Senin, 11 Maret 2013

BACAAN DZIKIR YANG DISUKAI NABI MUHAMMAD SAW

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم :ِلأَنْ أَقُوْلَ: سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ
Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Sungguh bahwa mengucapkan
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ ِللهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
“Maha suci Allah, Segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah dan Allah itu Maha Besar.”
Lebih aku sukai daripada dunia yang disinari oleh cahaya matahari.

Dalam Hadits Lain Disebutkan
Dari Ibnu Mas’ud رضي الله عنه, beliau berkata: Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم bersabda: “Saya bertemu dengan Nabi Ibrahim عليه السلام – ketika malam saya diisra’kan dan Baginda bersabda: Wahai Muhammad, sampaikanlah salam dari padaku kepada umatmu, dan beritahukanlah kepada mereka, bahawasanya syurga itu subur tanahnya, manis airnya, terhampar luas dan tanamannya adalah ucapan zikir, سُبْحَانَ اللهِ ، وَالْحَمْدُ ِللهِ ، وَ لآ إِلهَ إِلاَّ اللهُ ، وَاللهُ أَكْبَرُ (Subhanallahi walhamdulillah walaa ilaaha illallahu wallahu akbar). (Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan dihasankan oleh Al Albani)

Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Rasulullah s.a.w. bertemu dengannya. Dia sedang menanam tanaman, lalu Rasulullah bertanya, "Apa yang sedang engkau tanam ?" Aku menjawab, "Satu tanaman wahai Rasulullah". Rasulullah bersabda, "Mahukah aku beritahu tanaman yang lebih baik dari ini ?" Tanaman itu ialah Subhanallah, Walhamdulillah, Walailaha illallah, Wallahu Akbar (Maha suci Allah, segala puji bagi-Nya. Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar). Setiap satu bacaan akan ditanam untukmu sebatang pokok di Syurga. (HR At Tirmidzi)

HAJI KESEKIAN KALI ATAU SEDEKAH ??

 Seperti kita ketahui bersama bahwa haji merupakan salah satu rukun Islam, sebagaimana sholat dan zakat. Setiap orang yang sudah muslim yang mampu wajib melaksanakannya. Perhatikan Ali Imrah ayat 97

 “…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah”.

Haji sendiri fardhunya sekali dalam seumur hidup. Adapun haji selanjutnya sunnah hukumnya. Lantas lebih utama mana melaksanakan pengulangan dalam ibadah haji dengan amal atau shodaqah yang mempunyai fungsi sosial jauh lebih luas? semisal pembangunan madrasah, pembangunan jembatan atau mushalla.Memang banyak tipe manusia, bermacam rupa pola pikirnya. Ada yang telah mampu dan memenuhi syarat haji tetapi tidak juga melaksanakan kewajibannya. Ada yang –sebenarnya- belum memenuhi syarat dan belum mampu, tetapi memaksakan diri untuk melaksanakannya. Dan adalagi yang telah menunaikan haji tetapi merasa belum puas sehingga mengulang lagi melaksanakan haji untuk yang kedua kali atau yang kesekian kalinya.


Sedangkan orang yang berulang-ulang pergi haji juga bermacam-macam motifnya. Ada yang merasa haji pertamanya tidak sah sebab tidak memenuhi rukunnya, sehingga memerlukan pergi haji lagi guna mengqadhanya. Ada pula haji yang kedua untuk menghajikan kedua orang tuanya. Ada pula yang beralasan kurang puas dengan haji yang pertama. Jika alasannya ‘puas-tidak puas’ tentunya ini berhubungan dengan kemantapan di hati. Entah merasa kurang khusu’ atau memang merasa ketagihan dengan pengalaman bathin ketika haji pertama. Memang perlu dicatat banyak sekali haduts yang menerangkan keutamaan haji misalnya:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: العمرة كفارة لما بينهما والحج المبرور ليس له جزاء الا الجنة (متفق عليه)
Rasulullah saw bersabda: Umrah ke umrah itu menghapus dosa antar keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surge.(Muttafaq Alaih) dan masih banyak lagi hadits semacam ini.
Jika demikian, pertanyaa lebih afdhal mana menggunakan dana untuk mengulang haji dan amal yang bermanfaat umum? Jawabannya tergantung dari mana sudut pandangnya. Karena masing-masing memiliki dalil fadhilah, dan keduanya bisa dibenarkan. Namun hendaknya perlu dipertimbangkan satu kaedah fiqih yang berbunyi:
المتعدى أفضل من القاصر
Amal yang mberentek (manfaatnya meluas) lebih afdhal dari amal yang terbatas.
Artinya, amal yang jelas-jelas memiliki manfaat lebih luas lebih afdhal dari pada amal yang hanya memuaskan diri sendiri. Oleh karena itu Imam Syaf’ir pernah berujar “menuntut ilmu lebih utama dari pada sholat sunnah”. Dengan kata lain menuntut ilmu yang manfaatnya dapat dirasakan oleh orang banyak, lebih utama dari pada sholat sunnah yang pahalanya hanya dirasakan untuk individu.

