Senin, 30 Juli 2012

Sifat Asli Pasangan Muncul Ketika Bertengkar



Ghiboo.com - Ketika pasangan suami istri bertengkar, maka segala caci maki bisa keluar. Saat itu, sifat asli dan sifat jelek masing-masing dari pasangan tampak secara nyata. Hal ini tentunya tidak sehat untuk satu pernikahan. Tapi ini adalah konflik dalam pernikahan.
Berikut ini ada beberapa kalimat yang membuat pasangan menikah mengalami pertengkaran hebat, yang dikutip dari boldsky: 

"Kamu hidup dari uang saya"
Dulu mungkin pria memang satu-satunya pemegang kendali keuangan karena pencari nafkah. Tapi di jaman sekarang ini, pria dan wanita sama-sama mencari nafkah dan tidak jarang kondisi ini menimbulkan pertengkaran hebat bila keduanya tidak bisa membahas soal keuangan mereka dengan baik.

"Ibumu ingin menyingkirkan saya"
Meskipun pernyataan ini umumnya disampaikan perempuan, tapi pria juga sangat sensitif urusan yang satu ini. Umumnya, setiap orang berusaha untuk dekat dan menempatkan diri dengan mertua mereka. Tapi ketika usaha itu sudah dilakukan tapi tidak berhasil juga, maka perasaan tidak diterima tetap ada.

"Kamu tidak cocok menjadi orangtua "
Jika dalam keseharian Anda dan pasangan tidak bisa saling menekan keegoisan dan selalu bertengkar, bahkan menuduh bahwa dia tidak cocok menjadi orangtua, itu adalah kesalahan yang sangat fatal. Karena ketika Anda bicara seperrti itu, maka Anda juga dianggap tidak layak menjadi orangtua.

"Kau beruntung menikah dengan aku"
Kadang ketika persoalan muncul, kerap keluar kalimat yang tidak perlu. Pernikahan adalah apa yang ingin Anda lakukan atas kesepakatan kedua belah pihak. Jadi, bukan hal bijaksana jika salah satu di antara Anda merasa paling baik daripada pasangan Anda.

"Katakan sekali lagi dan aku akan meninggalkanmu"
Anda bisa saja mengulang kata-kata tersebut sebanyak yang Anda mau, tapi itu hanya akan memperburuk keadaan. Semua akan disesali ketika salah satu dari Anda benar-benar melakukan hal tersebut.

Ayah Turut Berperan Tentukan Perilaku Anak Sejak Dini

Oleh: FamilyGP

Bayi yang berinteraksi secara positif dengan ayah mereka pada usia tiga bulan memiliki lebih sedikit masalah perilaku ketika berusia satu tahun, demikian hasil sebuah penelitian.

Masalah perilaku adalah salah satu masalah psikologis yang paling umum terjadi pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan masalah psikologis dan kesehatan saat menginjak dewasa, ujar para peneliti Oxford University.

Dan meskipun “faktor orangtua” dihubungkan dengan masalah perilaku anak, penelitian semacam ini biasanya hanya berfokus pada peran ibu. Namun sebenarnya ayah juga memainkan peranan penting, ujar mereka.

Untuk penelitian ini, para peneliti merekrut 192 keluarga di Inggris dan mendokumentasikan bagaimana ibu dan ayah, secara terpisah, bermain dengan anak mereka pada usia tiga bulan. Ketika anak berusia 12 bulan, orangtua mengisi kuisioner yang dirancang untuk menilai perilaku anak.

“Kami menemukan bahwa anak-anak yang ayahnya lebih banyak berinteraksi dengannya memiliki perilaku yang lebih baik, dengan lebih sedikit masalah perilaku yang timbul di kemudian hari,” ujar Dr. Paul Ramchandan, pemimpin penelitian tersebut.

Perilaku anak laki-laki juga tampak lebih terpengaruh daripada anak perempuan, ujarnya.

“Anak-anak cenderung memiliki lebih banyak masalah perilaku ketika ayah mereka jauh dan mereka sibuk dengan pikiran mereka sendiri atau ketika ayah mereka jarang berinteraksi dengan mereka.”

“Hubungan ini cenderung lebih kuat pada anak laki-laki daripada perempuan, menegaskan bahwa mungkin anak laki-laki lebih mudah terkena pengaruh ayah mereka sejak usia dini.”

Para ayah yang tidak berinteraksi dengan anak mereka mungkin adalah indikasi dari masalah yang lebih besar dalam keluarga secara keseluruhan, ujar peneliti. Jika mereka sedang mengalami masalah dalam hubungannya dengan pasangan, mereka akan kesulitan untuk berinteraksi dengan si bayi.

Dr. Ramchandani mengatakan, “Berfokus pada bulan-bulan pertama usia bayi itu penting karena itu merupakan periode yang sangat krusial dan bayi sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan, seperti kualitas kepedulian orangtua dan interaksi.”

“Seperti yang diketahui oleh semua orangtua, membesarkan anak bukanlah tugas yang mudah. Penelitian kami membuktikan bahwa dengan berinteraksi sejak dini membuat orangtua dapat memberi dampak positif yang menentukan bagaimana bayi mereka bertumbuh nanti.”

Karakteristik Puasa dalam Islam



Oleh: Ali Trigiyatno      
Puasa merupakan ‘ibadah tua’ yang bukan hanya dipraktikkan dan dikenal dalam Islam, tetapi juga menjadi ‘milik’ umat-umat lain.
Allah SWT mengisyaratkan hal tersebut lewat penggalan ayat “… kama kutiba alal ladzina min qablikum… (sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu).” (QS. Al-Baqarah [2]: 183).
Namun demikian, ada yang khas dalam puasa yang dijalankan umat Islam pada bulan Ramadhan ini. Ada enam kekhasan puasa dalam Islam. Pertama, dari segi waktu. Puasa hanya diwajibkan sebulan dalam setahun selama kurang lebih 13,5 jam dalam sehari semalam.

