Jumat, 10 Juni 2011

Pesan-Pesan Untuk Isteri,

Pesan-Pesan Untuk Isteri,

Anas berkata, “Para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, maka mereka memerintahkan isteri agar berkhidmat kepada suaminya & memelihara haknya. ”
Ummu Humaid berkata, “Para wanita Madinah, jika hendak menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, pertama-tama mereka datang kepada ‘Aisyah & memasukkannya di hadapannya, lalu dia meletakkan tangannya di atas kepalanya seraya mendo’akannya & memerintahkannya agar bertakwa kepada Allah serta memenuhi hak suami”
‘Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib berwasiat kepada puterinya, “Janganlah engkau cemburu, sebab itu adalah kunci perceraian, & janganlah engkau suka mencela, karena hal itu menimbulkan kemurkaan. Bercelaklah, karena hal itu adalah perhiasan paling indah, & farfum yg paling baik adalah air. ”
Abud Darda' berkata kepada isterinya, “Jika engkau melihatku marah, maka redakanlah kemarahanku. Jika aku melihatmu marah kepadaku, maka aku meredakanmu. Jika tidak, kita tdk harmonis. ”
Ambillah pemaafan dariku, maka engkau melanggengkan cintaku.
Janganlah engkau berbicara dg keras sepertiku, ketika aku sedang marah
Janganlah menabuhku (untuk memancing kemarahan) seperti engkau menabuh rebana, sekalipun
Sebab, engkau tdk tahu bagaimana orang yg ditinggal pergi
Janganlah banyak mengeluh sehingga melenyapkan dayaku
Lalu hatiku enggan terhadapmu; sebab hati itu berbolak-balik
Sesungguhnya aku melihat cinta & kebencian dalam hati
Jika keduanya berhimpun, maka cinta pasti akan pergi
‘Amr bin Hajar, Raja Kindah, meminang Ummu Ayyas binti ‘Auf. Ketika dia akan dibawa kepada suaminya, ibunya, Umamah binti al-Haris menemui puterinya lalu berpesan kepadanya dg suatu pesan yg menjelaskan dasar-dasar kehidupan yg bahagia & kewajibannya kepada suaminya yg patut menjadi undang-undang bagi semua wanita. Ia berpesan:
“Wahai puteriku, engkau berpisah dg suasana yg darinya engkau keluar, & engkau beralih pd kehidupan yg di dalamnya engkau naik utk orang yg lalai & membantu orang yg berakal. Seandainya wanita tdk membutuhkan suami karena kedua orang tuanya masih cukup & keduanya sangat membutuhkanya, niscaya akulah orang yg paling tdk membutuhkannya. Tetapi kaum wanita diciptakan utk laki-laki, & karena mereka pula laki-laki diciptakan.
Wahai puteriku, sesungguhnya engkau berpisah dg suasana yg darinya engkau keluar & engkau berganti kehidupan, di dalamnya engkau naik kepada keluarga yg belum engkau kenal & teman yg engkau belum terbiasa dengannya. Ia dg kekuasaannya menjadi pengawas & raja atasmu, maka jadilah engkau sebagai abdi, niscaya ia menjadi abdimu pula. Peliharalah untuknya 10 perkara, niscaya ini akan menjadi kekayaan bagimu.
Pertama & kedua, tunduk kepadanya dg qana’ah (merasa cukup), serta mendengar & patuh kepadanya.
Ketiga & keempat, memperhatikan mata & hidungnya. Jangan sampai matanya melihat suatu keburukan darimu, & jangan sampai mencium darimu kecuali aroma yg paling harum.
Kelima & keenam, memperhatikan tidur & makannya. Karena terlambat makan akan bergejolak & menggagalkan tidur itu membuat orang marah.
Ketujuh & kedelapan, menjaga hartanya & memelihara keluarga & kerabatnya. Inti perkara berkenaan dg harta ialah menghargainya dg baik, sedangkan berkenaan dg keluarga ialah mengaturnya dg baik.
Kesembilan & kesepuluh, jangan menentang perintahnya & jangan menyebarkan rahasianya. Karena jika engkau menyelisihi perintahnya, maka hatinya menjadi kesal & jika engkau menyebarkan rahasianya, maka engkau tdk merasa aman terhadap pengkhianatannya. Kemudian janganlah engkau bergembira di hadapannya ketika dia bersedih, & jangan pula bersedih di hadapannya ketika dia bergembira”
Seseorang menikahkan puterinya dg keponakannya. Ketika ia hendak membawanya, maka dia berkata kepada ibunya, “Perintahkan kepada puterimu agar tdk singgah di kediaman (suaminya) melainkan dalam keadaan telah mandi. Sebab, air itu dapat mencemerlangkan bagian atas & membersihkan bagian bawah. Dan janganlah ia terlalu sering mencumbuinya. Sebab jika badan lelah, maka hati menjadi lelah. Jangan pula menghalangi syahwatnya, sebab keharmonisan itu terletak dalam kesesuaian.
Ketika al-Farafishah bin al-Ahash membawa puterinya, Nailah, kepada Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan Radhitallahu ‘anhu, & beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dg ucapannya, “Wahai puteriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy yg lebih mampu utk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua hal ini: bercelaklah & mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana yg terguyur hujan. ”
Abul Aswad berkata kepada puterinya, “Jangalah engkau cemburu, sebab kecemburuan itu adalah kunci perceraian. Berhiaslah, & sebaik-baik perhiasan ialah celak. Pakailah wewangian, & sebaik-baik wewangian ialah menyempurnakan wudhu. ’”
Ummu Ma’ashirah menasihati puterinya dg nasihat berikut ini yg telah diramunya dg senyum & air matanya: “Wahai puteriku, engkau akan memulai kehidupan yg baru… Suatu kehidupan yg tiada tempat di dalamnya utk ibumu, ayahmu, / utk seorang pun dari saudaramu. Engkau akan menjadi teman bagi seorang pria yg tdk ingin ada seorangpun yg menyekutuinya berkenaan denganmu hingga walaupun ia berasal dari daging & darahmu. Jadilah engkau sebagai isteri, wahai puteriku, & jadilah engkau sebagai ibu baginya. Jadikanlah ia merasa bahwa engkau adalah segalanya dalam kehidupannya & segalanya dalam dunianya. Ingatlah selalu bahwa suami itu anak-anak yg besar, jarang sekali kata-kata manis yg membahagiakannya. Jangan engkau menjadikannya merasa bahwa dg dia menikahimu, ia telah menghalangimu dari keluargamu.
Perasaan ini sendiri juga dirasakan olehnya. Sebab, dia juga telah meninggalkan rumah kedua orang tuanya & meninggalkan keluarganya karenamu. Tetapi perbedaan antara dirimu dengannya ialah perbedaan antara wanita & laki-laki. Wanita selalu rindu kepada keluarganya, kepada rumahnya di mana dia dilahirkan, tumbuh menjadi besar & belajar. Tetapi dia harus membiasakan dirinya dalam kehidupan yg baru ini. Ia harus mencari hakikat hidupnya bersama pria yg telah menjadi suami & ayah bagi anak-anaknya. Inilah duniamu yg baru, wahai puteriku. Inilah masa kini & masa depanmu. Inilah mahligaimu, di mana kalian berdua bersama-sama menciptakannya.
Adapun kedua orang tuamu adalah masa lalu. Aku tdk memintamu melupakan ayah & ibumu serta saudara-saudaramu, karena mereka tdk akan melupakanmu selama-lamanya. Wahai sayangku, bagaimana mungkin ibu akan lupa belahan hatinya? Tetapi aku meminta kepadamu agar engkau mencintai suamimu, mendampingi suamimu, & engkau bahagia dg kehidupanmu bersamanya. ”
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi ‘Udzr ad-Du'ali -pada hari-hari pemerintahan ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu- menceraikan wanita-wanita yg dinikahinya. Sehingga muncullah kepadanya beberapa peristiwa yg tdk disukainya berkenaan dg para wanita tersebut dari hal itu. Ketika dia mengetahui hal itu, maka dia memegang tangan ‘Abdullah bin al-Arqam sehingga membawanya ke rumahnya. Kemudian dia berkata kepada isterinya: “Aku memintamu bersumpah demi Allah, apakah engkau benci kepadaku?” Ia menjawab, “Jangan memintaku bersumpah demi Allah. ” Dia mengatakan, “Aku memintamu bersumpah demi Allah. ” Ia menjawab, “Ya. ”
Kemudian dia berkata kepada Ibnul Arqam, “Apakah engkau dengar?” Kemudian keduanya bertolak hingga sampai kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu lalu mengatakan, “Kalian mengatakan bahwa aku menzhalimi kaum wanita & menceraikan mereka. Bertanyalah kepada al-Arqam. ” Lalu ‘Umar bertanya kepadanya & mengabarkannya. Lalu beliau mengirim utusan kepada isteri Ibnu Abi ‘Udzrah (untuk datang kepada ‘Umar). Ia pun datang bersama bibinya, lalu ‘Umar bertanya, “Engkaukah yg bercerita kepada suamimu bahwa engkau marah kepadanya?” Ia menjawab, “Aku adalah orang yg mula-mula bertaubat & menelaah kembali perintah Allah kepadaku. Ia memintaku bersumpah & aku takut berdosa bila berdusta, apakah aku boleh berdusta, wahai Amirul Mukminin?” Dia menjawab, “Ya, berdustalah. Jika salah seorang dari kalian tdk menyukai salah seorang dari kami, janganlah menceritakan hal itu kepadanya. Sebab, jarang sekali rumah yg dibangun di atas dasar cinta, tetapi manusia hidup dg Islam & mencari pahala”
Kepada setiap muslimah yg memenuhi hak-hak suaminya & takut terhadap murka Rabb-nya karena dia mengetahui hak suaminya atasnya! Inilah contoh sebagian pria yg mensifati isterinya yg tdk mengetahui hak suaminya & tdk pula memelihara kebaikannya. Ia tdk mempercantik diri & tdk berdandan untuknya, serta bermulut kasar. Ia mensifatinya dg sifat yg membuat hati bergetar & telinga terngiang-ngiang. Camkanlah sehingga engkau tdk jatuh ke tempat yg menggelincirkan ini.
(Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair)
___ Foote Note
. HR. Ibnu Abi Syaibah (IV/305-306).
. Ahkaamun Nisaa’, Ibnul Jauzi (hal. 74-78).
. Syarhus Sunnah (XIII/120).
Penulis: Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

 

Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah Secara Ijmal Mengenai Sifat-Sifat Allah,

