Senin, 13 Juni 2011

10 Harta Dunia yang Terancam Musnah

10 Harta Dunia yang Terancam Musnah

1.Dampier Rock Art Complex, Murujuga, Australia
1
kumpulan seni di dunia terbesar, aboriginals dari Northwest Australia dengan ukiran petroglyphs berusia ribuan tahun, dan beberapa bahkan berpikir untuk kembali ke tanggal 10.000 SM. Perkembangan industri sudah rusak 7,2% menjadi 24,4% dari petroglyphs, dan baru-baru ini menemukan seorang besar pasokan gas alam di daerah mengancam dampier rock art complex.

Misi penyelamatan: telah terdaftar di National Trust of Australia endangered locale, walaupun pemerintah Australia masih ragu-ragu untuk intervensi atau tidak diperlukan. Australian Rock Art Asosiasi Penelitian bersama dengan badan-badan lainnya untuk terus mendorong pemerintah untuk relokasi industri di tempat lain.

2.Sonargaon-Panam City, Bangladesh
1
Di kota kuno ini, Anda akan menemukan berbagai arsitektur dari Kesultanan, Monggol kolonial dan periode Bangladesh dating dari tanggal 15 ke abad ke-19. Banyak orang Monggol monumen kolonial dan juga ditemukan di sini. Plagued oleh berbagai masalah - termasuk banjir, kenaikan permukaan laut, gempa bumi, pembangunan ilegal dan pekerjaan, serta vandalisme - Sonargaon berada dalam bahaya yang serius hendam keluar.

Misi penyelamatan: pemulihan Sementara beberapa proyek yang dilakukan oleh negara department of Archeology sedang berlangsung di beberapa monumen yang lebih penting, lebih banyak dana yang diperlukan untuk membantu lembaga ini dalam mewujudkan tujuan untuk melestarikan tempat ini dari kepunahan.

3.Chinguetti Mosque, Mauritania, West Africa
1
Ditemukan di salah satu Islam tujuh kota suci, di abad Chinguetti Masjid di Mauritania, Afrika Barat, yang dibangun pada abad ke-13 dan menjabat sebagai pedagang untuk menghentikan perjalanan di seluruh Sahara yang membawa barang-barang berharga seperti emas dan gading. Desertification ini terancam punah locale - selain flash banjir, suhu ekstrim dan longsoran - mewakili sumber ancaman konstan ini ke situs Warisan Dunia UNESCO.

Misi penyelamatan: Meskipun masjid dari mesjid belum pernah ditutup dan masjid terus yang akan digunakan untuk kepentingan agama, memantapkan perubahan iklim di daerah tersebut sangat diperlukan untuk mencegah sepenuhnya menghilang dari masjid.

4.Panama Canal, Panama City, Chagres River
1
Salah satu yang paling mengesankan engineering feats dalam sejarah modern, di Terusan Panama terus menjadi berguna secara sangat besar kepada masyarakat internasional. Sampai 40 kapal per hari melalui kanal ini. Namun, dengan permintaan untuk menggunakan kanal terus meningkat pada saat yang sama bahwa jumlah rata-rata air di Danau Gatun penurunan, salah satu yang paling penting di dunia waterways wajah tdk terduga komplikasi. Sebagian besar sebagai hasil dari deforestasi, peningkatan jumlah sampah dapat ditemukan di bawah danau, yang akan mengurangi jumlah kapal yang dapat menampung gang.

Misi penyelamatan: A proposal untuk memperluas kanal telah disetujui oleh pemerintah pada tahun 2006. Sebagai bagian dari proyek ini, baru kunci kamar, baru entryways dan air reutilization basins sedang direncanakan untuk mengurangi masalah ini. Ada proyek diharapkan akan selesai pada tahun 2015.

5.Dhangkar Gompa, Himachal Pradesh, India
1
Bagian dari Dhangkar kompleks dan salah satu dari lima besar Budha monastik pusat, candi ini dibangun beberapa ribu tahun yang lalu, ditemukan di daerah terpencil di perbatasan antara India dan Tibet. Sebagai akibat dari kelalaian di samping erosi dari atas bukit yang terletak di candi, ini penting dan kuno situs deteriorating.

Misi penyelamatan: The biara konservasi adalah mempersiapkan rencana untuk menyelamatkan kuil dan mencari dukungan untuk melaksanakan rencana mereka. Menjaga candi juga memerlukan mempertimbangkan bagaimana pariwisata di daerah dapat mendorong tanpa merusak situs.

6.Old Damascus, Syria
1
Salah satu yang paling tua, terus mendiami kota-kota di dunia, Old Damaskus adalah perlahan sedang dibongkar oleh konstruksi modern. Kawasan adalah rumah bagi banyak situs kuno, termasuk delapan gerbang kota dan banyak situs yang dirujuk oleh Kristen dan teks agama Islam. Baru-baru ini, BAB TuMa (Saint Thomas' Gate), yang mengarah ke Kristen lama seperempat Lama Damaskus, telah diakui sebagai terancam oleh perusakan dan keadaan tertinggal.

Misi penyelamatan: Seperti banyak meninggalkan ini terancam punah dari lokasi perumahan perjanjian lama dalam pencarian yang baru, fasilitas yang lebih modern, bangunan kuno yang jatuh ke dalam keruntuhan. Sebuah komitmen untuk memulihkan bangunan tersebut - bukan demolishing mereka - yang diperlukan.

7.Babylon, Iraq
1
Lying 80 km sebelah selatan Baghdad, Babel pada awalnya sebuah kota Mesopotamia, yang dianggap oleh banyak daerah sebagai salah satu cradles peradaban. Sejak 2300 SM, ada juga banyak Babel dianggap menjadi kota suci. Situs kuno ini sudah tentu yang signifikan dalam sejarah manusia dan sayangnya hanyalah salah satu dari banyak situs bersejarah di Irak yang rusak oleh konflik di wilayah ini.

Misi penyelamatan ini terancam punah locale saat ini tidak dalam posisi ekonomi untuk mempersembahkan banyak sumber daya untuk membangun kembali dan situs sejarah, dan bantuan dalam membangun kembali situs ini kemungkinan besar akan dibutuhkan dari luar pemerintah dan badan-badan lainnya.

8.Leh Old Town, Ladakh, India
1
Kuno ibukota Kerajaan Ladakh, Leh Old Town adalah utuh dan langka di kota abad pertengahan Himalayans. Ini terancam punah locale dikenal karena multiday wisatawan treks antara monasteries, serta kaya dengan keragaman satwa liar yang eksotik termasuk spesies yang terancam punah seperti salju leopard. Dalam modern, perubahan pola cuaca yang termasuk hujan deras yang merusak kota, yang tidak dibangun untuk menahan kondisi tersebut. Selain itu, pengembangan dan modernisasi keseimbangan ketika mencoba untuk mempertahankan arsitektur tradisional ini membuktikan menjadi tugas yang sulit.