Meski demikian, namanya juga manusia sering kali terkalahkan oleh ego pribadinya. apalagi jika ia memiliki legitimasi dalil keagamaan ataupun dalil social yang lain. Seolah apa yang ia lakukan adalah sebuah kebenaran. Oleh karena itu, jawaban dari pertanyaan ini adanya di dalam hati. Karena banyak sekali orang yang mementingkan diri sendiri. Yang penting dirinya masuk surga tak peduli saudara dan tetangga masuk neraka. Seperti halnya mereka yang tega kenyang sendiri sementara tetangga dan keluarga lain kelaparan.

by: Media kang Anwar
sumber: Fiqih Keseharian Gus Mus

BELAJAR PUASA DARI KUPU-KUPU


Kupu-kupu adalah hewan yang sangat indah dan menarik. Sayapnya yang berwarna-warni dengan motif yang sangat rapi serta kelincahannya terbang dari satu bunga ke bunga yang lain, menjadi daya tarik bagi setiap orang untuk mengagumi makhluk ini.

Kupu-kupu tak hadir begitu saja ke muka bumi, tapi melalui proses metaformosis dari binatang yang bernama ulat. Menyebut namanya, mungkin ada sebagian orang yang jijik, geli, takut, penyebab kulit gatal, perusak tanaman, dan sebagainya. Ia begitu identik dengan sifat yang tidak baik. Hampir tak ada orang yang mau menyentuhnya.

Namun, ketika seekor ulat berubah menjadi kupu-kupu yang cantik dan indah, semua orang pun berusaha memilikinya dan bahkan mengaguminya. Mereka tak merasa takut dengan seekor kupu-kupu yang sesungguhnya berasal dari ulat. Itulah kupu-kupu. Hewan yang indah dan menarik. Makanannya pun bahan pilihan, dan selalu membantu proses penyerbukan tanaman.

Untuk menjadi kupu-kupu, ulat terlebih dahulu menjadi kepompong. Itulah sebuah metamorfosis, yang dalam bahasa manusianya sedang menjalani puasa, menjauhkan dari dari makan dan minum, menutup dirinya dari hiruk pikuk kehidupan dunia. Ia begitu mirip dengan cara kita beriktikaf, yaitu merenung diri dan melakukan pertobatan, sehingga keluar menjadi kupu-kupu yang indah, disayang semua orang dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.

Itulah barangkali gambaran puasa Ramadhan yang diharapkan oleh Allah SWT terhadap orang-orang yang beriman. Kita, umat manusia yang banyak berbuat salah dandosa, hendaknya biasa belajar dari ulat dan mengubah diri menjadi manusia yang bertakwa dan disayang Allah SWT.

Tipe manusia yang disayang Allah itu adalah; pertama, orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati (tidak sombong) dan apabila orang jahil menyapa, mereka mengucapkan kata-kata yang baik. (QS Al-Furqan [25]: 63).

Demikianlah gambaran orang mukmin yang berpuasa, senantiasa menyebarkan kelembutan dan keindahan, serta tidak suka berbuat keonaran dan kerusakan, di manapun dia berada. Sebagaimana sifat kupu-kupu yang hinggap di sebuah dahan yang tak akan pernah ada yang patah sekecil apa pun dahan yang dihinggapinya.

Kedua, mereka yang senantiasa mendirikan shalat lima waktu dan shalat tahajjud di malam hari sebagai wujud syukur kepada Allah (Al-Furqan [25]: 64, 73). Seperti kupu-kupu, di manapun seorang mukmin berada, dia akan selalu melaksanakan perintah Allah, menebarkan kasih sayang, dan menolong orang lain. Sebab, ia menyadari bahwa sesungguhnya dirinya hanyalah seorang hamba yang juga tidak memiliki kemampuan apa-apa tanpa anugerah dari Allah SWT.

Ketiga, orang yang berhasil dalam pusanya, ia akan memilih makanannya dari yang halal dan yang baik-baik saja, layaknya kupu-kupu yang hanya memilih sari madu bunga sebagai makanannya. Orang yang berpuasa dan mukmin sejati, akan senantiasa menjauhkan diri dari yang haram, seperti korupsi, mencuri, menipu, dan lainnya. (QS Al-Baqarah [2]: 168).