Syaikh Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qthani
Ahlus Sunnah wal Jama'ah menetapkan sifat-sifat Allah Ta'ala, tanpa ta'thil, tamtsil, tahrif, & takyif. Mereka mempercayainya sebagaimana tersebut dalam nash Al-Qur'an & Al-Hadits.
. Tahrif
Tahrif secara bahasa berarti merubah & mengganti. Menurut pengertian syar'i berarti: merubah lafazh Al-Asma'ul Husna & Sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi, / makna-maknanya. Tahrif ini dibagi menjadi dua:
Pertama:
Tahrif dg cara menambah, mengurangi, / merubah bentuk lafazh. Contohnya adalah ucapan kaum Jahmiyah, & orang-orang yg mengikuti pemahaman mereka, bahwa istawa Adalah istaula Disini ada penambahan huruf lam. Demikian pula perkataan orang-orang Yahudi, "Hinthah ketika mereka diperintah utk mengatakan "Hiththah" Contoh lain adalah perkataan Ahli Bid'ah yg memanshubkan lafazh Allah dalam ayat:
"Artinya: Dan Allah berbicara kepada Musa dg langsung. "(An-Nisa': 164).
Kedua:
Merubah makna. Artinya, tetap membiarkan lafazh sebagaimana aslinya, tetapi melakukan perubahan terhadap maknanya. Contohnya adalah perkataan Ahli Bid'ah yg menafsirkan Ghadhab (marah), dg iradatul intiqam (keinginan utk membalas dendam); Rahmah (kasih sayang), dg iradatul in' am (keinginan utk memberi nikmat); & Al-Yadu (tangan), dg an-ni'mah (nikmat).
. Ta'thil
Ta'thil secara bahasa berarti meniadakan. Adapun menurut pengertian syar'i adalah: Meniadakan sifat-sifat Ilahiyah dari Allah Ta'ala, mengingkari keberadaan sifat-sifat tersebut pd Dzat-Nya, / mengingkari sebagian darinya. Jadi, perbedaan antara tahrif & ta'thil yaitu: ta'thil adalah penafian suatu makna yg benar, yg ditunjukkan oleh Al-Qur'an & As-Sunnah, sedangkan tahrif adalah penafsiran nash-nash Al-Qur'an & As-Sunnah dg interpretasi yg bathil.
MACAM-MACAM TA'THIL
Ta'thil ada bermacam-macam.
(a). Penolakan terhadap Allah atas kesempurnaan sifat-Nya yg suci, dg cara meniadakan Asma' & Sifat-sifat-Nya, / sebagian dari-nya, sebagaimana yg dilakukan oleh para penganut paham Jahmiyah & Mu'tazilah.
(b). Meninggalkan muamalah dengan-Nya, yaitu dg cara meninggalkan ibadah kepada-Nya, baik secara total maupun sebagian, / dg cara beribadah kepada selain-Nya di samping beribadah kepada-Nya.
(c). Meniadakan pencipta bagi makhluk. Contohnya adalah pendapat orang-orang yg mengata-kan: Sesungguhnya, alamlah yg menciptakan segala sesuatu & yg mengatur dg sendirinya.
Jadi, setiap orang yg melakukan tahrif pasti juga melakukan ta'thil, akan tetapi tdk semua orang yg melakukan ta'thil melakukan tahrif. Barangsiapa yg menetapkan suatu makna yg batil & menafikan suatu makna yg benar, maka ia seorang pelaku tahrif sekaligus pelaku ta'thil. Adapun orang yg menafikan sifat, maka ia seorang mu'athil, (pelaku ta'thil), tetapi bukan muharif, (pelaku tahrif).
. Takyif
Takyif artinya bertanya dg kaifa, (bagaimana). Adapun yg dimaksud takyif di sini adalah menentukan & memastikan hakekat suatu sifat, dg menetapkan bentuk/keadaan tertentu untuknya. Meniadakan bentuk/keadaan bukanlah berarti masa bodoh terhadap makna yg dikandung dalam sifat-sifat tersebut, sebab makna tersebut diketahui dari bahasa Arab. Inilah paham yg dianut oleh kaum salaf, sebagaimana dituturkan oleh Imam Malik Rahimahullah Ta'ala ketika ditanya tentang bentuk/keadaan istiwa', -bersemayam-. Beliau Rahimahullah menjawab:
"Istiwa' itu telah diketahui (niaknanya), bentuk/ keadaannya tdk diketahui, mengimaninya wajib, sedangkan menanyakannya bid'ah. "
Semua sifat Allah menunjukkan makna yg hakiki & pasti. Kita mengimani & menetapkan sifat tersebut utk Allah, akan tetapi kita tdk mengetahui bentuk, keadaan, & bentuk dari sifat tersebut. Yang wajib adalah meyakini & menetapkan sifat-sifat tersebut maupun maknanya, secara hakiki, dg memasrahkan bentuk/keadaannya. Tidak sebagaimana orang-orang yg tdk mau tahu terhadap makna-maknanya.
. Tamtsil
Tamtsil artinya tasybih, menyerupakan, yaitu menjadikan sesuatu yg menyerupai Allah Ta'ala dalam sifat-sifat Dzatiyah maupun Fi'liyah-Nya.
Tamtsil ini dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama:
Menyerupakan makhluk dg Pencipta. Misalnya orang-orang Nasrani yg menyerupakan Al-Masih putera Maryam dg Allah Ta'ala & orang-orang Yahudi yg menyerupakan 'Uzair dg Allah pula. Maha Suci Allah dari itu semua.
Kedua:
Menyerupakan Pencipta dg makhluk. Contohnya adalah orang-orang yg mengatakan bahwa Allah mempunyai wajah seperti wajah yg dimiliki oleh makhluk, memiliki pendengaran sebagaimana pendengaran yg dimiliki oleh makhluk, & memiliki tangan sebagaimana tangan yg dimiliki oleh makhluk, serta penyerupaan-penyerupaan lain yg bathil. Maha Suci Allah dari apa yg mereka ucapkan.
ILHAD TERHADAP ASMA' DAN SIFAT-SIFAT ALLAH
Pengertian ilhad terhadap Asma' & Sifat-sifat Allah adalah menyimpangkan nama-nama & sifat-sifat Allah, hakekat-hakekatnya, / makna-maknanya, dari kebenarannya yg pasti. Penyimpangan ini bisa berupa penolakan terhadapnya secara total / pengingkaran terhadap makna-maknanya, / pembelokannya dari kebenaran dg menggunakan interpretasi yg tdk benar, / penggunaan nama-nama tersebut utk menyebut hal-hal yg bid'ah, sebagaimana yg dilakukan oleh para penganut paham "Ittihad". Jadi, yg termasuk dalam kategori ilhad adalah tahrif, ta'thil, takyif, tamtsil & tasbih.
(Disalin dari kitab Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Edisi Indonesia Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Penerjemah Hawin Murtadho, Penerbit At-Tibyan)
__ Foote Note.
. Serta tanpa tafwidh
. Istawa artinya berada di atas; (setelah dahulunya tidak)
. Istaula artinya menguasai
. Hinthat artinya gandum
. Hiththah artinya bebaskan kami dari dosa
. Maksudnya, lapazh Allah dibaca dg harakat akhir fathah, padahal semestinya harakat akhirnya dibaca dg dhammah . Dengan dimanshubkan, maka kedudukan lapazh Allah dalam ayat tersebut menjadi obyek, sehingga arti ayat tersebut berubah menjadi, Dan Musa berbicara kepada Allah secara langsung.
. Fatawa Ibnu Taimiyyah, V/144
. Al-Kawasyif Al-jaliyah an Ma'ani Al-Wasithiyah, hal. 86.
Syaikh Abdul Aziz bin Baz hafizhahullah berkata: Ada tasybih jenis ketiga, yaitu menyerupakan Sang Pencipta dg ma'dumat, (sesuatu yg tdk ada), tdk sempurna & benda-benda mati. Inilah tasybih yg dilakukan oleh orang-orang yg menganut paham Jahmiyah & Mu'tazilah.
. Lihat Al-Ajwibah Al-Ushuliyah, hal. 32 & Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Al-Haras, hal. 24.
Penulis: Syaikh Said bin Ali bin Wahf Al-Qthani & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

