم الحديث 1652 ، 4/210

Dari Abdullah bin Umar ra, ia berkata: Aku mendengar Rosulullah bersabda: "Sesungguhnya Allah SWT sangat takjub dengan sholat yang dilakukan dengan berjamaah" (Dishohihkan oleh Al-bani dalam Kitab Silsilah Shohihahnya)

Bahkan ganjarannya dilipat gandakan begitu jauh dengan sholat yang dilakukan sendirian dengan perbandingan 25 derajat.

فعن أبي سعيد الخدري أنه سمع النبي يقول : " صلاة الجماعة تفضل صلاة الفذ بخمس وعشرين درجة " (صحيح البخاري ، كتاب الأذان ، باب فضل صلاة الجماعة ، رقم الحديث 646 ، 2 / 131)

Dari Abu Said Al-Khudri ra, ia mendengar Rosulullah bersabda: "Sholat berjamaah lebih utama dari sholat sendirian dengan dua puluh lima derajat." (HR. Bukhori)

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah.

Saking pentingnya sholat berjamaah ini, Rosulullah sangat sering menganjurkan dan memperhatikan sahabat-sahabatnya bahkan dirinya sendiri untuk melaksanakannya dengan berjamaah. Baik itu dalam keadaan perang, ataupun dalam kondisi beliau yang sedang sakit.

Diceritakan oleh Abdullah bin Utbah bahwa ia datang kepada Aisyah lalu berkata: "Wahai Aisyah, ceritakanlah kepadaku tentang sakit Rosulullah? Aisyah menjawab: "Baiklah" lalu ia bercerita: "Sakit Rosulullah semakin parah" Kemudian Nabi bertanya: "Apakah manusia sudah sholat?" Kami menjawab: "Belum wahai nabi, mereka menungguhmu" Kemudian Nabi minta diambil satu mangkuk air, beliau mandi dan berwudhu, kemudian nabi bersiap berangkat, tiba-tiba ia jatuh pingsan, ketika sadar, nabi bertanya lagi, apakah manusia sudah sholat? Kami menjawab, belum ya Rosulullah. Nabi meminta diambilkan air lagi, kemudian kami membawakan air, nabi lalu berwudhu, ketika ingin berangkat, nabi pingsan lagi. Setelah sadar nabi kembali bertanya: "Apakah orang-orang sudah sholat?". "Kami menjawab: "Belum wahai Rosulullah, mereka masih duduk di masjid menunggumu." Kemudian Nabi meminta kembali diambilkan air, kemudian nabi berwudhu, ketika ingin berangkat, nabi jatuh pingsan lagi. Ketika telah sadar nabi kembali bertanya: "Apakah orang-orang di Masjid sudah sholat?". "Kami menjawab: "Belum wahai Baginda, mereka masih duduk di masjid untuk menunggumu sholat mengimami mereka."

Kemudian nabi mengirim seseorang untuk menyuruh Abu Bakar mengimami sholat isya itu, lalu sholatlah Abu bakar mengimami.

Dalam kondisi yang sakit yang sangat parah itu,Rosulullah tetap berupaya untuk sholat di masjid sampai beliau pingsan tiga kali. Begitu juga halnya dengan para sahabat dan tabi'in. Imam Zahabi berkata bahwa Sahabat Rosulullah Adi bin Hatim berkata: "Tidaklah masuk waktu sholat sejak aku masuk islam kecuali aku sudah dalam keadaan berwudhu". Said bin Musayyib seorang tabiin selalu menghadiri sholat berjamaah selama tiga puluh tahun, ia berkata: "Tidaklah aku mendengar azan, kecuali aku sudah berada di masjid." Imam Ibnu Saad berkata: "Aku tidak pernah ketinggalan sholat berjamaah selama empat puluh tahun".

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah

Islam memberikan keringan untuk tidak menghadiri sholat berjamaah dikarenakan sebab-sebab tertentu seperti sakit, atau kondisi susah dan hujan untuk mendatanginya. Namun bukan berarti para sahabat radhiallhhu anhum tidak mendatanginya. Namun dalam kondisi yang sakit tetap mendatangi masjid untuk melaksanakan sholat berjamaah.

Diceritakan oleh imam Ibnu Abi Syaibah bahwa Rabi' bin Khaitsam dalam keadaan sakit, ia dipapah oleh dua orang untuk sholat berjamaah di masjid. Lalu disampaikan kepadanya, bukankah ia diberikan kemudahan untuk tidak mendatangi sholat berjamaah. Ia menjawab: "Ya, benar, tapi aku mendengar suara muazin yang berkumandang: "Hayya 'alas sholah, hayya 'alas sholah", ia melanjutkan : "Maka siapa yang mendengarnya hendaklah ia mendatanginya walau dengan merangkak".

Bahkan Imam Ibnu Mubarok meriwayatkan bahwa Abu Abdur Rahman As-Salmi meminta orang-orang untuk membawanya ke masjid dalam keadaan berdebu, hujan dan sakit.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Begitu kisah-kisah para sahabat Rosulullah dan generasi setelahnya, yang tidak pernah mencari uzur dan alasan untuk tidak melaksanakan panggilan Allah, dan anjuran dari Rosulullah. Hal ini diperkuat lagi dengan kisah para pemimpin umat islam terdahulu, yang menjadi teladan umat, di tengah kesibukan mereka mengurus negara mereka tak pernah melupakan untuk mendatangi sholat secara berjamaah, bahkan mereka adalah orang-orang yang mengingatkan masyarakatnya untuk mendatangi sholat berjamaah, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh Umar bin Khattab, suatu ketika ia tidak mendapati beberapa orang menghadiri sholat berjamaah, maka ia menyuruh beberapa orang untuk mencari orang tersebut. Begitu juga yang dilakukan oleh Ali bin Abi Tholib, tatkala ia keluar dari rumahnya untuk sholat berjamaah, ia berteriak-teriak: "Sholat! Sholat!"

Kebiasaan islam yang baik ini masih tetap ada dan dilestarikan oleh pemimpin umat islam saat ini, di antaranya diceritakan oleh salah seorang juru bicara Hamas di Palestina bahwa Perdana Mentri Palestina Ismail Haniyah, ia begitu dicintai oleh rakyatnya, dan begitu dekat dengan rakyatnya, ia selalu mengimami sholat lima waktu di masjid, menjadi imam dan khotib pada waktu sholat jumat dan sholat ied. Ia berdiskusi dan mendengar pengaduan masyarakatnya setelah sholat berjamaah.

Kaum Muslimin Sidang Sholat Jumat yang dimuliakan Allah.

Di antara sebab-sebab yang membantu untuk menjaga sholat berjamaah adalah yang pertama: Berlaku jujur dengan Allah, adanya keinginan yang kuat dan jujur untuk melaksanakan sholat berjamaah. Allah berfirman:

فلو صَدَقُوا الله لكان خيراً لهم

"Kalau sekiranya mereka jujur itu adalah kebaikan buat mereka".

Sebab kedua adalah doa dan memohon kepada Allah untuk dimudahkan dalam melakukan ketaatan kepadanya dengan berupaya melakukan sholat secara berjamaah. Rosulullah pernah berpesan kepada Muadz bin Jabal untuk membaca setelah setiap sholat sebuah doa:

اللهم أعني على ذكرك ، وشكرك ، وحسن عبادتك

"Ya Allah bantulah aku untuk berzikir dan bersyukur padamu dan beribadah dengan baik kepadamu."

Semoga Allah SWT. Menjadikan kita hamba-Nya yang selalu dibukakan hati kita untuk selalu mendekat kepada-Nya dan menteladani Rosulullah, sahabatnya dan para tabi'in dalam semangat mereka beribada kepada Allah. Amiin ya robbal 'alamin.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بهدي سيد المرسلين. أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم

Oleh: H. Zulhamdi M. Saad, Lc

Mewujudkan Keberkahan Dalam Bermasyarakat

Hadirin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Dari mimbar khutbah jumat ini khatib mengajak kepada diri khatib dan jamaah sekalian untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman yang terus dilakukan dengan peningkatan amal sholeh. Karena derajat kemuliaan seorang hamba di sisi Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya. Allah berfirman:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

“Sesungguhnya orang yang paling bertakwa di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”.

Hadirin Jama'ah Jum'at yang dimuliakan Allah

Masyarakat yang berkah adalah masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan maksiat. Sebaliknya masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang rentan. Ibarat tubuh penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan bahkan tidak bisa diharapkan darinya kebaikan.

Keberkahan suatu masyarakat itu mempunyai syarat khusus yang telah dipatok oleh Al-Quran sehingga dengan mewujudkannya akan terwujudlah masyarakat yang mendapatkan keberkahan, sebagaimana firman Allah:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ .

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’rof: 96)

Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ini sebagaimana yang ditulisnya dalam tafsir zhilal, beliau mengatakan: “Berkah-berkah yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa secara tegas dan meyakinkan itu, bermacam-macam jenis dan ragamnya. Juga tidak diperinci dan tidak ditentukan batas-batanya oleh nash ayat itu. Isyarat yang diberikan nash Al-Quran itu menggambarkan limpahan yang turun dari semua tempat, bersumber dari semua lokasi, tanpa batas, tanpa perincian, dan tanpa penjelasan. Maka ia adalah berkah dengan segala macam warnanya, dengan segala gambaran dan bentuknya. Keberkahan yang dijanjikan kepada orang beriman dan bertakwa ialah bahwa keberberkahan itu kadang-kadang menyertai sesuatu yang jumlahnya sedikit, tetapi memberikan manfaat yang banyak serta diiringi dengan kebaikan, keamanan, kerelaan, dan kelapangan hati. Berapa banyak bangsa yang kaya dan kuat, tetapi hidup dalam penderitaan, tidak ada rasa aman, penuh goncangan dan krisis, bahkan menunggu kehancuran.”