IBADAH KHUSYU'; DENGAN FALSAFAH GERAKAN SHALAT


Ibadah Shalat harus dilakukan dengan دائمون “dawam” (rutin dan teratur), خاشعون “khusyu’” (sempurna), يحافظون terjaga dan semangat. Allah SWT memperingatkan orang-orang mukmin supaya tidak shalat dalam kondisi “malas” ولا يأتون الصلوة الا وهم كسلى [At Taubat: 54], dan “lalai” فويل للمصلينلا الذين هم عن صلاتهم ساهون [Al Ma’un: 5-6], akan tetapi harus selalu “menjaga” والذين هم على صلوتهم يحافظون [Al Mu’minun: 10] sholatnya sehingga mampu mencapai derajat “khusyu’” dan menjadi orang-orang mukmin yang memperoleh “keberhasilan” [Al Mu’minun: 2].
Derajat “khusyu’” bisa didapatkansetiap hamba Nya dalam sholat, jika ia bisa “melihat” Allah SWT hadir dihadapannya atau merasakan dirinya sedang “dilihat” oleh Nya. Seperti kita sedang menghadap seorang raja. Berikut kami sampaikan falsafah gerakan sholat, yang digambarkan seperti sedang menghadap seorang raja.
1. Wudhu: Ketika seorang hamba hendak menghadap Raja, tentu ia akan mempersiapkan diri sebaik mungkin. Ia bersihkan badannya, memakai baju terbaik, dengan dandanan yang sempurna dan tak lupa menyemprotkan minyak wangi terharum ketubuhnya.Sehingga memperlihatkan penampilan yang terbaik.
2. Niat: Selain mempersiapkan penampilan luar yang sempurna, hamba tersebut juga harus mempersiapkan mentalnya. Mental yang teguh akan menumbuhkan kepercayaan diri, sehingga tidak timbul keragu-raguan.
3. Takbiratul ikhram: Hamba tersebut segera berangkat dan tiba di pintu gerbang istana, ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada pemeriksaan penjaga istana. “Tangan diangkat” sebagai tanda menyerah, ia serahkan segala atribut yang dia miliki, termasuk senjata berbahaya yang mungkin dia bawa. Sehingga tidak ada lagi yang tersisa, selain tubuh dan selembar kain yang menempel di badan. Sebagai bukti bahwa ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada sang paduka Raja.
4. Tangan bersidekap (Kedua tangan di dada, tangan kanan diatas tangan kiri): Selanjutnya ia dibawa menghadap sang paduka Raja oleh penjaga dengan tangan di”borgol”, sehingga ia tidak mampu berbuat apa-apa lagi, selain mengikuti kehendak sang penjaga. Ia tidak bisa melakukan aktifitas lain selain tunduk dan takluk. Semua ini ia lakukan dengan rela dan penuh keikhlasan, dengan harapan bisa selamat sampai dihadapan sang paduka Raja.
5. Ruku’: Sampailah sang hamba di pintu ruang utama tempat tinggal sang paduka Raja, dan raja pun nampak padanya, maka ia serta merta merundukkan badannya sebagai bentuk penghormatan kepada sang paduka Raja.
6. I’tidal: Lalu ia melangkahkan kakinya menghadap sang paduka Raja.
7. Sujud: Ketika ia sudah berada dihadapan sang paduka Raja, iapun segera menjatuhkan badannya, sujud, tunduk dihadapan sang paduka Raja. Ia mulai meratap, memohon ampunan dari kesalahan yang pernah diperbuat, meminta belas kasihan, meminta bantuan dan segala keinginan yang ia utarakan lansung kepada sang paduka Raja. Ia yakin keinginannya akan dikabulkan, jika Raja mendengar langsung semua permohonannya.
8. Tahiyyat: Setelah segala keinginannya telah diutarakan kepada sang paduka Raja, ia segera “duduk bersimpuh” dan mulai menyanjung, memuji dan berterima kasih atas kebaikan sang paduka Raja yang telah menerima dan menjaga keselamatannya.
9. Salam: Waktu berpamitan telah tiba, iapun segera pergi dari hadapan sang paduka Raja dan meninggalkan istananya.
10. Dzikir dan Do’a: Ketika ia sudah tidak berada dihadapan sang paduka raja dan jauh diluar istananya, ia tidak lantas melupakan Raja yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat kepadanya. Ia terus berusaha supaya bisa tetap menjalin hubungan dengan sang paduka Raja. Berbagai sarana ia manfaatkan, mulai dari surat menyurat (hari gini ya SMS an…), memberikan upeti dari hasil buminya dan hadiah-hadiah lain yang bisa ia berikan sebagai bentuk terima kasih kepada sang Raja. Semua itu ia lakukan dengan harapan sang Raja tetap ingat kepadanya dan menjaga keselamatannya.
Sholat merupakan sarana komunikasi seorang hamba dengan Allah SWT, yang dilakukan secara “empat mata”. Hamba tersebut menyaksikan Allah SWT dihadapannya dan Allah SWT melihat hambanya sedang menghadap kepada Nya. Dalam keadaan seperti ini seorang hamba seharusnya bertaubat, berdo’a dan memohon segala yang diinginkannya.
semoga ibadah kita senantiasa mencapai derajat ibadah khusyu', sehingga bisa diterima dan diridhoi Nya.

RAHASIA SHALAT

الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلاة ومما رزقنهم ينفقون البقرة:4

Tiga hal utama yang harus dilakukan hamba Allah SWT ketika menjadi orang Islam, yaitu beriman (Syahadat), menyembah (shalat), beramal (Shadaqah). Iman kepada Allah SWT sebagai asas pokok setiap agama, sedangkan Tauhid Ilahi menjadi inti ajaran Islam. Keimanan dapat diwujudkan menjadi sebuah keyakinan dalam hati setiap hamba jika dimanifestasikan dalam bentuk amal ibadah. Shalat sebagai salah satu sarana yang utama untuk mewujudkan keimanan menjadi suatu keyakinan yang nyata akan wujud Allah SWT. Karena itulah shalat harus diamalkan secara rohani dan jasmani, hal ini dimaksudkan sebagai,