Ghibah,

Ghibah,

Betapa banyak kaum muslimin yg mampu menjalankan perintah Allah Azza wa Jalla dg baik, menjalankan sunnah-sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mampu menjauhkan dirinya dari zina, berkata dusta, minum khomer, bahkan mampu utk sholat malam setiap hari, senantiasa puasa senin kamis. Namun…. . mereka tdk mampu menghindarkan dirinya dari ghibah. Bahkan walaupun mereka telah tahu bahwasanya ghibah itu tercela & merupakan dosa besar, namun tetap saja mereka tdk mampu menghindarkan diri mereka dari ghibah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala benar-benar telah mencela penyakit ghibah ini & telah menggambarkan orang yg berbuat ghibah dg gambaran yg sangat hina & jijik. Syaikh Abdurrahman bin Nasir As-Sa’di berkata: “Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan suatu gambaran yg membuat (seseorang) lari dari ghibah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلاَ يَغْتِبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ تَوَّابٌ رَحِيْمٌ
"Dan janganlah sebagian kalian mengghibahi sebagian yg lain. Sukakah salah seorang dari kalian memakan daging bangkai saudaranya yg telah mati, pasti kalian membencinya. Maka bertaqwalah kalian kepada Allah, sungguh Allah Maha Menerima taubat & Maha Pengasih". (Al Hujurat:12)
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyamakan mengghibahi saudara kita dg memakan daging saudara (yang dighibahi tadi) yg telah menjadi bangkai, yg (hal ini) amat sangat dibenci oleh jiwa manusia. Sebagaimana kalian membenci memakan dagingnya -apalagi dalam keadaan bangkai, tdk bernyawa- maka demikian pula hendaklah kalian membenci mengghibahinya & memakan dagingnya dalam keadaan hidup" .
Memakan bangkai hewan yg sudah busuk saja menjijikkan, namun hal ini masih lebih baik daripada memakan daging saudara kita. Sebagaimana dikatakan oleh ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu.
عَنْ قَيْسٍ قَالَ: مَرَّ عَمْرُو بْنُ العَاصِ عَلَى ببَغْلٍ مَيِّتٍ, فَقَالَ: وَاللهِ لأََنْ يَأْكُلَ أَحَدُكُمْ مِنْ لَحْمِ هَذَا (حَتَّى يمْلأَ بَطْنَهُ) خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ (الْمُسْلِمِ)
"Dari Qais, dia berkata: ‘Amru bin Al-‘Ash Radhiyallahu 'anh melewati bangkai seekor bighol (hewan hasil persilangan kuda dg keledai), lalu beliau berkata: "Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim)".
Syaikh Salim Al-Hilaly berkata: ". . Sesungguhnya memakan daging manusia merupakan sesuatu yg paling menjijikkan secara tabi’at utk bani Adam, walaupun (yang dimakan tersebut) orang kafir / musuhnya yg melawan. Bagaimana pula jika (yang engkau makan adalah) saudaramu seagama?, sesungguhnya rasa benci & jijik semakin bertambah. Dan bagaimanakah lagi jika dalam keadaan bangkai? karena sesungguhnya makanan yg baik & halal dimakan, akan menjadi menjijikan jika telah menjadi bangkai…"
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ zأَنَّ رَسُوْلَ اللهِ nقَالَ: كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Semua muslim terhadap muslim yg lain adalah harom, yaitu darahnya, kehormatannya, & hartanya". (HR. Muslim)
Orang yg mengghibah berati dia telah mengganggu kehormatan saudaranya, karena yg dimaksud dg kehormatan adalah sesuatu yg ada pd manusia yg bisa dipuji & dicela.
DEFINISI GHIBAH
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا: اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwsanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah & Rasul-Nya yg lebih mengetahui”. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yg tdk disukai oleh saudaramu”, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yg kau sebutkan tdk benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya".
Hal ini juga telah dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu.
عَنْ حَمَّاد عَنْ إبْرَاهِيْمَ قَالَ: كَانَ اِبْنُ مَسْعُوْدٍ يَقُوْلُ: الْغِيْبَةُ أَنْ تَذْكُرَ مِنْ أَخِيْكَ مَا تَعْلَمُ فِيْهِ. وَإِذَا قُلْتَ مَا لَيْسَ فِيْهِ فَذَاكَ الْبُهْتَانُ
"Dari Hammad dari Ibrahim, dia berkata: Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu berkata:”Ghibah adalah engkau menyebutkan apa yg kau ketahui pd saudaramu, & jika engkau mengatakan apa yg tdk ada pd dirinya berarti itu adalah kedustaan".
Dari hadits ini para ulama menjelaskan bahwa yg dimaksud dg ghibah adalah “Engkau menyebutkan sesuatu yg ada pd saudaramu, yg seandainya dia tahu maka dia akan membencinya”. Sama saja, apakah yg engkau sebutkan adalah kekurangannya yg ada pd badannya / nasabnya / akhlaqnya / perbuatannya / pd agamanya / pd masalah duniawinya. Dan engkau menyebutkan aibnya di hadapan manusia dalam keadaan dia ghoib (tidak hadir). Syaikh Salim Al-Hilali berkata: “Ghibah adalah menyebutkan aib (saudaramu) & dia dalam keadaan ghaib (tidak hadir di hadapn-mu). Oleh karena itu (saudaramu) yg goib tersebut disamakan dg mayat, karena orang yg ghoib tdk mampu utk membela dirinya. Demikian pula mayat tdk mengetahui bahwa daging tubuhnya dimakan, sebagaimana orang yg ghoib juga tdk mengetahui ghibah yg telah dilakukan oleh orang yg mengghibahinya".
Adapun menyebutkan kekurangannya yg ada pd badannya (yang termasuk ghibah itu), misalnya engkau berkata pd saudaramu itu: “Dia buta”, “Dia tuli”, “Dia sumbing”, “Perutnya besar”, “Pantatnya besar”, “Kaki meja (jika kakinya tdk berbulu)”, “Dia juling”, “Dia hitam”, “Dia itu orangnya bodoh”, “Dia itu agak miring sedikit”, “Dia kurus”, “Dia gendut”, “Dia pendek” & lain sebagainya.
عَنْ أَبِيْ حُذَيْفَةَ عَنْ عَائِشَةَ, أَنَّهَا ذَكَرَتِ امْرَأَةً فَقَالَتْ:إِنَّهَا قَصِيْرَةٌ. . . . فَقَالَ النَّبِيُّ: اِغْتَبْتِها
"Dari Abu Hudzaifah dari ‘Aisyah bahwasanya beliau (‘Aisyah) menyebutkan seorang wanita lalu beliau (‘Aisyah) berkata:”Sesungguhnya dia (wanita tersebut) pendek”…. maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:”Engkau telah mengghibahi wanita tersebut" .
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قُلْتُ لِلنَّبِيِّ حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّة كَذَا وَ كَذَا وَ قَالَ بَعْضُ الرُّوَاةُ: تَعْنِيْ قَصِيْرَةٌ, فَقَالَ: لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ
"Dari ‘Aisyah beliau berkata: Aku pernah berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Cukup bagimu dari Shofiyah ini & itu”. Sebagian rawi berkata:”’Aisyah mengatakan Shofiyah pendek”. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: ”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yg seandainya kalimat tersebut dicampur dg air laut niscaya akan merubahnya" .
عَنْ جَرِيْرِ بْنِ حَازِمٍ قَالَ: ذَكَرَ ابْنُ سِيْرِيْنَ رَجُلاً فَقَالَ: ذَاكَ الرَّجُلُ الأَسْوَدُ. ثُمَّ قَالَ: أَسْتَغْفِرُ اللهَ, إِنِّيْ أَرَانِيْ قَدِ اغْتَبْتُهُ
"Dari Jarir bin Hazim berkata: Ibnu Sirin menyebutkan seorang laki-laki, kemudian dia berkata: “Dia lelaki yg hitam itu”. Kemudian dia berkata:”Aku mohon ampunan dari Allah”, sesungguhnya aku melihat bahwa diriku telah mengghibahi laki-laki itu" .
Adapun ghibah pd nasab, misalnya engkau berkata: ”Dia dari keturunan orang rendahan”, “Dia keturunan maling”, “Dia keturunan pezina”, “Bapaknya orang fasik”, & lain-lain. Adapun ghibah pd akhlaknya, misalnya engkau berkata:”Dia akhlaqnya jelek…orang yg pelit”, “Dia sombong, tukang cari muka (cari perhatian)”, “Dia penakut”, “Dia itu orangnya lemah”, “Dia itu hatinya lemah”, “Dia itu suka marah”.
Adapun ghibah pd agamanya, misalnya engkau berkata:”Dia pencuri”, “Dia pendusta”, “Dia peminum khomer”, “Dia pengkhianat”, “Dia itu orang yg dzolim, tdk mengeluarkan zakat”, “Dia tdk membaguskan sujud & ruku’ kalau sholat”, “Dia tdk berbakti kepada orang tua”, & lain-lain.
Adapun ghibah pd perbuatannya yg menyangkut keduniaan, misalnya engkau berkata: “Tukang makan”, “Tidak punya adab”, “Tukang tidur”, “Tidak menghormati orang lain”, “Tidak memperhatikan orang lain”, “Jorok”, “Si fulan lebih baik dari pd dia” & lain-lain.
Imam Baihaqi meriwayatkan dari jalan Hammad bin Zaid, dia berkata: Thouf bin Wahb telah menyampaikan kepada kami, dia berkata: “Aku menemui Muhammad bin Sirin & aku dalam keadaan sakit. Maka dia (Ibnu Sirin) berkata: ”Aku melihatmu sedang sakit”, aku berkata:”Benar”. Maka dia berkata: “Pergilah ke tabib fulan, mitalah resep kepadanya”, (tetapi) kemudian dia berkata:”Pergilah ke fulan (tabib yg lain) karena dia lebih baik dari pd si fulan (tabib yg pertama)”. Kemudian dia berkata: “Aku mohon ampun kepada Allah, menurutku aku telah mengghibahi dia (tabib yg pertama)".
Termasuk ghibah adalah seseorang meniru-niru orang lain, misalnya berjalan dg pura-pura pincang / pura-pura bungkuk / berbicara dg pura-pura sumbing, / yg selainnya dg maksud meniru-niru keadaan seseorang, yg hal ini berarti merendahkan dia. Sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits:
قَالَتْ: وَحَكَيْتُ لَهُ إِنْسَانًا فَقَالَ: مَا أُحِبُّ أَنِّيْ حَكَيْتُ إِنْسَانًا وَ إِنَّ لِيْ كَذَا
"‘Aisyah berkata: “Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang seseorang pd Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ”. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pun berkata:”Saya tdk suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian & sekian".
Termasuk ghibah juga, jika seorang penulis menyebutkan seseorang tertentu dalam kitabnya seraya berkata: ”Si fulan telah berkata demikian & demikian”, dg tujuan utk merendahkan & mencelanya. Maka hal ini adalah haram. Tetapi jika si penulis menghendaki utk menjelaskan kesalahan orang tersebut agar tdk diikuti, / utk menjelaskan lemahnya ilmu orang tersebut agar orang-orang tdk tertipu dengannya & menerima pendapatnya (karena orang-orang menyangka bahwa dia adalah orang yg ‘alim –pent), maka hal ini bukanlah ghibah, bahkan merupakan nasihat yg wajib yg mendatangkan pahala jika dia berniat demikian.
Demikian pula jika seorang penulis berkata / yg lainnya berkata: “Suatu kaum -atau suatu jama’ah- telah berkata demikian-demikian” / “Pendapat ini merupakan kesalahan / kekeliruan / kebodohan / keteledoran” & semisalnya”, maka hal ini bukanlah ghibah. Yang disebut ghibah jika disebutkan orang tertentu / kaum tertentu / jama’ah tertentu.
Ghibah itu bisa dg perkataan yg jelas / dg yg lainnya, seperti isyarat dg perkataan, / isyarat dg mata, / bibir & lainnya, yg bisa dipahami bahwasanya hal itu utk merendahkan saudaranya yg lain. Di antara ghibah adalah jika nama seseorang disebutkan di sisi-mu lantas engkau berkata: “Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yg telah menjaga kita dari sifat pelit”, / “Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala melindungi kita dari memakan harta manusia dg cara yg batil”, / yg lainnya. Sebab orang yg mendengar perkataan-mu itu memahami bahwa berarti orang yg namanya disebutkan memiliki sifat-sifat yg jelek. Bahkan lebih parah lagi, perkataanmu tdk hanya menunjukkan kepada ghibah, tetapi lebih dari itu dapat menjatuhkanmu ke dalam riya’. Sebab engkau telah menunjukan kepada manusia bahwa engkau tdk melakukan sifat jelek orang yg disebutkan namanya tadi.
BAGAIMANA JIKA YANG DIGHIBAHI ADALAH ORANG KAFIR?
Imam As-Shan’ani berkata: “Perkataan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (dalam hadits Abu Hurairah di atas) أَخَاكَ (saudaramu) yaitu saudara seagama, merupakan dalil bahwasanya selain mukmin boleh dighibah”. Ibnul Mundzir berkata: ”Dalam hadits ini ada dalil bahwasanya barang siapa yg bukan saudara (se-Islam) seperti Yahudi, Nasrani, & seluruh pemeluk agama-agama (yang lain), & (juga) orang yg kebid’ahannya telah mengeluarkannya dari Islam, maka tdk ada (tidak mengapa) ghibah terhadapnya"
Bagaimana jika kita memberi laqob (julukan) yg jelek kepada saudara kita, namun saudara kita tersebut tdk membenci laqob itu, apakah tetap termasuk ghibah?
Imam As-Shan’ani berkata: "Dan pd perkataan Rosulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam بِمَا يَكْرَهُ (dengan apa yg dia benci), menunjukan bahwa jika dia (saudara kita yg kita ghibahi tersebut) tdk membenci aib yg ditujukan kepadanya, seperti orang-orang yg mengumbar nafsunya & orang gila, maka ini bukanlah ghibah".
Syaikh Salim Al-Hilali berkata: ”Jika kita telah mengetahui hal itu (yaitu orang yg dipanggil dg julukan-julukan yg jelek namun dia tdk membenci julukan-julukan jelek tersebut –pent) bukanlah suatu ghibah yg harom, sebab ghibah adalah engkau menyebut saudaramu dg apa yg dia benci, tetapi orang yg memanggil saudaranya dg laqob (yang jelek) telah jatuh di dalam larangan Al-Qur’an (yaitu firman Allah:
ولاَ تَنَابَزُوْا بِالأَلْقَابِ
"Dan janganlah kalian saling- panggil-memanggil dg julukan-julukan yg buruk". (Al-Hujurat: 11)-pent)
Yang jelas melarang saling panggil-memanggil dg julukan (yang jelek) sebagaimana tdk samar lagi (larangan itu).
HUKUM GHIBAH
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَال: قَالَ رَسُوْلُ الله: مَرَرْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِيْ عَلَى قَوْمٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ بِأَظَافِرِيْهِمْ, فَقُلْتُ: يَا جِبْرِيْلُِ مَنْ هَؤُلآءِ؟ قَالَ: الَّذِيْنَ يَغْتَابُوْنَ النَّاسَ, وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ
"Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ”Pada malam isra’ aku melewati sekelompok orang yg melukai (mencakar) wajah-wajah mereka dg kuku-kuku mereka”, lalu aku bertanya: ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yg mengghibahi manusia, & mencela kehormatan-kehormatan mereka".
Dalam riwayat yg lain:
قَالَ رَسُوْلُ الله: لَمَّا عُرِجَ بِيْ, مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَ صُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلآء يَا جِبْرِيْلُِ؟ قَالَ: هَؤُلآء الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسَ وَيَقَعُوْنَ فِيْ
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati sekelompok orang yg memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka & dada-dada mereka. Maka aku bertanya: ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab: ”Mereka adalah orang-orang yg memakan daging manusia & mencela kehormatan mereka".
Hukum ghibah adalah haram berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah & ijma’ kaum muslimin. Namun terjadi khilaf (perbedaan pendapat) di antara para ulama, apakah ghibah termasuk dosa besar / termasuk dosa kecil?.
Imam Al-Qurthubi menukilkan ijma’ bahwasanya ghibah termsuk dosa besar. Sedangkan Al-Gozhali & penulis Al-‘Umdah dari madzhab Syafi’iyah berpendapat bahwasanya ghibah termasuk dosa kecil.
Al-Auza’i berkata: “Aku tdk mengetahui ada orang yg jelas menyatakan bahwa ghibah termasuk dosa kecil selain mereka berdua”.
Az-Zarkasyi berkata: “Dan sungguh aneh orang yg menganggap bahwasanya memakan bangkai daging (manusia) sebagai dosa besar, (tetapi) tdk menganggap bahwasanya ghibah juga sebagai dosa besar, padahal Allah menempatkan ghibah sebagaimana memakan bangkai daging manusia. Dan hadits-hadits yg memperingatkan ghibah sangat banyak sekali yg menunjukan kerasnya pengharaman ghibah.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: "Dalam ayat ini (Al-Hujurat:12) ada peringatan keras terhadap ghibah & bahwasanya ghibah termasuk dosa-dosa besar, karena diserupakan dg memakan daging bangkai (manusia) & hal itu (memakan daging bangkai) termasuk dosa besar".
Alasan orang yg menyatakan bahwa ghibah adalah dosa kecil, diantaranya perkataan mereka: ”Kalau seandainya ghibah itu bukan dosa kecil maka sebagian besar manusia tentu menjadi fasik, / seluruh manusia menjadi fasik, kecuali hanya sedikit sekali yg bisa lolos dari penyakit ini. Dan hal ini adalah kesulitan yg sangat besar”. Namun alasan ini terbantahkan, karena bahwasanya tersebarnya suatu kemaksiatan & banyak manusia yg melakukannya tidaklah menunjukan bahwa kemaksiatan tersebut adalah dosa kecil. Dan alasan ini juga tertolak sebab tersebarnya kemaksiatan ini hanya kalau ditinjau pd zaman sekarang. Adapun pd zaman dahulu (zaman para Salaf) kemaksiatan-kemaksiatan (termasuk ghibah) tdk tersebar sebagaimana sekarang. Di zaman mereka yg tersebar adalah kebaikan.
Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 07/Tahun V/1422/2001M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821)
Penulis: Ustadz Ibnu Abidin As-Soronji & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

 