Misi penyelamatan: Sipil infrastruktur harus ditingkatkan di Ladakh, dan World Monument Fund telah delineated serangkaian langkah-langkah yang akan diambil dalam rangka untuk menyelamatkan kota yang lama, termasuk meningkatkan pemeliharaan dan rugi usaha untuk sisa bangunan, banyak yang berada dalam keadaan miskin .

9.The Coral Triangle, Sulu and Sulawesi Seas
1
Terletak di laut antara Indonesia, Malaysia dan Filipina, Coral Triangle merupakan terkaya berbagai terumbu karang, tanaman dan hewan yang hidup di dunia, dengan lebih dari 450 jenis karang yang ditemukan di sini saja. Wisatawan dari seluruh dunia datang ke tempat ini terancam punah untuk menyelam dan melihat turtles nesting. Sebuah studi dari John Hopkins University, namun, menemukan bahwa sekitar 70% dari terumbu karang di laut dari Asia Tenggara yang terancam punah. Culprits yang bertanggung jawab atas kerusakan pada reefs termasuk praktek-praktek penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak dan sianida, serta umum overfishing, coral bleaching, sedimentasi, dan polusi.

Misi penyelamatan: Salah satu cara untuk melindungi terumbu karang adalah dengan melaksanakan Marine Protected Area (MPA). MPAs mempromosikan perikanan bertanggungjawab dan perlindungan habitat. Tujuan mereka adalah untuk melindungi dan menjaga reefs dan mendampingi mereka terancam punah di banyak kehidupan laut dengan cara yang sama seperti taman nasional dikelola.

10.Greenland
1
The greenland ice sheet mencakup sekitar 81% dari pulau itu, dan terdiri dari 1 / 20 dari semua es di dunia. Ia harus mencair, negara akan terpecah dan menjadi negara kepulauan dan terkenal glaciers daerah tidak akan lagi menjadi turis. Polar bears akan kehilangan habitat, cepat dan meleburnya es dapat berakibat banjir besar di wilayah di Amerika Serikat, termasuk Los Angeles.

Misi penyelamatan:mengurangi emisi karbon oleh pengendalian kendaraan bermotor dan industri output adalah cara terbaik untuk menangani shrinking glaciers. Yg tak dpt disangkal satu cara untuk mengubah tingkat potensi zat berbahaya di udara adalah dengan penanaman pohon. Anda dapat Anda lakukan oleh bagian tanam pohon sendiri dan beberapa kota yang mendukung proyek yang meliputi penanaman pohon

PERAN MUSLIMAH DALAM DUNIA DAKWAH

PERAN MUSLIMAH DALAM DUNIA DAKWAH

Oleh : Ummu Alif, SP
(Aktifis Hizbut Tahrir Indonesia)

Pendahuluan
Permasalahan menyangkut kaum hawa ini tidak pernah surut dalam berbagai pembahasan, mulai dari mode pakaian, kontes kecantikan, pendidikan anak, kedudukan dan peran mereka dalam keluarga dan masyarakat sampai bagaimana peran mereka dalam pembinaan umat.Tak jarang masih muncul pertanyaan, apakah kedudukan wanita itu sama dengan pria, lebih tinggi ataukah lebih rendah?Layakkah seorang wanita melakukan aktifitas di luar rumah? Sejauhmana dakwah yang harus dilakukan oleh kaum wanita?

Apabila kita kembali kepada ajaran Islam secara kaffah, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak terlalu sulit untuk dijawab. Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril dengan serangkaian aturan yang mengatur manusia dengan Khaliq-Nya (masalah aqidah dan ibadah mahdhah), manusia dengan dirinya sendiri (akhlaq, makanan dan minuman, pakaian) dan mengatur manusia dengan manusia lainnya (mu’amalah dan ‘uqubat). Syari’at Islam diturunkan Sang Khaliq untuk mengatur kehidupan dan memecahkan berbagai permasalahan hidup manusia di setiap waktu dan tempat.

Pria dan Wanita dalam Pandangan Islam
Allah SWT menciptakan manusia, baik pria maupun wanita dengan suatu fitrah yang khas, yang berbeda dengan hewan. Masing-masing tidak dapat dibedakan dari sisi kemanusiaannya.Allah SWT mempersiapkan keduanya untuk mengarungi kehidupan dunia. Pria dan wanita ditetapkan Allah SWT untuk hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Allah SWT telah membekali manusia suatu potensi hidup (thaqah hayawiyyah) berupa dorongan kebutuhan jasmani seperti rasa lapar, haus; potensi naluriah seperti naluri untuk mempertahankan kehidupan, naluri seksual untuk melestarikan keturunan dan naluri beragama; serta potensi untuk berfikir (akal). Allah SWT telah menetapkan pemenuhan berbagai potensi ini dengan menurunkan syari’atnya yang sempurna. Dalam hal ini, baik pria maupun wanita sama-sama harus terikat dengan syari’at Islam yang akan menjadi pemecah masalah kehidupan manusia selama di dunia.

Tatkala Syari’at Islam Memandang Pria dan Wanita sebagai MANUSIA
Islam telah menetapkan berbagai hak dan kewajiban baik kepada pria maupun kepada wanita. Tatkala hak dan kewajiban itu terkait dengan sifatnya sebagai manusia (bersifat insaniyah), maka syari’at Islam berlaku untuk pria dan wanita tanpa ada perbedaan.Hal ini dapat kita lihat dalam masalah shalat, shaum, zakat, haji, memilki akhlaqul karimah, jual-beli, ‘uqubat (sanksi), belajar-mengajar, berdakwah, dan lain-lain. Semua ini merupakan taklif hukum (beban hukum) yang sama bagi pria dan wanita karena ayat-ayat maupun hadits-hadits yang menunjuk kepada hukum tersebut bersifat umum bagi manusia.Allah SWT berfirman sebagai berikut :

“Sesungguhnya kaum Muslim dan Muslimah, kaum Mukmin dan Mukminat, pria dan wanita yang senantiasa berlaku ta’at, pria dan wanita yang selalu berlaku benar, pria dan wanita yang biasa berlaku sabar, pria dan wanita yang senantiasa takut (kepada Allah), pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang suka berpuasa, pria dan wanita yang selalu memelihara kemaluan (kehormatan)-nya, serta pria dan wanita yang senantiasa menyebut asma Allah, telah Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Ahzab (33) : 35)
Juga di dalam QS An Nahl (16) : 125, QS Fushilat (41) : 33, QS Al Ahzab (33) : 36, QS An Nahl (16) : 97, QS An Nisaa (4) : 124, QS Ali Imran (3) : 195, QS An Nisaa (4) : 7, QS An Nisaa (4) : 32.