a. Bentuk rasa syukur yang ditunjukan ruh dan tubuh, atas nikmat yang diberikan
b. Permohonan pertolongan, kareana ruh dan tubuh juga memilki kelemahan
c. Pengaruh ruh terhadap tubuh, hati senang wajah akan berseri
d. Sebagai teladan bagi lingkungan, memberi tarbiyat bagi yang melihat
Shalat harus kita amalkan sesuai makna yang terkandung didalamnya. Perintah mengerjakan shalat fardhu adalah ويقيمون الصلاة yang memiliki makna sebagai berikut,
1. Dawam, الذين هم على صلاتهم دآئمون [Al Ma’arij: 23]
Mengerjakan shalat harus secara dawam tanpa sekalipun ditinggalkan. Shalat yang kadang-kadang ditinggalkan, bukanlah shalat namanya menurut Islam. Karena shalat bukanlah amal yang tergantung olerh masa, bahkan baru dianggap amal yang sempurna jika shalat dikerjakan sejak pertama taubat atau diwaktu baligh sampai meninggal dunia tidak ditinggalkan sekalipun.
Orang-orang yang biasa meninggalkan shalat dimasa itu, semua shalatnya tidak akan diterima. Jadi kewajiban seorang muslim ialah apabila ia telah baligh atau taubat, maka dari saat itu hingga meninggal janganlah meninggalkan shalat, karena shalat adalah pengganti ziarah kepada Allah SWT. Dan barang siapa enggan bertemu dengan yang dicintainya, berarti dia menyatakan sendiri bahwa cintanya bohong.
2. Khusyu’, الذين هم فى صلاتهم خاشعون [Al Mu’minun: 3]
Dalam mengerjakan shalat harus sempurna, yaitu sesuai dengan syarat-syaratnya yang zahir dan peraturan syang sudah ditetapkan. Contohnya ketika sedang sehat dan ada air, maka dia harus mengambil air wudhu baru shalat, dan wudhunya juga harus dikerjakan sesuai syarat-syarat yang telah ditentukan syari’at. Shalatpun harus dikerjakan dalam waktu yang tepat, gerakan sholat harus tuma’ninah, do’a-do’a dan ayat-ayatnya dibaca dengan sebaik-baiknya sesuai tempatnya. Ringkasnya semua syarat dan rukun shalat dekerjakan dengan setertib-tertibnya.
Disini juga harus diperhatikan walaupun menurut syariat, shalat harus dikerjakan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, tetapi bukan berarti jika terpaksa syarat-syaratnya tidak lengkap lantas shalat boleh ditinggalkan. Bagaimanapun juga shalat harus didahulukan daripada syarat-syaratnya. Apabila tidak ada kain yang bersih boleh memakai kain yang kotor. Apalagi hanya sekedar ragu-ragu apakah kain bersih atau tidak karena anak-anaknya, atau ketika dalam perjalanan tidak mungkin ada kebersihan seratus persen lantas meninggalkan shalat, semua ini adalah was-was syaitan.
“Allah Ta’ala tidak memberatkan seseoarang melebihi kemampuannya” [Al Baqarah: 286]. Perintah Allah SWT adalah selama syarat-syarat masih bisa disempurnakan, meninggalkannya adalah dosa. Tatapi apabila syarat-syarat tidak mungkin bisa disempurnakan, lalu meninggalkan shalat adalah dosa. Ini semua adalah halangan, jadi harus berhati-hati benar.
3. Memelihara, Menegakkan, والذين هم على صلوتهم يحافظون [Al Mu’minun: 9]
Terkadang shalat terganggu karena pengaruh dirinya atau lingkungan sekitar yang membelokkan perhatiannya dari shalat kepada pikiran yang lain. Sudah menjadi tabiat manusia, pikiran berubah-ubah jika ada yang mempengaruhinya.
Pengaruh ini timbul bisa karena tekanan kesedihan, kegembiraan atau kondisi lain yang menyebabkan pikirannya melayang dari satu hal ke hal lain yang amat berbeda keadaannya. Suara, gerak-gerik orang, bau busuk atau harum, tempat dia shalat atau hal-hal lain semacam ini dapat memalingkan perhatiannya. Apabila ia tidak dapat mengendalikan pikiran, maka hal ini aka sangat menyusahkannya sehingga ia lupa bacaan dan gerakan shalatnya. Oleh karena itu kita harus berusaha dan jangan sampai putus asa jika keadaan ini masih sering kita alami dalam shalat. Kita harus meningkatkan kesempuranaan sholat agar memperoleh kemajuan. Jika kita berkorban berjuang sekuat tenaga supaya pikiran tidak melayang kian kemari dalam shalat, yaitu mengerjakannya dengan penuh perhatian, maka Allah SWT tidak akan mensia-siakan shalat kita. Bahkan akan menerimanya dan memandang orang yang selalu menegakkan shalat itu akan masuk dalam golongan orang-orang mutaqi.
4. Menganjurkan, Mengajak, وامر اهلك بالصلوة واصطبر عليها [Thaha: 133]
Biasanya suatu pekerjaan terus dilaksanakan jika dibiasakan dalam kalangan orang banyak dan menggerakan orang-orang supaya terus mengerjakannya. Jadi Yuqimunasshalat bukan hanya dirinya sendiri yang mengerjakan tetapi menganjurkan, mengajak, memberi nasihat dan pengertian kepada orang lain supaya ikut mengerjakannya.