Kedudukan Wanita Dalam Islam,

Kedudukan Wanita Dalam Islam, 

Penulis membahas masalah ini, karena orang-orang yg tdk senang kepada Islam & orang-orang bodoh menganggap bahwa Islam merendahkan martabat wanita. Hal ini berkaitan dg dianjurkannya wanita berada di rumah, wajibnya mereka memakai jilbab, wajibnya mereka melayani suami, diterimanya persaksian dua orang wanita sedangkan laki-laki cukup seorang saja, hak waris wanita separuh dari hak laki-laki, / ketidak-senangan mereka hanya disebabkan Islam membolehkan seorang laki-laki ta’addud (poligami/ beristeri lebih dari satu). Padahal dg dibolehkannya poligami jutru mengangkat martabat wanita.
Bagaimana pun, seorang wanita yg bersuami lebih baik daripada wanita yg hidup sebagai perawan tua, hidup menjanda, / bahkan bergelimang dg dosa lagi menghinakan diri dg hidup melacur. Bahkan, ada wanita yg jahat & zhalim mengatakan kepada suaminya, “Lebih baik engkau berzina/melacur daripada aku dimadu. ” Na’udzu billaahi min dzalik.
Dalam Islam, seorang laki-laki jutru lebih baik & mulia jika ia menikah lagi (berpoligami) daripada ia berzina/melacur. Karena zina adalah perbuatan keji & sejelek-jelek jalan. Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, & suatu jalan yg buruk. ” (Al-Israa': 32)
Sedangkan keberadaan pelacuran & wanita tuna susila (pelacur) justru merendahkan & melecehkan martabat wanita, juga sebagai bentuk penghinaan kepada wanita serta menjerumuskan mereka ke Neraka.
Di muka bumi ini tdk ada agama yg sangat memperhatikan & mengangkat martabat kaum wanita selain Islam. Islam memuliakan wanita dari sejak ia dilahirkan hingga ia meninggal dunia.
Islam benar-benar telah mengangkat harkat & martabat kaum wanita & memuliakannya dg kemuliaan yg belum pernah dilakukan oleh agama lain. Wanita dalam Islam merupakan saudara kembar laki-laki; sebaik-baik mereka adalah yg terbaik bagi keluarganya. Wanita muslimah pd masa bayinya mempunyai hak disusui, mendapatkan perhatian & sebaik-baik pendidikan & pd waktu yg sama ia merupakan curahan kebahagiaan & buah hati bagi kedua ibu & bapaknya serta saudara laki-lakinya.
Apabila wanita telah memasuki usia remaja, ia dimuliakan & dihormati. Walinya cemburu karenanya, ia meliputinya dg penuh perhatian, maka ia tdk rela kalau ada tangan jahil menyentuhnya, / rayuan-rayuan lidah busuk / lirikan mata (pria) mengganggunya.
Dan apabila ia menikah, maka hal itu dilaksanakan dg kalimatullah & perjanjian yg kokoh. Maka ia tinggal di rumah suami dg pendamping setia & kehormatan yg terpelihara, suami berkewajiban menghargai & berbuat baik (ihsan) kepadanya & tdk menyakiti fisik maupun perasaannya.
Apabila ia telah menjadi seorang ibu, maka (perintah) berbakti kepadanya dinyatakan berbarengan dg hak Allah, kedurhakaan & perlakuan buruk terhadapnya selalu diungkapkan berbarengan dg kesyirikan kepada Allah & perbuatan kerusakan di muka bumi.
Apabila ia adalah sebagai saudara perempuan, maka dia adalah orang yg diperintahkan kepada saudaranya utk dijalin hubungan silaturrahim, dimuliakan & dilindungi.
Apabila ia sebagai bibi, maka kedudukannya sederajat dg ibu kandung di dalam mendapatkan perlakuan baik silaturrahim.
Apabila ia sebagai nenek / lanjut usianya, maka kedudukan & nilainya bertambah tinggi di mata anak-anak, cucu-cucunya & seluruh kerabat dekatnya. Maka permintaannya hampir tdk pernah ditolak & pendapatnya tdk diremehkan.
Apabila ia jauh dari orang lain, jauh dari kerabat / pendampingnya maka dia memiliki hak-hak Islam yg umum, seperti menahan diri dari perbuatan buruk terhadapnya, menahan pandangan mata darinya & lain-lain.
Masyarakat Islam masih tetap memelihara hak-hak tersebut dg sebaik-baiknya sehingga wanita benar-benar memiliki nilai & kedudukan yg tdk akan ditemukan di dalam masyarakat non muslim.
Lebih dari itu, wanita di dalam Islam memiliki hak kepemilikan, penyewaan, jual beli, & segala bentuk transaksi, & juga mempunyai hak utk belajar & mengajar selagi tdk bertentangan dg agamanya. Bahkan di antara ilmu syar’i itu ada yg bersifat fardhu ‘ain -berdosa bila diabaikan- baik oleh laki-laki / pun wanita.
Dia juga memiliki hak-hak yg sama dg kaum laki-laki, kecuali beberapa hak & hukum yg memang khusus bagi kaum wanita, / beberapa hak & hukum yg khusus bagi kaum laki-laki yg layak bagi masing-masing jenis sebagaimana dijelaskan secara rinci di dalam bahasan-bahasannya.
Di antara penghargaan Islam kepada wanita adalah bahwasanya Islam memerintahkan kepadanya hal-hal yg dapat memelihara, menjaga kehormatannya & melindunginya dari lisan-lisan murahan, pandangan mata pengkhianat & tangantangan jahat. Maka dari itu, Islam memerintahkan kepadanya berhijab & menutup aurat, menghindari perbuatan tabarruj (berhias diri utk umum), menjauh dari perbauran dg laki-laki yg bukan mahramnya & dari setiap hal yg dapat menyeret kepada fitnah.
Termasuk penghargaan Islam kepada wanita adalah bahwasanya Islam memerintahkan kepada suami agar menafkahinya, mempergaulinya dg baik, menghindari perbuatan zhalim & tindakan menyakiti fisik / perasaannya.
Bahkan termasuk dari keindahan ajaran Islam bahwasanya Islam memperbolehkan bagi kedua suami-isteri utk berpisah (bercerai) bila tdk ada kesepakatan & tdk dapat hidup bahagia bersamanya. Maka, suami boleh menceraikannya setelah gagal melakukan berbagai upaya ishlah (damai), & di saat kehidupan keduanya menjadi bagaikan api Neraka yg tdk dapat dipertahankan.
Dan Islam memperbolehkan isteri meninggalkan suaminya jika suami melakukan penganiayaan terhadap dirinya, memperlakukannya dg buruk. Maka dalam keadaan seperti itu isteri boleh meninggalkannya dg syarat membayar ganti rugi yg disepakati bersama suami, / melakukan kesepakatan bersama atas hal tertentu utk kemudian isteri bisa meninggalkannya.
Termasuk penghargaan Islam kepada wanita adalah bahwasanya laki-laki diperbolehkan berpoligami, yaitu nikah lebih dari satu isteri. Laki-laki boleh menikah dg dua, tiga / empat isteri & tdk boleh lebih dari itu, dg syarat berlaku adil dalam memberikan nafkah sandang, pangan, & tempat tinggal di antara mereka; & kalau suami cukup menikah dg satu isteri saja, maka itu adalah haknya.
Itu semua, sesungguhnya berpoligami itu mempunyai hikmah yg sangat besar & banyak maslahatnya yg tdk diketahui oleh orang-orang yg menjelek-jelekkan Islam, sementara mereka bodoh tdk mengerti hikmah di balik pensyari’atan ajaran-ajarannya.
Di antara hal-hal yg mendukung hikmah di balik diperbolehkannya berpoligami adalah sebagai berikut:
1). Sesungguhnya Islam melarang perzinaan & sangat keras dalam mengharamkannya, karena perzinaan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan fatal yg tdk terhitung jumlahnya, di antaranya adalah: kaburnya masalah keturunan (nasab), membunuh sifat malu, menodai & menghapus kemuliaan & kehormatan wanita; karena zina akan meliputinya dg kehinaan yg tiada batasnya, bahkan kehinaan & noda akan menimpa keluarga & kerabat dekatnya.
Di antara bahaya zina adalah bahwasanya zina merupakan tindakan pelecehan terhadap janin yg diperoleh dari hasil perzinaan, karena ia akan hidup dg nasab yg terputus.
Termasuk bahaya zina: berbagai penyakit mental & jasmani yg timbul sebagai akibat dari perbuatan terkutuk itu, yg sulit ditanggulangi, bahkan kadang sampai mengancam jiwa pezina, seperti Sipilis, Gonorheo, Aids & lain sebagainya.
Ketika Islam mengharamkan zina & dg keras mengharamkannya, ia juga membuka lebar pintu yg sah (masyru’) dimana seseorang dapat merasakan ketentraman, kedamaian, & keleluasaan, yaitu nikah.
Jadi Islam mengajarkan nikah & memperbolehkan poligami sebagaimana disinggung di atas.
Tidak diragukan lagi bahwasanya melarang poligami adalah tindakan kezhaliman terhadap laki-laki & wanita. Melarang poligami akan membuka lebar pintu perzinahan, karena kuantitas (jumlah) kaum wanita lebih besar daripada kuantitas kaum pria di setiap masa & tempat.
Hal itu akan lebih jelas lagi pd masa seringnya terjadi peperangan. Maka, membatasi laki-laki menikah dg satu isteri dapat berakibat pd adanya jumlah besar dari kaum wanita yg hidup tanpa suami yg pd gilirannya akan menyebabkan kesulitan, kesempitan, & ketidakpastian bagi mereka, bahkan kadang bisa menjerumuskan ke dalam lembah penjualan kehormatan & kesucian diri, tersebarnya perzinahan & kesia-siaan anak keturunan.
2). Sesungguhnya nikah itu bukan kenikmatan jasadi (fisik) semata, akan tetapi dibalik itu terdapat ketentraman & kedamaian jiwa, di samping kenikmatan mempunyai anak. Dan anak di dalam Islam tdk seperti anak dalam sistem-sistem kehidupan buatan lainnya, karena kedua ibu bapaknya mempunyai hak atas anak. Apabila seorang wanita dikarunia beberapa anak, lalu ia dididik dg sebaik-baiknya, maka mereka menjadi buah hati & penghibur baginya. Maka pilihan mana yg terbaik bagi wanita; hidup di bawah lindungan suami yg melindungi, mendampingi & memperhatikannya serta dikaruniai anak-anak yg apabila dididik dg baik akan menjadi buah & penghibur hati baginya, / memilih hidup sebatang kara dg nasib tiada menentu lagi terpontang-panting kesana-kemari?!
3). Sesungguhnya pandangan Islam adalah pandangan yg adil lagi seimbang.
Islam memandang kepada wanita secara keseluruhan dg adil, & pandangan yg adil itu mengatakan bahwa sesungguhnya memandang kepada wanita secara keseluruhan dg mata keadilan.
Bila begitu, lalu apa dosa wanita-wanita ‘awanis (membujang hingga lewat usia nikah) yg tdk punya suami? Kenapa tdk dilihat dg mata yg penuh kasih sayang kepada wanita menjanda karena ditinggal mati suaminya, sedangkan ia masih pd usia produktif? Kenapa tdk melihat & memperhatikan kepada wanita yg sangat banyak jumlahnya yg hidup tanpa suami?!
Yang mana yg lebih baik bagi wanita: Hidup dg senang di bawah lindungan suami bersama wanita (isteri, madu) yg lain, sehingga dg begitu ia merasakan kedamaian & ketentraman jiwa, ia temukan orang yg memperhatikannya & mendapat karunia anak karenanya, ataukah hidup seorang diri tanpa suami sama sekali??!!
Mana yg lebih baik bagi masyarakat: Adanya sebagian kaum pria yg berpoligami hingga masyarakat terhindar dari beban gadis-gadis tua, / tdk seorang pun berpoligami sehingga mengakibatkan masyarakat berlumur dg berbagai kehancuran & kerusakan??!!
Mana yg lebih baik: Seseorang mempunyai dua, tiga / empat isteri? Atau cukup dg satu isteri saja dg puluhan wanita simpanan di balik itu semua?!
4). Berpoligami itu tdk wajib hukumnya. Maka dari itu banyak laki-laki muslim yg tdk melakukan poligami karena merasa puas dg satu isteri, & karena ia merasa tdk akan dapat berlaku adil (bila berpoligami). Oleh karena itu, ia tdk perlu berpoligami.
5). Sesungguhnya tabi’at & naluri kaum wanita itu sangat berbeda dg tabi’at & naluri kaum pria; hal itu bila dilihat dari sudut kesiapannya utk digauli. Wanita tdk selalu siap utk digauli pd setiap waktu, karena wanita harus melalui masa haidh hingga sampai sepuluh hari / dua pekan pd setiap bulannya yg menjadi penghalang utk digauli.
Pada masa nifas (setelah melahirkan) juga ada penghalang hingga biasanya mencapai 40 hari. Melakukan hubungan suami-isteri (hubungan intim) pd kedua masa tersebut dilarang secara syar’i, karena banyak mengandung resiko yg membahayakan yg sudah tdk diragukan lagi.
Pada masa kehamilan, kesiapan wanita utk dicampuri suaminya kadang melemah. Dan demikian selanjutnya.
Sedangkan kaum laki-laki kesiapannya selalu stabil sepanjang bulan & tahun (waktu) & ada sebagian laki-laki yg jika dihalanghalangi utk berpoligami akan terjerumus ke dalam perzinahan.
6). Adakalanya sang isteri mandul tdk dapat menurunkan anak sehingga suami tdk dapat menikmati bagaimana punya anak. Daripada ia menceraikan isterinya lebih baik ia menikah lagi dg wanita lain yg subur.
Mungkin ada yg bertanya: Apabila suami mandul sedangkan isteri normal, apakah isteri mempunyai hak utk berpisah?
Jawabnya: Ya, ia berhak utk itu jika menghendakinya.
7). Adakalanya isteri mengidap penyakit tahunan, seperti lumpuh / lainnya sehingga tdk mampu utk melakukan tugas mendampingi suami. Maka, daripada menceraikannya, lebih baik tetap bersamanya & menikah lagi dg wanita yg lain.
8). Adakalanya tingkah laku isteri buruk. Seperti berperangai jahat, berakhlak buruk (tidak bermoral) tdk menjaga hak-hak suaminya. Daripada menceraikannya lebih baik tetap bersamanya & menikah dg wanita yg lain lagi sebagai penghargaan kepada isteri pertama & menjaga hak-hak keluarganya serta menjaga kemaslahatan anak-anak jika telah punya anak darinya.
1 2  next
Penulis: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

 