Tatkala Syari’at Islam Memandang Pria dan Wanita dari Sisi Tabi’atnya
Di sisi yang lain, Islampun menetapkan hak dan kewajiban serta taklif hukum tertentu (khusus), baik bagi pria saja maupun bagi wanita saja.Hal ini terkait dengan tabi’atnya masing-masing dan kedudukannya di dalam masyarakat. Islam menetapkan aturan yang khusus bagi wanita seperti, sebagai ibu (hamil, menyusui, mengasuh anak) dan pengatur rumah tangga/istri, menggunakan kerudung dan jilbab, hak mendapat mahar/maskawin, dan lain-lain. Sementara itu bagi pria, Allah SWT telah menetapkan aturan khusus bagi mereka,seperti kewajiban mencari nafkah, kepemimpinan dalam rumah tangga, kewajiban memberikan mahar, dan lain-lain.

Demikianlah, Islam datang dengan membawa sejumlah hukum yang beraneka ragam; sebagian khusus ditujukan untuk pria, dan sebagiannya lagi khusus untuk wanita. Allah SWT telah memerintahkan kepada keduanya untuk sama-sama bersikap ridha terhadap adanya pengkhususan hukum-hukum tersebut. Sebaliknya, Allah SWT melarang masing-masing pihak (pria atau wanita) bersikap saling iri dan dengki serta untuk berangan-angan apa yang telah Allah karuniakan atas yang lain. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nisaa (4) : 32)

Permasalahan Umat Islam dan Upaya Membangkitkannya
Telah lama sekali umat Islam dalam kondisi yang serba tak menentu. Negeri-negeri muslim yang kaya akan sumberdaya alam menjadi objek perebutan negera-negara adidaya yang rakus akan kekuasaan.Tak peduli cara apapun akan ditempuh mereka, bahkan dengan peperangan sekalipun. Tak bisa dipungkiri, banyak sekali dampak akibat peperangan yang dilakukan negara Barat yang tidak beradab.Kerusakan, keporakporandaan, kesengsaraan, ketidakberdayaan, kebodohan hingga ketergantungan yang disengaja pihak musuh, akhirnya menjadi kenyataan pahit yang harus ditelan oleh kita, umat muslim.

Berbagai aspek kehidupan, nampaknya sudah begitu kacau.Mulai masalah ekonomi liberal, masalah sosial dan pergaulan bebasnya, pendidikan yang sekuler, bencana alam yang terjadi akibat ulah manusia sendiri (sampah yang bertumpuk), wabah penyakit yang kian bertambah, generasi muda yang konsumtif-permisif/serba boleh-frustatif mulai menggejala, dan masih banyak lagi problem manusia yang tidak kunjung selesai/terselesaikan. Akankah kita, umat muslim (khususnya kaum wanita/ibu) akan diam dan tidak berupaya untuk keluar dari masalah di atas?Sementara masalah tersebut sangat jelas ada di depan mata kita?

Tentu tidak kan. Sebagai seorang hamba yang dimuliakan Allah SWT, seorang manusia apalagi yang beriman tidak akan pernah tahan melihat berbagai penyimpangan dan kemaksiatan berputar-putar di hadapan kita. Kita harus bangkit dan kembali menjadi khairu ummah, seperti yang Allah SWT janjikan dalam QS Ali Imron : 110 :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali ‘Imran (3) : 110)

Apabila kita cermati berbagai permasalahan umat tersebut, akan kita dapat bahwasanya akar masalah umat Islam saat ini adalah tidak lagi menjadikan syari’at Allah SWT sebagai pengatur kehidupan manusia. Sistem ekonomi yang diterapkan, bukanlah ekonomi Islam, sehingga masalah perputaran harta hanya beredar di kalangan orang kaya, masalah pergaulan pun tidaklah diatur dengan aturan Islam, tetapi pergaulan bebas yang di gembar-gemborkan melalui berbagai media, dan lain-lain. Allah SWT telah memperingatkan dalam QS Thaha (20) : 124,

“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Lantas, bagaimana kita harus bangkit?

Seseorang akan bangkit atau berubah (perilakunya) ketika pemahamamnya tentang sesuatu berubah.Contoh, orang yang belum memahami bahwa ghibah itu haram dan pelakunya akan diazab Allah SWT, tentu dia tidak akan merasa berdosa ketika melakukan perbuatan tersebut. Akan tetapi setelah dia dipahamkan bahwa ghibah itu sendiri apa dan bagaimana gambaran azab Allah SWT di akhirat, tentulah dia akan mengubah perilakunya.Kondisi ini dapat dipahami seperti firman Allah SWT dalam QS Ar Ra’du : 11,

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Insyaallah.

Kebangkitan umat Islam akan diraih, ketika pemahaman tentang kehidupan mereka, mereka ubah dengan pemahaman Islam saja. Untuk mengubah pemahaman ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, harus ada upaya keras dari diri umat Islam sendiri untuk mau mempelajari Islam, memahaminya, melaksanakannya dan memperjuangkannya. Semua ini harus dilakukan oleh umat Islam, pria maupun wanita.

Menyadari luasnya cakupan aturan Islam, bagi para pengemban dakwah (khususnya), akan sangat mustahil mendapatkan pemahaman Islam yang menyeluruh hanya dengan “cuplik sana comot sini’. Para pengemban dakwah harus mempelajari Islam secara sistematis, tidak serampangan. Aktifitas belajar harus menjadi agenda utama dalam kegiatan kita sehari-hari, selain aktifitas hidup lainnya. Keseluruhan aktifitas tersebut terangkum dalam apa yang disebut aktifitas DAKWAH.

Kewajiban Dakwah
Perintah dakwah merupakan perintah Allah SWT yang bersifat ‘aam (umum) berlaku untuk pria dan juga wanita. Hal ini sangat jelas tercantum dalam berbagai ayat dan hadits. Beberapa diantaranya sebagai berikut :

QS Fushilat (41) : 33
QS At Taubah (9) : 71
QS An Nahl (16) : 125
Qs Ali Imron (3) : 104

عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِىِّ رَضِىَ الله عَنْهُ قَالَ:سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa’id al-Khudry ra, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda :”Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya, bila tidak mampu (ubahlah) dengan lisan, bila tidak mampu (ubahlah) dengan hati, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)


Bercermin kepada Dakwah Rasulullah saw
Rasulullah saw adalah teladan bagi setiap umat muslim, salah satunya adalah dalam hal dakwah. Kehidupan Rasulullah saw adalah kehidupan dakwah Islam.Rasulullah saw berjuang tidak kenal lelah sepanjang hidupnya hanya demi Islam hingga beliau mampu mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang cemerlang dan berjaya selama ratusan tahun.