5. Berjamaah, واذا كنت فيهم فأقمت لهم الصلوة [An Nisa: 103]
Shalat berjamaah pada saat sekarang sudah banyak ditinggalkan, inilah yang menjadi salah satu sebab besar terjadinya perpecahan, persengketaan dalam kalangan kaum muslim. Sebenarnya begitu banyak berkat yang Allah Ta’ala sediakan untuk ibadah ini, baik untuk pribadi atau untuk bersama. Dalam Al Qur an sendiri, perintah shalat adalah dengan berjamaah, kecuali ada halangan yang tidak bisa dihindari. Jadi shalat berjamaah adalah salah satu tiang agama yang begitu penting.
Seseorang yang meninggalkan shalat berjamaah tanpa uzur karena sakit atau safar, lupa atau tidak ada teman, maka shalatnya batal dan dianggap meninggalkan shalat.
Dalam Al Qur an karim dimana saja ada perintah shalat senantiasa perintah itu dengan perkataan Aqimusshalata “kamu (kalian) tegakkanlah shalat”Sekali-kali tidak pernah dengan perkataan sholu “sembahyanglam kamu (kau).
Hal ini merukan keterangan yang sudah sangat jelas bahwa, shalat fardhu wajib dikerjakan dengan berjamaah dan boleh tidak berjamaah jika ada halangan yang tidak dapat dihindari. Seperti halnya orang boleh shalat sambil duduk jika tidak kuat berdiri, tetapi akan berdosa jika ia kuat berdiri shalat sambil duduk, demikian pulalah akan berdosa orang yang tidak shalat berjamaah padahal ada kelonggaran. Banyak orang karena kelalaiannya tidak mengerjakan shalat berjamaah, sehingga terhalang pahala yang sangat besar.
6. Sigap, Semangat, فويل للمصلينلا الذين هم عن صلاتهم ساهون [Al Maun: 5-6]
Dalam mengerjakan shalat harus dengan kesigapan, penuh perhatian, tidak boleh lalai dan bermalas-malasan. Sebagaimana Allah SWT melarang umat Islam melaksanakan shalat jika dalam keadaan malas ولا يأتون الصلوة الا وهم كسلى “Dan janganlah kamu mendekati shalat jika dalam keadaan malas”[At Taubat:54]. Inilah sebabnya Rosulullah SAW memerintahkan mengerjakan shalat dengan tidak bersandar, meletak tangan (lengan) kelantai waktu sujud, sebaliknya Rosulullah SAW menyuruh meratakan punggung waktu ruku’, meluruskan kaki waktu tegak atau ruku’, membagi berat badan keatas kaki, lutut, tapak tangan dan kening sambil merenggangkan pinggang dan perut dari paha dan menegakkan anak jari kaki sambil menghadapkannya kekiblat diwaktu sujud. Jika semua ini dilakukan dengan benar akan menimbulkan sikap siap, sigap dan perhatian sehingga menghilangkan kantuk dan kemalasan. Inilah sebabnyasebelum shalat juga diperintahkan mengambil air wudhu, supaya kepala serta anggota badan yang lainnya merasa sejuk dan dingin yang akan menimbulkan kesigapan dan kebulatan fikiran yang fokus pada shalat.
Ketika mengerjakan shalat harus dalam keadaan sadar, dan mengerti apa yang kita kerjakan dan ucapkan. Seperti diperintahkan dalam Al Qur an: يايها الذين امنوا لا تقربو الصلوة وانتم سكارى حتى تعلموا ما تقولون “Hai orang-ortang yang beriman, janganlah kamu mendekati shalat disaat kamu mabuk, sehingga kamu tidak mengetahui apa yang kamu ucapkan”. [An Nisa:43]. Tetapi bukan berarti bahwa ketika sedang tidak sadar lantas tidak boleh shalat, justru hindarkanlah keadaan ini ketika akan shalat. inilah sebabnya mengapa diserukan adzan untuk memanggil umat muslim shalat yang dimaksudkan supaya orang meninggalkan kesibukannya dan mempersiapkan dirinya untuk shalat. Dan melaksanakan shalat sunat, serta berzikir dimasjid sambil menunggu shalat berjamaah.
Jika semua ini diamalkan maka lenyaplah kemalasan zahir dan batin. Dengan persiapan sebelum shalat, yaitu dengan meninggalkan pekerjaannya, mengambil air wudhu, kemudian berangkat ke masjid lalu shalat sunat, berzikir, maka ketika melaksanakan shalat fardhu berjamaah akan lebih fojkus dan penuh perhatian.
Supaya lebih focus dalam shalat, Rosulullah SAW melarang hambanya shalat jika sedang ada hajat buang air kecil atau air besar. Begitu pula ada sabda beliau SAW, “Apabila makan malam sudah dihidangkan dan waktu Isya telah tiba, maka makanlan dulu”. Disini diisyarahkan bahwa dengan terhidangnya makanan, pikiran akan tertuju pada makanan, oleh karena itu lebih baik makan dulu baru shalat.
Allah SWT memperingatkan orang-orang mukmin supaya tidak shalat dalam kondisi “malas” [At Taubat: 54], dan “lalai” [Al Ma’un: 5], akan tetapi harus selalu “menjaga” [Al Mu’minun: 10] sholatnya sehingga mampu mencapai derajat “khusyu’” dan menjadi orang-orang mukmin yang memperoleh “keberhasilan” [Al Mu’minun: 2].