Seputar Ilmu Memanggil Arwah,

Seputar Ilmu Memanggil Arwah, 

Segala puji bagi Allah, shalawat & salam semoga tercurah kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihiwa sallam, keluarganya, shahabatnya serta orang-orang yg mengikuti petunjuknya.
Sungguh telah tersebar ditengah masyarakat, baik masyarakat penulis maupun masyarakat bukan penulis, satu ilmu yg dinamakan ilmu memanggil roh. Mereka mengaku bisa memanggil roh orang-orang mati dg cara yg ditemukan oleh para tukang sihir. Mereka bertanya kepada para roh kabar tentang nikmat & siksa yg dialami oleh orang-orang mati serta masalah-masalah lain yg kira-kira arwah dianggap mengetahuinya dalam kehidupan mereka (di alam kubur).
Aku telah banyak meneliti (merenungi) permasalahan ini sehingga jelas bagiku bahwa ilmu memanggil roh adalah ilmu yg batil. Dan ilmu tersebut merupakan permainan syetan yg bertujuan merusak aqidah & akhlaq, menipu kaum muslimin & menyeret mereka hingga sampai pd sikap mengaku tahu terhadap perkara ghaib dalam banyak masalah. Oleh sebab itu aku merasa perlu menulis kalimat ringkas ini utk menjelaskan kebenaran, menasehati ummat serta menyingkap penipuan terhadap manusia.
Maka aku katakan, tdk diragukan lagi bahwa masalah ini sebagaimana masalah-masalah yg lain harus dikembalikan kepada Al-Qur’an & Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa saja yg ditetapkan Al-Qur’an & Sunnah / salah satunya maka kita harus menetapkannya & apa saja yg dinafikan (ditiadakan) Al-Qur’an & Sunnah / salah satunya maka kitapun harus menafikannya. Sebagaimana firman Allah.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً
"Hai orang-orang yg beriman, ta'atilah Allah & ta'atilah Rasul(-Nya), & ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) & Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah & hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) & lebih baik akibatnya". (An-nisa’ 59)
Masalah roh merupakan perkara ghaib yg hakikatnya hanya diketahui Allah saja. Orang tdk boleh sibuk membicarakannya kecuali berdasarkan dalil syar’i. Allah berfirman.
عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّمَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yg ghaib, maka Dia tdk memperlihatkan kepada seorangpun tentang yg ghaib itu Kecuali kepada rasul yg diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka & di belakangnya". (Al-Jin 26-27)
قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
"Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit & di bumi yg mengetahui perkara yg ghaib, kecuali Allah", (An-Naml 56)
Para ulama berbeda pendapat dalam memahami maksud roh (arwah) yg terdapat dalam Al Qur'an, surah Al-Isra’ 85.
وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَآأُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:"Roh itu termasuk urusan Rabb-ku, & tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".
Sebagian ulama mengatakan, bahwa maksudnya adalah roh yg ada pd badan. Berdasarkan pendapat ini maka ayat diatas merupakan dalil bahwa roh termasuk urusan Allah, tdk diketahui oleh manusia sedikitpun kecuali yg diberitahukan oleh Allah. Karena masalah roh merupakan satu di antara sekian banyak masalah yg khusus menjadi rahasia Allah. Dia menutup persoalan ini terhadap makhluk-Nya.
Sementara itu Al-Qur’an & Sunnah yg shahih dari Rasullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menunjukkan bahwa roh orang yg sudah meninggal dunia akan tetap hidup setelah kematian jasad. Diantara yg menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah.
اللهُ يَتَوَفَّى اْلأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
"Allah memegang jiwa (roh seseorang) ketika matinya & (memegang) jiwa (seseorang) yg belum mati di waktu tidurnya; maka Ia tahan jiwa (roh orang) yg telah ia tetapkan kematiannya & Dia melepaskan lagi jiwa (roh) yg lain sampai waktu yg ditentukan" (Az-Zumar 42)
Ada riwayat yg shahih, bahwa pd perang Badar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan utk mengurus 24 orang bangkai pemuka Quraisy , mereka dilemparkan kedalam sebuah sumur busuk yg ada di Badar. Manakala beliau sudah mengalahkan kaum (Musyrikin Quraisy), beliau tinggal di tanah Badar yg menjadi lengang selama 3 malam. Setelelah beliau berada di sana pd hari yg ketiga, beliau memerintahkan utk mempersiapkan binatang tungganngannya, lalu dipasang & dikuatkanlah pelananya. Kemudian beliau berjalan diiringi oleh para shahabatnya. Para shahabat berkata, “kami tdk melihat beliau beranjak kecuali dg maksud memenuhi sebagian kebutuhannya. Sampai akhirnya beliau berdiri di sisi bibir sumur, kemudian beliau memanggil bangkai-bangkai pembesar kafir Quraisy (yang terkubur di dalam sumur) tersebut dg menyebutkan nama-nama mereka & nama bapak-bapak mereka, “Wahai Fulan bin fulan, Wahai Fulan bin fulan, Bukankah kalian akan senang jika kalian mentaati Allah & rasulNya? Sesungguhnya kami benar-benar telah mendapatkan apa yg telah dijanjikan oleh Rabb kami. Bukankah kalian juga telah benar-benar mendapatkan apa yg dijanjikan oleh Rabb kalian. ” Umar berkata, “Wahai Rasulullah kenapa anda berbicara dg jasad-jasad yg tdk memiliki roh?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Demi Dzat yg jiwa Muhammad ada di tanganNya, kalian tdk lebih baik pendengarannya terhadap apa yg aku katakan dibanding mereka, hanya saja mereka tdk mampu menjawab” (HR. Bukhari, Kitab al-Maghazi, no. 3976. Fathul Bari VII/300-301)
Juga terdapat riwayat yg shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa mayit bisa mendengar suara sandal (sepatu) orang-orang yg mengantarnya ketika mereka meninggalkan (kuburan)nya.
Imam Al Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Kaum salaf telah bersepakat atas hal ini. Atsar dari mereka sudah mutawatir bahwa mayit mengetahui jika ada orang yg menziarahinya & merasa bahagia dg ziarah tersebut”.
Selanjutnya Ibnul Qayyim menukil perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu dalam menafsirkan firman Allah.
اللهُ يَتَوَفَّى اْلأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ اْلأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
"Allah memegang jiwa (roh seseorang) ketika matinya & (memegang) jiwa (seseorang) yg belum mati di waktu tidurnya ; maka Ia tahan jiwa (roh orang) yg telah ia tetapkan kematiannya & Dia melepaskan lagi jiwa (roh) yg lain sampai waktu yg ditentukan". (Az-Zumar 42}
“Telah sampai kepadaku bahwasanya roh orang-orang yg masih hidup & yg sudah mati bisa bertemu didalam tidur (mimpi-red) kemudian mereka saling bertanya, lalu Allah menahan roh orang yg sudah mati & mengembalikan roh orang yg masih hidup ke jasadnya. ”
Kemudian Ibnul Qayyim berkata, “Sungguh pertemuan antara roh orang-orang yg masih hidup dg roh orang-orang yg sudah meninggal menunjukkan bahwa orang yg masih hidup bisa melihat orang yg sudah meninggal dalam mimpinya & menanyainya hingga orang yg sudah mati menceritakan apa yg tdk diketahui oleh yg masih hidup. Atas dasar inilah terkadang berita orang yg hidup (tentang keadaan orang yg sudah mati) bisa pas sesuai dg kenyataan. ”
Demikianlah yg dipegang oleh Salafus Shalih, yaitu roh orang-orang yg sudah mati tetap ada & bisa mendengar sampai waktu yg dikehendaki Allah. Tetapi tdk benar, kalau roh-roh itu bisa berhubungan dg orang-orang yg masih hidup selain dalam mimpi.
Begitu pula tidaklah benar pengakuan para tukang sihir tentang kemampuan mereka mendatangkan roh orang-orang mati yg diinginkan, lalu mengajaknya berbicara & bertanya-tanya (berbagai hal) kepadanya. Ini adalah pengakuan yg batil, tdk ada dalil yg menguatkannya baik dalil naqli (Al-Qur’an & Hadits-pent) maupun dalil aqli. Allahlah yg Maha Mengetahui masalah roh. Dialah yg mengatur roh. Dia pulalah yg berkuasa mengembalikan roh tersebut ke jasad manusia kapan saja Ia kehendaki. Hanya Allah yg Maha mengatur kerajaanNya & ciptaanNya, tdk ada yg bisa menandingiNya.
Sedangkan orang yg beranggapan selain itu (tidak mengakui kekuasaan Allah-pent) maka dia hanya beranggapan tanpa berdasarkan ilmu & dia berdusta kepada manusia tentang berita-berita roh yg dia sebarkannya. Hal itu mungkin utk tujuan mendapatkan harta / utk menunjukkan kemampuannya yg tdk dimiliki orang lain / utk menipu manusia dg maksud merusak agama & akidah mereka.
Apa yg diaku-aku oleh para dajjal ini, yaitu memanggil roh-roh sebenarnya adalah roh-roh syetan. Mereka memberikan pelayanan kepada syetan-syetan itu dg cara menyembahnya & memenuhi permintaannya. Roh-roh syetan tadi membantu para dajjal ini dg bantuan yg diminta dg cara berdusta & berbuat dosa dalam menjiplak nama orang-orang mati yg dipanggil para dajjal itu. Allah berfirman.
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ اْلإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَافَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَايَفْتَرُونَ . وَلِتَصْغَى إِلَيْهِ أَفْئِدَةُ الَّذِينَ لاَيُؤْمِنُونَ بِاْلأَخِرَةِ وَلِيَرْضَوْهُ وَلِيَقْتَرِفُوا مَاهُم مُّقْتَرِفُونَ
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syetan-syetan (dari jenis) manusia & (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yg lain perkataan-perkataan yg indah-indah utk menipu (manusia). Jikalau Rabbmu menghendaki, niscaya mereka tdk mengerjakannya, maka tinggalkan mereka & apa yg mereka ada-adakan. Dan (juga) agar hati kecil orang-orang yg tdk beriman kepada kehidupan akhirat cenderung kepada bisikan itu, mereka merasa senang kepadanya & supaya mereka mengerjakan apa yg mereka (syetan) kerjakan". (Al-An’am 112-113)
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَامَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُم مِّنَ الإِنسِ وَقَالَ أَوْلِيَآؤُهُم مِّنَ اْلإِنسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَآ أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلَتْ لَنَا قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَآ إِلاَّ مَاشَآءَ اللهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
"Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Allah berfirman):"Hai golongan jin (syetan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia", lalu berkatalah kawan-kawan mereka dari golongan manusia:"Ya Rabb kami, sesungguhnya sebahagian dari pd kami telah dapat kesenangan dari sebahagian (yang lain) & kami telah sampai kepada waktu yg telah Engkau tentukan bagi kami". Allah berfirman:"Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Rabbmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui". (Al-An’am: 128)
Para Ulama tafsir menyebutkan, kesenangan jin terhadap manusia ialah karena pengabdian manusia kepada jin, dg cara memberikan sesajian binatang sembelihan, bernadzar & meminta-minta kepada jin. Sedangkan kesenangan manusia terhadap jin ialah karena pemenuhan jin terhadap kebutuhan yg diminta manusia, & juga karena pemberitaan jin kepada manusia tentang beberapa perkara ghaib yg diketahuinya / yg berhasil ia curi dengar / yg hanya sekedar kedustaan yg dibuat-buat mengenai banyak persoalan yg rumit. Dan kedustaan inilah yg justeru paling banyak (dilakukan oleh jin).
Sekalipun sekiranya kita memastikan bahwa para tukang sihir itu tdk mendekatkan diri kepada roh (syetan) yg mereka datangkan dg suatupun dari bentuk peribadatan, tetap saja hal itu tdk menunjukkan halal & kebolehannya berhubungan dg para roh syetan tersebut. Karena meminta kepada syetan, peramal, tukang tenung & ahli nujum dilarang menurut syari’i. Dan mempercayai apa yg mereka beritahukan merupakan larangan yg paling keras & dosa paling besar bahkan ini merupakan cabang kekufuran, Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
"Barangsiapa yg mendatangi tukang ramal lalu bertanya tentang sesuatu, tdk diterima shalatnya selama 40 malam"
Dalam Musnad Imam Ahmad & kitab-kitab Sunan, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.
مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ n
"Barangsiapa yg mendatangi tukang tenung & membenarkan apa yg dia ucapkan maka sesungguhnya dia telah kafir terhadap yg apa yg diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam".
Banyak hadits serta atsar (perkataan shahabat-pent) yg semakna dg ini. Dan tdk diragukan lagi bahwa roh-roh yg –menurut prasangka mereka- bisa mereka panggil, masuk dalam kategori yg dilarang oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab roh-roh yg dipangggil itu sejenis dg roh-roh syetan yg menjadi pendamping tukang tenung & tukang ramal, maka hukumnya sama. Karena itu tdk boleh bertanya (meminta) kepadanya, memanggilnya & mempercayainya. Semua itu diharamkan & termasuk kemungkaran. Bahkan semua itu batil berdasarkan hadits-hadits serta atsar-atsar yg telah di dengar di muka dalam masalah ini. Di samping itu juga karena berita yg mereka ambil dari roh-roh ini termasuk perkara ghaib, padahal Allah berfirman.
قُل لاَّيَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ
"Katakanlah:"Tidak ada seorangpun di langit & di bumi yg mengetahui perkara yg ghaib, kecuali Allah". (An-Naml: 65)
Terkadang roh-roh yg mereka panggil ini adalah syetan yg menemani orang mati yg dipanggil rohnya. Lalu syetan ini memberitahukan apa yg ia ketahui tentang mayit ini semasa hidupnya sambil mengaku bahwa dialah arwah sang mayit. Oleh sebab itu tdk boleh mempercayainya, memanggilnya & menanyainya sebagaimana dalil yg telah disebutkan. Dan apa yg ia panggil itu tdk lain hanyalah syetan & jin yg membantu mereka sebagai imbalan dari persembahan yg mereka berikan kepada syetan tersebut, berupa peribadatan yg seharusnya tdk boleh ditujukan kepada selain Allah. Dengan cara demikian maka ia (orang yg memanggil arwah) sampai pd batas syirik akbar yg akan mengeluarkan sang pelaku dari Islam.
Lajnah Daimah (Dewan Tetap) Untuk Pembahasan Ilmiah & Fatwa Saudi Arabia telah mengeluarkan fatwa tentang hipnotis yg merupakan salah satu jenis mendatangkan roh. Teks fatwa itu sebagai berikut:
"Hipnotis merupakan sebentuk praktek perdukunan dg bantuan jin yg dipasang oleh si penghipnotis pd orang yg di hipnotis. Lalu jin itu berbicara dg lidah orang yg dihipnotis & memberinya kemampuan utk mengerjakan sebagian pekerjaan dg kekuatan jin yg ada pd dirinya, jika jin itu benar-benar patuh terhadap si penghipnotis, sebagai imbalan dari ibadah penghipnotis kepada jin. Lalu jin itu membuat orang yg dihipnotis mentaati kemauan si penghipnotis. Ia melakukan perbuatan-perbuatan yg dimaukan oleh sipenghipnotis karena adanya bantuan jin kerpadanya (penghipnotis), jika jin tersebut berbuat jujur kepadanya.
Berdasarkan (uraian-red) itu, maka menggunakan hipnotis & menjadikannya sebagai cara utk menunjukkan letak barang yg dicuri / barang hilang / utk mengobati orang sakit / utk melakukan pekerjaan apa saja dg perantara orang yg dihipnotis, hukumnya tdk boleh bahkan termasuk syirik seperti penjelasan yg telah lewat. Di samping itu juga karena termasuk berlindung kepada selain Allah, karena tdk mempergunakan sebab-sebab (usaha-usaha) wajar yg dijadikan sebagai sebab oleh Allah yg diperbolehkan bagi para makhlukNya. (Sampai disini fatwa Lajnah Daimah)
Diantara orang yg membongkar hakikat anggapan bathil ini adalah Dr. Muhammad Muhammad Husain dalam kitabnya Ar-Ruhiyyah al-Haditsah, Haqiqatuha wa Ahdafuha. Dulunya, dia termasuk orang yg tertipu dg sulap (sihir) ini dalam waktu yg cukup lama kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya menuju kebenaran. Kemudian dia membongkar kebohongan anggapan tersebut setelah dia mendalami ilmu itu & tdk mendapatkan selain khurafat & kebohongan, kemudian beliau membongkar kebohongan anggapan tersebut.
Dr Muhammad Muhammad Husein menyebutkan, orang yg memanggil roh menempuh cara yg berbeda-beda. Di antaranya ada yg pemula, mereka menggunakan gelas kecil / cangkir yg digeser-geser diantara huruf-huruf yg tertulis di meja. Menurut anggapan mereka, jawaban roh yg dipanggil itu tersusun dari kumpulan urut-urutan huruf yg tergeser oleh geseran gelas / cangkir tersebut. Di antaranya lagi lagi ada yg menggunakan keranjang. mereka menaruh pena dibibir keranjang, pena ini akan menulis jawaban dari soal yg diajukan penanya. Kemudian, di antaranya lagi ada yg bertumpu pd perantara seperti halnya perantara pd ilmu hipnotis.
Dr Muhammad Muhammad Husein menyatakan bahwa ia meragukan kebenaran orang yg mengaku mampu memanggil roh. Kenyataannya, ada orang dibelakang mereka yg mendorong mereka utk berbuat semacam itu. Buktinya, ada propaganda yg bekerja utk mereka. Sehingga Koran-koran & majalah-majalah berlomba-lomba utk mengikuti berita mereka & menyebarkan pengakuan-pengakuan (bohong-red) mereka. Padahal sebelumnya media-media tersebut tdk bergairah utk (memuat-red) berita menyangkut roh & akhirat & juga media-media itu tdk pernah menyeru kepada agama / keimanan kepada Allah walaupun hanya sehari.
Beliau (Mumahammad Muhammad Husain) juga menyatakan bahwa mereka ini sangat antusias utk menghidupkan dakwah Fir’aun & dakwah-dakwah jahiliyah lainnya. Dia juga menyebutkan, orang-orang yg mempromotori ide ini merupakan orang yg sebenarnya tdk memiliki kedudukan / kehormatan lalu mereka mengangkat sendiri kemuliaan dirinya dg khayalan-khayalan. Orang yg paling terkenal mempromotori bid’ah ini adalah Oliver Lordge yg kehilangan anaknya dalam perang dunia pertama. Demikian juga pendiri lembaga Ruhiyah (menggeluti soal roh) di Mesir ; Ahmad Fahmi Abul Khair yg anaknya meninggal 1937 M setelah melewati masa penantian hadirnya anak tersebut dalam waktu cukup lama.
Dr Muhammad Muhammad Husein menyebutkan bahwa dia pernah melakukan bid’ah ini, dimulai dg cangkir & meja akan tetapi dia tdk merasa puas, sampai dg menggunakan perantara & dia berusaha melihat apa yg mereka akui sebagai penjelmaan roh / suara & mereka ceritakan sebagai bukti pengakuan mereka, namun dia tdk berhasil & begitu juga yg yang lainnya. Karena memang sebenarnya tdk ada. Itu hanyalah permainan-permainan bohong yg didasarkan pd tipu muslihat tersembunyi yg jitu utk menghancurkan agama. Sehingga tdk jauh beda dg cara-cara zionisme internasional.
Ketika Muhammad Muhammad Husein tdk puas dg pemikiran-pemikiran (ide-ide) yg merusak itu, bahkan ia dapat membongkar kebohongannya, maka ia mengundurkan diri darinya & bertekad utk menjelaskan hakikatnya kepada manusia. Ia juga mangatakan bahwa orang-orang menyimpang ini akan senantiasa menipu manusia sampai mereka berhasil mengeluarkan keimanan dari dada mereka & mengeluarkan akidah yg telah tertanam di dalam jiwa mereka. Untuk selanjutnya mereka akan diseret menuju prasangka-prasangka & khayalan-khayalan kacau yg membingungkan.
Orang-orang yg mengaku bisa memanggil roh ini tdk mengakui para rasul kecuali hanya sebagai penghubung persoalan roh saja. Sebagaimana perkataan pemimpin mereka, Arthur Findlay dalam bukunya ala haafati al’alam al-atsiiri tentang para nabi, “Mereka (para nabi) adalah perantara yg paling tinggi derajatnya diantara derajat-derajat perantara lainnya. Dan mukjizat para nabi itu tdk lain hanyalah fenomena-fenomena arwah, seperti fenomena-fenomena yg terjadi di tempat pemanggilan arwah. ”
Dr Muhammad Muhammad Husein selanjutnya mengatakan, “Jika mereka gagal memanggil roh, mereka akan mengatakan, ‘perantara ini tdk berhasil / tdk bersungguh-sungguh / orang yg melihat tdk sepakat / ada diantara yg hadir masih bimbang / menentang’. Diantara anggapan mereka yg bathil adalah menganggap Jibril Alaihissallam datang ditempat perkumpulan mereka & mendo’akannya. Semoga Allah menjelekkan mereka.
Demikianlah maksud dari penjelasan Dr. Muhammad Muhammad Husain.
Dari jawaban kami di muka & dari penjelasan Lajnah Daimah serta penjelasan Dr. Muhammad Muhammad Husain tentang hipnotis, jelaslah kebohongan para pengaku pemanggil roh tentang (kemampuan) mereka mendatangkan roh orang mati, utk kemudian ditanyai tentang apa saja yg mereka inginkan. Diketahui pula! bahwa semua ini merupakan perbuatan syetan & permainan sulap yg bathil, termasuk dalam perbuatan yg dilarang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamn yaitu termasuk bertanya kepada tukang tenung, tukang ramal, ahli nujum & orang yg semisal mereka. Dan wajib atas semua yg bertanggung jawab di Negara Islam utk melarang kebathilan ini, memusnahkannya serta memberikan hukuman terhadap orang yg melakukannya sehingga dia berhenti. Sebagaimana juga wajib atas semua pemimpin redaksi majalah-majalah Islam supaya tdk memuat & mengotori lembaran-lembaran mereka dg kebathilan ini. Kalaupun terpaksa utk memuatnya maka hendaklah sekedar utk membantah, memberitahukan kebatilannya serta memperingatkan manusia terhadap permainan syetan baik yg berwujud manusia ataupun jin serta memberi peringatan terhadap tipu daya mereka kepada manusia.
Allah Maha berkata benar, Dialah yg menunjukkan jalan kebenaran. Dan hanya kepada Allahlah permohonan diajukan, agar hendaknya Dia memperbaiki kondisi kaum muslimin serta menganugerahkan pemahaman yg baik dalam masalah agama kepada mereka. Juga agar hendaknya Allah melindungi mereka dari tipu daya orang-orang jahat & tipu daya wali-wali syetan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas semuanya.
و صلى الله وسلم على نبينا محمد
(Diterjemahkan oleh Abu Zahra’ Marzuki Fauzi. Dari Mukhtarat Min Kitab Majmu’ Fatawa Wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Baz hal. 212 s/d 217. Pernah dimuat di media-media setempat & media-media Islam tahun 1395H)
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VII/1424H/2003 Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296)
Penulis: Syiakh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