Bagi seorang da’i/da’iyah agar tidak menemukan kesulitan dalam meneladani gerak langkah dakwah Rasul, maka ia harus berpegang kepada Al Qur’an, as Sunnah dan senantiasa mempelajari kehidupan dakwah Rasul saw dalam Sirah Nabawiyah atau sejarah dakwah Rasul.

Pokok-pokok Dakwah Rasulullah saw
Menelaah perjalanan dakwah Rasulullah saw, tidak dapat dilepaskan dari tujuan dakwah itu sendiri.Tujuan dakwah Rasul saw yang dapat dicermati dari perjalanan dakwah beliau adalah mewujudkan seluruh ajaran Islam (Syari’at Islam) dalam kehidupan nyata.

Pada dasarnya perjuangan dakwah Rasul dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

Dakwah di Mekkah, mencakup tahap pengkaderan dan tahap interaksi dakwah
Dakwah di Madinah, merupakan tahap mewujudkan masyarakat Islam

Dalam periode dakwah di Mekah, Rasul saw beserta para shahabatnya berjuang hanya dalam aspek fikriyah (pemikiran).Tujuan dakwah Rasul pada tahap pengkaderan di Mekah tidak lain untuk memantapkan aqidah, membentuk dan membina aqliyah dan nafsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) sehingga tampak adanya perubahan perilaku pada diri shahabatnya. Selanjutnya pada tahap interaksi dakwah, Rasul beserta para shahabat mendapatkan perlawanan yang cukup besar dari kafir Qurays.Akan tetapi dengan kekuatan aqidah dan pemikiran Islam yang menghujam di dalam dada mereka, segala rintangan dapat mereka hadapi. Sampai tiba pertolongan Allah SWT yang datang dari penduduk Madinah dimana mereka siap untuk diterapkan syari’at Islam di dalam kehidupan masyarakatnya. Maka atas izin Allah SWT, Rasul beserta shahabatnya berhijrah ke Madinah. Mulailah saat itu dakwah memasuki periode Madinah dan aturan Islam mulai diterapkan di tengah-tengah mereka.


Peran Muslimah dalam Dakwah dan Kebangkitan Umat Islam
Pada dasarnya, dakwah wanita tidak berbeda dengan pria, baik dari segi hukumnya yaitu wajib maupun dari segi metode (thoriqoh) yang harus ditempuhnya. Perbedaannya terletak pada teknis pelaksanaannya saja karena hal ini terkait dengan sifat-sifat khusus yang telah ditetapkan Allah SWT atas kaum wanita serta kedudukannya yang khas di tengah masyarakat. Sifat khusus tersebut terikat dengan aturan khusus bagi wanita yang telah ditetapkan Allah SWT, seperti :
- Larangan bepergian jauh kecuali disertai mahrom
- Wajib mengenakan kerudung dan berjilbab ketika keluar rumah

- Harus ada izin suami ketika akan keluar rumah
- Tugas pokoknya (utama) nya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga
Hal ini tidak berarti dakwah wanita berjalan sendiri, begitupun dakwah pria. Pelaksanaan dakwah tetap merupakan satu kesatuan yaitu dakwah mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan dimana kepemimpinan berada di pihak pria. Kendati demikian, untuk mengurus dan membina secara khusus kaum wanita, maka kegiatan seperti ini dipimpin oleh kaum wanita sendiri.

Upaya membangkitkan umat tentu tidak terlepas dari peran seorang wanita (ibu) yang pada hakikatnya sebagai orang yang melahirkan dan mendidik generasi penerus umat. Wanita dikaruniai oleh Allah SWT kemampuan untuk mengandung dan menyusui.Tak bisa dipungkiri seorang ibu memiliki peranan yang sangat penting terhadap proses tumbuh kembang anak.Seorang ibu juga berperan dalam mendidik anak-anaknya sehingga ibu menjadi madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya.Dengan berbekal pemahaman Islam yang kuat, seorang ibu akan mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang doanya senantiasa didengar oleh Allah SWT yang tidak lain adalah anak-anak yang shaleh, melalui seorang ibu juga para pemimpin yang unggul akan terwujud.Tak ayal lagi, kedudukan sebagai ibu adalah sangat ideal bagi wanita.Kriteria seorang ibu ideal diantaranya :

Memiliki aqidah dan Syakhshiyyah Islamiyyah

Seorang ibu yang memiliki aqidah yang kuat akan memiliki keyakinan bahwa anak adalah amanah Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ibu yang seperti ini akan berupaya keras untuk menanamkan keimanan yang kokoh kepada anak-anaknya sejak dini.Firman Allah yangbisa kita renungi yaitu QS Al Hadid : 20.
Seorang ibu juga harus memiliki syakhshiyyah Islamiyyah (kepribadiam Islam) yang kuat.Artinya menjadikan aqidah Islam sebagai asas, baik dalam berfikir maupun berbuat, menjadikan hukum syara’ sebagai standar dalam perbuatannya juga akan menjadi teladan yang baik dan menjadi contoh pertama anak-anaknya.

Memiliki Kesadaran untuk Mendidik Anak-anaknya sebagai Aset Umat

Ibu yang baik tentu tidak egois hanya mendidik agar anaknya mampu mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu mengurus orangtuanya ketika tua.Akan tetapi seorang ibu harus juga mampu mengarahkan anaknya untuk berjuang menjalankan perintah Allah SWT yaitu memperjuangkan umat Islam.Kita bisa melihat teladan beberapa orang shahabiyat seperti Asma’ binti Abu Bakar Ash Shidiq yang mampu menjadikan anaknya, Abdullah bin Zubair, seorang kuat keimanannya dan tidak mengenal takut untuk berjuang di jalan Allah SWT.Al Khansa seorang ibu yang memiliki jiwa heroik yang sangat menyala dalam membela din dan kebenaran. Keempat putranya syahid di medan pertempuran dan ia tidak meratapinya dan juga tidak mengeluh.

Mengetahui dan mengasai konsep pendidikan anak

Seorang ibu haruslah memiliki wawasan dan keilmuan yang tinggi.Seorang ibu harus terus memperkaya dirinya untuk memahami perkembangan kondisi anaknya (baik aspek fisik, pikir dan nalurinya).

Untuk menjadi ibu ideal seperti gambaran di atas, tentulah tidak bisa jika hanya berdiam diri. Perlu dilakukan pembinaan secara rutin dan berkesinambungan agar para ibu memiliki aqidah dan sykhshiyyah Islamiyyah yang tinggi. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam membina dan mendidik anak agar menjadi generasi yang shaleh, generasi yang menghasilkan pemimpin yang unggul.

