Rabu, 29 Februari 2012

Hujjatul Islam: Ibnu Katsir, Guru Umat dan Suluh Penguasa (1)

Hujjatul Islam: Ibnu Katsir, Guru Umat dan Suluh Penguasa (1)

REPUBLIKA.CO.ID, Ibnu Katsir mendapat julukan Al-Hafizh, Al-Hujjah, dan Al-Muarrikh. Pantas ia menerima penghormatan itu. Pasalnya, ia menguasai banyak disiplin ilmu keislaman, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, dan sejarah.
Ulama sekelas Imam Adz-Dzahabi pun tak segan menyanjungnya. Ibnu Katsir adalah seorang Mufti (pemberi fatwa), Muhaddits (ahli hadis), ilmuwan, ahli fikih, ahli tafsir, dan punya karya monumenal yang banyak dan bermanfaat.
Nama lengkap Ibnu Katsir adalah Abu Al-Fida' Imaduddin Ismail bin Hafsh Syihabuddin Umar bin Katsir. Ia lahir di Majlah, salah satu kota di Bashrah, sebelah timur Kota Damaskus, pada 701 H. Ayahnya meninggal dunia sejak dia masih belia. Sehingga, pendidikan awal Ibnu Katsir diawasi oleh saudara-saudaranya. Ia merupakan anak termuda dalam keluarganya.
Ada yang berpendapat bahwa ayah Ibnu Katsir meninggal ketika ia berusia tiga tahun. Pendapat lain mengatakan ketika berusia empat tahun. Dan pendapat terakhir menyebutkan ketika ia berusia enam tahun. Pendapat yang terakhir disinyalir Ensiklopedi Islam sebagai yang paling sahih.
Meski sang ayah meninggalkannya sejak usia dini, namun pengaruhnya begitu kuat bercokol dalam diri Ibnu Katsir. Menurut sebuah riwayat, ayah Ibnu Katsir adalah seorang khatib. Sang ayah dikenal taat beragama, kuat menjunjung nilai-nilai keilmuan, dan pendidik yang bersemangat. Ibnu Katsir mewarisi kebesaran ayahnya, bahkan kemudian ia menjadi lebih besar.
Sejatinya, kebesaran Ibnu Katsir tampak sejak masih berusia kanak-kanak. Pendidikan awalnya diasuh oleh saudaranya, Syekh Abdul Wahab. Pada periode ini, Ibnu Katsir belajar ilmu-ilmu agama. Ia dengan cepat menguasai ilmu-ilmu yang dipelajarinya. Sehingga pada 706 H, ketika berusia lima tahun, saudaranya mengirimkan Ibnu Katsir ke Kota Damaskus untuk memperdalam ilmu agama.
Di kota itu ia belajar ilmu fikih Syafi'i kepada syekh besar Damaskus, Burhanuddin Ibrahim bin Abdurrahman Al-Fazariy (W 729). Menginjak usia 11 tahun, ia sudah selesai menghafalkan 30 juz Alquran. Kemudian, dari Kota Damaskus itulah, ia memulai pengembaraannya untuk memperkaya ilmu agama.
Tak dapat dinafikan pula bahwa kebesaran Ibnu Katsir juga ditunjang oleh kebesaran guru-gurunya. Selain syekh besar Damaskus, sederet nama ulama agung tercatat sebagai pembimbingnya. Di bidang usul fikih, ia diasuh oleh Syekh Kamaluddin bin Qodi Syuhbah, di bidang hadis ia berguru kepada Syekh Jamaluddin Yusuf bin Zaki Al-Mazi dan Syekh Nazmuddin bin Al-Asqalani, dan di bidang sejarah belajar kepada Syekh Syamsuddin Adz-Dzahabi.

Hujjatul Islam: Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ulama Hadits Abad 20 (1)

 

REPUBLIKA.CO.ID, Hadits merupakan salah satu rujukan sumber hukum Islam di samping kitab suci Alquran. Di dalam hadits itulah terkandung jawaban dan solusi masalah yang dihadapi oleh umat di berbagai bidang kehidupan.
Berbicara tentang ilmu hadits, umat Islam tidak akan melupakan jasa Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani atau yang lebih dikenal dengan Syekh Al-Albani. Ia merupakan salah satu tokoh pembaharu Islam abad ini.
Karya dan jasa-jasanya cukup banyak dan sangat membantu umat Islam terutama dalam menghidupkan kembali ilmu hadits. Ia berjasa memurnikan ajaran Islam dari hadits-hadits lemah dan palsu serta meneliti derajat hadits.
Nama lengkapnya adalah Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin bin Al-Haj Nuh Al-Albani. Dilahirkan pada tahun 1333 H (1914 M) di Ashqodar (Shkodra), Ibukota Albania masa lampau. Ia dibesarkan di tengah keluarga yang tak berpunya secara materi, namun sangat kaya ilmu, khususnya ilmu agama.
Ayahnya, Al-Haj Nuh, adalah lulusan lembaga pendidikan ilmu-ilmu syariat di ibukota negara kesultanan Turki Usmani (yang kini menjadi Istanbul). Ia wafat pada hari Jumat malam, 21 Jumadil Tsaniyah 1420 H, atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999, di Yordania.
Ketika Ahmet Zogu berkuasa di Albania dan mengubah sistem pemerintahan menjadi pemerintah sekuler, Syekh Al-Haj Nuh amat mengkhawatirkan dirinya dan keluarganya. Akhirnya, ia memutuskan untuk berhijrah ke Syam (Suriah, Yordania dan Lebanon sekarang) dalam rangka menyelamatkan agamanya dan karena takut terkena fitnah. Dari sana, ia sekeluarga bertolak ke Damaskus.
Setiba di Damaskus, Albani kecil mulai mempelajari bahasa Arab. Ia masuk madrasah yang dikelola oleh Jum'iyah Al-Is'af Al-Khairiyah. Ia belajar di sekolah tersebut hingga kelas terakhir dan lulus di tingkat Ibtida'iyah.
Selanjutnya, ia meneruskan belajarnya langsung kepada para ulama. Ia belajar Alquran dari ayahnya sampai selesai, selain juga mempelajari sebagian fikih mazhab Hanafi. Ia juga mempelajari keterampilan memperbaiki jam dari ayahnya sampai mahir betul. Keterampilan ini kemudian menjadi salah satu mata pencahariannya.
Pada usia 20 tahun, ia mulai mengkonsentrasikan diri pada ilmu hadits lantaran terkesan dengan pembahasan-pembahasan yang ada dalam majalah Al-Manar, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Syekh Muhammad Rasyid Ridha. Kegiatan pertama di bidang ini ialah menyalin sebuah kitab berjudul Al-Mughni an Hamli Al-Asfar fi Takhrij ma fi Al-Ishabah min Al-Akhbar, sebuah kitab karya Al-Iraqi, berupa takhrij terhadap hadits-hadits yang terdapat pada Ihya' Ulumuddin karangan Imam al-Ghazali.
Kegiatan Syekh Al-Albani dalam bidang hadits ini ditentang oleh ayahnya yang berkomentar, ''Sesungguhnya ilmu hadits adalah pekerjaan orang-orang pailit.''