HIKMAH IBADAH



وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالاِْنْسَ اِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
"Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku"
[Adz Dzariyat 51: 57]


A. Arti Ibadah

Ibadah berarti merendahkan diri, penyerahan diri, ketaatan dan berbakti sepenuhnya.

Jadi ibadah kepada Allah SWT berarti, menerima kesan dari sifat-sifat Ilahi dan meresapkan serta mencerminkan sifat-sifat itu dalam dirinya sebagai bentuk pernyataan iman kepada tauhid Ilahi yang diwujudkan dalam perbuatan dengan keitaatan dan pengkhidmatan.

B. Mengapa diperintahkan Ibadah

1. Kehendak Tuhan, Allah SWT menciptakan manusia dengan kewenangan Nya supaya manusia dapat mengenal Penciptanya. Tetapi karena Dzat Allah SWT merupakan wujud yang ghaib, tersembunyi dari yang tersembunyi dan tidak kelihatan oleh mata manusia, maka manusia dapat mengenal Nya dari sifat-sifat Nya. Setelah manusia mengenal melalui sifat-sifat nya, timbulah dorongan untuk beribadah kepada Nya.
2. Tujuan hidup manusia, Manusia diciptakan bukanlah untuk kesia-siaan, tetapi memiliki tujuan hidup yang harus diraih. Tetapi karena manusia memiliki sifat yang bermacam-macam, pengetahuan yang dangkal dan kemampuan terbatas, mereka menentukan berbagai tujuan hidup yang bersifat duniawi dan sia-sia. Padahal hanya Allah SWT yang berwenang menentukan tujuan hidup manusia, yaitu beribadah menyembah Allah SWT dan hal ini harus dijadikan sebagai jalan hidup.
3. Jasmani dan Rohani, ibadah yang sempurna yaitu meniru sifat-sifat Allah dan merendahkan diri serendah-rendahnya baik secara lahir maupun batin. Cara-cara ibadah secara lahir ditetapkan semata-mata untuk merubah perasaan kalbu dan memusatkan perasaan manusia, sebagaimana wadah yang didalamnya akan dituangkan susu makrifat atau kulit yang didalamnya isi ibadah, juga sebagai ungkapan rasa syukur, karena karunia Tuhan melingkupi badan dan ruh, memberi pengaruh dan menjadi teladan bagi orang yang melihat
4. Mensegerakannya, بَادِرُوْا بِِالاَْعْمَالِ سَبْعًا هَلْ تَنْظَِرُوْنَ اِلاَّ فَقْرًا مَنْسِيًا اَوْ غِنًى مُطْغِيًا اَوْ مَرَضًا مُفْسِدًا اَوْ هَدْمًا مُفْنِدًا اَوْ مََوْتًا مُجْهِزًا اَوْ الدَّجَالَ. فَشَرُغَاِئبٍ يُنْتَظَرُ. اَوْ السَّاعَةَ فَالسَّاعَةُ اَدْهى وَاَمَرُْ “Segeralah kamu berbuat baik sebelum datang tujuh perkara, tiada yang kamu tunggu kecuali kemelaratan yang melalaikan dirimu, atau kekayaan yang mengakibatkan kamu besar kepala, atau sakit yang membinasakan, atau lanjut usia yang menjadikan pikun, atau mati yang menghabisi riwayat, atau dajjal, atau hari kiamat, justru hari Kiamat itu lebih berat dan sangat sulit” [HR Turmudzi].
5. Memenuhi aspek, اياك نعبد “Hanya kepada Engkau kami menyembah”, واياك نستعين “dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan”, اهدنا الصراط المستقيم “tunjukilah kami jalan yang lurus”

C. Hikmah Ibadah

1. Tidak Syirik, وَاسْجُدُوْا ِللهِ الَّذِىْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ “..dan melainkan bersujudlah kepada Allah, yang telah menciptakan mereka, jika benar-benar hanya kepada Nya kamu menyembah (beribadah)” [Ha Mim As Sajdah 41:38]. Seorang hamba yang sudah berketapan hati untuk senantiasa beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih besar dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli Nya dan dapat dijadikan tempat bernaung.
2. Memiliki ketakwaan, ياَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِىْ خَلَقَكُمْ وَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ “Hai manusia, sembahlah Tuhan mu yang telah menjadikan kamu dan juga orang-orang sebelummu supaya kamu bertakwa” [Al Baqarah 2:22]. Ada dua hal yang melandasi manusia menjadi bertakwa, yaitu karena cinta atau karena takut. Ketakwaan yang dilandasi cinta timbul karena ibadah yang dilakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Allah SWT. Setelah manusia melihat kemurahan dan keindahan Nya munculah dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah sebagai suatu kewajiban adakalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menjalankan kewajiban.

3. Terhindar dari kemaksiatan, ...ان الصلوة تنهى عن الفحشاء والمنكر.. “Sesungguhnya shalat mencegah orang dari kekejian dan kejahatan yang nyata” [Al Ankabut 29:46]. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa dikuasai jika ibadah yang dilakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.

4. Berjiwa sosial, ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka dengan keadaan lingkungan disekitarnya, karena dia mendapat pengalaman langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melakukan ibadah puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan orang-orang yang kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang-orang dalam kondisi ini.

5. Tidak kikir, وَاتَى الْمَالَ عَلى حُبِّه ذَوِى الْقُرْبى وَالْيَتمى وَالْمَسكِيْنَ وَابْنِ السَّبِيْلِِلا وَالسَّائِلِيْنَ وَ فِى الّرِقَابِج “dan karena cinta kepada Nya memberikan harta benda kepada ahli kerabat, dan anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, dan kaum musafir, dan mereka yang meminta sedekah dan untuk memerdekakan sahaya”. [Al Baqarah 2:178]. Harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemaslahatan umat. Tetapi karena kecintaan manusia yang begita besar terhadap keduniawian menjadikan dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah SWT, senantiasa dawam menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT, ia menyadari bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk keperluanya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang diwujudkan dalam bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

6. Merasakan keberadaan Allah SWT, اَلَّذِى يَرَاكَ حِيْنَ تَقُوْمُ وَتَقَلُّبَكَ فِى السَّاجِدِيْنَ “Yang Dia melihatmu sewaktu kamu berdiri (shalat) dan bolak balik dalam sujud” Ketika seorang hamba beribadah, Allah SWT benar-benar berada berada dihadapannya, maka harus dapat merasakan/melihat kehadiran Nya atau setidaknya dia tahu bahwa Allah SWT sedang memperhatikannya.