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah

Ketika kehidupan berjalan secara sinergis antara unsur-unsur pendorong dan pengekangnya, dengan bekerja di bumi sambil memandang ke langit, terbebas dari hawa nafsu, menghambakan diri dan tunduk kepada Allah. Berjalan dengan baik menuju ke arah yang diredoin oleh Allah, maka sudah tentu kehidupan model ini akan diliputi dengan keberkahan, dipenuhi dengan kebaikan dan dinaungi dengan kebahagian.

Berkah yang diperoleh bersama iman dan takwa adalah berkah yang meliputi segala sesuatu. Berkah yang terdapat di dalam jiwa, dalam perasaan, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Juga berkah yang mengembangkan kehidupan dan meninggikan mutunya dalam setiap waktu. Jadi bukan semata-mata melimpahnya kekayaan namun dibarengi dengan penderitaan, kesengsaraan, kerusakan bahkan kegersangan jiwa.

Tuntutan keberkahan yang dapat diambil dari tuntunan ayat di atas adalah: merealisasikan keimanan dalam keseharian, meningkatkan ketaqwaan dalam setiap amalan. Maka sebaliknya, hal-hal yang akan menghilangkan keberkahan itu adalah karena mendustakan ajaran dan ayat-ayat Allah, kemudian terperosoknya seseorang bahkan masyarakat ke dalam kubangan kemaksiatan.

Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam salah satu bukunya “Al jawaabul Kaafii liman Sa’ala ‘anid Dawaaisy Syaafii” menyebutkan beberapa bahaya dan pengaruh dosa terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat yang akan membawa pada hilangnya keberkahan. Di antaranya pengaruh buruk dosa dan kemaksiatan itu adalah:

Pertama: Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan Allah dalam hati.

Seorang yang penuh dengan dosa-dosa tidak akan lagi bersungguh-sungguh mengagungkan Allah. Kaki akan terasa malas dan berat berat untuk melangkah ke masjid dan menghadiri pengajian. Badan terasa sulit untuk bangun pada waktu fajar melaksanakan shalat subuh. Telinga tidak suka lagi mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an, lama kelamaan hati menjadi keras seperti batu bahkan bisa lebih keras dari pada itu. Maka ia hilanglah rasa sensitive terhadap suatu dosa, tidak bergetar lagi hatinya ketika keagungan Allah disebut. Allah berfirman:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ .

"Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqoroh: 74)

Kedua: Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa malu.

Seseorang yang biasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak merasa berdosa lagi. Bahkan ia tidak merasa malu berbuat dosa di depan siapapun. Bila rasa malu hilang maka hilanglah kebaikan. Rosulullah saw bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik”. Maksud dari hadist ini adalah: bahwa semakin kuat rasa malu dalam diri seseorang akan semakin menyebar darinya kebaikan. Dengan demikian masyarakat yang mempunyai rasa malu adalah masyarakat yang baik pula dan penuh nuansa kemanusiaan.

Ketiga: Dosa menghilangkan keberkahan dan nikmat serta menggantikannya dengan bencana.

Allah swt. selalu menceritakan bahwa diazabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka berbuat dosa. Dalam surat Al Ankabuut ayat 40 Allah SWT berfirman:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ .

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS. An-Ankabut: 40)

Dalam ayat yang lain Allah berfirman:

أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا ءَاخَرِينَ .

"Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (QS. An-an’am: 6)

Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah

Keberkahan yang kita inginkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini tidak akan terwujud hanya dengan teori-teori dan arahan tanpa adanya kesadaran untuk saling mengingatkan dan keinginan untuk mau mendengarkan dan menerima kebenaran, serta adanya kepedulian untuk saling menghargai, saling mencintai, saling membantu dan memenuhi hak dan kewajiban. Oleh sebab itulah Rasulullah berpesan kepada istri-istrinya untuk memperbanyak kuah masakan untuk dibagikan kepada tetangga-tetangganya.

Memperbanyak kuah sebagaimana dimaksud oleh Rasulullah adalah, kepedulian kepada tetangga dan masyarakat dalam arti luas. Apabila seorang memiliki kelebihan rezeki janganlah ia melupakan tetangga kiri dan kanan, mungkin di antara mereka ada yang tidak memiliki makanan untuk hari itu, atau mungkin anaknya sedang sakit namun ia malu meminjam uang untuk berobat. Bisa pula kepedulian ini dalam bentuk non makanan, misalnya kesehatan dan biaya pendidikan. Siapakah yang paling memahami kesulitan bersosial seseorang selain tetangganya?

Pentingnya kepedulian ini sehingga di akhirat nanti Allah akan mempertanyakannya kepada kita masing-masing tentang kepedulian kita kepada sesama, Imam Muslim dalam kitab shohihnya meriwayat hadist Qudsi:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى. قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِى فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِى عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِى. قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِى. قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى »

Dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman pada hari kiamat: “Wahai anak adam! Aku sakit kenapa engkau tidak menjengukku, ia berkata:”Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku menjengukmu, sedangkan engkau adalah Tuham semesta alam.” Allah berfirman: “Engkau tahu bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia akan tetapi engkau tidak menjenguknya, seandainya engkau menjenguknya sungguh engkau akan dapati Aku di sisinya.” Wahai anak adam, Aku meminta makan kepadamu, kenapa engkau tidak memberiku?” Orang itu berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku member-Mu makan, sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: “Engkau mengetahui ada dari hamba-Ku yang kelaparan dan engkau tidak memberinya makan, sekiranya engkau memberinya makan, niscaya engkau dapati Aku di sisinya. Wahai anak adam Aku meminta minum padamu, sedang engkau enggan memberik-Ku minum.” Ia berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah menjawab: “Seseorang meminta minum padamu dan engkau tak memberinya, sekiranya engkau memberinya minum niscaya engkau dapati Aku di sisinya.” (HR. Muslim)

Kaum muslimin jamaah jumat yang dimuliakan Allah

Kesimpulan yang dapat kita tarik dari khutbah yang singkat ini adalah: bahwa tidak mungkin individu yang kotor, yang hidup di alam dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Oleh karena itu, jalan satu-satunya untuk membangun masyarakat yang bersih dan beradab, penuh dengan nuansa tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, yang jauh dari kerjasama dalam keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali bersungguh-sungguh mentaati Allah dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajak keluarga, anak-anak untuk menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah yang tak boleh dilalaikan apapun kondisinya, membaca dan memahami Al-Quran, menerapkan pengetahuan tentang islam yang sudah diketahui, mengendalikan nafsu dari dosa-dosa dan sesuatu yang mendatangkan murka Allah serta tidak melupakan untuk saling peduli dan saling mengingatkan sesama saudara dan tetangga.

Semoga Allah menjadikan masyarakat dan bangsa kita bangsa yang mendapatkan keberkahan, mengumpulkan kita dalam umat Rosulullah yang terbaik dan terjauhkan dari ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan. Amiin ya Rabbal ‘alamin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Oleh: H. Zulhamdi M. Saad, Lc

Rosulullah SAW Teladan Sepanjang Zaman

Kaum muslimin jamah sholat jumat yang dimuliakan Allah

Marilah kita senantiasa berupaya untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Takwa dengan makna yang sesungguhnya, selalu berupaya mengabdi pada Allah dalam setiap aktivitas kita dengan penuh keikhlasan dan mengharapkan keridhoan-Nya semata. Juga selalu merasa khawatir dan takut jika perbuatan yang kita lakukan membawa kita kepada kemurkaan Allah SWT.

Hadirin sidang jumat yang berbahagia

Masih terasa segar dalam ingatan kita nuansa semarak memperingati hari kelahiran nabi besar Muhammad saw di berbagai tempat. Rasa kecintaan untuk meneladani kehidupan Rosulullah masih bergelorah di dalam dada. Semangat untuk mendalami kehidupan keseharian Rosulullah yang penuh kesederhanaan semakin membakar setiap jiwa insan yang mengaku sebagai umat beliau.

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

"Tidaklah Kami mengutusmu wahai Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat sekalian alam" (Al-Anbiyah: 107)

Rosulullah bukan hanya menjadi rahmat buat kaum muslimin yang menjadikan beliau sebagai panutan dan contoh sejati dalam merealisasikan ketaatan kepada Allah, dalam bersosialisasi sehari, menjadi ayah, menjadi suami, menjadi kakek bahkan menjadi seorang pemimpin. Tetapi Rosulullah juga adalah rahmat untuk alam sejagat ini, yang di sana hidup manusia-manusia yang tak pernah tahu dan mau tahu buat apa mereka diciptakan oleh Allah. Dengan diutusnya Rosulullah saw ke dunia, dengan membawa cahaya islam, Islam telah mampu merubah kehidupan umat manusia ke arah kehidupan yang penuh makna, menerangi dengan ilmu pengetahuan dan kemakmuran.

Kaum Muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah

Saat zaman sekarang ini sedang mencari seorang panutan yang ideal yang patut dicontoh, Al-Quran sejak 14 abad yang lalu telah menegaskan:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

"Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik" (Al-Ahzab: 21)

Seorang sosok pribadi yang mulia, yang begitu mencintai umatnya, saat kematian akan menjemput beliau yang beliau ingat dan pikirkan adalah umatnya. Hari-hari Rosulullah pun semasa hidupnya adalah memperhatikan bagaimana umatnya mendapat kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akherat.

Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang berbahagia

Saat ini kita masih berada dalam bulan rabiul awal yang mulia, yang mana bukan hanya pada bulan ini saja Rosulullah dilahirkan tetapi pada bulan ini juga beliau diwafatkan oleh Allah SWT, kisah wafatnya begitu menyayat hati kalau kita mengingatnya kembali. Kisah wafatnya Rosulullah sungguh akan menggugah jiwa-jiwa beriman, duka itu masih berbekas walaupun sudah 14 abad berlalu jika kembali untuk dikenang.

Seorang sahabat Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Ketika Rosulullah mendekati ajalnya, beliau mengumpul kan kami di rumah ‘Aisyah. Beliau memandang kami tanpa sepata kata, sehingga kami semua menangis menderaikan air mata. Lalu beliau bersabda: "Semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kalian. Aku berwasiat agar kalian bertakwa kepada Allah. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah. Kalau sudah datang ajalku, hendaklah Ali yang memandikan aku, Fudlail bin Abbas yang menuangkan air, dan Usman bin Zaid membantu mereka berdua. Kemudian kafani aku dengan pakaianku saja manakala kamu semua menghendaki, atau dengan kain Yaman yang putih. Ketika kalian sedang memandikan aku, letakkan aku di atas tempat tidurku di rumahku ini, yang dekat dengan liang kuburku nanti. "

Mendengar itu, seketika para sahabat menjerit histeris, menangis pilu, sambil berkata: " Wahai Rasulullah, engkau adalah utusan untuk kami, menjadi kekuatan jamaah kami, selaku penguasa yang selalu memutusi perkara kami, kalau Engkau sudah tiada, lalu kepada siapakah kami mengadukan semua persoalan kami!?"

Rasulullah Saw bersabda: "Aku sudah tinggalkan untuk kalian jalan yang benar di atas jalan yang terang benderang, juga aku tinggalkan dua penasehat, yang satu pandai bicara dan yang satu pendiam. Yang pandai bicara yaitu Al-Qur’an, dan yang diam ialah kematian. Manakala ada persoalan yang sulit bagi kalian, maka kembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnahku, dan andaikan hati keras seperti batu, maka lenturkan dia dengan mengingat kematian.”

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Semenjak hari itu, sakit Rasulullah saw bertambah parah, selama 18 hari beliau menanggungnya. Smpailah tiba hari senin di hari beliau menghadap Rabbnya. Sewaktu adzan shubuh Bilal ra datang menghampiri pintu Rasulullah Saw seraya mengucapkan salam.

Dari dalam rumah Fathimah putri Rasulullah saw menjawab salam Bilal, dan ia memberitahukan bahwa Rasulullah saw dalam keadaan sakit. Bilal pun kembali ke masjid, tatkala shubuh mulai terang sedang Rasulullah saw belum juga datang, Bilal kembali menghampiri pintu Rasulullah. Mendengar suara Bilal, Rosulullah memanggilnya, lalu bersabda: ”Masuklah wahai Bilal, penyakitku rasanya semakin bertambah, suruhlah Abu Bakar agar menjadi imam shalat dengan orang-orang yang hadir."

Kemudian bilal memasuki masjid dan memberitahu Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam sholat tersebut. Ketika Abu Bakar melihat ke mihrab Rasulullah saw yang kosong, ia tidak dapat menahan perasaannya, lalu ia menjerit dan akhirnya jatuh pingsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengarlah oleh Rasulullah saw.

Rosulullah lalu memanggil fathimah lalu berkata: ”Wahai Fathimah, ada apakah dengan jeritan itu, kenapa di dalam masjid sana begitu gaduh?” Fathimah menjawab: ”Mereka menunggumu untuk mengimami mereka wahai Rosulullah.”

Maka Rasulullah meminta Ali dan Fadhal bin Abbas untuk memapah beliau masuk ke masjid, Rosulullah kemudian shalat bersama-sama mereka . Setelah salam beliau menghadap ke arah kaum muslimin dan bersabda: ”Wahai kaum muslimin, kalian masih dalam pemeliharaan dan pertolongan Allah. Untuk itu bertaqwa-lah kepada-Nya dan taatilah Dia, sesungguhnya saya akan meninggalkan dunia ini, dan hari ini adalah hari pertamaku di akherat dan hari terakhirku di dunia.”

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Kisah ini semakin membuat kita menjadi sedih saat Rosulullah pulang kembali ke rumahnya, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya turun menemui Rasulullah saw dengan berpakaian sebaik-baiknya. Kemudian menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah saw dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah tidak mengizinkannya, hendaklah dia kembali.

Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Sesampainya di depan pintu kediaman Rasulullah saw, Malaikat Maut berkata: "Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!"

Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata: "Wahai hamba Allah, Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit."

Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: "Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?"

Rasulullah saw mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu ia bertanya kepada puterinya Fatimah: "Siapakah yang ada di luar pintu itu wahai anakku?"

Fatimah menjawab: "Seorang lelaki memanggil baginda. Saya katakan kepadanya bahwa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma."

Rasulullah saw bersabda: "Tahukah kamu siapakah dia?" Rasulullah saw kemudian menjelaskan: "Wahai Fatimah, dia itu adalah melaikat maut yang memusnahkan semua kenikmatan, yang memutuskan segala nafsu syahwat, yang memisahkan pertemuan, dan menghabiskan semua rumah, serta dia yang meramaikan kuburan.”

Mendadak Fathimah menangis, lalu berucap: "Wahai Ayahku, sesungguhnya aku takkan mendengar sabdamu lagi, juga tak kan mendengarkan ucapan salam darimu sesudah hari ini.”

Rasulullah berkata: “Tabahkan hatimu wahai anakku Fathimah, sebab sesungguhnya hanya engkau di antara keluargaku yang pertama berjumpa denganku.”

Kemudian Rasulullah saw bersabda: "Masuklah, wahai Malaikat Maut." Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: "Assalamualaika ya Rasulullah."

Rasulullah saw pun menjawab: "Waalaikassalam wahai Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?

Malaikat Maut menjawab: "Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang."

Rasulullah saw bertanya: "Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan Jibril?" Jawab Malaikat Maut: "Saya tinggalkan dia di langit dunia."

Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril datang lalu duduk disamping Rasulullah saw. Kemudian Rosulullah berkata: "Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat? Beritakan kepadaku akan kemuliaan yang menggembirakan aku di sisi Allah.”

Jibril menjawab: “Semua pintu-pintu telah terbuka. Dan para malaikat sudah berbaris menanti kehadiran Ruh-mu di langit. Pintu-pintu surga telah terbuka, dan bidadari-bidadari sudah bersolek menanti kehadiran Ruh-mu.

Rasulullah saw berkata: “Segala Puji bagi Allah wahai Jibril, berilah aku kabar gembira mengenai umatku kelak di hari kiamat!”

Jibril menjawab: “Aku beritahukan kepadamu wahai Rosulullah, bahwa sesungguhnya Allah Ta’ala telah berfirman: “Sesungguhnya sudah Aku larang semua Nabi masuk ke dalam surga sebelum engkau memasuki lebih dulu. Dan Aku larang semua umat sebelum umatmu masuk lebih dulu.” (Hadist Qudsi)

Dengan tersenyum Rosulullah berkata: ”Sekarang sudah tenang hatiku dan hilanglah kekhawatirankuku.” Beliau melanjutkan: ”Wahai malaikat maut, mendekatlah kepadaku.”Malaikat Maut pun mendekati beliau dan mulailah mencabut ruh Rosulullah.

Ketika sampai di perut Beliau bersabda: “Wahai malaikat Jibril, alangkah pahitnya rasa sakaratul maut ini”. Malaikat Jibril memalingkan wajahnya. Ketika itu Nabi Saw berkata: ”Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka melihat wajahku!” Jibril menjawab: ”Wahai kekasih Allah, siapa kiranya yang sampai hati melihat wajahmu, dan engkau dalam keadaan sakaratul maut.“

Anas ra berkata: ”Ketika ruh Nabi Saw sampai di dada, beliau bersabda: ”Aku berwasiat kepada kalian, agar kalian memelihara shalat, dan apa-apa yang menjadi tanggungjawabmu” sampai perkataan beliau putus.

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah

Rosulullah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan tersenyum. Anas bin Malik melanjutkan ucapannya: "Ketika aku di depan pintu rumah Aisyah, aku mendengar Aisyah sedang menangis dengan kesedihan yang mendalam sambil mengatakan, "Wahai orang yang tidak pernah memakai sutera, wahai orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum, wahai orang yang telah memilih tikar daripada singgahsana, wahai orang yang jarang tidur di waktu malam karena takut Neraka Sa'ir."

Kaum Muslimin jamaah Sholat jumat yang di muliakan Allah

Begitulah ungkapan Aisyah seorang istri Rosulullah yang menyadarkan kita bahwa begitulah keseharian Rosulullah tatkala beliau masih hidup. Padahal beliau adalah orang yang telah dijamin Allah untuk masuk surge. Kini sudah 14 abad berlalu saat Rosulullah meninggalkan umatnya, tetapi ajaran beliau selalu hidup dan akan selalu menghidupkan hati orang-orang beriman. Ada beberapa hal yang hendaklah selalu diingat dan diwujudkan, sebagai wujud kecintaan kita kepada Rosulullah saw:

Pertama: Ikhlas dan mengikuti tuntunan Rosululllah dalam beribadah

Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam firmannya:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al-Kahfi: 110)

Rosulullah saw bersabda:



عن عائشة قالت قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ( من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد



Barang siapa melakukan amalan bukan sesuai dengan tuntunanku maka ia ditolak. (HR. Bukhori Muslim)

Kedua : Konsisten dalam ketaatan kepada Allah SWT

Kaum Muslimin yang dimuliakan Allah

Saat Umar bin Khattab berteriak lantang dengan penuh kesedihan sambil menghunus pedangnya sambil mengucapkan: "Barang siapa yang mengatakan bahwa Muhammad telah mati akan aku tebas lehernya".