Al-Mawardi, Pemikir Termasyhur di Zaman Kekhalifahan (3)



REPUBLIKA.CO.ID, Kitab Al-Ahkam As-Sultaniah diyakini para sejarawan ditulis Al-Mawardi atas permintaan dari salah seorang Khalifah Abbasiyah di Baghdad. Hal itu tercantum dalam prakata buku yang legendaris itu.
Bukunya yang fenomenal itu telah diakui sebagai karya klasik dalam bidang politik. Tak hanya diperbincangkan di kalangan intelektual Arab, Al-Ahkam As-Sultaniah pun menjadi kajian para orientalis.
Tak heran, kalau pemikiran Al-Mawardi kerap dikutip dalam berbagai buku diskursus tentang hukum Islam dan pemerintahan. Tak melulu membahas kekuasaan, buku ini juga telah memperkenalkan batas-batas negara, reklamasi tanah, suplai air, pajak, serta hal-hal lain yang begitu detail tentang tugas dan hubungan negara dengan rakyatnya.
Dalam bidang etika, Al-Mawardi menulis kitab berjudul Adab Ad-Dunya wa Ad-Din. Kitab ini sangat populer dan tema-tema yang dibahas di dalamnya masih menjadi bahan kajian di beberapa negara Islam.
Sebagai salah seorang pemikir ilmu politik terkemuka di abad pertengahan, pemikiran-pemikirannya telah memberi pengaruh yang begitu besar bagi pengembangan ilmu politik serta sosiologi. Pemikirannya tentang sosiologi pada zaman berikutnya dilanjutkan oleh Ibnu Khaldun. Pengaruh pemikiran Al-Mawardi terhadap Bapak Sosiologi dunia itu terlihat pada karya Nizamul Mulk Tusi, yakni Siyasat Nama, dan Prolegomena karya Ibnu Khaldun.
Salah satu ciri khas Al-Mawardi adalah selalu memberikan pandangan dalam sudut pandang yang berbeda. Inilah ciri khas pemikir yang independen, netral, dan tak memihak pada satu kelompok atau golongan. Pakar politik seperti ini sangat sulit ditemukan pada zaman modern. Al-Mawardi tutup usia pada 1058 M. Meski begitu, namanya tetap abadi dan akan dikenang sepanjang masa.

Ibu Pionir Perubahan



REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhtadi Kadi
Di balik pria yang agung, ada wanita agung di belakangnya. Demikian orang bijak mengatakan. Jika ada lelaki yang menjadi cendekia, tokoh ternama, pemimpin yang disegani, atau mujahid kesatria maka lihat dulu siapa ibunya. Karena, ibu memiliki peran besar dalam membentuk watak, karakter, dan pengetahuan seseorang. Ibu adalah ustazah pertama sebelum si anak berguru kepada orang lainnya, kapan pun dan di manapun.
Ibu adalah orang pertama yang memberikan nutrisi kehidupan berupa air susu dan kasih sayang sebelum mereka bergelut dengan dinamika kehidupan. Maka, kecerdasan, keuletan, dan budi pekerti sang ibu adalah faktor dominan bagi masa depan anak-anaknya.
Seorang ibu memiliki peran penting dalam mendidik anaknya. Jika ia memainkan peran tersebut dengan baik, kelak ia –bahkan masyarakat-- akan memetik buah manisnya dari sang anak berupa ketaatan dan kesuksesan. Namun, bila ia menyia-nyiakan perannya, kelak ia akan menuai kedurhakaan, sikap kurang ajar, rasa malu, dan penyesalan.
Peran paling mendasar yang dimainkan oleh seorang ibu, di antaranya, adalah, menanamkan nilai-nilai luhur dan budi pekerti mulia dalam dirinya sendiri terlebih dahulu karena orang yang tidak punya sesuatu tidak mungkin memberi kepada orang lain.
Allah SWT telah menentukan karakter seorang ibu yang baik dan salehah dalam surat an-Nisa. “Maka, wanita yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak  ada. Maka dari itu, Allah telah memelihara mereka.” (QS an-Nisa [4]: 34). Karenanya, seorang istri salehah lebih cocok untuk diajak membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah dan melahirkan keturunan yang saleh lagi salehah.
Utsman bin Affan pernah berpesan kepada anak-anaknya, “Wahai anak-anakku, sesungguhnya orang yang hendak menikah itu ibarat orang yang hendak menyemai benih. Maka, hendaknya ia memperhatikan di mana ia akan menyemainya. Dan, ingatlah bahwa wanita yang berasal dari keturunan yang jelek jarang sekali melahirkan keturunan yang baik maka pilih-pilahlah terlebih dahulu meskipun sejenak.”
Dengan ini sangat gamblang bahwa peran ibu sangat urgen dalam dunia pendidikan. Ia adalah pemeran utama dan salah satu faktor terpenting yang melatarbelakangi keberhasilan proses pendidikan itu sendiri. Dengan kesalehannya, masyarakat akan menjadi saleh. Dan, sebab kebrobokan akhlaknya, masyarakat akan menjadi amburadul. Ibu adalah pionir perubahan dan pencetak generasi brilian. Tanpa ibu yang salehah, kita hanya akan menuai duri dan buah yang pahit di tengah masyarakat.

Mengapa Pendidikan Itu Penting?



TRIBUNNEWS.COM - Islam, agama yang sempurna, sangat memperhatikan pertumbuhan generasi. Untuk itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kita agar memilih istri shalihah, penuh kasih sayang dan banyak keturunannya. Dari istri-istri yang shalihah ini, diharapkan terlahir anak-anak yang shalih-shalihah, kokoh dalam beragama. Sehingga islam menjadi kuat dan musuh merasa gentar. Demikianlah, ibu memiliki peran yan dominan dalam membangun pondasi dan mencetak generasi, karena dialah yang akan mendidik anak-anak dalam ketaatan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Perhatian Islam lainnya yang terkait dan ikut berpengaruh dengan pendidikan anak, yaitu Rasulullah menganjurkan agar orang tua memberi nama yang baik terhadap anak-anaknya. Suatu nama akan turut memberi pengaruh pada anak. Sehingga banyak riwayat yang menjelaskan Rasulullah merubah beberapa nama yang tidak sesuai dengan Islam.
Ketegasan Islam dalam mendidik ini, juga bisa dikaji dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa ketika anak menginjak usia tujuh tahun, hendaklah kedua orang tua mengajarkan dan memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan shalat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat ketika berusia tujuh tahun, dan pukullah jika enggan melakukannya bila telah berusia sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur di antara mereka.” (HR. Abu Daud). Perintah mengajarkan shalat, berarti juga mencakup hal-hal berkaitan dengan shalat. Misalnya, tata cara shalat, thaharah, dan kewajiban shalat berjama’ah di masjid, sehingga anak bisa lebih dekat dan akrab dengan kaum Muslimin. 
Adapun pukulan pada anak, Islam memperbolehkan para orang tua untuk memukul, jika anak malas dan enggan melakukan shalat. Tetapi hendaklah diperhatikan, pukulan tersebut dalam batas-batas tarbiyah (pendidikan), dengan syarat bukan pukulan yang membahayakan, dan bukan pula pukulan mainan, sehingga tidak ada pengaruh apapun. Di antara tujuannya, supaya anak merasakan hukuman bila ia melakukan kemaksiatan meninggalkan shalat.
Namun kita lihat pada masa ini, pukulan, sebagai salah satu wasilah dalam tarbiyah, banyak ditinggalkan para orang tua. Dalih yang disampaikan, karena rasa sayang kepada anak. Padahal rasa sayang yang sebenarnya harus diwujudkan dengan pemberian pendidikan. Dan salah satunya dengan dipukul saat anak melakukan perbuatan maksiat. Rasulullah juga memerintahkan para orang tua supaya memisahkan tempat tidur anak-anak yang telah memasuki usia sepuluh tahun. Maksud pemisahan ini, ialah untuk menghindari fitnah syahwat. 
Oleh karena itu, jika orang tua bertanggung jawab terhadap anak-anaknya saat mereka tidur, lalu bagaimana saat mereka keluar dari rumah dan bergaul dengan masyarakat? Maka tentu orang tua memiliki tanggung jawab yang lebih besar lagi. Orang tua harus senantiasa mengawasi anak-anaknya, menjauhkannya dari teman dan pergaulan yang buruk lagi menyesatkan. Karena tarbiyah tidak hanya ketika berada di rumah saja, namun juga ketika anak-anak berada di luar rumah. Sebagai orang tua harus mengetahui tempat dan dengan siapa anak-anaknya bergaul. Ingatlah, orang tua adalah pemimpin, ia akan diminta tanggung-jawabnya.
b>“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang yang kalian pimpin.” (Muttafaqun ‘alaih).
Kebaikan anak menjadi penyebab kebaikan, khususnya bagi orang tua dan keluarganya, dan secara umum untuk kaum Muslimin.
Anehnya ada sebagian orang tua, manakala dinasehati tentang tarbiyah anak, justru melakukan sanggahan. Orang tua ini mengatakan bahwa kebaikan ada di tangan Allah, atau hidayah terletak di tangan-Nya. Memang benar hidayah berada di tangan Allah, sebagaimana firman ta’ala, artinya, “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. Dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS. Al-Qashash: 56).
Namun yang perlu diperhatikan, faktor yang menjadi penyebab adanya kebaikan dan hidayah ialah karena peran orang tua. Apabila para orang tua telah berperan secara maksimal dan telah menunaikan kewajibannya dalam tarbiyah, maka hidayah berada di tangan Allah subhanahu wata’ala. sedangkan jika orang tua lalai dan mengabaikan tarbiyah, maka Allah subhanahu wata’ala akan memberikan balasan dengan kedurhakaan dan keburukan kapada anak. Ingatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
b>“Setiap anak dilahirkan dalam keadaaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menyebabkan anak menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. al-Bukhari).
Di sinilah kita harus memahami secara benar, betapa besar peran orang tua terhadap anak. Orang tua memiliki tanggung jawab membentuk keimanan dan karakter anak. Dari orang tua itulah akan terwujud sosok kepribadian seorang anak.
Oleh karena itu, marilah kita berdoa dan selalu berusaha memberikan pendidikan kepada anak-anak kita dengan berlandaskan agama yang shahih dan lurus. Anak yang kita siapkan saat ini akan menjadi pewaris budaya orangtuanya. Ketika anak salah mendapat didikan maka ia akan mencari di tempat lain, sehingga hilang control orangtua terhadap anak yang menyebabkan terjadi pergaulan bebas. Keluarga sangat berperan penting dalam menumbuh kembangkan pendidikan anak.
Penulis: Mahasiswa S1 Dakwah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Mantan Ketos SMAN 1 Lhokseumawe-Aceh).