Khatimah
Demikianlah gambaran umum mengenai pentingnya dakwah wanita dalam kaitannya dengan kebangkitan umat. Selain tugas pokoknya sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga, wanita juga berperan sebagai hamba Allah SWT dan sebagai bagian dari masyarakat.

Untuk itulah, mari kita bersama-sama songsong KEBANGKITAN UMAT ISLAM dengan mengembalikan seluruh hukum-hukum Allah SWT di tengah-tengah kehidupan kita. Hal ini hanya terwujud dengan jalan membina diri, keluarga dan masyarakat dengan pemahaman Islam yang jernih dan mendalam.
Wallahu’alam bishawab
Greetings silahturahmi and prosperous always, Dear Readers, In the course of its history, the mosque has undergone rapid development, both in the form of the building and its function and role. Almost to say, where there is the Muslim community there is the mosque.

Mari

WELCOME TO BLOG DKM AL Fatah Sadeng Kaum OnlineSELAMAT DATANG DI BLOG DKM AL FATAH ONLINE SADENG KAUM
Jl. KH. Mama Bakri RT.03/05, Kp. Sadengkaum Ds. Sibanteng Kec. Leuwisadeng, Leuwiliang, Bogor - Bogor Barat

Mari bergabung dengan layanan ini, untuk berdakwah, berbagi ilmu, berjuang mengembangkan dunia Islam. Saudaraku, kami mengajak Anda untuk menjadi bagian dari tugas dakwah ini, dengan meluangkan sedikit waktu, menumpahkan sedikit pikiran, mengerahkan sedikit tenaga, dan menyisihkan sedikit harta Anda. Peran Anda tentu sangatlah berarti bagi dakwah ini. Semoga dengan amalan yang sedikit tersebut menjadi pemberat timbangan kebaikan di akhirat kelak. Peran apa yang dapat Anda berikan ?..... 

Come join the service, to preach, share knowledge, striving to develop the Islamic world. Brother, we invite you to become part of this missionary task, by spending a little time, shed a little thought, exert little effort, and set aside a little treasure you. Your role would mean a lot to this mission. Hopefully with a little practice it becomes ballast weights goodness in the Hereafter. What role can you give ?.....

Mesir Kuno

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Piramida Khafre (dinasti keempat Mesir) dan Sphinx Agung Giza (± 2500 SM atau lebih tua).
Peta Mesir Kuno, menunjukkan kota dan situs utama pada periode dinasti (c. 3150 SM hingga 30 SM)
Mesir Kuno adalah suatu peradaban kuno di bagian timur laut Afrika. Peradaban ini terpusat di sepanjang hilir sungai Nil. Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir sekitar 3150 SM,[1] dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium. Sejarahnya mengalir melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru. Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir pada sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai bagian dari provinsi Romawi.[2] Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.
Peradaban Mesir Kuno didasari atas pengendalian keseimbangan yang baik antara sumber daya alam dan manusia, ditandai terutama oleh:
  • irigasi teratur terhadap Lembah Nil;
  • pendayagunaan mineral dari lembah dan wilayah gurun di sekitarnya;
  • perkembangan sistem tulisan dan sastra;
  • organisasi proyek kolektif;
  • perdagangan dengan wilayah Afrika Timur dan Tengah serta Mediterania Timur; serta
  • kegiatan militer yang menunjukkan kekuasaan terhadap kebudayaan negara/suku bangsa tetangga pada beberapa periode berbeda.
Pengelolaan kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan oleh penguasa sosial, politik, dan ekonomi, yang berada di bawah pengawasan sosok Firaun.[3][4]
Pencapaian-pencapaian peradaban Mesir Kuno antara lain: teknik pembangunan monumen seperti piramida, kuil, dan obelisk; pengetahuan matematika; teknik pengobatan; sistem irigasi dan agrikultur; kapal pertama yang pernah diketahui;[5] teknologi tembikar glasir bening dan kaca; seni dan arsitektur yang baru; sastra Mesir Kuno; dan traktat perdamaian pertama yang pernah diketahui.[6] Mesir telah meninggalkan warisan yang abadi. Seni dan arsitekturnya banyak ditiru, dan barang-barang antik buatan peradaban ini dibawa hingga ke ujung dunia. Reruntuhan-reruntuhan monumentalnya menjadi inspirasi bagi pengelana dan penulis selama berabad-abad.

Daftar isi

[sembunyikan]

[sunting] Sejarah

Daftar Dinasti
pada zaman Mesir Kuno

Periode Predinastik
Periode Protodinastik
Periode Dinasti Awal
ke-1 ke-2
Kerajaan Lama
ke-3 ke-4 ke-5 ke-6
Periode Menengah Pertama
ke-7 ke-8 ke-9 ke-10
ke-11 (hanya Thebes)
Kerajaan Pertengahan
ke-11 (seluruh Mesir)
ke-12 ke-13 ke-14
Periode Menengah Kedua
ke-15 ke-16 ke-17
Kerajaan Baru
ke-18 ke-19 ke-20
Periode Menengah Ketiga
ke-21 ke-22 ke-23
ke-24 ke-25
Periode Akhir
ke-26
ke-27 (Periode Persia Pertama)
ke-28 ke-29 ke-30
ke-31 (Periode Persia Kedua)
Periode Yunani-Romawi
Alexander Agung
Dinasti Ptolemeus
Mesir Romawi
Serbuan Arab
Pada akhir masa Paleolitik, iklim Afrika Utara menjadi semakin panas dan kering. Akibatnya, penduduk di wilayah tersebut terpaksa berpusat di sepanjang sungai Nil. Sebelumnya, semenjak manusia pemburu-pengumpul mulai tinggal di wilayah tersebut pada akhir Pleistosen Tengah (sekitar 120 ribu tahun lalu), sungai Nil telah menjadi urat nadi kehidupan Mesir.[7] Dataran banjir Nil yang subur memberikan kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan pertanian dan masyarakat yang terpusat dan mutakhir, yang menjadi landasan bagi sejarah peradaban manusia.[8]