Masa waktu demikian merupakan ambang batas kemampuan seseorang untuk melakukan puasa (menahan makan dan minum) pada umumnya. Karena itu, hal tersebut sangat manusiawi.
Bandingkan dengan puasa ngebleng, bertapa sampai berhari-hari dan sebagainya. Dapat dibayangkan jika orang disuruh bertapa atau berpuasa berhari-hari, apa yang akan terjadi?

Kedua, dari segi pantangan. Islam ‘hanya’ melarang makan, minum, hubungan seks, dan berbagai perbuatan jelek, haram, maksiat lainnya. Bandingkan dengan puasa dalam ajaran lain seperti puasa mutih, pati geni, dan ngebleng, di mana pantangan dan cegahan lebih banyak dan ‘aneh-aneh’.
Ketiga, dari segi tujuan. Tujuan puasa adalah menjadi insan bertakwa (self-restraint), bahkan kalau bisa menjadi ‘malaikat yang berbentuk manusia’. Bandingkan dengan ajaran puasa lain yang tujuannya untuk kesaktian, mahabbah, kesehatan, tubuh langsing, dan sebagainya.

Keempat, cepat berbuka dan mengakhirkan sahur. Di antara sunah puasa dalam Islam adalah menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlalu berat dan menyusahkan bagi para pelakunya.

Kelima, diwajibkan hanya bagi yang mampu, dengan kalimat lain tidak semua diwajibkan, yang tidak mampu boleh berbuka dengan mengganti atau membayar fidyah.
Keenam, dari segi manfaat dan hikmah, manfaat puasa dalam Islam adalah all in one. Artinya, manfaat utama menjadikan diri manusia bertakwa insya Allah akan didapat, sementara manfaat ekstra seperti kesehatan, keselamatan, kebahagiaan, kesucian, terhapusnya dosa, dan segudang manfaat lain akan kita peroleh.

Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa puasa yang kita jalankan lebih manusiawi, bermanfaat, lengkap, dan yang lebih penting mampu membuat kita menjadi ‘malaikat’ yang isinya hanya kebaikan dan ketaatan, jauh dari mengikuti hawa nafsu.

Mari kita isi bulan Ramadhan ini dengan penuh sukacita dengan memperbanyak amal saleh serta manfaatkan betul buat ‘membakar’ dosa-dosa kita, sehingga begitu keluar dari Ramadhan dosa kita sudah terbakar habis, kembali jiwa kita suci bersih seperti ketika hari kita dilahirkan ibu kita.

Sejarah Kewarisan dalam Islam (1)



REPUBLIKA.CO.ID, Ajaran Islam tidak hanya mengatur masalah-masalah ibadah kepada Allah SWT. 
Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam skala kecil, berupa rumah tangga (yang ditata dalam berbagai bentuk peraturan, seperti perkawinan, pembinaan keluarga, perceraian, dan kewarisan) maupun dalam skala besar, berupa kehidupan bernegara.

Khusus menyangkut kewarisan, Islam mengganti pola kewarisan lama yang berlaku pada masa jahiliyah dengan pola kewarisan baru yang lebih adil.

Berdasarkan ajaran Islam, sistem kewarisan pada masa sebelum Islam sangat tidak adil. Sebab, hak waris hanya diberikan kepada laki-laki dewasa yang sudah mampu memanggul senjata untuk berperang dan dengan itu dapat memperoleh rampasan perang.

Sementara laki-laki yang belum dewasa dan perempuan, tidak mendapatkan hak waris walaupun orang tuanya kaya raya. Dalam Islam, setiap pribadi, baik laki-laki ataupun perempuan, berhak mendapatkan hak waris.

Islam mengajarkan, meninggalkan keturunan (anak) dalam keadaan yang berkecukupan, lebih baik daripada meninggalkannya dalam keadaan lemah (QS. An-Nisa [4]: 9). Islam memerintahkan, ''Berikanlah sesuatu hak kepada orang yang memiliki hak itu.'' (HR. Al-Khamsah, kecuali An-Nasai).

Dari hal tersebut, agar hak seseorang sampai ke tangannya, Islam telah menggariskan aturan-aturan yang jelas. Aturan-aturan itu antara lain tertuang dalam bentuk hibah, wasiat, dan kewarisan. Sistem perwarisan dalam Islam ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah An-Nisa [4]: 11-12, dan 176.
Ayat ini sekaligus memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk menjelaskan ketentuan Allah mengenai sistem kewarisan kepada umat Islam. Ketentuan tersebut untuk menggantikan sistem kewarisan yang dijalankan di masa jahiliyah.

Masa permulaan Islam

Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, diterangkan bahwa pada masa awal Islam, seseorang bisa mewarisi harta dari orang yang meninggal dunia karena keturunan, pengangkatan anak, dan sumpah setia.

Selanjutnya, ditambah lagi dengan orang yang ikut berhijrah dan dipersaudarakannya orang-orang Muhajirin (hijrah dari Makkah ke Madinah) dengan orang Anshar (yang menolong orang-orang Muhajirin).

Yang dimaksud dengan alasan ikut hijrah ialah jika seorang sahabat Muhajirin meninggal dunia, maka yang mewarisi hartanya adalah keluarganya yang ikut hijrah. Sedangkan, kerabat yang tidak ikut hijrah tidak mewarisi.