5 Cara Salah Mendidik Anak




Ghiboo.com - Menjadi orang tua memang tidak mudah, butuh kesabaran dalam membesarkan dan mendidik anak. Tapi, jika cara Anda salah, itu juga berakibat fatal dan buruk untuk masa depannya.

Terkadang tanpa Anda sadari, sikap dan cara didik kepada anak justru membuat mereka stres. Kadangkala terlalu memanjakan mereka, itu juga tidak baik bagi perkembangkan mereka.

Berikut ini ada 5 cara mendidik anak yang dianggap salah, seperti dikutip dari Times of India, Jumat (10/2).

Tidak ada waktu

Sebagai orang tua, Anda mungkin tidak pernah menyediakan waktu dengan anak-anak. Setidaknya menanyakan kegiatan mereka apa saja disekolah. Komunikasi dengan anak penting, karena jika mereka punya masalah, akan disampaikan ke Anda dan masalah itu bisa cepat diselesaikan.

Terlalu royal memberi hadiah

Sebaiknya Anda tidak terlalu mudah memberikan anak hadiah apalagi jika tidak didukung prestasi yang baik di sekolah. Anda boleh-boleh saja memberi mereka hadiah, tentunya dengan memberi pengertian apabila prestasi di sekolah bagus, minimal nilai pelajaran mereka baik.

Membandingkan-bandingkan

Banyak orang tua yang membandingkan anak mereka dengan orang lain, baik itu saudara, teman atau teman sekelas. Kondisi itu akan membuat meereka semakin merasa tidak layak. Anda harus tahu, setiap anak memiliki kemampuan berbeda, jadi lebih baik Anda memberi motivasi dan dukungan terhadap potensi yang ada padanya.

Terlalu dibebani

Anak juga butuh istirahat dan dicharge. Ibarat baterai, kegiatan yang padat setelah sekolah seperti les, kursus dan lainnya sudah cukup membebani mereka. Jadi, berilah mereka waktu menyalurkan hobi, apakah olahraga, mendengarkan musik atau bahkan tidur.

Terlalu menuntut

Ujian adalah saat-saat paling tidak menyenangkan bahkan menjadi beban bagi anak-anak. Semakin terbebani karena Anda menuntut nilai yang bagus, kondisi ini bisa membuat mereka semakin stres. Seharusnya, yakinkan anak Anda dan motivasi mereka bahwa nilai jelek bukan akhir dari semuanya, karena masih ada kesempatan lain.

Semoga berhasil!

Tuhfat Al-Maudud bi Ahkam Al-Maulud, Panduan Mendidik Anak (1)




REPUBLIKA.CO.ID, Seorang anak, bagi keluarga Muslim tak sebatas sebagai pelipur lara dan buah hati dari sebuah pernikahan.
Setiap orang tua berharap, kala sudah memasuki usia senja atau telah tiada, anak-anaknya akan memanjatkan doa bagi mereka. "Dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka (keduanya) sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS Al-Israa’: 24).
Namun, anak seperti apa yang mampu merealisasikan tugas mulia itu? Tentunya adalah anak-anak saleh dan salehah. Di era modern ini, membentuk generasi Muslim yang saleh bukanlah perkara mudah. Dalam Islam, pendidikan yang mesti ditempuh tidak sebatas pendidikan formal ataupun non-formal di usia anak-anak.
Tetapi, seyogianya pendidikan tersebut harus dimulai bahkan sebelum sepasang calon suami istri memutuskan untuk menikah, terutama tentang pentingnya menanamkan sebuah pemahaman terkait urgensi anjuran memperoleh keturunan.
Faktor inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan penting bagi Syamsuddin Muhammad bin Abu Bakar bin Qayyim Al-Jauziyyah (751 H), masyhur dengan Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, untuk mengarang buku panduan bagi orang tua dalam menyelenggarakan pendidikan bagi buah hati.
Upaya Ibnu Qayyim itu terbilang sesuatu yang baru pada zamannya. Belum didapati karya serupa yang secara khusus fokus mengkaji tentang pendidikan anak. Apalagi, bahasan yang dikupas cukup kompleks dan komprehensif. Semuanya dirangkum dalam 17 bab yang menjadi bahasan utama kitab.
Kitab itu juga dilengkapi pendalaman tentang sejumlah persoalan yang turut melengkapi setiap babnya. Kitab yang ditulis pun tidak hanya berbicara tentang hal ihwal yang berkenaan dengan anak, mulai dari hukum-hukum fikih hingga kiat-kiat praktis mendidik anak. Lebih dari itu, Ibnu Qayyim mengupas ragam argumentasi yang memperkuat perintah memperbanyak keturunan dan dasar filosofis di balik amar tersebut.
Meskipun kitab Tuhfat kental dengan nuansa disiplin hadits, metode istinbath yang diterapkan lebih menyerupai atau bahkan tak ubahnya pendekatan fikih. Metode serupa yang digunakan oleh Ibnu Qayyim dalam kitabnya yang bertajuk Zaad al- Ma’ad.
Dalam kitab tersebut, misalnya, secara jelas penerapan ijtihad fikih membaca dan menyikapi teks hadits dalam konteks realitas zaman. Hal itu tampak ketika Ibnu Qayyim membahas tentang hukum jihad. Sikap tegas perlawanan terhadap ekspansi dan penindasan oleh tentara Salib dan Mongolia. Tidak berlebihan jika dikatakan metode dan corak yang diterapkan oleh Ibnu Qayyim sedikit banyak terinspirasi oleh sang guru, Ibnu Taimiyyah.