Setelah Abu bakar menutup kembali kain panjang yang menutupi wajah Rosulullah yang mulia, tetesan air mata mengalir membasahi pipi dan janggutnya, ia kemudian bangun dan melangkah keluar menjumpai Umar. Ia tahu perasan Umar yang tidak dapat menerima kehilangan Rasul. Dia sendiri sedang bergelut dengan kesedihan yang amat dalam. Lalu dia pun berseru dengan nyaring. Seruan itu ditujukan kepada semua yang hadir terutama kepada Umar. "Barang seiapa menyembah Nabi Muhammad, sesungguhnya Rasulullah benar-benar telah wafat. Dan barang siapa menyembah Allah,maka Allah tidak pernah mati dan abadi selama-lamanya."

Kemudian beliau membacakan sebuah firman Allah dalam Al-Quran:

وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ

"Dan tidaklah Muhammad itu kecuali seorang Rasul. Sudah berlalu rasul-rasul lain sebelumnya. Kerana itu, Apakah jika Muhammad meninggal dunia atau terbunuh, kamu akan murtad dan kembali kepada agama nenek moyang kamu? Sungguh barang siapa murtad kembali kepada agama nenek moyang, tidak sedikit pun menimbulkan kerugian kepada Allah SWT. Dan Allah akan menganjarkan pahala bagi orang-orang yang bersyukur." (Ali Imran:144)

Tiba-tiba Umar terjatuh lemah di atas kedua lututnya. Tangannya menjulur kebawah bagaikan kehabisan tenaga. Keringat dingin membasahi seluruh badannya. Bagaikan baru hari itu dia mendengar ayat yang sudah lama disampaikan oleh Rasul kepada mereka. Umarpun menangis terseduh-seduh, tangis kecintaan tersebut terus merambat ke hati para sahabat dan ke seluruh hati umat sehingga akhir zaman.

Walau Rosulullah telah tiada, ketaatan kepada Allah harus terus adalah selamanya.

Ketiga : Meneladani kehidupan Rosulullah

Banyak sisi dari kisah kehidupan Rosulullah yang mesti diteladani oleh umat islam, apalagi pada saat sekarang ini, bangsa kita sangat membutuhkan pemimpin yang dapat membimbing bangsa yang bukan hanya selamat dari krisis global, tapi yang lebih penting dari pada itu seorang pemimpinyang juga dapat membimbing bangsa hingga mereka selamat di akherat kelak.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

"Sungguh terdapat dalam diri Rosulullah suri tauladan yang baik" (Al-Ahzab: 21)



Keempat : Mencintai Rosullullah

Mencintai Rosulullah adalah kewajiban, membela kehormatan Rosulullah merupakan keharusan, karena itu adalah tanda dari keimanan. Sebagaimana sabda Rosulullah dalam hadist shahih:



عن أنس قال قال النبي صلى الله عليه و سلم : ( لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين )



Dari Anas r.a Rosulullah bersabda: "Tidak beriman salah seoarang dari kalian sehinga menjadikan Aku lebih dicintai dari anak dan orangtuanya dan seluruh manusia."

Kecintaan orang beriman kepada Rasulnya yang tidak pernah putus sekalipun oleh kematian karena kecintaan atas dasar iman itu tetap lestari dan abadi. Tangis kecintaan kepada Rosulpun masih menggema di masjid Rosulullah keesokan harinya, tatkala bilal melafazkan azan, ia tak sanggup melafazkan Asyhadu Anna muhammadan Rosulullah, ia pun menangis, kaum musliminpun menangis.

Kelima: Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunah

Umat saat ini sangat dituntut untuk benar-benar kembali kepada Al-Quran dan Sunah sebagaimana pesan Rosulullah ketika akan wafat, itulah yang akan membimbing mereka menuju keselamatan di dunia dan akherat.:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

"Ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain) karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa." (Al-An'am : 153)

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بهدي سيد المرسلين. أقول قولي هذا وأستغفر الله لي ولكم ولجميع المسلمين، فاستغفروه، إنه هو الغفور الرحيم



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا} ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

oleh Zulhamdi M. Saad, Lc

Merenungi Sejenak Perjalanan Abadi Manusia

Merenungi Sejenak Perjalanan Abadi Manusia

الْحَمْدُ للهِ، خَلَقَ الخَلْقَ وَقَدَّرَ الأَشْيَاءَ، وَاصْطَفَى مِنْ عِبَادِهِ الرُّسُلَ وَالأَنْبِيَاءَ، بِهِمْ نَتَأَسَّى وَنَقْتَدِي، وَبِهُدَاهُمْ نَهْـتَدِي، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ مِنَ الحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، أَنْزَلَ عَلَيْهِ رَبُّهُ القُرآنَ المُبِينَ؛ بَلاَغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ، وَجَعَلَ رِسَالَتَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ، صلى الله عليه وسلم وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ : فيل أيها المسلمون أوصي نفسي و إياكم بتقوى الله فقد فاز المتقون

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah

Di tengah kehidupan yang senantiasa bergulir, jumat demi jumat berlalu, seiring itu juga khutbah demi khutbah kita perdengarkan dan menyirami sejenak hati yang penuh ketundukan dan mengharapkan keridhoaan Allah. Kesadaran kemudian muncul dengan tekad untuk menjadi hamba yang Allah yang taat. Namun kadangkala dengan rutinitas yang kembali mengisi hari-hari kita kesadaran itu kembali tumpul bahkan luntur. Oleh sebab itulah melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita berupaya secara sungguh-sungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, memperbaharui kembali komitmen kita kepada Allah yang sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang mestinya menyertai setiap langkah kita:

إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأنا من الْمُسْلِمِينَ

Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri.

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia

Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Suatu ketika Umar bin Khathab ra bertanya kepada seorang sahabat bernama Ubay Ibnu Ka’ab ra tentang taqwa walau hal itu merupakan suatu yang hal yang sangat mereka ketahui, namun bertanya satu sama lainnya di antara mereka dalam rangka mendalaminya adalah hal yang sangat mereka sukai. Kemudian Ubay balik bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau melalui jalan yang di penuhi duri?” Umar menjawab, "ya, saya pernah melaluinya. Kemudian Ubay bertanya lagi: “Apa yang akan engkau lakukan saat itu?”. Umar menjawab: “Saya akan berjalan dengan sangat berhati-hati, agar tak terkena duri itu”. Lalu Ubayberkata: “Itulah takwa”.

Dari riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa takwa adalah kewaspadaan, rasa takut kepada Allah, kesiapan diri, kehati-hatian agar tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di tengah perjalanan menuju Allah, menghindari perbuatan syirik, meninggalkan perbuatan maksiat dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta berusaha sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah dengan hati yang tunduk dan ikhlas.

Hadirin Jama’ah sholat jumat rahimakuullah

Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini. Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman. Allah berfirman:

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى

"Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)

Sayangnya, kesadaran ini seringkali terlupakan oleh diri kita sendiri. Padahal, bukan tidak mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus kita lalui, bahkan dengan sangat tiba-tiba. Jiwa manusia yang selalu digoda oleh setan, diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan lupa, kemudian menjadi lemah semangat dalam mengumpulkan bekal dan beribadah, membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah manusia yang selalu membutuhkan siraman-siraman suci berupa Al-Quran, mutiara-mutiara sabda Rosulullah, ucapan hikmah para ulama, bahkan saling menasehati dengan penuh keikhlasan sesama saudara seiman. Sehingga kita tetap berada pada jalan yang benar, istiqomah melalui sebuah proses perjalanan menuju Allah SWT.

Hadirin Jama’ah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Jika kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan menemukan karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada diantara mereka yang konsent pada bidang tafsir, hadits, fiqih, pembersihan jiwa dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya. Namun, satu persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu kesungguhan mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama. Sebuah karya yang tidak hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada Penciptanya saja, namun juga mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi generasi berikutnya.

Marilah kita renungi firman Allah berikut:

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).

Hadirin yang dimuliakan Allah

Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita sadari bersama akan keberadaan kita di dunia ini.

Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan kehidupan akherat. Prinsip ini menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai akherat. Namun perlu dipahami, mengutamakan kebahagiaan akherat bukan berarti dalam mewujudkan kebahagiaan duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal akherat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat banyak amalan akherat yang berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagian duniawi.

Umpamanya sholat, seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan disiplin bukanlah semata-mata sebagai amal akherat yang tidak berdampak duniawi, sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut tuntutan Allah dan rasulNya, yang secara berjamaah, niscaya ia akan banyak memberikan hikmah dalam kehidupan dunia. Dengan shalat yang benar akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan munkar. Dengan demikian manusia akan terhindarnya dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup bersama di dunia ini.

Begitu juga dengan infak dan shodaqoh, seorang yang beramal dengan niatan mulia untuk mendapatkan ganjaran berupa pahala dari Allah di akherat, maka dengan hartanya tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain yang membutuhkan.

Kedua prinsip ‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila seseorang menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan menunjukkan diri sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan. Ia akan senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat baik dan berkata baik dalam pergaulan di kehidupan sehari-hari.