 

Fiqh Wudhu: Apa Dalil Yang Mewajibkan Wudhu? Apa Sajakah Syarat-Syarat Wudhu Itu?,

Fiqh Wudhu: Apa Dalil Yang Mewajibkan Wudhu? Apa Sajakah Syarat-Syarat Wudhu Itu?,

Pertanyaan.
Apakah wudhu itu? Apa dalil yg menunjukkan wajibnya wudhu? Dan apa (serta berapa macam) yg mewajibkan wudhu?
Jawaban
Yang dimaksud wudhu adalah menggunakan air yg suci & mensucikan dg cara yg khusus di empat anggota badan yaitu, wajah, kedua tangan, kepala, & kedua kaki. Adapun sebab yg mewajibkan wudhu adalah hadats, yaitu apa saja yg mewajibkan wudhu / mandi (terbagi menjadi dua macam, (hadats besar) yaitu segala yg mewajibkan mandi & (hadats kecil) yaitu semua yg mewajibkan wudhu). Adapun dalil wajibnya wudhu adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya: Hai orang-orang yg beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu & tanganmu sampai dg siku, & sapulah kepalamu & (basuh) kakimu sampai dg kedua mata kaki” (Al-Maidah: 6)
Pertanyaan.
Apa dalil yg mewajibkan membaca basmalah dalam berwudhu & gugur kewajiban tersebut kalau lupa / tdk tahu?
Jawaban
Dalil yg mewajibkan membaca basmalah adalah hadits yg diriwayatkan oleh Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda.
“Artinya: Tidak sah shalat bagi orang yg tdk berwudhu & tdk sah wudhu orang yg tdk menyebut nama Allah atas wudhunya”
Adapun dalil gugurnya kewajiban mengucapkan basmalah kalau lupa / tdk tahu adalah hadits.
“Artinya: Dimaafkan utk umatku, kesalahan & kelupaan”.
Tempatnya adalah di lisan dg mengucapkan bisamillah.
Pertanyaan.
Apa sajakah syarat-syarat wudhu itu?
Jawaban
Syarat-syarat (sahnya) wudhu adalah sebagai berikut.
1). Islam,
2). Berakal,
3). Tamyiz,
4). Niat,
5). Istishhab hukum niat,
6). Tidak adanya yg mewajibkan wudhu,
7). Istinja & Istijmar sebelumnya (bila setelah buang hajat),
8). Air yg thahur (suci lagi mensucikan),
9). Air yg mubah (bukan hasil curian misalnya),
10). Menghilangkan sesuatu yg menghalangi air meresap dalam pori-pori.
Pertanyaan.
Ada berapakah fardhu (rukun) wudhu itu? Dan apa saja?
Jawaban
Fardhu (rukun) wudhu ada 6 (enam), yaitu:
1). Membasuh muka (termasuk berkumur & memasukkan sebagian air ke dalam hidung lalu dikeluarkan),
2). Membasuh kedua tangan sampai kedua siku,
3). Mengusap (menyapu) seluruh kepala (termasuk mngusap kedua daun telinga),
4). Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki,
5). Tertib (berurutan).
6). Muwalah (tidak diselingi dg perkara-perkara yg lain).
(Disalin dari kitab Al-As’ilah wa Ajwibah Al-Fiqhiyyah Al-Maqrunah bi Al-Adillah Asy-Syar’iyyah jilid I, Disalin ulang dari Majalah Fatawa 07/I/1424H -2003M)
Penulis: Syaikh Abdul Aziz Muhammad As-Salman & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