Fikih Muslimah: Hukum Menyamakan Istri dengan Ibu Kandung (1)



REPUBLIKA.CO.ID, “Engkau bagiku seperti  punggung ibuku.” Kalimat ini pernah diucapkan Aus bin Shamit, suami Khaulah bin Tsa’labah.
Ungkapan tersebut sebagai bentuk ketidaksukaan Aus bin Shamit terhadap istrinya tersebut. Namun kemudian, Aus menyesali perbuatannya dan meminta maaf kepada istrinya.
Khaulah pun menyampaikan masalah ini kepada Rasulullah SAW, dan turunlah ayat 1-4 surah Al-Mujadalah yang menegaskan, perbuatan tersebut (menuduh istri sama dengan ibunya), dilarang dalam Islam.
Namun, bila suaminya menyesali perbuatannya dan bermaksud kembali kepada istrinya, maka dia wajib memerdekakan seorang budak (hamba sahaya), atau berpuasa, atau memberi makan fakir miskin. Itulah hukum Allah bagi orang-orang yang beriman.
Peristiwa yang terjadi 14 abad silam itu, hingga kini masih sering terdengar. Tentu saja, dalam konteks yang berbeda pula. Ada yang dimaksudkan sebagai ungkapan ketidaksenangannya terhadap istrinya dan dia menginginkan perceraian. Namun adapula yang bermaksud sebagai pujian atas kecantikan istrinya, yang kecantikannya itu mirip dengan ibunya.
Misalnya, “Wahai istriku, kecantikanmu sangat menawan. Rambutmu hitam dan panjang, bagaikan bidadari dari kahyangan. Kecantikanmu mengingatkanku pada kecantikan ibuku.”
Bagaimanakah ungkapan seperti ini? Apakah ia sama dengan kasus yang dialami Khaulah bin Tsa’labah dan suaminya, yakni Aus bin Shamit, yang menyamakan istrinya dengan ibu kandungnya sehingga itu termasuk perkataan Zhihar?
Para ulama berbeda pendapat mengenai ungkapan tersebut. Ibnu Qayyim berkata, “Pada masa jahiliyah, zhihar dianggap sebagai talak, lalu dihapus dengan kedatangan Islam. Karenanya, hukum yang telah dihapuskan tidak boleh dilaksanakan. Aus bin Shamit pernah melakukan zhihar dengan niat talak, akan tetapi yang diberlakukan adalah zhihar, dan bukan talak. Di samping itu, zhihar memiliki hukum yang jelas. Oleh sebab itu, zhihar juga tidak dijadikan sindiran talak karena hukum zhihar untuk talak telah dibatalkan oleh syariat Allah."
Namun ada ulama yang berpendapat, kasus seperti Aus bin Shamit, hukumnya telah menyebabkan jatuh talak. Karena maksudnya untuk menceraikan sang istri. Kendati tidak ada pernyataan talak atau cerai seperti "Kamu aku talak. Kamu aku ceraikan.”
Dan ini merujuk pada hadits Rasulullah SAW yang memerintahkan Aus bin Shamit untuk membayar tebusan, yakni berpuasa, atau memerdekakan budak, atau memberi makan fakir miskin. (HR Abu Dawud). Hadits serupa juga diriwayatkan dari Aisyah.

Fikih Muslimah: Mengambil Harta Suami tanpa Izin (1)



REPUBLIKA.CO.ID, Memindahtangankan harta orang lain tanpa mendapatkan izin, pada hakikatnya, tidak diperbolehkan dalam Islam.
Apa pun alasan yang digunakan, sekalipun maksud dan tujuannya untuk kebaikan, menolong fakir miskin, misalnya.
Harta termasuk salah satu hak yang diharamkan untuk diambil dan dipergunakan, kecuali atas izin pemiliknya.
Karena itu, kecaman dan larangan mencuri sangat ditegaskan secara tersurat dalam Alquran sebagaimana termaktub dalam ayat, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah kedua tangannya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.” (QS Al Maidah: 38).
Ketentuan itu pun berlaku bagi suami istri dalam sebuah institusi keluarga. Artinya, larangan mencuri harta berlaku bagi kedua belah pihak. Yang jadi persoalan, bolehkah seorang istri mengambil harta suami tanpa sepengetahuannya demi hajat sehari-hari keluarga?
Apakah tindakan istri tersebut dikategorikan mencuri? Hal ini mengingat bahwa kaidah yang berlaku dalam Islam, sejatinya kewajiban menafkahi keluarga adalah tanggungjawab suami.
Dalam rumah tangga, harta diberikan suami kepada istri agar dibelanjakan untuk keperluan sehari-hari, termasuk mencukupi kebutuhan anak-anak. Lain hal, jika seorang suami tak mampu menjalankan fungsinya sebagai pencari nafkah.
Di kalangan mazhab Syafi’i, hukum mengambil harta suami untuk menopang kehidupan keluarga inti, diperbolehkan. Dengan catatan, suami urung segara memenuhi kewajibannya tersebut, apalagi jika didapati suami bersifat bakhil.
Kadar yang diambil pun disesuaikan dengan porsinya, tidak berlebihan. Di luar haknya tersebut maka tidak diperbolehkan, kecuali bila haknya memperoleh nafkah itu terhalang.

Ilmuwan Muslim : Tak Ada Evolusi dalam Islam



REPUBLIKA.CO.ID, CONNECTICUT - Penciptaan makhluk hidup yang berasal dari kasta terendah atau yang dikenal dengan Teori Evolusi tidak diajarkan dalam pemahaman Islam. Seorang professor Muslim dibidang Fisika, Taner Edis dari Truman State University Missouri menyampaikan pandangan umum umat Islam ini, ditengah mahasiswa Trinity University, Connecticut.
Edis menyampaikan perdebatan tentang teori Darwin di dunia muslim adalah suatu yang merendahkan derajat manusia. Menurutnya Evolusi bukanlah pelajaran di dunia muslim. Hal ini disampaikannya ketika memberi kuliah umum tentang 'Debat Muslim: Penciptaan vs Evolusi', Kamis (9/2).
"Kami menganggap segalanya berpusat pada Tuhan (Allah), segala penciptaan dunia berasal dari Nya. Dan ketika para ilmuwan berusaha menemukan asal muasal segala sesuatu, kami sudah meyakini jawabannya," katanya.

Muslim meyakini penciptaan, dan ini menjadi doktrin utama Islam sebagai agama monoteisme dari ajaran Ibrahim. Ini mereferensi pada Al-Qur'an, yaitu Adam dan Hawa, dan hadirnya ketergantungan manusia pada Tuhan.
Teori Darwin sering menjadi kontroversi di kalangan muslim, terutama pada asal usul manusia yang berasal dari kera. Faktanya, hingga saat ini para ilmuwan hanya bisa menduga-duga dengan istilah mata rantai yang hilang 'missing link' hasil perubahan dari kera ke manusia. Sementara itu, sebagian terori seperti seleksi alam sebagian masih memungkinkan terjadi.
Lebih dari 150 orang menghadiri ceramahnya di Auditorium Chapman. Berjudul "Penciptaan vs Evolusi: Debat Muslim," itu bagian dari Pekan Darwin di kampus di Trinity University.