Maka akan selalu tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan sebuah karya terbaiknya untuk kemanfaatan masyarakat disekitarnya, peduli akan kemaslahatan umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan yang akan selalu dapat dikenang oleh orang banyak walaupun ia sudah pergi terlebih dahulu menuju kehidupan yang abadi.

Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasada fil ardh’ yaitu prinsip untuk tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang teguh, seseorang akan lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi upayanya berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak. Terjadinya kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan tujuan hidup yang sesungguhnya, sehingga seorang lupa bahwa sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya ketika ia menghadap Allah di akherat kelak.

Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah

Allah swt mengingatkan kita dengan firmannya:

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ

“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqoroh: 197)

Walaupun ayat di atas menjelaskan tentang bekal penting dalam perjalanan ibadah haji, namun sesungguhnya ia merupakan gambaran ketika manusia akan menghadap Allah di padang mahsyar kelak, ibadah haji merupakan miniatur gambaran manusia yang akan dikumpulkan di padang mahsyar nanti sebagaimana halnya mereka berkumpul di padang arafah. Maka bekalan utama yang dapat menyelamatkan itu adalah taqwa.

Firman Allah SWT di atas juga memiliki makna tersirat bahwa manusia memiliki dua bentuk perjalanan, yakni perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal, baik berbentuk makanan, minuman, harta, kendaraaan dan sebagainya. Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal.

Namun perbekalan yang kedua yaitu perbekalan perjalanan dari dunia menuju akhirat, lebih penting dari perbekalan dalam perjalanan pertama yakni perjalanan di dunia. Imam Fachrurrozi dalam dalam tafsirnya menyebutkan ada lima perbandingan antara keduanya:


Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.


Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang tiada tara dan tiada habis-habisnya.


Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.


Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan semakin lebih dekat dengan tujuan.


Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan karena itulah sebaik-baik bekal. (Tafsir Ar-Raazi 5/168)


Sesungguhnya perjalanan itu cukup berat, dan masih banyak bekal yang perlu disiapkan. Semua kita pasti tahu bekalan yang sudah kita siapkan masing-masing. Jika kita anggap bekalan itu masih kurang, tentu kita tidak akan rela seandainya tidak lama lagi ternyata kita harus segera menempuh perjalanan menuju akhirat itu.



بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.



Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أما بعد : فيا أيها المؤمنون اتقوا الله تعالى قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.

Hadirin siding sholat Jumat yang dimuliakan Allah

Lalu apa yang perlu menjadi bahan perhatian kita dalam mempersiapkan bekalan untuk melalui perjalan dari dunia ini menuju ke kehidupan yang abadi di akherat?

Untuk itu minimal ada tiga hal yang perlu menjadi bahan perhatian kita bersama.

Pertama, bekal berupa keimanan yang benar dan kokoh, aqidah yang bersih dan suci dari unsur-unsur kesyirikan. Meyakini dengan sebenarnya, bahwa Allah adalah tuhan yang Esa, kepada-Nya sajalah tempat bergantung, Ia adalah Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam semesta, kemudian memurnikan ibadah kepada-Nya, ikhlas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Ia perintahkan oleh Allah. Allah berfirman:

أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا )110(

"Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al-Kahfi: 110)

Kedua, kesungguhan dalam amal sholeh dan dalam menangkap segala peluang kebajikan. Seperti halnya perjalanan jauh yang akan dilalui, jika tidak disertai dengan kesungguhan dalam mengatur waktu dan mempersiapkan segala sesuatunya, maka boleh jadi ia akan tertinggal, bahkan tersesat dan kebingungan. Sesungguhnya apa yang dilakukan seseorang adalah berpulang untuk dirinya sendiri. Allah berfirman:

مَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ . وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh (berjihad), maka sesungguhnya kesungguhan itu (jihadnya) adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Al-Ankabut: 5-6)



Hadirin sidang jumat yang berbahagia

Kemudian penting halnya juga untuk menangkap setiap peluang amal di sekitar kita, meski amal itu sederhana dan tidak datang setiap waktu. Cukuplah menjadi pelajaran kita bersama tentang kisah seorang pelacur yang rela mengambilkan minum untuk seekor anjing yang kehausan, padahal ia sendiri sedang dahaga luar biasa, namun dengan amalan itu ternyata dapat mengantarkan dirinya ke surga. Meski terkesan sederhana, dan jarang terjadi, namun berefek dapat menghapuskan dosa pelakunya.

Mahasuci Allah, kesempatan seperti ini memang tidak datang dua kali, namun pasti akan kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, perlu kejelian dan kesungguhan hati dalam mengenalinya.

Ketiga dan terakhir, mewaspadai akan hilangnya bekal yang telah dikumpulkan, lantaran sikap kita terhadap orang lain. Inilah kerugian yang besar, jika hilangnya bekal di dunia, masih ada kesempatan untuk dicari kembali, namun jika hilangnya bekal itu di akhirat bagaimana mungkin untuk mengumpulkannya kembali, sedang hisab telah menunggu.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw suatu ketika bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian siapakah orang yang rugi?” Maka para sahabat menjawab: “orang yang rugi di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah saw menjawab, “bukan itu, akan tetapi orang yang rugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) sholat, puasa dan zakatnya, namun dahulu di dunianya dia telah mencela si fulan, menuduh si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan dan telah memukul orang lain dengan tanpa hak, maka diberikan pahala kebaikannya kepada orang tersebut, dan kepada si fulan yang lain diberikan pula pahala kebaikannya yang lain, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya, maka kesalahan si fulan yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim)

Sungguh inilah kerugian yang besar dan amat menyedihkan. Bekalan yang sudah disiapkan semasa di dunia, tidak dapat menolongnya sama sekali. Maka kebersihan hati, kebersihan ucapan, kebersihan sikap, berbaik sangka kepada sesama orang beriman harus selalu ditanamkan di dalam hati masing-masing, agar setiap kebaikan yang telah dilakukan tidak hilang sia-sia.

Kerugian lain adalah kerugian karena memikul dosa yang berat. Begitulah bagi mereka orang-orang yang mendustakan bertemu dengan penciptanya karena terlena dengan kenikmatan dunia. Allah berfirman:

قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِلِقَاء اللّهِ حَتَّى إِذَا جَاءتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُواْ يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلاَ سَاء مَا يَزِرُونَ . وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ



“Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 31-32)

Begitulah juga ungkapan penyesalan yang disampaikan di dalam Al-Quran:

يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي

“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (QS Al-Fajr:24).

Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan:

وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا

“Dan tiap-tiap mereka orang akan datang kepada Allah pada hari qiyamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 95)

Maka seharusnya setiap orang yang beriman benar-benar memberikan perhatian besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi hari yang kekal dan abadi itu. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa depan manusia yang sesungguhnya. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr:18).

Dan yang terakhir khatib tutup khutbah ini dengan firman Allah:

لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ

Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl: 30-31)

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Tripoli, 18 Februari 2010
Oleh H. Zulhamdi M. Saad, Lc

Melestarikan Pelajaran Penting dari Ramadhan

Melestarikan Pelajaran Penting dari Ramadhan
الحمد لله, الحمد لله الذى افتتح أشهر الحجّ بشهر شوّال. وجعله متجرا لنيل الفضائل والإ فضال. فسبحان الّذى انفرد بصفات الكمال. أحمده سبحانه وتعالى حمدا كثيرا مباركا كما يحبّ ويرضى غير مستغنى عنه فى حال من الأ حوال. واشكره وأياده على شاكره دوال. واشهد انّ لا اله ا لاّ الله وحده لا شر يك له الكبير المتعال. وأشهد انّ محمّدا عـبده ورســوله الصّــادق الــمقال. اللّهــمّ صلّى وســلّم على عبدك ورسولك سيّدنا محمّد وعلى اله وصحبه خير صُحب وال. (امّا بعد) فيا ايّهاالنّاس. إتّقو الله تعالى واحذرو المعاصى فإنّها موجيبات للخسر ان .

Marilah kita mantapkan kembali keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Taqwa yang merupakan tujuan dari ibadah puasa yang telah kita laksanakan pada bulan ramadhan yang lalu, maka pada bulan syawal ini, marilah nilai ketaqwaan itu senantiasa kita hadirkan dan terus kita jaga dengan menjalankan keta’atan kepada Allah dengan kontinyu dan senantiasa juga mampu menahan diri dari larangan Alah.

يا أيها الذين آمنوا اتقو الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadan sebagi seorang muslim”.

Hadirin Jamaah sholat Jumat yang berbahagia.

Kita patut bersyukur kepada Allah kerena kita semua telah melewati bulan suci Ramadhan, bulan mulia yang kita merasakan keberkahannya, penuh dengan maghfiroh dan rahmat Allah, dalam arti kita telah berhasil menjalankan perintah Allah dengan penuh ikhlas, kita telah berpuasa dan memperbanyak ibadah semata-mata hanya karena Allah. Kita patut pulaberbahagia, karena di samping telah berhasil menabung pahala, dosa-dosa kitapun yang telah berlalu insya Allah diampuni oleh Allah SWT. sebagaimana hal ini dijamin oleh Rasulullah saw dalam sabdanya::

من صـــام رمضــان ايمــانا واحتســابا غفـر له ماتقدّم من ذنــبه

Artinya : "Barang siapa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan semata-mata karena Allah dan mengharap ganjaran dari pada-Nya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu."