7. Meraih martabat liqa Illah, .....يَدُ اللهِ فَوْقَ اَيْدِهِمْج “Tangan Allah ada diatas tangan mereka” [Al Fath 48:11]. Dengan ibadah seorang hamba meleburkan diri dalam sifat-sifat Allah SWT, menghanguskan seluruh hawa nafsunya dan lahir kembali dalam kehidupan baru yang dipenuhi ilham Ilahi. Dalam martabat ini manusia memiliki pertautan dengan Tuhan yaitu ketika manusia seolah-olah dapat melihat Tuhan dengan mata kepalanya sendiri. Sehingga segala inderanya memiliki kemampuan batin yang sangat kuat memancarkan daya tarik kehidupan suci. Dalam martabat ini Allah SWT menjadi mata manusia yang dengan itu ia melihat, menjadi lidahnya yang dengan itu ia bertutur kata, menjadi tangannya yang dengan itu ia memegang, menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi kakinya yang dengan itu ia melangkah.
8. Terkabul Do’a-do’anya, اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِلا فَلْيَسْتَجِيْبُوْالِى وَالْيُؤْمِنُوْا بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ “Aku mengabulkan do’a orang yang memohon apabila ia mendo’a kepada Ku. Maka hendaklah mereka menyambut seruan Ku dan beriman kepada Ku supaya mereka mengikuti jalan yang benar” [Al Baqarah 2:187]. Hamba yang didengar dan dikabulkan do’a-do’anya hanyalah mereka yang dekat dengan Nya melalui ibadah untuk selalu menyeru kepada Nya.

9. Banyak saudara, وَاْمُرْ اَهْلَكَ بِالصَّلوةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَاط..... Ibadah selayaknya dikerjakan secara berjamaah, karena setiap individu pasti memerlukan individu yang lain dan ibadah yang dikerjakan secara berjamaah memiliki derajat yang lebih tinggi dari berbagai seginya terutama terciptanya jalinan tali silaturahim. Dampak dari ibadah tidak hanya untuk individu tetapi untuk kemajuan semua manusia, jangan pernah putus asa untuk mengajak orang lain untuk beribadah, karena ia sedang memperluas lingkungan ibadah dan memperpanjang masanya.

10. Memiliki kejujuran, فَِاَذا قَضَْيتُمُ الصَّلواةََ فَاذْكُرُوْا اللهَ قِيَمًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلى جُنُوْبِكُمْج ... “Dan apabila kamu telah selesai mengerjakan shalat, maka ingat lah kepada Allah sambil berdiri, sambil duduk dan sambil berbaring atas rusuk kamu”. [An Nisa 4:104]. Ibadah berarti berdzikir (ingat) kepada Allah SWT, hamba yang menjalankan ibadah berarti ia selalu ingat Allah SWT dan merasa bahwa Allah SWT selalu mengawasinya sehingga tidak ada kesempatan untuk berbohong. اِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى اِلَى اْلبِرَّ وَاِنَّ اْلبِرَّ يَهْدِىْ اِلَى اْلجَنَّةِ... “Kejujuran mengantarkan orang kepada kebaikan dan kebaikan mengantarkan orang ke surga” [HR Bukhari & Muslim]

11. Berhati ikhlas, وَمَا اُمِرُوْا اِلاَّ لِيَعْبُدُوْا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الِدّيْنَلا حُنَفَاءَ.... “Dan mereka tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada Nya dengan lurus”. [Al Bayyinah 98:6]. Allah SWT menilai amal ibadah hambanya dari apa yang diniatkan, lakukanlah dengan ikhlas dan berkwalitas. Jangan berlebihan karena Allah SWT tidak menyukainya. هَلََكَ الْمُتَنَطِّعُوْنَ, قَالَ ثَلاَثًا “Binasalah orang yang keterlaluan dalam beribadah, beliau ulang hingga tiga kali”. [HR Muslim]

12. Memiliki kedisiplinan, Ibadah harus dilakukan dengan دائمون “dawam” (rutin dan teratur), خاشعون “khusyu’” (sempurna), يحافظون terjaga dan semangat.

13. Sehat jasmani dan rohani, hamba yang beribadah menjadikan gerakan shalat sebagai senamnya, puasa menjadi sarana diet yang sehat, membaca Al Qur an sebagai sarana terapi kesehatan mata dan jiwa. Insya Allah hamba yang tekun dalam ibadah dikaruniakan kesehatan.

Hikmah Dalam Pelaksanaan Ibadah Haji



Ibadah haji adalah merupakan Rukun Islam yang kelima dan dikatakan juga sebagai rukun yang terakhir. Diantara kelima rukun tersebut, ibadah haji ini agak luar biasa sedikit. Ia dikatakan semikian kerana untuk melakukannya seseorang itu mesti berkunjung ke Mekah Al Mukarramah di Arab Saudi. Disamping itu ia dikerjakan cuma sekali setahun yaitu pada bulan haji (Zulhijjah) dan diwajibkan kepada umat Islam yang mampu sekali seumur hidup. Kewajiban atas umat Islam untuk mengerjakan haji ini adalah berdasarkan firman Allah :

"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari kewajipan haji maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari alam semesta." (Ali Imran 97)