Islam Ajarkan Cinta Damai

TRIBUNNEWS.COM - Semua agama mengajarkan kedamaian. Tindak kekerasan harus dihilangkan. Selalu menjunjung tinggi sikap kebersamaan, kekompakan dan persatuan. Kejahatan dan kekerasan menjadi musuh bersama yang paling utama. Maka, sikap optimisme untuk membangun bangsa Indonesia ke depan harus menjadi prioritas utama. Semua itu kita satukan dalam bingkai kebersamaan Bhinneka tunggal ika (walaupun berbeda-beda namun tetap satu).
Bila merenungkan keadaan bangsa saat ini, seakan-akan Indonesia semakin lama semakin terpuruk dengan mencuat berbagai issue. Birokrasi sudah mulai ambruk, karena dinodai oleh para koruptor yang bertopeng manusia. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) hampir seluruh pelosok tanah air, mulai dari penggusuran pedagang asongan, pedagang kaki lima, kasus Mesuji, Bima hingga permasalahan agraria.
Di samping issue tersebut, tambah lagi permasalahan bangsa terhadap pembubaran ormas anarkis. Ratusan orang berdemo menuntut kedamaian dan mengecam kekerasan. Mereka berharap Front Pembela Islam (FPI) dibubarkan. Karena mereka menganggap FPI telah bertindak keras dalam setiap demonstrasi dan sweeping yang dilakukannya. Sehingga dengan permasalahan ini akan menambah pekerjaan rumah bagi pejabat Negara untuk menyelesaikan persoalan antar anak bangsa sendiri.
FPI adalah ormas yang mengusung menegakkan syariat Islam dianggap anarkis oleh sebagian orang namun dianggap baik bagi sebagian yang lain. Sehingga muncul kalangan pro dan kontra terhadap ormas tersebut. Sehingga menteri dalam negeri Gamawan Fauzi pun ikut berkomentar untuk menata kembali tentang undang-undang keormasan.
Dibalik permasalahan itu semua, sebenarnya Islam tidak pernah mendukung tindak kekerasan, bahkan Islam mengecam tindakan biadab tersebut. Islam agama yang cinta damai, menjunjung tinggi hak setiap warga masyarakat, mengedepankan sikap toleransi dengan agama lain. Maka, siapapun dia, dari manapun ia jika “katanya” beragama Islam namun bertindak kekerasan dan kekisruhan tentunya mereka bukan mewakili Islam.
span style="font-size:12.0pt;line-height:200%;font-family:"Times New Roman","serif"">Bila kita melihat perjuangan Nabi saw dan sahabat di Madinah selalu mengedepankan budaya kedamaian. Orang Islam menghargai kerukunan beragama, hingga melahirkan piagam Madinah. Inilah salah satu bukti bahwa Nabi saw dan sahabat selalu bersikap toleransi dan menjauhkan sikap anarkis lagi biadab. Maka Islam tidak pernah mencontohkan tindak kekerasan. Sebagaimana ditegaskan dalam firmanNya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS al-Baqarah [2]: 256).
Konsep Islam yang telah diturunkan Allah swt kepada Nabi saw sungguh sangat sempurna. Islam agama yang universal, lengkap dengan segala atribut untuk menghadapi dunia modernisasi. Namun demikian, bila ada orang Islam atau kelompok yang mengaku dirinya Islam bertindak kekerasan dan tidak menjunjung tinggi kerukunan berarti dia sama sekali tidak mewakili Islam. Yang salah bukanlah ajaran Islam, tapi yang salah adalah orang Islam, sebagian mereka tidak tahu bahkan tidak mau tahu dan tidak mengamalkan ajaran yang telah digariskan Islam.
Dakwah Islam bukan dengan memukul tapi dengan merangkul. Menyebarkan Islam bukan dengan menyinggung namun dengan menyentuh. Mensosialisasikan ajaran Islam bukan dengan saling mengejek namun dengan mengajak. Sungguh indah Islam bila kita pelajari, hanya orang-orang salah tafsir ayat al-quran yang melakukan tindakan kriminal. Padahal kriminalisme adalah musuh Islam. Maka Islam memiliki budaya salam, dengan arti selalu mengedepankan kedamaian. Ditegaskan dalam firmanNya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS al-An'am [6): 108).
Untuk membendung kerusakan Islam yang disebabkan oleh segelintir orang, maka umat Islam harus bersatu untuk melawan kekerasan, kriminalitas, dan tindakan anarkis. Umat Islam harus bersikap “Kedamaian Yes But Kekerasan No”. Sikap menolak kekerasan untuk menghilangkan citra Islam yang diidentikkan dengan kekerasan. Umat Islam harus mampu membendung siapapun dari umat Islam yang selalu bertindak anarkis.
Oleh karenanya, mengajak umat Islam untuk selalu mengamalkan ajaran Islam dengan mengamalkan dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Kedamaian harus menjadi tongkat perjuangan dan eksistensi umat Islam di masa depan. Tindak kekerasan, anarkis dan krimilitas harus menjadi musuh bersama. Ditegaskan olehNya: “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS al-Anfal [8]: 61).
Tambah lagi penegasanNya: “Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS al-Nahl [16]: 93). Berlanjut dengan ayat yang lain: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS Ali 'Imran [3]: 159).
Maka, mari bersikap arif dan damai terhadap siapapun yang tidak mengganggu kita. Satukan langkah untuk menuju bangsa yang makmur, sejahtera dan damai dalam bingkai NKRI.o:p>
Penulis: Jubir Perkumpulan mahasiswa bumoe Aceh (Peuhaba) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta/Mahasiswa S1 Dakwah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Islam Bukan Agama Revolusi