Hadirin Sidang Sholat Jumat rahimakullah

Lalu muncul pertanyaan yang patut menjadi renungan kita bersama adalah: Bagaimana kita menyikapi hari-hari kita ke depan, setelah kita kembali kepada fitrah dan kesucian?

Ramadhan sebagai titik tolak kembali kepada fitrah sejati. Bahwa dari Madrasah Ramadhan kita bangun komitmen ketaatan bukan hanya untuk satu tahun ke depan, namun juga kita bangun komitmen ketaatan seumur hidup seperti ketaatan selama Ramadhan. Dalam surat An-Nahl 92, Allah berfirman:

وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا

“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali”.

Ini merupakan sebuah pelajaran yang sangat mahal. Allah menceritakan kisah seorang wanita yang hidupnya sia-sia, dari pagi hingga petang ia memintal benang, ketika pintalan itu selesai, ia cerai-beraikan kembali. Sungguh sangat disayangkan perbuatan itu. Ayat itu bukan hanya mengisyaratkan namun menjelaskan larangan Allah, agar akhlak wanita tersebut tidak terulang kembali, dan dilakukan oleh hambah-Nya yang beriman. Oleh sebab itulah Nabi kita Muhammad saw banyak mengingatkan umatnya dengan sabdanya: "Qul aamantu billahi tsummastaqim”

Artinya: “Katakanlah aku beriman kepada Allah dan beristiqamahlah (konsistenlah).

Hadirin yang dimuliakan Allah

Dari Ramadhan setidaknya kita menjadapat 4 pelajaran penting yang harus dipertahankan prestasinya dan dilestraikan dalam hidup sehari-hari oleh setiap pribadi beriman, sehingga menjadi pribadi yang selalu bersih dan fitri, pribadi yang menjaga diri dan keluarganya dari api neraka sehingga dengannya pula kelak akan lahir masyarakat yang bersih pula.

Pelajaran Pertama yang dapat kita ambil dari nilai-nilai ramadhan adalah: Menjauhi harta yang haram.

Selama Ramadhan kita telah berpuasa dari yang halal. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengambil yang haram.

Marilah kita perhatikan firman Allah dalam Al Qur’an surat Al-Maidah ayat ke-100 :

قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَاأُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (المائدة: 100 )

“Katakanlah, “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Al Maidah: 100)

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa harta haram itu sebagai al-khobits atau kotoran yang menjijikan. Artinya seandainya harta haram itu Allah perlihatkan berupa kotoran niscaya manusia yang berakal tidak akan mengambilnya. Karena yang khobist itu tidak akan pernah sama dengan ath-thayyib atau yang halal dan baik sekalipun jumlahnya jauh lebih sedikit. Karena yang khobits merusak tatanan kehidupan, sementara yang thayyib menumbuhkan dan menyebarkan kebaikan. Oleh sebab itu Allah lalu perintahkan agar bertaqwa: fattaqullah yaa ulil albaab. Artinya bahwa taqwa tidak akan tercapai selama seseorang masih mengkonsumsi harta haram. Dengan kata lain, hanya dengan menjauhi harta haram seseorang akan sampai kepada level taqwa. Bila masing-masing pribadi bertaqwa, otomatis rumah tangga akan bersih dari harta haram. Bila rumah tangga bersih dari harta haram, secara otomatis pula masyarakat akan bersih dan lebih dari itu Allah akan melimpahkan keberkahan-Nya.

Allah berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ(الأعراف96)

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. " (QS. Al A’raf: 96)

Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia

Pelajatan Yang Kedua: Mengendalikan nafsu dari maksiat .

Selama Ramadhan kita telah berhasil mengendalikan nafsu dari maksiat. Itu menunjukkan bahwa nafsu sebenarnya sangat lemah. Bahwa manusia bukan makhluk yang dikendalikan oleh nafsu, melainkan dialah yang mengendalikan nafsunya.

Ia tidak boleh makan apa saja tanpa membedakan mana yang halal dan mana yang haram. Ia juga tidak boleh berbuat apa saja tanpa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Kita dapat menyaksikan di tengah masyarakat yang dibimbing nafsunya belaka, mereka menyebar makanan dan minuman haram, bahkan hal itu dianggap biasa. Bukan hanya itu, perzinaan dihalalkan tanpa merasa berdosa sedikitpun. Inilah masyarakat yang rapuh. Dalam Al Qur’an Allah selalu menceritakan hancurnya kaum-kaum terdahulu adalah karena mereka hidup di atas kebebasan nafsunya. Mereka tidak menggunakan akal yang telah Allah karuniakan kepada mereka . Al Quran menggambarkan:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ ءَاذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ (الأعراف179)

"Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al A’raf: 179)

Dalam surat An Nazi’at ayat 40-41, Allah swt. menegaskan bahwa hanya dengan takut kepada Allah secara jujur seseorang bisa mengendalikan nafsunya, Allah berfirman:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى(40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى(41)

"Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)." (QS. An Nazi’at: 40-41)

Ini menunjukkan bahwa dalam diri manusia ada dua kekuatan yang saling tarik menarik. Kekuatan nafsu dan kekuatan takut kepada Allah berupa iman. Bila takutnya kepada Allah lebih kuat, maka terkendalikanlah nafsu. Sebaliknya bila takutnya kepada Allah lebih lemah, maka nafsu akan lebih dominan. Bila nafsu yang dominan, maka ia utamakan dunia di atas akhirat. Bahkan ia berani mengorbankan akhiratnya demi dunia. Inilah makna ayat:

بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا(16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى(الأعلى17)

"Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal."

Kaum Muslimin Yang dimuliakan Allah

Pelajaran ramadhan yang ketiga adalah: Menundukkan Syetan.

Kita telah membuktikan selama Ramadhan bahwa setan dijadikan lemah dan tidak berdaya. Kita menjumpai masjid-masjid menjadi ramai selama Ramadhan. Di berbagai tempat, rumah-rumah, kantor-kantor dan di pusat-pusat ibadah, terdengar suara mendengung orang-orang sedang membaca dan tadarus Al-Qur’an. Itu semua adalah bukti nyata bahwa setan sebenarnya sangat lemah. Dalam surat An-Nisa ayat 76 Allah menegaskan:

إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

“Sesungguhnya tipu daya setan itu sungguh lemah.”

Maka tidak pantas orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akherat ia masih mengikuti ajakan dan bisikan-bisikan syetan.

Kita wajib menundukan syetan karena beberapa sebab:

Yang Pertama : Setan adalah musuh yang nyata. Dan ia selalu mempengaruhi seseorang agar keluar dari jalan yang lurus, dan meniti jalan yang sesat bersamanya menuju neraka, Allah befirman:

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ(فاطر6)

"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala."

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ (الحجر39)

Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma`siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.

Sebab Kedua : Setan mengajak kepada permusuhan, melalui minuman khamr dan judi, bahkan syetan berusaha menghalang-halangi seseorang agar tidak berdzikir kepada Allah dan tidak melaksanakan shalat, Allah berfirman:

إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ(91)

"Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan melaksanakan sholat; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu".

Ketiga : Setan selalu menakut-nakuti dengan kemiskinanm supaya seseorang tidak berinfaq, dan selalu mempengaruhi agar seseorang berbuat keji dan zina, Allah berfirman:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ (البقرة 268)

"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqoroh: 268)

Kaum Muslimin Jamaah Sholat jumat yang berbahagia

Pelajaran terakhir yang dapat kita ambil selama belajar di bulan ramadhan adalah: Meninggalkan dosa-dosa dan kemaksiatan .

Ramadhan adalah bulan perjuangan menjauhi dosa-dosa. Dan setidaknya kita telah berhasil membuktikan selama Ramadhan untuk meninggalkan segala bentuk dosa dan kemaksiatan. Bahkan kita berusaha menjauhi sekecil apapun perbuatan yang sia-sia. Kita berusaha secara maksimal untuk menjadikan setiap detik yang kita lewati memberikan makna dan menjadi ibadah kepada Allah swt. Setiap saat lidah kita basah dengan dzikir, jauh dari pembicaraan dusta dan kebohongan. Pandangan kita selalu tertuju kepada ayat-ayat Al Qur’an dan terjaga dari segala yang diharamkan. Langkah kaki kita senantiasa terhantar menuju masjid. Tangan kita banyak memberikan sedekah dan seterusnya.

Masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang berkah. Sebaliknya masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang rentan. Ibarat tubuh penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan bahkan tidak bisa diharapkan darinya kebaikan. Imam Ibn Qayyim Al Jauziyah dalam bukunya yang sangat terkenal “al jawaabul kaafii liman sa’ala ‘anid dawaaisy syaafii” menyebutkan beberapa bahaya dosa, di antaranya sebagai berikut:

Pertama: Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan Allah dalam hati.

Artinya, seorang yang penuh dengan dosa-dosa tidak akan bersungguh-sungguh lagi mengagungkan Allah. Kaki terasa berat untuk melangkah ke masjid. Badan terasa sulit untuk bangun pada waktu fajar menegakkan shalat subuh. Telinga tidak suka lagi mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an, lama kelamaan hati menjadi keras seperti batu bahkan bisa lebih keras dari pada itu. Maka ia hilanglah rasa sensitive atau tidak tergetar lagi dengan keagungan Allah. Allah berfirman:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ(البقرة 74)

"Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqoroh: 74)

Kedua: Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa malu.

Artinya, bahwa seseorang yang terbiasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak merasa berdosa. Bahkan ia tidak merasa malu berbuat dosa di depan siapapun. Bila rasa malu hilang maka hilanglah kebaikan. Rosulullah bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik”. Maksud hadits ini adalah: bahwa semakin kuat rasa malu dalam diri seseorang akan semakin menyebar darinya kebaikan. Dengan demikian masyarakat yang mempunyai rasa malu adalah masyarakat yang baik dan penuh nuansa kemanusiaan.