[sunting] Periode Pradinasti

Pada masa pra dan awal dinasti, iklim Mesir lebih subur daripada saat ini. Sebagian wilayah Mesir ditutupi oleh sabana berhutan dan dilalui oleh ungulata yang merumput. Flora dan fauna lebih produktif dan sungai Nil menopang kehidupan unggas-unggas air. Perburuan merupakan salah satu mata pencaharian utama orang Mesir. Selain itu, pada periode ini, banyak hewan yang didomestikasi.[9]
Guci pada periode pradinasti.
Sekitar tahun 5500 SM, suku-suku kecil yang menetap di lembah sungai Nil telah berkembang menjadi peradaban yang menguasai pertanian dan peternakan. Peradaban mereka juga dapat dikenal melalui tembikar dan barang-barang pribadi, seperti sisir, gelang tangan, dan manik. Peradaban yang terbesar di antara peradaban-peradaban awal adalah Badari di Mesir Hulu, yang dikenal akan keramik, peralatan batu, dan penggunaan tembaga.[10]
Di Mesir Utara, Badari diikuti oleh peradaban Amratia dan Gerzia,[11] yang menunjukkan beberapa pengembangan teknologi. Bukti awal menunjukkan adanya hubungan antara Gerzia dengan Kanaan dan pantai Byblos.[12]
Sementara itu, di Mesir Selatan, peradaban Naqada, mirip dengan Badari, mulai memperluas kekuasaannya di sepanjang sungai Nil sekitar tahun 4000 SM. Sejak masa Naqada I, orang Mesir pra dinasti mengimpor obsidian dari Ethiopia, untuk membentuk pedang dan benda lain yang terbuat dari flake.[13] Setelah sekitar 1000 tahun, peradaban Naqada berkembang dari masyarakat pertanian yang kecil menjadi peradaban yang kuat. Pemimpin mereka berkuasa penuh atas rakyat dan sumber daya alam lembah sungai Nil.[14] Setelah mendirikan pusat kekuatan di Hierakonpolis, dan lalu di Abydos, penguasa-penguasa Naqada III memperluas kekuasaan mereka ke utara.[15]
Budaya Naqada membuat berbagai macam barang-barang material - yang menunjukkan peningkatan kekuasaan dan kekayaan dari para penguasanya - seperti tembikar yang dicat, vas batu dekoratif yang berkualitas tinggi, pelat kosmetik, dan perhiasan yang terbuat dari emas, lapis, dan gading. Mereka juga mengembangkan glasir keramik yang dikenal dengan nama tembikar glasir bening.[16] Pada fase akhir masa pra dinasti, peradaban Naqada mulai menggunakan simbol-simbol tulisan yang akan berkembang menjadi sistem hieroglif untuk menulis bahasa Mesir kuno.[17]

[sunting] Periode Dinasti Awal

Pelat Narmer menggambarkan penyatuan Mesir Hulu dan Hilir.[18]
Pendeta Mesir pada abad ke-3 SM, Manetho, mengelompokan garis keturunan firaun yang panjang dari Menes ke masanya menjadi 30 dinasti. Sistem ini masih digunakan hingga hari ini.[19] Ia memilih untuk memulai sejarah resminya melalui raja yang bernama "Meni" (atau Menes dalam bahasa Yunani), yang dipercaya telah menyatukan kerajaan Mesir Hulu dan Hilir (sekitar 3200 SM).[20] Transisi menuju negara kesatuan sejatinya berlangsung lebih bertahap, berbeda dengan apa yang ditulis oleh penulis-penulis Mesir Kuno, dan tidak ada catatan kontemporer mengenai Menes. Beberapa ahli kini meyakini bahwa figur "Menes" mungkin merupakan Narmer, yang digambarkan mengenakan tanda kebesaran kerajaan pada pelat Narmer yang merupakan simbol unifikasi.[21]
Pada Periode Dinasti Awal, sekitar 3150 SM, firaun pertama memperkuat kekuasaan mereka terhadap Mesir hilir dengan mendirikan ibukota di Memphis. Dengan ini, firaun dapat mengawasi pekerja, pertanian, dan jalur perdagangan ke Levant yang penting dan menguntungkan.. Peningkatan kekuasaan dan kekayaan firaun pada periode dinasti awal dilambangkan melalui mastaba (makam) yang rumit dan struktur-struktur kultus kamar mayat di Abydos, yang digunakan untuk merayakan didewakannya firaun setelah kematiannya.[22] Institusi kerajaan yang kuat dikembangkan oleh firaun untuk mengesahkan kekuasaan negara atas tanah, pekerja, dan sumber daya alam, yang penting bagi pertumbuhan peradaban Mesir kuno.[23]

[sunting] Kerajaan Lama

Kemajuan dalam bidang arsitektur, seni, dan teknologi dibuat pada masa Kerajaan Lama. Kemajuan ini didorong oleh meningkatnya produktivitas pertanian, yang dimungkinkan karena pemerintahan pusat dibina dengan baik.[24] Dibawah pengarahan wazir, pejabat-pejabat negara mengumpulkan pajak, mengatur proyek irigasi untuk meningkatkan hasil panen, mengumpulkan petani untuk bekerja di proyek-proyek pembangunan, dan menetapkan sistem keadilan untuk menjaga keamanan.[25] Dengan sumber daya surplus yang ada karena ekonomi yang produktif dan stabil, negara mampu membiayai pembangunan proyek-proyek kolosal dan menugaskan pembuatan karya-karya seni istimewa. Piramida yang dibangun oleh Djoser, Khufu, dan keturunan mereka, merupakan simbol peradaban Mesir Kuno yang paling diingat.
Seiring dengan meningkatnya kepentingan pemerintah pusat, muncul golongan juru tulis (sesh[26]) dan pejabat berpendidikan, yang diberikan tanah oleh firaun sebagai bayaran atas jasa mereka. Firaun juga memberikan tanah kepada struktur-struktur kultus kamar mayat dan kuil-kuil lokal untuk memastikan bahwa institusi-institusi tersebut memiliki sumber daya yang cukup untuk memuja firaun setelah kematiannya. Pada akhir periode Kerajaan Lama, lima abad berlangsungnya praktik-praktik feudal pelan-pelan mengikis kekuatan ekonomi firaun. Firaun tak lagi mampu membiayai pemerintahan terpusat yang besar.[27] Dengan berkurangnya kekuatan firaun, gubernur regional yang disebut nomark mulai menantang kekuatan firaun. Hal ini diperburuk dengan terjadinya kekeringan besar antara tahun 2200 hingga 2150 SM,[28] sehingga Mesir Kuno memasuki periode kelaparan dan perselisihan selama 140 tahun yang dikenal sebagai Periode Menengah Pertama Mesir.[29]

