Jumat, 22 Maret 2013

Rahasia di Balik Shalat pada Awal Waktu

Kamis, 14 Maret 2013, 17:53 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Moch Hisyam

Syekh Abu Abdullah RA berkata, “Suatu hari, ibu saya meminta ayahku membeli ikan di pasar. Kemudian, saya pergi bersama ayah saya. Setelah ikan dibeli, kami memerlukan seseorang untuk membawanya.

Di saat itu, ada seorang pemuda yang sedang berdiri didekat kami. Pemuda itu berkata, “Wahai bapak, apakah bapak memerlukan bantuan saya untuk membawa ikan itu?” “Ya, benar!” kata ayah saya. Kemudian, pemuda itu membawa ikan di atas kepalanya dan turut bersama kami ke rumah.

Di tengah perjalanan, kami mendengar suara azan. Pemuda itu berkata, “Penyeru Allah telah memanggil. Izinkanlah saya berwudhu, barang ini akan saya bawa setelah shalat nanti. Apabila bapak bersedia, silakan menunggu, jika tidak, silakan bawa sendiri.”

Setelah berkata demikian, ia meletakkan ikan-ikan itu dan pergi ke masjid. Ayahku berpikir, pemuda itu mempunyai keyakinan yang begitu kuat kepada Allah SWT, bagaikan seorang waliyullah. Akhirnya ayah meletakkan ikan-ikan itu, kemudian kami pergi ke masjid.

Setelah kembali dari masjid, ternyata ikan-ikan itu masih berada di tempatnya. Lalu, pemuda itu mengangkat kembali ikan-ikan tadi dan bersama menuju rumah.

Setibanya di rumah, ayah menceritakan peristiwa tersebut kepada ibu. Ibu berkata kepada pemuda tadi, “Simpanlah ikan-ikan itu, mari makan bersama kami, setelah itu kamu boleh pulang.”

Tetapi pemuda itu menjawab, ”Maaf ibu, saya sedang berpuasa.” Ayah berkata, “Kalau begitu, datanglah ke sini nanti petang dan berbukalah di sini.”

Pemuda itu berkata, “Biasanya, jika saya telah berangkat maka saya tidak akan kembali lagi. Tetapi untuk kali ini, saya akan pergi ke masjid dan petang nanti saya akan kembali kemari.”

Sesudah itu, dia pergi dan meminta untuk tinggal si sebuah masjid di dekat rumah. Pada petang harinya setelah Maghrib, pemuda tadi datang dan makan bersama kami. Setelah makan, kami menyiapkan sebuah kamar untuknya agar ia dapat beristirahat tanpa diganggu oleh siapa pun.

Di sebelah rumah kami, ada seorang wanita tua yang lumpuh. Kami benar-benar terkejut ketika melihatnya dapat berjalan. Kami bertanya, “Bagaimana engkau dapat sembuh?”

Wanita tua itu menjawab, “Saya didoakan oleh tamu Anda agar kaki saya disembuhkan dan Allah mengabulkan doanya.” Ketika kami mencari pemuda itu, ternyata dia telah meninggalkan kamarnya. Pemuda itu pergi tanpa diketahui oleh siapa pun.

Kisah yang terdapat di dalam Kitab Fadhail A'mal, karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandhalawi di atas, memberikan pelajaran berharga. Yakni, di antara rahasia mendirikan shalat lima waktu di awal waktu dengan berjamaah akan menjadikan doa-doanya cepat diijabah.

Itu karena orang yang mendirikan shalat lima waktu di awal waktu dengan berjamaah adalah orang yang bersih dari dosa. “Sesungguhnya shalat lima waktu itu menghilangkan dosa-dosa sebagaimana air menghilangkan kotoran.” (HR Muslim). Selain itu, karena ia mendahulukan panggilan Allah dari panggilan selain-Nya.

Untuk itu, ketika azan berkumandang mari kita segera penuhi panggilan Allah untuk melaksanakan shalat pada awal waktu dengan berjamaah. Agar doa-doa kita mustajab dan mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT.