TRIBUNNEWS.COM - Islam berkembang dibawah dakwah Rasulullah SAW kemudian diteruskan oleh para pengikutnya secara berangsur-angsur. Tahap demi tahap, step by step yang mereka lalui untuk memperjuangkan dakwah Islam itu sendiri. Islam adalah agama dakwah bukan agama revolusi yang didalamnya terdapat kudeta yang berprinsip siapa yang kuat dia yang menang. Seperti yang kita saksikan sekarang dari kejadian revolusi yang paling dekat dengan catatan sejarah umat manusia adalah berupa kudeta-kudeta atau mengadakan perubahan drastis dengan cara mengandalkan power (kekuatan) semata. Jadi, eksistensi revolusi selalu tunduk kepada kaidah siapa yang kuat dia yang menang.
Islam tidak mengenal revolusi dalam mengembangkan dakwah Islam. Sehingga tidak ada alasan mengatakan bahwa Islam berkembang dengan tumpahan darah. Dengan demikian Islam tidak mengenal ciri-ciri revolusi sebagai berikut:
Pemaksaan dan Pengorbanan Kebebasan Pribadi
Dalam revolusi tidak ada hak untuk pribadi-pribadi dalam masyarakat untuk menolaknya, pendapat mereka tidak dihargai, baik ketika berlangsungnya revolusi atau setelah revolusi. Dalam situasi revolusi manusia tidak dapat hidup secara normal. Disebabkan oleh kebebasan-kebebasan pribadi lenyap begitu saja. Tidak ada kesempatan untuk menulis, membaca, mengarang, berkumpul, berdiskusi dan lain-lainnya.
Akan tetapi dalam Islam tidak dikenal seperti itu. Dalam Islam tidak berlaku hukum rimba (siapa yang kuat dia yang menang). Bahkan jangankan seperti itu pemaksaan saja dilarang dalam Islam. Allah SWT berfirman:“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghutdan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S.al-Baqarah:256).
Begitulah indahnya Islam, hingga dalam menyebarkannya pun dilarang adanya pemaksaan. Sikap toleransi sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Namun sikap tersebut hanya berlaku dalam hal muamalah, sosial dan hubungan bermasyarakat. Toleransi tidak berlaku dalam hal aqidah (keyakinan) dalam menghambakan diri kepada Allah SWT. Maka Allah SWT berfirman: “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (1), Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2), Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (3), Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4), dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah (5), Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (6)”. (Q.S.al-Kafirun:1-6).
Setiap revolusi selalu menyandarkan pada power fisik dan bergerak atas nama undang-undang dan kepentingan rakyat. Padahal semuanya adalah dusta, revolusi hanya untuk kepentingan orang-orang tertentu saja yaitu para penguasa dan antek-anteknya (pengikutnya). Revolusi bergerak dengan mengadakan perombakan secara paksa dalam segala bidang demi tercapainnya tujuan-tujuan yang diinginkan. Karena menyadari berapa sulitnya merubah tatanan masyarakat yang sudah ada. Bahkan sudah mengakar sebagai adat-istiadat dan budaya, andaikan mampu itupun membutuhkan waktu yang sangat lama. Karena merubah itu bukan hal yang gampang, jangankan orang lain diri kita pribadi saja susah dan sulit untuk dirubah. Padahal Allah SWT berfirman tidak akan mengubah sesuatu sehingga mereka mau merubahnya sendiri. Tentunya semua itu dengan ikhtiar (usaha) dan do’a kepada Allah SWT.
"Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S.ar-Ra’d:11).
Namun, Nabi Muhammad SAW mampu merubah masyarakat jahiliyah kepada Islamiyah dalam jangka waktu 23 tahun. Bisa membentuk masyarakat yang Islami sesuai dengan tuntunan Allah dan RasulNya, tentunya semua itu dengan izin Allah SWT dan usaha yang keras. Kenapa dan mengapa bisa terjadi hal yang seperti itu? Karena satu kata dan perbuatan dalam setiap tindak dan tanduknya. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (2), Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (3)”. (Q.S.ash-Shaff:2-3).
Pengaruh Lingkungan
Segala revolusi yang sekalipun semuanya mengandung unsur-unsur yang mendadak dalam merombak struktur yang ada sampai keakar-akarnya. Dengan cara yang tidak manusiawi yang membasmi seluruh kawan dan lawan. Demi untuk mengamankan revolusi dan kelanggengan, tetapi tujuan akhirnya adalah hanya terbatas pada lingkungan setempat dan golongan tertentu.
Nilai-nilai yang digembar-gemborkan kaum revolusioner hanya sekadar slogan semata seperti kebebasan, keadilan sosial, kemerdekaan dan lain-lain. Semuanya hanya berlaku pada lingkungan tertentu saja tidak untuk semua manusia. Akan tetapi tidak dengan Islam, Islam adalah Rahmatan Lil’alamin. Sesuai dengan firmanNya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (Q.S.al-Anbiya:107).
Ketiga ciri pokok revolusi sungguh bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Islam hadir di setiap tempat tidak mengadakan perombakan secara mendadak. Islam tidak pernah menghancurkan tatanan masyarakat yang ada secara radikal. Dalam mencapai tujuan dakwah Islam tidak memakai yang tidak manusiawi demi kelangsungan dakwah Islam. Pun, Islam tidak berpihak hanya satu golongan, akan tetapi seluruh manusia yang ada di jagat raya ini.
Penulis: Mahasiswa SI Dakwah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta/Jubir Perkumpulan mahasiswa bumoe Aceh (Peuhaba) UMY.

Inilah Pentingnya Pintu Dalam Islam


REPUBLIKA.CO.ID, Pintu memegang peranan penting dalam Islam. Hal ini dikarenakan, Islam sangat menghormati privasi. Sebuah pintu menandakan ruangan tersebut dikhususkan pada orang-orang tertentu, misalnya keluarga.
Dikutip dari saudiaramcoworld.com, pintu menegaskan adanya batas. Batas ini penting dalam keseharian umat Islam. Sebuah batas mengindikasikan adanya aturan sejauh mana seseorang bisa memasuki suatu lingkup.
Pintu juga menandakan adanya zona transisi. Hal ini bisa dilihat pada pintu rumah. Pintu rumah menandakan adanya perpindahan dari suatu komunitas seperti kota dan desa, ke ruang yang bersifat lebih sempit dan privasi seperti rumah.
Selain itu, pintu juga merupakan bentuk dan ekspresi artistik pemilik rumah. Warna terang dan plot yang tegas pada pintu depan menekankan jalan masuk ke dunia privasi keluarga. Pintu ini menyediakan kesempatan bagi orang di luar untuk melihat sekilas kekayaan yang ada di belakang elemen pintu.
Desain pintu bisa bermacam-macam. Namun, bentuk ornamen berfigur manusia tetap tak digunakan oleh para arsitektur muslim. Mereka cenderung memilih hiasan abstrak. Hiasan ini bisa tersusun atas pola geometri atau wujud benda di alam. Hal ini sekaligus menunjukkan, hasil kerja para arsitektur muslim tidak pernah jauh dari apa yang diciptakan-Nya.
Hasilnya, lahirlah bentuk-bentuk fantastis yang tidak terfikirkan. Hiasan ini sekaligus memberi makna lebih dalam pada gambar, bentuk, dan objek yang ada di alam.

Pakar : Hukum Islam Harus Kontekstual


REPUBLIKA.CO.ID, DURHAM--Umat Islam tengah menghadapi tantangan dalam pemikiran keagamaan dalam Islam, termasuk bagaimana hukum Islam di abad ke-9 dan ke-10 diberlakukan dalam konteks kekinian. Demikian diungkap Pakar Studi Islam, Profesor Ebrahim Moosa saat memberikan kuliah umum di Universitas Thomas Langford.
"Sulit untuk meramalkan masa depan Islam sebagai sebuah agama yang kompleks dan beragam dalam budaya dan peradaban," kata Mossa seperti dikutip today.duke.edu, Jum'at (24/2).
Moosa mengatakan tragedi 9/11 dan revolusi musim semi Arab Januari 2011 menunjukan bagaimana ada perubahan yang terjadi pada satu bagian dalam dunia Islam. "Anda tentu sudah tahu bahwa perubahan yang terjadi merupakan salah satu peristiwa besar yang terjadi begitu cepat," pungkasnya.
"Kita tentu jenuh dengan liputan media yang menyoroti perbuatan tercela dari berbagai aktor muslim, terorisme, dan praktek misoginis (kebencian terhadap perempuan -red) ," tambahnya.
Padahal apa yang diberitakan itu belum tentu menceritakan fakta secara menyeluruh. Sementara sebagian masyarakat tentu telah berpendapat meski informasi yang diberikan tidak lengkap. "Hasilnya, apa yang terjadi telah merusak reputasi dan merendahkan dunia Islam," katanya.