[sunting] Periode Menengah Pertama Mesir

Setelah pemerintahan pusat Mesir runtuh pada akhir periode Kerajaan Lama, pemerintah tidak lagi mampu mendukung atau menstabilkan ekonomi negara. Gubernur-gubernur regional tidak dapat menggantungkan diri kepada firaun pada masa krisis. Kekurangan pangan dan sengketa politik meningkat menjadi kelaparan dan perang saudara berskala kecil. Meskipun berada pada masa yang sulit, pemimpin-pemimpin lokal, yang tidak berhutang upeti kepada firaun, menggunakan kebebasan baru mereka untuk mengembangkan budaya di provinsi-provinsi. Setelah menguasai sumber daya mereka sendiri, provinsi-provinsi menjadi lebih kaya. Fakta ini dibuktikan dengan adanya pemakaman yang lebih besar dan baik di antara kelas-kelas sosial lainnya.[30] Dengan meningkatnya kreativitas, pengrajin-pengrajin provinsial menerapkan dan mengadaptasi motif-motif budaya yang sebelumnya dibatasi oleh Kerajaan Lama. Juru-juru tulis mengembangkan gaya yang melambangkan optimisme dan keaslian periode.[31]
Bebas dari kesetiaan kepada firaun, pemimpin-pemimpin lokal mulai berebut kekuasaan. Pada 2160 SM, penguasa-penguasa di Herakleopolis menguasai Mesir Hilir, sementara keluarga Intef di Thebes mengambil alih Mesir Hulu. Dengan berkembangnya kekuatan Intef, serta perluasan kekuasaan mereka ke utara, maka pertempuran antara kedua dinasti sudah tak terhindarkan lagi. Sekitar tahun 2055 SM, tentara Thebes dibawah pimpinan Nebhepetre Mentuhotep II berhasil mengalahkan penguasa Herakleopolis, menyatukan kembali kedua negeri, dan memulai periode renaisans budaya dan ekonomi yang dikenal sebagai Kerajaan Pertengahan.[32]

[sunting] Kerajaan Pertengahan

Amenemhat III, penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan.
Firaun Kerajaan Pertengahan berhasil mengembalikan kesejahteraan dan kestabilan negara, sehingga mendorong kebangkitan seni, sastra, dan proyek pembangunan monumen.[33] Mentuhotep II dan sebelas dinasti penerusnya berkuasa dari Thebes, tetapi wazir Amenemhat I, sebelum memperoleh kekuasaan pada awal dinasti ke-12 (sekitar tahun 1985 SM), memindahkan ibukota ke Itjtawy di Oasis Faiyum.[34] Dari Itjtawy, firaun dinasti ke-12 melakukan reklamasi tanah dan irigasi untuk meningkatkan hasil panen. Selain itu, tentara kerajaan berhasil merebut kembali wilayah yang kaya akan emas di Nubia, sementara pekerja-pekerja membangun struktur pertahanan di Delta Timur, yang disebut "tembok-tembok penguasa", sebagai perlindungan dari serangan asing.[35]
Maka populasi, seni, dan agama negara mengalami perkembangan. Berbeda dengan pandangan elitis Kerajaan Lama terhadap dewa-dewa, Kerajaan Pertengahan mengalami peningkatan ungkapan kesalehan pribadi. Selain itu, muncul sesuatu yang dapat dikatakan sebagai demokratisasi setelah akhirat; setiap orang memiliki arwah dan dapat diterima oleh dewa-dewa di akhirat.[36] Sastra Kerajaan Pertengahan menampilkan tema dan karakter yang canggih, yang ditulis menggunakan gaya percaya diri dan elok,[31] sementara relief dan pahatan potret pada periode ini menampilkan ciri-ciri kepribadian yang lembut, yang mencapai tingkat baru dalam kesempurnaan teknis.[37]
Penguasa terakhir Kerajaan Pertengahan, Amenemhat III, memperbolehkan pendatang dari Asia tinggal di wilayah delta untuk memenuhi kebutuhan pekerja, terutama untuk penambangan dan pembangunan. Penambangan dan pembangunan yang ambisius, ditambah dengan meluapnya sungai Nil, membebani ekonomi dan mempercepat kemunduran selama masa dinasti ke-13 dan ke-14. Semasa kemunduran, pendatang dari Asia mulai menguasai wilayah delta, yang selanjutnya mulai berkuasa di Mesir sebagai Hyksos.[38]

[sunting] Periode Menengah Kedua dan Hyksos

Sekitar tahun 1650 SM, seiring dengan melemahnya kekuatan firaun Kerajaan Pertengahan, imigran Asia yang tinggal di kota Avaris mengambil alih kekuasaan dan memaksa pemerintah pusat mundur ke Thebes. Di sanam firaun diperlakukan sebagai vasal dan diminta untuk membayar upeti.[39] Hyksos ("penguasa asing") meniru gaya pemerintahan Mesir dan menggambarkan diri mereka sebagai firaun. Maka elemen Mesir menyatu dengan budaya Zaman Perunggu Pertengahan mereka.[40]
Setelah mundur, raja Thebes melihat situasinya yang terperangkap antara Hyksos di utara dan sekutu Nubia Hyksos, Kerajaan Kush, di selatan. Setelah hampir 100 tahun mengalami masa stagnansi, pada tahun 1555 SM, Thebes telah mengumpulkan kekuatan yang cukup untuk melawan Hyksos dalam konflik selama 30 tahun.[39] Firaun Seqenenre Tao II dan Kamose berhasil mengalahkan orang-orang Nubia. Pengganti Kamose, Ahmose I, berhasil mengusir Hyksos dari Mesir. Selanjutnya, pada periode Kerajaan Baru, kekuatan militer menjadi prioritas utama firaun agar dapat memperluas perbatasan Mesir dan menancapkan kekuasaan atas wilayah Timur Dekat.[41]
Wilayah terluas Mesir Kuno (abad ke-15 SM).