Allah menjanjikan bahwa orang yang mengerjakan haji akan dapat menyaksikan keuntungan-keuntungan, Di antara hikmah-hikmah haji ialah:
1. Menjadi  tetamu Allah- Kaabah atau Baitullah itu dikatakan juga sebagai 'Rumah Allah'. Walau bagaimana pun haruslah dipahami bahwa bukanlah Allah itu bertempat atau tinggal disitu. Sesungguhnya Allah itu ada dimana mana. Ia dikatakan sebagai 'Rumah Allah' kerana mengambil apa yang diucapkan oleh Nabi Ibrahim a.s. oleh yang demikian orang yang mengerjakan haji adalah merupakan tetamu istimewa Allah. Dan sudah menjadi kebiasaan setiap tetamu mendapat layanan yang istimewa dari tuan rumah. Rasulullah bersabda: "Orang yang mengerjakan haji dan orang yang mengerjakan umrah adalah tetamu Allah Azza wa jalla dan para pengunjung-Nya. Jika mereka meminta kepada-Nya niscaya diberi-Nya. Jika mereka meminta ampun niscaya diterima-Nya doa mereka. Dan jika mereka meminta syafaat niscaya mereka diberi syafaat." (Ibnu Majah)
2. Mendapat tarbiyah langsung daripada Allah - Di kalangan mereka yang pernah mengerjakan haji, mereka mengatakan bahwa Ibadah Haji adalah puncak ujian dari Allah s.w.t. Ini disebabkan jumlah orang yang sama-sama mengerjakan ibadah tersebut adalah terlalu ramai hingga menjangkau angka jutaan orang. Rasulullah bersabda: "Bahwa Allah Azza wa jalla telah menjanjikan akan 'Rumah' ini, akan berhaji kepadanya tiap-tiap tahun enam ratus ribu. Jika kurang nescaya dicukupkan mereka oleh Allah dari para malaikat." Sabda Rasulullah laga, "Dari umrah pertama hingga umrah yang kedua menjadi penebus dosa yang terjadi diantara keduanya,sedangkan haji yang mabrur (haji yang terima) itu tidak ada balasannya kecuali syurga." (Bukhari dan Muslim)
3. Membersihkan dosa - Mengerjakan Ibadah Haji merupakan kesempatan untuk bertaubat dan meminta ampun kepada Allah. Terdapat beberapa tempat dalam mengerjakan ibadah haji itu merupakan tempat yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat. Malah ibadah haji itu sendiri jika dikerjakan dengan sempurna tidak dicampuri dengan perbuatan-perbuatan keji maka Allah akan mengampunkan dosa-dosanya sehingga ia suci bersih seperti baru lahir ke dunia ini. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang melakukan Ibadah Haji ke Baitullah dengan tidak mengucapkan perkataan keji, tidak berbuat fasik, dia akan kembali ke negerinya dengan fitrah jiwanya yang suci ibarat bayi baru lahir daripada perut ibunya." (Bukhari Muslim)

4. Memperteguh keimanan - Ibadah Haji secara tidak langsung telah menghimpunkan manusia Islam dari seluruh pelosok dunia. Mereka terdiri dari berbagai bangsa, warna kulit dan bahasa pertuturan. Hal ini membuka pandangan dan fikiran tentang kebenaran Al-Quran yang diterangkan semua dengan jelas dan nyata. Firman -Nya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal." (Al-Hujurat 13) "Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu." (Ar-Rumm 22)
5. I’tibar peristiwa orang-orang soleh - Tanah suci Mekah adalah merupakan lembah yang menyimpan banyak rentetan peristiwa-peristiwa bersejarah. Diantaranya sejarah nabi-nabi dan rasul, para sahabat Rasulullah,para tabiin, tabi’ut tabiin dan salafus soleh yang mengiringi mereka. Sesungguhnya peristiwa tersebut boleh diambil iktibar atau pengajaran untuk membangun jiwa seseorang. Rasulullah bersabda: "Sahabat-sahabatku itu laksana bintang-bintang dilangit, jika kamu mengikut sahabat-sahabatku niscaya kamu akan mendapat petunjuk." Di antara peristiwa yang terjadi ialah:
Pertemuan di antara Nabi Adam a.s. dengan Siti Hawa di Padang Arafah.
Siti Hajar dan Nabi Ismail ditinggalkan di tengah padang pasir yg kering kontang di antara Bukit Safa dan Marwah.
Pengorbanan Nabi Ibrahim a.s. menyembelih Nabi Ismail sebagi menurut perintah Allah.

Nabi Ismail a.s. dan Nabi Ibrahim mendirikan Kaabah.
Lahirnya seorang anak yatim yang miskin dan serba kekurangan. Tidak tahu membaca dan menulis tetapi mempunyai akhlak yang terpuji hingga mendapat gelaran 'Al-Amin.

Medan Badar dan Uhud sewajarnya mengingati seseorang kepada kegigihan Rasulullah dan para sahabat menegakkan agama Allah.
6. Merasa bayangan Padang Mahsyar - Bagi orang yang belum mengerjakan haji tentunya belum pernah melihat dan mengikuti perkumpulan ratusan ribu manusia yang keadaannya tiada berbeda. Itu semua dapat dirasai ketika mengerjakan haji. Perhimpunan di Padang Arafah menghilangkan status dan perbedaan hidup manusia sehingga tidak dapat kenal siapa kaya, hartawan, rakyat biasa, raja atau sebagainya. Semua mereka sama dengan memakai pakaian seledang kain putih tanpa jahit. Firman Allah s.w.t: "Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa yang paling taqwa." (Al-Hujurat-13)
7. Syiar perpaduan umat Islam - Ibadah Haji adalah merupakan syiar perpaduan umat Islam. Ini kerana mereka yang pergi ke Tanah Suci Makkah itu hanya mempunyai satu tujuan dan matlamat iaitu menunaikan perintah Allah atau kewajipan Rukun Islam yang kelima. Dalam memenuhi tujuan tersebut mereka melakukan perbuatan yang sama,memakai pakaian yang sama, mengikut tertib yang sama malah boleh dikatakan semuanya sama. Ini menggambarkan perpaduan dan satu hati umat Islam. Dan gambaran inilah yang semestinya diamalkan dalam kehidupan seharian umat Islam apabila mereka kembali ke negara asal masing-masing.

Gambar : google.com