Imam Syafii Berpendapat Bahwa Sunnah Memiliki Tiga Sisi,


Syafaat Bermanfaat Bagi Penghuni Neraka Yang Beriman,

Syafaat Bermanfaat Bagi Penghuni Neraka Yang Beriman, 

Seluruh Ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah bersepakat bahwa penghuni Neraka yg memiliki keimanan dalam hatinya, meskipun hanya seberat butir atom, akan keluar dari Neraka. Baik dg syafa'at para nabi, malaikat / orang mukmin, maupun dg rahmat Allah Azza wa Jalla.
Tetapi orang-orang Khawarij & Mu'tazilah serta pengikut-pengikutnya, mereka tdk meyakini kesepakatan Ahlu Sunnah wal Jama'ah yg dipimpin oleh Nabi & para sahabat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam itu. Khawarij & Mu'tazilah memang termasuk golongan ahli bid'ah, golongan sempalan yg selalu mengacaukan kesatuan umat Islam, baik dg pemahaman / dg tindakannya.
Dasar kesepakatan Ulama Ahlu Sunnah wal Jama'ah ini adalah riwayat-riwayat mutawatir tentang akan keluarnya penghuni Neraka yg beriman karena kemaksiatannya.
Imam Ibnu Abi al Izz al Hanafi, setelah memaparkan riwayat shahih pertama yg diriwayatkan Imam Ahmad tentang kisah syafa'atul 'uzhma, juga oleh Imam Bukhari & Muslim dg riwayat senada, mengatakan:
"Amat mengherankan pemaparan para imam terhadap hadits ini melalui kebanyakan jalan periwayatannya. Mereka tdk menyebutkan persoalan syafa'atul ula (syafa'at 'uzhma) di padang mana Allah Subhanahu wa Ta'ala datang utk membuat keputusan pengadilan terhadap manusia. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits "peniupan sangkakala". Padahal itulah maksud dari posisi riwayat ini di sini, & itulah pula yg menjadi tuntutan maksud dari alur pertama hadits ini. (Yaitu) sesungguhnya manusia berdatangan meminta syafa'at kepada Nabi Adam & nabi-nabi sesudahnya, dg tujuan agar Allah segera memberi keputusan hukum kepada manusia, hingga mereka kemudian dapat beristirahat dari keadaan tak menentu pd hari Kiamat. Sebagaimana ditunjukkan oleh konteks hadits-hadits ini dalam semua jalan periwayatannya. Tetapi setelah para imam hadits itu sampai pd penyebutan tentang jazaa' (balasan yg mesti diterima oleh setiap insan), mereka justeru menyebutkan tentang syafa'at bagi orang-orang maksiat, serta dikeluarkannya mereka dari Neraka.
Maksud para salaf ketika menyingkat hadits sampai batas ini adalah, utk membantah kaum Khawarij serta orang-orang yg mengikuti faham Khawarij dari kalangan Mu'tazilah. Yaitu orang-orang yg mengingkari keluarnya seseorang dari Neraka setelah ia masuk ke dalamnya. Untuk itu, para salaf menyebutkan hadits hanya sebatas ini, yg di dalamnya terdapat nash tegas yg membantah kaum Khawarij & Mu'tazilah tersebut.
Sementara itu Imam Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim menukil perkataan al Qadhi 'Iyadh, yg diantaranya sebagai berikut: "…Sesungguhnya, telah datang atsar-atsar yg secara keseluruhan mencapai batas mutawatir tentang adanya syafa'at di akhirat bagi orang-orang mukmin yg berdosa. Ulama terdahulu maupun kemudian, serta ulama sesudahnya dari kalangan Ahlu Sunnah telah bersepakat akan adanya syafa'at ini. Akan tetapi kaum Khawarij & sebagian Mu'tazilah mengingkarinya. Mereka menggantungkan (pengingkaran ini) pd madzhab mereka, bahwa orang-orang berdosa akan kekal di Neraka. Mereka berhujjah dg firman Allah Ta'ala:
فَمَا تَنفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ
"Maka tidaklah akan bermanfaat bagi mereka syafa'at dari para pemberi syafa'at". (al Muddatstsir:48).
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلاَشَفِيعٍ يُطَاعُ
"Orang-orang yg zhalim tdk memiliki teman setia seorangpun & tdk pula mempunyai seorang pemberi syafa'at yg diterima syafa'atnya". (Ghafir: 18).
Padahal ayat-ayat ini berkaitan dg orang kafir. Adapun takwil-takwil mereka (kaum Khawarij & Mu'tazilah) bahwa yg dimaksudkan dg syafa'at ialah yg berkenaan dg peningkatan derajat (ahli surga), merupakan takwil batil. Sebab hadits-hadits dalam Kitab tersebut juga pd kitab-kitab lain jelas-jelas menunjukkan batalnya madzhab mereka, & jelas-jelas menunjukkan akan dikeluarkannya orang (mukmin) yg berhak masuk Neraka (dari Neraka)…"
Imam Bukhari dalam Kitab at Tafsir, Kitab ar Riqaq, Kitab at Tauhid & lain-lain, banyak mengangkat hadits-hadits tentang akan keluarnya orang mu'min dari Neraka bila memasukinya, dalam banyak bab, dari banyak sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Begitu juga Imam Muslim dalam Kitab al Iman, serta imam-imam lainnya, seperti Imam Abu Dawud, at Tirmidzi & Ibnu Majah.
Sementara al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani dalam Fathul Bari membawakan riwayat dari Ubaid bin Umair, yg artinya:
Ada seseorang yg bernama Harun Abu Musa, ia tertuduh memiliki pemikiran Khawarij, bertanya kepada Ubaid bin Umair: "Wahai Abu Ashim (kun-yah Ubaid bin Umair), hadits bernilai apa yg engkau bawakan itu?"
Ubaid binUmair menjawab,"Menyingkirlah engkau dariku. Kalaulah aku tdk mendengar dari 30 (tiga puluh) orang sahabat Nabi Muhammad n tentang itu, tentu aku tdk akan meriwayatkannya. "
Para sahabat Nabi yg membawakan hadits-hadits itu di antaranya ialah Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah, Abu Hurairah, Abu Sa'id al Khudri, Abu Dzar, Abdullah bin Mas'ud, Abdullah bin Abi al Jad'a, & lain-lain. Dan berikut ini adalah beberapa contohnya.
Pertama: Hadits tentang keluarnya penghuni Neraka dg syafa'at.
Dibawakan oleh Hammad bin Zaid, ia berkata: Aku bertanya kepada Amr bin Dinar:
أَسَمِعْتَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ يُحَدِّثُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم: (أَنَّ اللهَ يُخْرِجُ قَوْمًا مِنَ النَّارِ بِالشَّفَاعَةِ ؟) . قَالَ: نَعَمْ.
"Apakah engkau mendengar Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'anhu membawakan hadits dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda: (Sesungguhnya Allah mengeluarkan sekelompok orang dari Neraka dg syafa'at)?"
Amr bin Dinar menjawab,"Ya. " (HR Imam Bukhari & Muslim) .
Juga hadits yg dibawakan dari Anas bin Malik tentang kisah singkat datangnya segenap manusia kepada Adam & nabi-nabi sesudahnya utk meminta syafa'at pd hari Kiamat. Akhirnya mereka datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Di bagian akhir hadits ini Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
فَيَأْتُوْنِى فَأَسْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّي ، فَإِذَا رَأَيْتُهُ وَقَعْتُ لَهُ سَاجِدًا، فَيَدَعُـِني مَا شَاءَ اللهُ. ثُمَّ يُقَالُ لِي: اِرْفَعْ رَأْسَكَ ، وَسَلْ تُعْطَهْ ، وَقُلْ يُسْمَعْ ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ . فَأَرْفَعُ رَأْسِي فَأَحْمَدُ رَبِّي بِتَحْمِيْدٍ يُعَـلِّمُنِي، ثُمَّ أَشْفَع فَيَحُدُّ لِي حَدًًّا ، ثُمَّ أُخْرِجُهُمْ مِنَ النَّارِ وَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ . ثُمَّ أَعُوْدُ فَأَقَعُ سَاجِدًا مِثْلَهُ فِى الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ، حَتَّى مَا يَبْقَى فِى النَّارِ إِلاَّ مَنْ حَبِسَهُ الْقُرْآنُ. وَكَانَ قَتَادَةُ يَقُوْلُ عِنْدَ هَذَا: أَيْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْخُلُوْدُ. (أخرجه البخاري ومسلم فى صحيحيهما)
"Maka mereka datang kepadaku. Akupun meminta izin kepada Rabb-ku. Ketika aku melihat Rabb-ku, maka aku menjatuhkan diri bersujud kepadaNya. Allah membiarkan aku sesuai dg apa yg dikehendakiNya. Kemudian dikatakan kepadaku (oleh Allah): "Angkat kepalamu! Mintalah, niscaya engkau akan diberi! Katakanlah, niscaya perkataanmu akan didengar! Berilah syafa'at, sesungguhnya engkau diberi wewenang memberi syafa'at".
Maka aku mengangkat kepalaku. Lalu aku memuji-muji Rabb-ku dg pujian yg Dia ajarkan kepadaku. Kemudian aku memberi syafa'at. Namun Allah memberi batasan kepadaku dg suatu batasan. Lalu aku mengeluarkan mereka dari Neraka & memasukkannya ke dalam surga. Kemudian aku kembali lagi kepada Allah, lalu aku menjatuhkan diri bersujud kepadaNya seperti saat pertama. (Demikian pula) pd yg ketiga / keempat kalinya. Sehingga tdk ada lagi yg tersisa di dalam Neraka, kecuali orang yg ditahan oleh al Qur`an.
Qotadah menjelaskan maksud orang yg ditahan oleh al Qur`an di dalam Neraka: "Ialah orang yg pasti kekal di dalamnya". {HR Bukhari & Muslim) .
Demikian pula hadits yg dibawakan oleh Abu Sa'id al Khudri Radhiyallahu 'anhu, melalui jalan Abu Maslamah, dari Abu Nadhrah, dari Abu Sa'id al Khudri Radhiyallahu 'anhu yg mengatakan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"أَمَّا أَهْلُ النَّارِ الَّذِيْنَ هُمْ أَهْلُهَا، فَإِنَّهُمْ لاَ يَمُوْتُوْنَ فِيْهَا وَلاَ يَحْيَوْنَ. وَلَكِنْ نَاسٌ أَصَابَتْهُمُ النَّارُ بِذُنُوْبِهِمْ – أَوْ قَالَ: بِخَطَايَاهُمْ- فَأَمَاتَهُمْ إِمَاتَةً، حَتَّى إِذَا كَانُوْا فَحْمًا، أُذِنَ بِالشَّفَاعَةِ. فَجِيْءَ بِهِمْ ضَبَائِرَ- ضَبَائِرَ، فَبُثُّوْا عَلَى أَنْهَارِ الْجَنَّةِ ، ثُمَّ قِيْلَ: يَا أَهْلَ الْجَنَّةِ أَفِيْضُوْا عَلَيْهِمْ. فَيَنْبُتُوْنَ نَبَاتَ الْحِبَّةِ تَكُوْنُ فِى حَمِيْلِ السَّيْلِ".
فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: كَأَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَدْ كَانَ بِالْبَادِيَةِ. –أخرجه مسلم فى صحيحه، وابن ماجة.
"Adapun ahli Neraka yg menjadi penghuni kekalnya, maka mereka tdk mati di dalamnya & tdk hidup. Akan tetapi orang-orang yg ditimpa oleh siksa Neraka karena dosa-dosanya –atau Rasul bersabda, karena kesalahan-kesalahannya- maka Allah akan mematikan mereka dg suatu kematian. Sehingga apabila mereka telah menjadi arang, Nabi diizinkan utk memberikan syafa'at (kepada mereka). Lalu mereka di datangkan berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, lalu dimasukkan ke sungai-sungai di surga. Selanjutnya dikatakan (oleh Allah): "Wahai penghuni surga, kucurkanlah air kehidupan kepada mereka". Maka tumbuhlah mereka laksana tumbuhnya benih-benih tetumbuhan di larutan lumpur yg dihempaskan arus air.
Seseorang di antara sahabat berkata: "Seakan-akan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berada di padang gembalaan di suatu perkampungan". (HR. Muslim & Ibnu Majah) .
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan, yg dimaksud dg sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya): "Adapun ahli Neraka yg mereka merupakan penghuni kekalnya, maka mereka tdk hidup & tdk mati"
Maksudnya, orang-orang kafir yg merupakan penghuni Neraka & layak utk kekal di dalamnya, maka mereka tdk mati, & tdk pula bisa merasakan hidup yg bermanfaat & enak. Sebagaimana telah Allah firmankan:
لاَيُقْضَى عَلَيْهِمْ فَيَمُوتُوا وَلاَيُخَفَّفُ عَنْهُم مِّنْ عَذَابِهَا
"Mereka tdk dibinasakan sehingga mereka mati, & tdk pula diringankan dari mereka adzabnya". (Faathir: 36)
Juga sebagaimana telah Allah firmankan:
ثُمَّ لاَيَمُوتُ فِيهَا وَلاَيَحْيَى
"Kemudian dia tdk mati di dalam Neraka & tdk pula hidup". (al A'la: 13).
Demikian ini benar-benar akan terjadi menurut madzhab Ahlul Haq (pengikut kebenaran). Yaitu, kenikmatan penghuni surga akan terus selama-lamanya. Sedangkan siksaan bagi orang-orang yg kekal di Neraka juga akan selama-lamanya.
Adapun sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (yang artinya):
"Akan tetapi orang-orang yg ditimpa oleh siksa api Neraka sebab dosanya, … dst. ", maka maksudnya ialah, bahwa orang-orang yg berdosa dari kalangan kaum Mu'minin, kelak akan dimatikan oleh Allah sesudah mereka disiksa (di dalam Neraka) selama jangka waktu yg dikehendaki Allah Ta'ala. Kematian yg ditimpakan oleh Allah terhadap mereka ini adalah, dalam arti sebenarnya, hingga dg kematian itu, lenyaplah rasa sakit.
Jadi siksa terhadap mereka sesuai dg kadar dosa mereka. Kemudian Allah matikan mereka, & utk sementara waktu (dalam keadaan mati) sesuai dg takdir Allah, mereka tetap tersekap di dalam Neraka tanpa merasakan apa-apa.
Selanjutnya, dalam keadaan mati, mereka yg telah menjadi arang dikeluarkan dari Neraka. Kemudian dibawa dalam kelompok-kelompok yg terpisah-pisah sebagaimana layaknya barang. Setelah itu mereka dimasukkan ke dalam sungai-sungai di surga, lalu disiram dg air kehidupan. Maka hidup & tumbuhlah mereka laksana tumbuhnya benih tetumbuhan yg tumbuh di lumpur-lumpur yg terbawa arus air, demikian cepat & lemahnya. Tumbuhnya (manusia) itu, awalnya muncul kekuningan & lentur karena lemahnya. Makin lama makin kuat, lalu mereka kembali seperti sediakala, & makin sempurna keadaannya.
Hadits yg lainnya, ialah hadits yg dibawakan oleh Abu Sa'id al Khudri Radhiyallahu 'anhu, melalui jalan riwayat lain, yaitu dari 'Atha' bin Yasar, tentang suatu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yg panjang. Bahkan di dalamnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menerangkan bahwa kaum Mu'mininpun diberi wewenang utk memberi syafa'at. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam di antaranya bersabda:
فَوَالَّذِى نَفْسِي بِيَدِهِ! مَا مِنْ أَحَدٍ مِنْكُمْ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً للهِ فِى اسْتِضَاءَةِ الْحَقِّ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ للهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لإِخْوَانِهِمُ الَّذِيْنَ فِى النَّارِ. يَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا! كَانُوْا يَصُوْمُوْنَ مَعَنَا وَيُصَلُّوْنَ وَيَحُجُّوْنَ. فَيُقَالُ لَهُمْ: أَخْرِجُوْا مَنْ عَرَفْتُمْ. فَتُحَـرَّمُ صُـوَرُهُمْ عَـلَى النَّارِ. فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا قَدْ أَخَذَتِ النَّاُر إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا! مَا بَقِيَ فِيْهَا أَحَدٌ مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ. فَيَقُوْلُ: اِرْجِعُوْا! فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِيْنَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوْهُ! فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا! لَمْ نَذَرْ فِيْهَا أَحَدًا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ. ثُمَّ يَقُوْلُ: اِرْجِعُوْا! فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالَ نِصْفِ دِيْنَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوْهُ! فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا! لَمْ نَذَرْ فِيْهَا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا أَحَدًا. ثُمَّ يَقُوْلُ: اِرْجِعُوْا! فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوْهُ! فَيُخْرِجُوْنَ خَلْقًا كَثِيْرًا. ثُمَّ يَقُوْلُوْنَ: رَبَّنَا!ْ لَمْ نَذَرْ فِيْهَا خَيْرًا.
وَكَانَ أَبُوْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ يَقُوْلُ: إِنْ لَمْ تُصَدِّقُوْنِي بِهَذَا الْحَدِيْثِ فَاقْرَأُوْا إِنْ شِئْتُمْ: (إَنَّ اللهَ لاَيَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِن تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِن لَّدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا) من سورة النساء: 40 - الحديث. - رواه البخاري ومسلم-.
"Demi Allah Yang jiwaku ada di tanganNya. Tidak ada seorangpun diantara kamu yg lebih bersemangat di dalam menyerukan permohonannya kepada Allah utk mencari cahaya kebenaran, dibandingkan dg kaum Mu'minin ketika memohonkan permohonannya kepada Allah pd hari Kiamat utk (menolong) saudara-saudaranya sesama kaum Mu'minin yg berada di dalam Neraka. Mereka berkata: "Wahai Rabb kami, mereka dahulu berpuasa, shalat & berhaji bersama-sama kami".
Maka dikatakan (oleh Allah) kepada mereka: "Keluarkanlah oleh kalian (dari Neraka) orang-orang yg kalian tahu!" Maka bentuk-bentuk fisik merekapun diharamkan bagi Neraka (untuk membakarnya). Kemudian orang-orang Mu'min ini mengeluarkan sejumlah banyak orang yg dibakar oleh Neraka sampai pd pertengahan betis & lututnya. Kemudian orang-orang Mu'min ini berkata: "Wahai Rabb kami, tdk ada lagi di Neraka seorangpun yg engkau perintahkan utk mengeluarkannya". Allah berfirman: "Kembalilah! Siapa saja yg kalian dapati di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat satu dinar, maka keluarkanlah (dari Neraka)!" Maka merekapun mengeluarkan sejumlah banyak orang dari Neraka. Kemudian mereka berkata lagi: "Wahai Rabb kami, tdk ada lagi seorangpun yg kami sisakan dari orang yg Engkau perintahkan utk kami mengeluarkannya". Allah berfirman: "Kembalilah! Siapa saja yg kalian dapati di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat setengah dinar, maka keluarkanlah (dari Neraka)". Merekapun mengeluarkan sejumlah banyak orang. Selanjutnya mereka berkata lagi: "Wahai Rabb kami, tdk ada seorangpun yg Engkau perintahkan, kami sisakan (tertinggal di Neraka)". Allah berfirman: "Kembalilah! Siapa saja yg kalian dapati di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat biji dzarrah, maka keluarkanlah (dari Neraka)". Maka merekapun mengeluarkan sejumlah banyak orang. Kemudian mereka berkata: "Wahai Rabb kami, tdk lagi kami menyisakan di dalamnya seorangpun yg mempunyai kebaikan".
Pada waktu itu Abu Sa'id al Khudri mengatakan: "Apabila kalian tdk mempercayai hadits ini, maka jika kalian suka, bacalah firman Allah (yang artinya): "Sesungguhnya Allah tdk menzhalimi seseorang meskipun sebesar dzarrah, & jika ada kebajikan sebesar dzarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya & memberikan dari sisiNya pahala yg besar". (an Nisaa': 40) … al Hadits". (HR. Bukhari & Muslim) .
Hadits lainnya lagi ialah, hadits Abdullah bin Abi al Jad'a Radhiyallahu 'anhu. Beliau mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَيَدْخُلَنَّ الْجَنَّةَ بِشَفَاعَةِ رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَكْثَرُ مِنْ بَنِي تَمِيْمٍ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ ! سِوَاكَ ؟ قَالَ: سِوَايَ .
قُلْتُ (اَلْقَائِلُ هُوَ عَبْدُ اللهِ بْنُ شَقِيْق): أَنْتَ سَمِعْتَهُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ قَالَ: أَنَا سَمِعْتُهُ. ( حديث صحيح رواه الترمذي وابن ماجة).
"Niscaya akan (ada sekelompok manusia) yg masuk Surga dalam jumlah lebih banyak dari Bani Tamim dg syafa'at seseorang di antara umatku". Para sahabat bertanya: "Selain engkau, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,"Ya, selainku. "
Aku (maksudnya, perawi hadits yaitu, Abdullah bin Syaqiq) bertanya: "Apakah engkau mendengarnya langsung dari Rasulullah?" Abdullah bin Abi al Jad'a menjawab: "Saya mendengarnya langsung". (Hadits shahih riwayat at Tirmidzi & Ibnu Majah) .
Juga dari 'Imran bin Hushain, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:
يَخْرُجُ قَوْمٌ مِنَ النَّارِ بِشَفَاعَةِ مُحَمَّدٍ (وَفِى لَفْظٍ: بِشَفَاعَتِي)، فَيَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ، وَيُسَمَّوْنَ الْجَهَنَّمِيِّيْنَ. (حديث صحيح –رواه أبو داود وابن ماجة)
"Akan keluar sekelompok orang dari Neraka karena syafa'at Muhammad n (dalam suatu lafazh yg lain: "Karena syafa'atku"). Lalu mereka masuk ke dalam Surga. Mereka dinamakan Jahannamiyyun". (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud & Ibnu Majah)
Dan masih banyak lagi hadits shahih lainnya yg dibawakan oleh para imam ahli hadits dari banyak sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kedua: Hadits tentang keluarnya penghuni Neraka yg mu'min dg rahmat Allah Azza wa Jalla, bukan dg syafa'at. Hadits-hadits tentang inipun sangat banyak, di antaranya:
Hadits Abu Sa'id al Khudri yg merupakan lanjutan dari yg telah dikemukakan di atas, yaitu sabda Rasululah Shallallahu 'alaihi wa sallam berikutnya:
فَيَقُوْلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: شَفَعَتِ الْمَلآئِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّوْنَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُوْنَ، وَلَمْ يَبْقَ إِلاَّ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ، فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنَ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوْا خَيْرًا قَطُّ
"Kemudian Allah Azza wa Jalla berfirman: "Para malaikat telah memberikan syafa'at, para nabi juga sudah memberikan syafa'at, & kaum Mu'mininpun sudah memberikan syafa'at. Maka tdk ada lagi yg lain, kecuali Allah -Arhamur Rahimin. Maka Allah mengambil sekelompok orang dg satu genggamanNya dari Neraka. Lalu Dia mengeluarkan dari Neraka sekelompok orang yg tdk pernah berbuat kebaikan sama sekali". (HR Bukhari & Muslim) .
Demikian pula riwayat yg dibawakan oleh Abdullah (bin Mas'ud) Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa salalm bersabda:
إِنِّي لأَعْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوْجًا مِنْهَا، وَ آخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُوْلاً. رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ حَبْوًا، فَيَقُوْلُ اللهُ: اِذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ. فَيَأْتِيْهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى، فَيَرْجِعُ فَيَقُوْلُ: يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُوْلُ: اِذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ. فَيَأْتِيْهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلأَى، فَيَرْجِعُ فَيَقُوْلُ: يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلأَى. فَيَقُوْلُ: اِذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ، فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشْرَةَ أَمْثَالِهَا –أَوْ إِنَّ لَكَ مِثْلَ عَشْرَةِ أَمْثَالِ الدُّنْيَا- . فَيَقُوْلُ: تَسْخَرُ مِنِّي، أَوْ تَضْحَكُ مِنِّي وَأَنْتَ الْمَلِكُ ؟. فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ. وَكَانَ يُقَالُ: ذَلِكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْـزِلَةً.
"Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui penghuni Neraka yg paling akhir keluarnya dari Neraka, & penghuni Surga yg paling akhir masuknya ke dalam Surga. Yaitu seseorang yg keluar dari Neraka dg merangkak pd pantatnya. Maka Allah berfirman kepada orang ini: "Pergilah & masuklah ke dalam Surga!" Orang itupun mendatangi Surga, tetapi terkhayalkan olehnya bahwa Surga sudah penuh. Maka iapun kembali kepada Allah seraya berkata: "Wahai Rabb-ku, aku dapati Surga sudah penuh". Maka Allah berfirman lagi kepadanya: "Pergilah & masuklah ke dalam Surga!" Orang itupun datang lagi ke Surga. Namun kembali terkhayalkan olehnya bahwa Surga telah penuh. Iapun kembali kepada Allah seraya berkata: "Wahai Rabb-ku, aku dapati Surga sudah penuh". Maka Allah berfirman lagi: "Pergilah & masuklah ke dalam Surga. Sebab engkau akan memiliki tempat yg seluas dunia & sepuluh kali lipatnya –atau Allah berfirman: Engkau akan memiliki tempat yg luasnya sepuluh kali lipat dunia-". Orang itu berkata: (Ya Allah), apakah Engkau sedang menghina aku? Atau Engkau sedang menertawakan aku, padahal Engkau adalah Raja?"
Sungguh aku (maksudnya: Abdullah bin Mas'ud) melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tertawa hingga terlihat gigi-gigi geraham beliau. Dan orang itulah yg dikatakan sebagai: "Dialah penghuni Surga yg paling rendah tempatnya". (HR Bukhari) .
Riwayat senada juga dibawakan oleh Abu Hurairah & Abu Sa'id al Khudri Radhiyallahu 'anhu dalam Shahih Bukhari & Shahih Muslim . Dan masih banyak hadits-hadits senada lainnya.
Kesimpulannya: Berdasarkan riwayat-riwayat di atas & riwayat-riwayat lain yg jumlahnya mencapai derajat mutawatir, serta keterangan para ulama, maka setiap penghuni Neraka yg memiliki keimanan, meskipun hanya seberat biji sawi, ia tdk akan kekal di Neraka. Ia suatu saat pasti akan keluar dari Neraka & masuk ke dalam Surga. Baik dg syafa'at para pemberi syafa'at –termasuk Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa salalm – maupun langsung dg rahmat Allah, tanpa melalui syafa'at seorangpun. Inilah keyakinan seluruh Ahlu Sunnah wal Jama'ah dari dulu hingga kapanpun. Hanya orang-orang Khawarij & Mu'tazilah, serta orang-orang yg sefaham dg mereka saja yg berkeyakinan beda. yaitu mengingkari keluarnya seorang mu'min dari Neraka setelah ia masuk ke dalam Neraka karena dosanya.
Mengapa demikian? Para ulama banyak yg memberi keterangan, di antaranya Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan. Beliau & ulama lain menjelaskan: Orang-orang Khawarij memvonis hukum kafir di dunia kepada pelaku dosa besar, sedangkan Mu'tazilah menyatakan keluar dari iman namun tdk menjadi kafir di dunia. Mu'tazilah mengistilahkannya: fasik. Namun pengertian fasik menurut Mu'tazilah, berbeda dg pengertian fasik menurut Ahlu Sunnah. Menurut Ahlu Sunnah, fasik tdk berari keluar dari iman. Tetapi berkurang keimanannya karena dosa besar yg dilakukannya.
Meskipun Khawarij & Mu'tazilah berbeda pendapat dalam menetapkan hukum bagi pelaku dosa besar di dunia, namun keduanya menghukumi sama di akhirat, yaitu kekal di Neraka .
Wallahu a'lam.
Maraji':
1. Fathul Bari Syarh Shahih al Bukhari, tash-hih Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Jami'atul Imam Muhammad bin Sa'ud al Islamiyah Riyadh, tanpa tahun.
2. Shahih Muslim Syarh Nawawi, tahqiq Khalil Ma'munSyiha, Dar al Ma'rifah, Beirut, Cet. III, 1417H/1996M.
3. Shahih Sunan Abi Dawud, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, Maktabah al Ma'arif, Riyadh, Cet. II, pd penerbitan yg baru, 1421H/2000M.
4. Shahih Sunan at Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, Maktabah al Ma'arif, Riyadh.
5. Shahih Sunan Ibnu Majah, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, Maktabah al Ma'arif, Riyadh, Cet. I, pd penerbitan yg baru, 1417H/1997M.
6. Syarh al Aqidah ath Thahawiyah, Imam Ibnu Abi al Izz al Hanafi, tahqiq Jama'ah min al Ulama, takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani, al Maktabah al Islami, Cet. IX, 1408H/1988M.
7. Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan, Maktabah al Ma'arif, Riyadh, Cet. VI, 1413H/1993M.
8. An Nihayah fi Gharib al Hadits wa al Atsar, Ibnu al Atsir.
(Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183, Telp. 0271-761016)
Penulis: Ustadz Ahmas Faiz bin Asifuddin & diterbitkan oleh almanhaj. or. id