Ketiga: Dosa menghilangkan nikmat dan menggantikannya dengan bencana.

Allah swt. selalu menceritakan bahwa diazabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka berbuat dosa. Dalam surat Al Ankabuut ayat 40 Allah SWT berfirman:

فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ(العنكبوت40)

"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri."

أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا ءَاخَرِينَ(الأنعام6)

"Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (QS. Al-An’am: 6)

Kaum Muslimin rahimakumullah.

Kesimpulannya adalah bahwa tidak mungkin individu yang kotor, yang hidup di alam dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Karena itu jalan satu-satunya untuk membangun masyarakat yang bersih dan beradab, penuh dengan nuansa tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, yang jauh dari kerjasama dalam keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali kepada fitrah. Kembali bersungguh-sungguh mentaati Allah dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajakan keluarga, anak-anak untuk menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah yang tak boleh dilalaikan, mempelajari Al-Quran, membacnya dan memahaminya, mengendalikan nafsu dari dosa-dosa, menundukkan syetan, menghidupkan malam-malam dengan qiyamullail, seperti suasana selama Ramadhan.

Ramadhan telah menjadi contoh kehidupan hakiki dan kepribadian hakiki seorang muslim sejati. Itulah rahasia mengapa Allah SWT menjadikan amalan-amalan Ramadhan sebagai tangga menuju taqwa: la’allakum tattaquun? Itu tidak lain karena dari ramadhan akan lahir kesadaran maksimal seorang muslim sebagai hamba Allah. Kesadaran yang menebarkan kasih sayang kepada seluruh manusia, menyelamatkan mereka dari kedzaliman dan aniaya, mengajak mereka kembali kepada Allah, karena itulah fitrah manusia yang hakiki.

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم ، ونفعني وإياكم بما فيه من الآيات والذكر الحكيم ، أقول قولي هذا فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم


Khutbah kedua

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِتِّحَادِ وَاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ الْمَتِيْنِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ، إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَإِيَّاُه نَسْتَعِيْنُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. عِبَادَ الله، اِتَّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah

Merupakan suatu Sunnah dari Rasulullah saw. untuk mengiringi puasa ramadhan dengan puasa enam hari di bulan Syawal.

Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah saw. bersabda : مَنْ صاَمَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالَ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, lalu ia mengiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti puasa selama setahun”. (HR. Muslim no.1164, Abu Dawud 2433, Tirmidzi 759)

Dari Tsauban radliyallaahu ‘anhu, Rasulullah saw. bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ فَشَهْرٌ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ فَذَلِكَ تَمَامُ السَّنَةِ

”Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan maka puasa sebulan itu sama dengan sepuluh bulan; dan dengan puasa enam hari setelah berbuka (‘Idul-Fithri), maka ia melengkapi puasa setahun”. (HR. An-Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra, no. 2860 & 2861, Ibnu Majah no. 1715, Ahmad : 5/280)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan maksud hadits di atas dengan mengatakan: ”Para ulama mengatakan bahwa hal itu sebanding dengan puasa setahun kerana satu kebaikan balasannya sepuluh kali lipat dan puasa sebulan Ramadlan sama dengan puasa sepuluh bulan, sedang puasa enam hari sama dengan puasa dua bulan. Keterangan ini juga terdapat pada hadits marfu’ dalam kitab An-Nasa’i”. (Syarah Muslim, 3/238)

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللَّهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Suap (Risywah) Dalam Perspektif Islam

Thursday, 20 January 2011 20:08 Khutbah Jumat

Suap (Risywah) Dalam Perspektif Islam

اَلْحَمْدُ للهِ الذِي أَسْبَغَ عَلَى عِبَادِهِ نِعَمَهُ وَعَطَايَاهُ، وَهَداهُمْ إِلَى الحَقِّ بِمَواعِظِهِ وَوَصَايَاهُ، قَالَ تَعَالَى : وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ مِنَ الحَمْـدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَومِنُ بِهِ وَأَتَوكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، أَرْسَلَ رُسُلَهُ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ، وَهُدَاةً مُصلِحِينَ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ أَوصَى وَوَجَّهَ، وَأَرْشَدَ ونَبَّهَ، أَرْسَلَهُ رَبُّهُ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحابِهِ أَجْمَعِينَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أما بعد: فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ اِتّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي السّرِّ وَ اْلعِلَنِ ، يَا أَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُّو اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَ لَا تَمُوْتُنّ إِلّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.



Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah

Alhamdulillah, limpahan nikmat yang Allah karuniakan kepada kita tak henti-hentinya kita rasakan, nikmat iman, nikmat sehat, nikmat keamanan, nikmat persaudaraan, nikmat kecukupan dan nikmat usia yang sampai hari ini Allah masih menghimpun kita bersama untuk melkasanakan ibadah sholat jumat, untuk itu marilah kita senantiasa memacu diri untuk menjaga kondisi keimanan kita, meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah dengan penuh kesungguhan, terlebih di tengah kehidupan dan kondisi bangsa dan negara kita yang mengalami tantangan yang berat, yang membutuhkan pribadi-pribadi yang kokoh dan mampu bertahan dengan beratnya ujian akan sebuah kejujuran, sifat amanah dan bertanggung jawab terhadap pencipta-Nya dan masyarakat. Semoga Allah meneguhkan hati kita dalam keimanan, menjaga diri dan keluarga kita dari kerusakan dan bencana. Amiin ya rabbal 'alamiin.

Sholawat dan salam marilah kita sampaikan kepada baginda Rosulullah tercinta, Allahumma sholli wa sallim wa baarik 'ala Muhammadin wa 'ala ali Muhammad kamaa shollaita wa sallamta wa baarakta 'alaa Ibrahim wa 'alaa aali Ibrahim fil 'aalamina innaka hamidun majiid. Semoga syafaat beliau dapat kita raih di akhirat kelak, amiin ya rabbal alamin.

Hadirin yang jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah

Kita tentunya banyak dan sering mengikuti perkembangan bangsa kita Indonesia, baik dari media cetak maupun elektonik, berita-berita di televisi, radio dan internet yang tak pernah sepi dari membahas permasalahan-permasalahan bangsa yang tak kunjung selesai sampai saat ini, permasalahan berupa kasus korupsi, suap, menyalahgunakan wewenang menjadi topik hangat yang sering didiskusikan, dibahas dan diberitakan; larinya tahanan dan para koruptor keluar dari penjara dengan menikmati hiburan bahkan jalan-jalan keluar negeri dengan menyuap pejabat yang berwenang tampaknya suatu hal yang biasa dan ringan. Apakah suap atau risywah dalam istilah Islam adalah suatu hal yang kecil ataukah sebaliknya, yaitu termasuk dosa besar dan pelakunya mendapatkan siksa yang berat di akhirat kelak?.

Hadirin yang dimuliakan Allah

Dalam kesempatan jumat kali ini, khatib akan membahas tema penting, untuk kembali menyegarkan pemahaman kita tentang risywah atau suap di dalam Islam. Kata Risywah menurut bahasa dalam kamus Al-Mishbahul Munir dan Kitab Al-Muhalla ibnu Hazm yaitu: "pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya." Atau pengertian risywah menurut Kitab Lisanul 'Arab dan Mu'jamul Washith yaitu: "pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu". Maka berdasarkan definisi tersebut, suatu yang dinamakan risywah adalah jika mengandung unsur pemberian atau athiyah, ada niat untuk menarik simpati orang lain atau istimalah, serta bertujuan untuk membatalkan yang benar (Ibtholul haq), merealisasikan kebathilan (ihqoqul bathil), mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan (almahsubiyah bighoiri haq) , mendapat kepentingan yang bukan menjadi haknya (al hushul 'alal manafi') dan memenangkan perkaranya atau al hukmu lahu.

Hadirin sidang sholat jumat yang berbahagia

Bagaimanakah hukum risywah dalam Islam? Beberapa nash di dalam Al-Quran dan Sabda Rosulullah mengisyaratkan bahkan menegaskan bahwa Risywah suatu yang diharamkan di dalam syariat, bahkan termasuk dosa besar, Allah Swt berfirman:

وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Dan janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqoroh: 188)

Kemudian firman Allah:

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ

"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram" (QS. Al-Maidah; 42)

Iman Al-Hasan dan Said bin Jubair mengomentari ayat ini dengan mengatakan bahwa ma'na "akkaluuna lisshuht" yaitu risywah, karena risywah identik dengan memakan harta yang diharamkan Allah.

Di dalam hadits disebutkan:

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الراشي و المرتشي

هذا حديث صحيح الإسناد

Dari Abdullah bin Umar ra berkata, "Rosulullah melaknat bagi penyuap dan yang menerima suap." (HR. Al-Khamsah dishohihkan oleh at-Tirmidzi)

وعن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : "كل لحم نبت بالسحت فالنار أولى به " قالوا : يا رسول الله ؛ وما السحت ؟ قال : "الرشوة في الحكم" . قال عمر بن الخطاب رضي الله عنه : رشوة الحاكم من السحت وعن ابن مسعود أيضا أنه قال : السحت أن يقضي الرجل لأخيه حاجة فيهدي إليه هدية فيقبلها.

"Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (ashuht), nerakalah yang paling layak untuknya. Sahabat bertanya: "Wahai Rosulullah, apa barang haram yang di maksud itu?". Rosulullah bersabda: "Suap dalam perkara hukum." (Tafsir Al-Quthubi, tafsir surat Al-Maidah ayat: 42)

Umar bin Khatthab berkata: menyuap hakim adalah dari perkara shuht. Ibnu Mas'ud berkata: "Perbuatan Shuht adalah seseorang menyelesaikan hajat saudaranya maka orang tersebut memberikan hadiah kepadanya lalu dia menerimanya."

Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah

Dari uraian ayat-ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa suap merupakan perkara yang diharamkan oleh Islam, baik memberi ataupun menerimanya sama-sama diharamkan di dalam syariat. Namun ada pengecualian yang menurut mayoritas ulama memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh sesorang untuk mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar dan mencegah kezholiman terhadap orang lain, dalam hal ini dosanya tetap ditanggung oleh yang menerima suap. (Hal ini dapat dilihat lebih mendalam dalam kitab Kasyful Qina' 6/304) Nihayatul Muhtaj 8/ 243, AlQurthubi 6/183, Al-Muhalla 8/118, Matholib ulin Nuha, dalam bab-bab yang membahas tentang suap dan memakan harta haram).

Dalam permasalahan ini Imam Abu Hanifah membagi pengertian risywah ini ke dalam 4 hal:

Pertama, memberikan sesuatu untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan ataupun jabatan, maka hukumnya adalah haram bagi pemberi maupun penerima.

Kedua, memberikan sesuatu kepada hakim agar bisa memenagkan perkaranya, hukumnya adalah haram bagi penyuap dan yang disuap, walaupun keputusan tersebut adalah benar, karena hal itu adalah sudah menjadi tugas seorang hakim dan kewajibannya.

Ketiga, memberikan sesuatu agar mendapat perlakuan yang sama di hadapan penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang dsuap saja. Al-Hasan mengomentari sabda Nabi yang berbunyi, Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap" dengan berkata, "jika ditujukan untuk membenarkan yang salah dan menyelahkan yang benar. Adapun jika seseorang memberikan hartanya selama untuk melindungi kehormatannya maka hal itu tidak apa-apa".

Keempat, memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di pengadilan atau instansi tertentu agar bisa menolongnya dalam mendapatkan haknya di pengadilan atau pada instansi tersebut, maka hukumnya halal bagi keduanya, baik pemberi dan penerima, karena hal tersebut sebagai upah atas tenaga dan potensi yang dikeluarkan nya. Tapi Ibnu Mas'ud dan Masyruq lebih cenderung bahwa pemberian tersebut termasuk juga suap yang dilarang, karena orang tersebut memang harus membantunya agar tidak terzholimi, sebagaimana firman Allah:

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

"Dan janganlah sekali-kali karena kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat siksanya." (dari kitab Mau'shuah Fiqhiyah dan Tafsir ayat ahkam Lil Jashosh)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah

Maka bila dilihat dari sisi esensi risywah yaitu pemberian (athiyyah), maka ada beberapa istilah dalam Islam yang memiliki keserupaan dengannya, di antara hal tersebut adalah:

Pertama: Hadiah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang sebagai penghargaan atau ala sabilil ikram. Perbedaannya dengan risywah adalah, jika risywah diberikan dengan tujuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, sedangkan hadiah diberikan dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa kasih sayang.

Kedua: Hibah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang dengan tanpa mengharapkan imbalan dan tujuan tertentu. Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa Ar-Raasyi yaitu pemberi suap memberikan sesuatu karena ada tujuan dan kepentingan tertentu, sedangkan Al-Waahib atau pemberi hibah memberikan sesuatu tanpa tujuan dan kepentingan tertentu.

Ketiga: Shadaqoh, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang karena mengharapkan keridhoaan dan pahala dari Allah Swt. Seperti halnya zakat ataupun infaq. Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa seseorang yang bersedekah ia memberikan sesuatu hanya karena mengharapkan pahala dan keridhoaan Allah semata tanpa unsur keduniawian yang dia harapkan dari pemberian tersebut.

Lalu bagaimanakan jika pemberian hadiah atau hibah tersebut diberikan oleh seseorang kepada pejabat pemerintah atau penguasa, ataupun hakim, maka dalam hal ini Imam Bukhori meriwayatkan hadits dari Abu Humaid As-saidi dalam hadits yang masyhur dengan istilah Hadits Ibnul Utbiyah sebagai berikut:

حدثنا عبد الله بن محمد قال حدثنا سفيان عن الزهري عن عروة بن الزبير عن أبي حميد الساعدي رضي الله تعالى عنه قال استعمل النبي رجلا من الأزد يقال له ابن الأتبية على الصدقة فلما قدم قال هذا لكم وهذا أهدي لي قال فهلا جلس في بيت أبيه أو بيت أمه فينظر أيهدي له أم لا والذي نفسي بيده لا يأخذ أحد منه شيئا إلا جاء به يوم القيامة يحمله على رقبته إن كان بعيرا له رغاء أو بقرة لها خوار أو شاة تيعر ثم رفع بيده حتى رأينا عفرة إبطيه أللهم هل بلغت أللهم هل بلغت ثلاثا

Dari Abi Humaid As Sa'idi ra berkta Nabi saw mengangkat seseorang dari suku Azdy bernama Ibnu Al-Utbiyyah untuk mengurusi zakat, tatkala ia datang kepada Rosulullah, ia berkata: Ini untuk anda dan ini dihadiahkan untuk saya. Rosulullah bersabda, " Kenapa ia tidak duduk saja di rumah ayahnya aatau ibunya, lantas melihat apakah ia akan diberi hadiah atau tidak. Demi Zat yang jiwaku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang mengambilnya darinya sesuatupun kecuali ia datang pada hari kiamat dengan memikulnya di lehernya, kalau unta atau sapi atau kambing semua akan bersuara dengan suaranya, kemudian Rosulullah mengangkat tangannya sampai kelihatan ketiaknya lantas bersabda, Ya Allah tidaklah kecuali telah aku sampaikan, sungguh telah aku sampaikan, sungguh telah aku sampaikan. (HR. Bukhori)

Hadirin sidang sholat jumat yang berbahagia

Risywah hukumnya tetap haram walaupun menggunakan istilah hadiah, hibah atau tanda terima kasih dan lain-lain, sebagaimana hadits di atas. Oleh karena itu, setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi dan legal yang terkait dengan jabatan atau pekerjaan merupakan harta ghulul atau korupsi yang hukumnya tidak halal meskipun itu atas nama 'hadiah' dan tanda 'terima kasih' akan tetapi dalam konteks dan perspektif syariat Islam bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan sebagai 'risywah' atau syibhu risywah yaitu semi suap, atau juga risywah masturoh yaitu suap terselubung dan sebagainya.

Para ulama berpendapat, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dengan cara yang tidak halal seperti risywah maka harus dikembalikan kepada pemiliknya jika pemiliknya diketahui, atau kepada ahli warisnya jika pemiliknya sudah meninggal, jika pemiliknya tidak diketahui maka harus dikembalikan kepada baitul maal, atau dikembalikan kepada negara jika itu dari uang negara dalam hal ini adalah uang rakyat, atau digunakan untuk kepentingan umum. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan orang yang bertaubat setelah mengambil harta orang lain secara tidak benar, sebagaiamna ungkapannya: "jika pemiliknya diketahui maka diserahkan kepada pemiliknya, jika tidak diketahui maka diserahkan untuk kepentingan umat islam."

Seorang muslim yang baik dan sholih harus berusaha untuk menjauhkan diri dari harta yang haram, tidak menerima dan tidak memakannya. Jika terpaksa dan telah menerimanya serta tidak dapat mengelak darinya maka hendaklah harta tersebut tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi dan keluarganya khususnya terkait dengan kebutuhan makanan. Namun hendaklah harta tersebut dipergunakan untuk keperluan sosial dan kepentingan sarana umum, seperti jalan raya, jembatan dll.

Rosulullah bersabda:

عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا أيها الناس إن الله عز و جل طيب لا يقبل إلا طيبا و إن الله عز و جل أمر المؤمنين بما به المرسلين فقال : يا أيها الرسل كلوا من الطيبات ، و قال : يا أيها الذين آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم ، ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد يده إلى السماء يا رب ! يا رب ! و مطعمه حرام و مشربه حرام و ملبسه حرام و غذي بالحرام فأنى يستجاب له ( أخرجه مسلم)



"Wahai manusia, sesungguhnya Allah azza wajalla adalah Dzat yang Baik dan tidak menerima kecuali sesuatu yang baik, dan Allah memerintahkan kaum muslimin sebagaimana memerintakan kepada para nabi, "Wahai Rosul-rosul makanlah dari yang baik-baik" dan firman-Nya, "Wahai orang-orang yang beriman makanlah dari yang baik-baik yang kami rezekikan kepadamu." Kemudian Rosulullah menyebutkan bahwa sesorang yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya kusut, dan berdebu menengadakan keduabelah tangannya ke langit sambil berdoa; wahai Rabb, wahai Tuhan, sedangkan makanannnya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan doanya. (HR. Muslim)

Semoga Allah melindungi kita dan menjaga keluarga kita dari perbuatan dan harta-harta yang diharamkan oleh-Nya. Amiin, amiin ya rabbal 'alamiin.

بلرك الله لي ولكم في القرآن الكريم و نفعني و إياكم بما فيه من الأيات و الذكر الحكيم ، أقول قولي هذا و استغفر الله العظيم لي و لكم فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.

Oleh Zulhamdi M. Saad, Lc