 Redaktur : Heri Ruslan 


Seorang wanita masuk neraka karena mengikat seekor kucing tanpa memberinya makanan atau melepaskannya mencari makan dari serangga tanah((HR. Bukhari))

Menganggap Diri Suci

Rabu, 20 Maret 2013, 03:03 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Ustaz Fariq Gasim
Sering kita mendengar orang menceritakan kebaikan dirinya atau bahkan mungkin pelakunya adalah diri kita sendiri. Apakah ini tindakan terpuji atau tercela?

Orang yang menceritakan tentang kebaikan dirinya bisa jadi karena ingin menceritakan nikmat Allah yang ia peroleh dan untuk memotivasi orang lain agar mengikutinya maka ini merupakan tujuan terpuji.
Allah SWT berfirman yang artinya, "Dan terhadap nikmat Rabbmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)" (Surah Adh Dhuha 11)

Ada juga orang yang menceritakan kebaikan dirinya untuk maslahat agama seperti amar makruf nahi mungkar, memberi nasehat, menghindarkan dari suatu kerugian atau bahaya, untuk meyakinkan bahwa ia mampu menunaikan amanat yang akan ia tunaikan maka hal ini merupakan perbuatan terpuji.

Seperti Sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, "Saya yang paling mengenal Allah diantara kalian dan saya orang yang paling bertakwa diantara kalian…"

Jika ia menceritakan kebaikan dan memuji dirinya karena menganggap diri suci dan pamer kepada orang lain untuk kebanggaan maka perbuatan ini berbahaya karena dapat mengakibatkan terhapusnya amal kebaikan tersebut.

Allah berfirman yang artinya, "Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa" (Surah An Najm 32)

Menganggap diri suci dan bersih termasuk penyakit hati yang berbahaya. Ia akan memuji diri dan menganggapnya lebih baik dari orang lain, timbul kesombongan yang mengakibatkan akan menolak kebenaran dan merendahkan manusia.

Jika ada orang memuji orang lain, ia tidak suka dan sempit dadanya, bahkan ia menginginkan hilangnya kenikmatan dari orang lain. Penyakit ini sering diderita oleh para pejabat, orang-orang kaya, pemuka masyarakat, ilmuwan/kaum intelektual, kaum ningrat/berdarah biru dan lainnya.

Penyakit yang berbahaya ini mungkin pula menjangkiti ulama, ustadz, mubaligh, khatib, atau dai/aktivis dakwah jika mereka tidak menjaga hati. Penyakit ini dimiliki iblis dan Fir'aun.

Allah berfirman menceritakan tentang ucapan Iblis yang artinya, "… (Iblis) menjawab, 'Aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia, Engkau ciptakan dari tanah." (Surah Al A'raaf 12) dan ucapan Fir'aun yang artinya, "Bukankah aku lebih baik dari orang (Musa) yang hina ini…" (Surah Azzukhruf 52)

Orang mukmin berakhlak mulia, ia rendah hati, menganggap orang lain lebih baik darinya. Ia sibuk mengingat-ingat dan menghitung-hitung aib serta kekurangan dirinya guna mengevaluasi dan memperbaikinya.

Ia tidak sibuk dengan aib orang lain, jika ia dapatkan aib dari saudaranya maka ia sayang dan cinta kepadanya menginginkan kebaikan saudaranya sehingga ia tidak mendiamkannya tetapi memperbaikinya dan meluruskannya dengan cara yang baik dan bijaksana. Ia selalu mendoakan kebaikan untuk saudaranya.

Jika kita dapatkan sahabat radhiallahu anhum, tabi'in dan orang-orang shalih memuji diri mereka sendiri dengan menyebutkan keutamaan amal mereka, maka kita bersangka baik, mereka sedang menyebutkan nikmat Allah sebagai rasa syukur dan bermaksud memotivasi bukan kesombongan.

Kita harus selalu memperbaiki hati agar selamat dari penyakit sombong, ujub, hasad, riya, bersangka buruk, gila hormat dan penyakit hati lainnya.

Bersihkan hati kita dengan mentauhidkan Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, hiasi hati kita dengan rendah hati, cinta kepada Allah, takut adzab-Nya, berharap akan rahmat-Nya dan akhlak mulia lainnya.

 Redaktur : Damanhuri Zuhri

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah itu sesudah meneguhkannya….”(QS An-Nahl: 91)