Ensiklopedi Hukum Islam: Ahlul Bait



REPUBLIKA.CO.ID, Ahl artinya famili, keluarga, dan penghuni. Bait artinya rumah. Ahlul Bait adalah anggota keluarga Nabi Muhammad SAW.
Secara harfiah Ahlul Bait berarti anggota keluarga, famili, kerabat, atau penghuni sebuah rumah. Bagi masyarakat Arab pra-Islam, kata ini digunakan untuk sebuah keluarga dari suatu suku.
Dalam Alquran ditemukan tiga kali ungkapan Ahlul Bait. Petama, dalam surat Hud ayat 73 yang membicarakan kisah Nabi Ibrahim AS. Kedua, dalam surat Qasash ayat 12 yang membicarakan kisah Nabi Musa AS. Ketiga, dalam surat Al-Ahzab ayat 33 yang berbicara tentang ketentuan terhadap istri-istri Nabi Muhammad SAW.
Terjadi perbedaan pendapat dalam menentukan siapa yang termasuk Ahlul Bait. Aliran salaf berpendapat bahwa yang termasuk Ahlul Bait adalah Nabi SAW, Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, Hasan, Husein, dan istri-istri Nabi SAW.
Pendapat ini berdasarkan kepaa hadits dari Ummu Salamah—salah seorang istri Nabi SAW—yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Al-Hakim, Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqi.
Dalam riwayat ini dikatakan bahwa ayat Ahlul Bait (QS. Al-Ahzab: 33) turun di rumah Ummu Salamah. Ketika itu di dalam rumah ada Ummu Salamah, Fatimah Az-Zahra, Ali bin Abi Thalib, Hasan dan Husein. Lalu Rasulullah memuliakan mereka dengan pakaian yang ada padanya sambil berkata, "Mereka adalah Ahlul Baitku."
Dalam hadits dari Ummu Salamah yang lain dikatakan bahwa ketika turun ayat 33 dari surat Al-Ahzab tersebut, di rumahnya ada tujuh orang, yaitu Jibril, Mikail, Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, Hasan, Husein, dan Ummu Salamah sendiri.
Lalu Ummu Salamah bertanya, "Apakah aku tidak termasuk Ahlul Bait?" Nabi SAW menjawab, "Engkau adalah orang yang baik dan engkau adalah istriku."
Jawaban Rasulullah SAW ini menunjukkan bahwa istrinya tidak termasuk Ahlul Bait. Bagi golongan salaf, hadits Ummu Salamah yang kedua ini tidak berarti mengeluarkan istri-istri Nabi SAW dari Ahlul Bait, karena ketika Ummu Salamah bertanya tentang statusnya, Nabi SAW menjawab, "Engkau adalah orang yang baik dan istriku."
Banyak sekali riwayat yang menyatakan tentang keistimewaan keluarga Nabi SAW, dan keistimewaan yang diberikan itu pun bermacam-acam. Namun, hadits-hadist tersebut tidak menyebutkan keistimewaan Ahlul Bait dalam pengertian yang sangat luas seperti dikemukakan terdahulu. Hadits-hadits tersebut hanya membatasi Ahlul Bait pada individu tertentu, terutama Ali bin Abi Thalib, Fatimah Az-Zahra, Hasan, dan Husein.
Rasulullah mengatakan Ahlul Bait itu merupakan suatu peninggalan yang sangat berharga, sehingga menyebut Ahlul Bait disejajarkan dengan menyebut Kitabullah, dan umat Islam bahkan disuruh berpegang teguh kepada keduanya (HR. Muslim). Ahlul Bait dan Kitabullah ini diistilahkan oleh Nabi SAW dengan Ats-Tsaqalain (dua yang berat) dan haditsnya disebut dengan hadits Ats-Tsaqalain.

Paus Ingin Ungkap Rahasia Injil Kuno Berusia 1500 Tahun

REPUBLIKA.CO.ID, VATIKAN - Paus Benediktus XVI telah membuat permintaan untuk mengungkap rahasia Alkitab kuno berusia 1500 tahun. Permintaan resmi itu telah disampaikan Vatikan kepada pemerintah Turki, senin (27/2).
Vatikan ingin mengungkap kontroversi Injil ini dengan ajaran dan dogma Kriten juga dibanding injil lain. Menteri Budaya dan Pariwisata Turki, Ertugrul Gunay telah mengkonfirmasi permintaan Vatikan ini.
Injil yang ditulis dengan tinta emas ini menggunakan bahasa Aramik, bahasa yang dipercayai digunakan Yesus. Alkitab berusia 1.500 tahun tersebut diduga, adalah Injil Barnabas dan bernilai lebih dari 20 juta dolar AS.
Pemerintah Turki telah menyembunyikan injil ini selama 12 tahun terkahir. Buku itu ditemukan oleh polisi Turki dalam operasi anti-penyelundupan pada tahun 2000 dan terus dijaga selama 10 tahun.
Alkitab ini jauh berbeda dengan empat injil utama Kristen, Markus, Matius, Lukas dan Yohanes. Hal itu dikarenakan, Alkitab ini berisi prediksi kedatangan seorang nabi setelah Isa (Yesus). Dan dianggap inilah ajaran versi asli Injil.
Selain itu, adalah versi yang lebih konsisten dengan keyakinan Islam dari Kristen. Alkitab ini menolak dogma Tritunggal dan Penyaliban. Hal ini juga menggambarkan Yesus menolak Mesias dan mengklaim penerusnya berasal dari keturuan Ismael (Arab).
Pendeta Protestan, Ihsan Oznek membantah keaslian isi  Alkitab ini, Dia mengatakan bahwa St. Barnabas hidup pada abad pertama dan merupakan salah satu rasul Yesus, yang berbeda dengan versi Injil ini yang berasal dari abad kelima. Namun menurut, Profesor Teologi, Omer Faruk Harman untuk membuktikan keaslian dan umur dari Alkitab ini adalah dibuktikan dengan scan secara ilmiah.

Kontroversi Injil Kuno yang Mengabarkan Kedatangan Nabi Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Penemuan Injil kuno yang memprediksi kedatangan Nabi Muhammad telah memunculkan kontroversi, terutama yang terkait dengan kesamaannya dengan Alquran maupun kontroversi seputar keasliannya.
Menurut Laman Al-Arabiya, meskipun spekulasi tentang kitab kuno yang diduga sebagai Injil Barnabas itu meramalkan kedatangan Islam, namun sejauh ini tidak ada bukti yang menegaskan hipotesis tersebut.
Walau Injil Barnabas "mengakui" kedatangan Islam dan Nabi Muhammad SAW, namun skeptisisme tetap muncul karena kontradiksinya dengan Alquran. "Sebab, sebagian besar studi tentang kitab ini menyatakan Injil Barnabas hanya kembali ke 500 tahun yang lalu. Sementara, Alquran telah ada sejak 1400 tahun silam," demikian tulis Al-Arabiya, Senin (27/2).
Adanya kontradiksi inilah yang menjadi alasan utama mengapa para sarjana Arab mengabaikan terjemahan bahasa Arab Injil tersebut, yang diterbitkan 100 tahun lalu. Sebagaimana diulas secara rinci oleh penulis dan pemikir Mesir, Abbas Mahmoud Al-Akkad.
Dalam sebuah analisis yang ditulisnya pada 26 Oktober 1959 di surat kabar Al-Akhbar, Akkad mengatakan deskripsi neraka dalam Injil Barnabas didasarkan pada informasi yang relatif baru yang tidak tersedia pada saat di mana teks itu seharusnya ditulis. "Sejumlah deskripsi yang tertulis dalam Injil itu merupakan kutipan orang-orang Eropa dari sumber-sumber Arab," ungkapnya.
Akkad menambahkan, kisah Injil Barnabas tentang bagaimana Yesus mengabarkan tentang munculnya Nabi Muhammad kepada kerumunan ribuan pengikutnya amat sulit dipercaya. Injil ini, kata dia, mengandung beberapa kesalahan yang begitu vulgar, baik bagi Yahudi, Kristen, maupun Muslim.
Misalnya, sambung Akkad, kitab itu mengatakan ada sembilan lapis langit dan yang kesepuluh adalah surga. Sementara dalam Alquran hanya ada tujuh lapis langit. Juga klaim Injil yang menyatakan perawan Maria tidak merasakan sakit saat melahirkan Yesus. Padahal, dalam Alquran disebutkan Maryam menderita kesakitan saat melahirkan putranya.
Menurut Injil (Barnabas), Yesus mengatakan kepada imam Yahudi bahwa dirinya bukan Mesiah dan Mesiah sesungguhnya adalah Muhammad SAW. "Ini berarti ada penolakan atas keberadaan Mesiah, yang tak lain adalah Yesus sendiri. Dengan demikian, seolah-olah Yesus dan Muhammad tampak seperti satu orang yang sama," kata Akkad.
Kitab Injil ini juga berisi informasi yang tidak memiliki kredibilitas sejarah, seperti adanya tiga tentara—masing-masing terdiri dari 200.000 tentara—di Palestina. Sedangkan seluruh penduduk Palestina sekitar 2.000 tahun lalu, tidak mencapai 200.000. Tragisnya, Palestina saat itu diduduki oleh Romawi, dan tak mungkin diizinkan memiliki bala tentara sendiri.
Demikian pula, lanjut Akkad, kalimat terakhir dalam Bab 217 yang menyatakan bahwa tubuh Yesus dibebani 100 pon batu. "Ini menegaskan bahwa Injil tersebut ditulis baru-baru ini, karena penggunaan pon sebagai satuan berat untuk pertama kali dilakukan oleh Dinasti Ottoman, dalam sebuah eksperimen dengan Italia dan Spanyol. Dan kata-kata "pon" tidak pernah dikenal pada masa Yesus.
Menurut Akkad, salah satu fakta paling mencolok yang disebutkan dalam Injil Barnabas terdapat dalam Bab 53, yang mengatakan bahwa pada Hari Kiamat bulan akan berubah menjadi balok darah. Dan pada hari kedua, darah ini akan menetes ke bumi seperti embun. Kemudian pada hari ketiga, bintang-bintang akan bertempur laksana serdadu perang.
"Berdasarkan sejumlah penelitian, Injil Barnabas ditulis pada Abad Pertengahan oleh seorang Yahudi Eropa yang cukup akrab dengan Alquran dan Injil. Dia kemudian mencampur-adukkan fakta dan opini dari berbagai sumber, tanpa diketahui motif dan tendensinya," tandas Akkad.

Tragedi WTC Justru Buat Islam Berkembang Pesat



REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Dosen Universitas Paramadina Jakarta Doktor Syafiq Assegaf menegaskan bahwa tragedi serangan menara kembar WTC di AS pada 11 September 2001 justru mendorong Islam berkembang pesat di seantero dunia.
"Tragedi WTC justru membuat orang penasaran sehingga banyak orang yang mulai mencari Al Quran dan mempelajari Islam," katanya dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digelar Yayasan At-Tathir di Graha Indrapura, Surabaya, Jumat (17/2).
Dalam acara yang juga dihadiri para habaib/ulama di Surabaya dan pembicara lain Dr. Umar Shihab (Jakarta) itu, dia menjelaskan bahwa perkembangan pesat Islam itu terlihat di Amerika dan sejumlah negara di Eropa. "Di Amerika sekarang, setiap tahun ada sekitar 20 ribu orang yang masuk Islam, sedangkan di Eropa juga sama. Awalnya, mereka penasaran dengan Islam yang dikait-kaitkan dengan terorisme, tapi akhirnya justru tertarik dengan Islam," katanya.
Menurut dia, perkembangan yang menggembirakan itu menunjukkan sepak terjang Nabi Muhammad SAW itu tidak hanya dikagumi orang Islam yang suka menggelar Maulid Nabi, namun non-Muslim juga banyak, termasuk cendekiawan Barat.
"Karena itu, saya heran, kenapa banyak orang Islam yang menyatakan Maulid Nabi itu bid'ah dan syirik, padahal banyak non-Muslim yang memuji Nabi Muhammad SAW. Saya yakin pujian kepada Rasulullah itu tulus, bukan kultus," katanya.
Ia mencontohkan mantan peneliti NASA Michael Hart yang jatuh cinta kepada Nabi Muhammad SAW sehingga dia menempatkan Rasulullah dalam peringkat pertama dalam buku "100 Orang Berpengaruh di Dunia".
"Michael Hart itu non-Muslim, tapi dia menempatkan Nabi Muhammad SAW pada peringkat pertama, lalu posisi kedua ditempati Isaac Newton dan posisi ketiga adalah Yesus Kristus. Ada juga Jenghis Khan, Mahatma Gandhi, Karl Marx, Aristoteles, Buddha Gautama, dan sebagainya," katanya.
Alasan yang digunakan Michael Hart juga bukan kultus, namun Muhammad SAW merupakan peletak dasar prinsip Islam sekaligus penyebar ajarannya, Muhammad SAW merupakan pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat (duniawi), dan Muhammad SAW muncul di wilayah tidak berbudaya dengan membangun budaya.
"Oleh karena itu, jejak ajaran dan pengaruhnya mendunia dan masih ada dari dulu hingga sekarang, bahkan Islam sekarang meluas hingga ke Eropa dan Afrika," katanya.
Selain Michael Hart, kata dia, pemimpin dunia Mahatma Gandhi juga mengagumi Muhammad SAW. "Saya sudah tahu, karena itu saya percaya Islam tidak disebarkan dengan perang, tapi Islam menyebar karena gaya hidup Muhammad yakni sederhana, menghindari pujian, dan totalitas kepada Tuhan," katanya.

Menhan:Ayo Teladani Ajaran Nabi Muhammad saw

 
REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengajak rakyat Indonesia meneladani ajaran Nabi Muhammad SAW dan mentransformasikannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Apa yang sudah dilakukan Rasulullah yang telah membebaskan umatnya dari masa Jahiliyah (Kebodohan -Red) bisa dijadikan acuan untuk menyikapi kondisi Indonesia saat ini," kata Menteri Purnomo Yusgiantoro, pada puncak peringatan Maulid Nabi di Gedung Kanzus Sholawat Kota Pekalongan, Rabu (22/2).
Menurut Menhan, apa yang telah dilakukan Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya yang tidak pernah pantang menyerah harus perlu dicontoh oleh rakyat Indonesia.
"Semangat perjuangan yang dilandasi ketaqwaan kepada Allah SWT yang dilakukan Rosulullah, adalah sebuah hal yang patut dicontoh," katanya dihadapan ribuan pengunjung Maulud Nabi.
Ia mengatakan, untuk mengatasi berbagai kesulitan, rakyat perlu menanamkan nilai perjuangan dan rela berkorban dengan dilandasi keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT.
"Oleh karena itu, melalui kegiatan peringatan Maulid Nabi, mari kita jadikan sarana untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dan menggunakannya sebagai sarana motivasi dan evaluasi memperkuat rasa cinta pada NKRI," katanya.
Rais Aam Jam'iyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabaroh An Nahdliyah, Habib Lutfhi bin Yahya meminta umat mewaspadai perpecahan yang berusaha dilakukan oleh negara-negara barat.
"Telah disampaikan oleh Rasulullah, nanti pada akhir zaman akan muncul salah satu dari keturunan Nabi Muhammad yang akan mempersatukan semuanya," katanya.
Ia berharap pada semua tidak takut dengan pandangan sebagian pihak yang menyatakan bahwa menyelenggarakan Maulid Nabi adalah suatu bid'ah.
"Pada zaman Nabi, saat itu juga tidak ada dikumandangkan lagu Indonesia Raya. Jadi, apakah menyanyikan lagu Indonesia Raya juga bid'ah? Kalau begitu, berarti ia bukan orang Indonesia," kata ulama yang selalu menggelorakan nasionalisme dan cinta tanah air itu.
Ia menambahkan, dengan adanya peringatan Maulid Nabi maka umat akan tahu sejarah Nabi Muhammad SAW. "Kalau tidak ada maulid, bagaimana kita tahu tentang sejarah Nabi," katanya.