[sunting] Kerajaan Baru

Firaun-firaun Kerajaan Baru berhasil membawa kesejahteraan yang tak tertandingi sebelumnya. Perbatasan diamankan dan hubungan diplomatik dengan tetangga-tetangga diperkuat. Kampanye militer yang dikobarkan oleh Tuthmosis I dan cucunya Tuthmosis III memperluas pengaruh firaun ke Suriah dan Nubia, memperkuat kesetiaan, dan membuka jalur impor komoditas yang penting seperti perunggu dan kayu.[42] Firaun-firaun Kerajaan juga memulai pembangunan besar untuk mengangkat dewa Amun, yang kultusnya berbasis di Karnak. Para firaun juga membangun monumen untuk memuliakan pencapaian mereka sendiri, baik nyata maupun imajiner. Firaun perempuan Hatshepsut menggunakan propaganda semacam itu untuk mengesahkan kekuasaannya.[43] Masa kekuasaannya yang berhasil dibuktikan oleh ekspedisi perdagangan ke Punt, kuil kamar mayat yang elegan, pasangan obelisk kolosal, dan kapel di Karnak.
Patung Ramses II di pintu masuk kuil Abu Simbel.
Sekitar tahun 1350 SM, stabilitas Kerajaan Baru terancam ketika Amenhotep IV naik tahta dan melakukan reformasi yang radikal dan kacau. Ia mengubah namanya menjadi Akhenaten. Akhenaten memuja dewa matahari Aten sebagai dewa tertinggi. Ia lalu menekan pemujaan dewa-dewa lain.[44] Akhenaten juga memindahkan ibukota ke kota baru yang bernama Akhetaten (kini Amarna). Ia tidak memperdulikan masalah luar negeri dan terlalu asyik dengan gaya religius dan artistiknya yang baru. Setelah kematiannya, kultus Aten segera ditinggalkan, dan firaun-firaun selanjutnya, yaitu Tutankhamun, Ay, dan Horemheb, menghapus semua penyebutan mengenai bidaah Akhenaten.[45]
Ramses II naik tahta pada tahun 1279 SM. Ia membangun lebih banyak kuil, mendirikan patung-patung dan obelisk, serta dikaruniai anak yang lebih banyak daripada firaun-firaun lain dalam sejarah.[46] Sebagai seorang pemimpin militer yang berani, Ramses II memimpin tentaranya melawan bangsa Hittite dalam pertempuran Kadesh. Setelah bertempur hingga mencapai kebuntuan (stalemate), ia menyetujui traktat perdamaian pertama yang tercatat sekitar 1258 SM.[47]
Kekayaan menjadikan Mesir sebagai target serangan, terutama oleh orang-orang Laut dan Libya. Tentara Mesir mampu mengusir serangan-serangan itu, namun Mesir akan kehilangan kekuasaan atas Suriah dan Palestina. Pengaruh dari ancaman luar diperburuk dengan masalah internal seperti korupsi, penjarahan makam, dan kerusuhan. Pendeta-pendeta agung di kuil Amun, Thebes, mengumpulkan tanah dan kekayaan yang besar, dan kekuatan mereka memecahkan negara pada masa Periode Menengah Ketiga.[48]
Pada tahun 730 SM, orang-orang Libya dari barat memecahkan kesatuan politik Mesir Kuno.

[sunting] Periode Menengah Ketiga

Setelah kematian firaun Ramses XI tahun 1078 SM, Smendes mengambil alih kekuasaan Mesir utara. Ia berkuasa dari kota Tanis. Sementara itu, wilayah selatan dikuasai oleh pendeta-pendeta agung Amun di Thebes, yang hanya mengakui nama Smendes saja.[49] Pada masa ini, orang-orang Libya telah menetap di delta barat, dan kepala-kepala suku penetap tersebut mulai meningkatkan otonomi mereka. Pangeran-pangeran Libya mengambil alih delta dibawah pimpinan Shoshenq I pada tahun 945 SM. Mereka lalu mendirikan dinasti Bubastite yang akan berkuasa selama 200 tahun. Shoshenq juga mengambil alih Mesir selatan dengan menempatkan keluarganya dalam posisi kependetaan yang penting. Kekuasaan Libya mulai mengikis akibat munculnya dinasti saingan di Leontopolis, dan ancaman Kush di selatan. Sekitar tahun 727 SM, raja Kush, Piye, menyerbu ke arah utara. Ia berhasil menguasai Thebes dan delta.[50]
Martabat Mesir terus menurun pada Periode Menengah Ketiga. Sekutu asingnya telah jatuh kedalam pengaruh Asiria, dan pada 700 SM, perang antara kedua negara sudah tak terhindarkan lagi. Antara tahun 671 hingga 667 SM, bangsa Asiria mulai menyerang Mesir. Masa kekuasaan raja Kush, Taharqa, dan penerusnya, Tanutamun, dipenuhi dengan konflik melawan Asiria.[51] Akhirnya, bangsa Asiria berhasil memukul mundur Kush kembali ke Nubia. Mereka juga menduduki Memphis dan menjarah kuil-kuil di Thebes.[52]

[sunting] Periode Akhir

Dengan tiadanya rencana pendudukan permanen, bangsa Asiria menyerahkan kekuasaan Mesir kepada vassal-vassal yang dikenal sebagai raja-raja Saite dari dinasti ke-26. Pada tahun 653 SM, raja Saite Psamtik I berhasil mengusir bangsa Asiria dengan bantuan tentara bayaran Yunani yang direkrut untuk membentuk angkatan laut pertama Mesir. Selanjutnya, pengaruh Yunani meluas dengan cepat. Kota Naukratis menjadi tempat tinggal orang-orang Yunani di delta.
Dibawah raja-raja Saite, Mesir mengalami kebangkitan singkat ekonomi dan budaya. Sayangnya, pada tahun 525 SM, bangsa Persia yang dipimpin oleh Cambyses II memulai penaklukan terhadap Mesir. Mereka berhasil menangkap firaun Psamtik III dalam pertempuran di Pelusium. Cambyses II lalu mengambil alih gelar firaun. Ia berkuasa dari kota Susa, dan menyerahkan Mesir kepada seorang satrapi. Pemberontakan-pemberontakan meletus pada abad ke-5 SM, tetapi tidak ada satupun yang berhasil mengusir bangsa Persia secara permanen.[53]
Setelah dikuasai Persia, Mesir digabungkan dengan Siprus dan Fenisia dalam satrapi ke-6 Kekaisaran Persia Akhemeniyah. Periode pertama kekuasaan Persia atas Mesir, yang juga dikenal sebagai dinasti ke-27, berakhir pada tahun 402 SM. Dari 380–343 SM, dinasti ke-30 berkuasa sebagai dinasti asli terakhir Mesir. Restorasi singkat kekuasaan Persia, kadang-kadang dikenal sebagai dinasti ke-31, dimulai dari tahun 343 SM. Akan tetapi, pada 332 SM, penguasa Persia, Mazaces, menyerahkan Mesir kepada Alexander yang Agung tanpa perlawanan.[54]

[sunting] Dinasti Ptolemeus

Pada tahun 332 SM, Alexander yang Agung menaklukan Mesir dengan sedikit perlawanan dari bangsa Persia. Pemerintahan yang didirikan oleh penerus Alexander dibuat berdasarkan sistem Mesir, dengan ibukota di Iskandariyah. Kota tersebut menunjukkan kekuatan dan martabat kekuasaan Yunani, dan menjadi pusat pembelajaran dan budaya yang berpusat di Perpustakaan Iskandariyah.[55] Mercusuar Iskandariyah membantu navigasi kapal-kapal yang berdagang di kota tersebut, terutama setelah penguasa dinasti Ptolemeus memberdayakan perdagangan dan usaha-usaha, seperti produksi papirus.[56]
Budaya Yunani tidak menggantikan budaya asli Mesir. Penguasa dinasti Ptolemeus mendukung tradisi lokal untuk menjaga kesetiaan rakyat. Mereka membangun kuil-kuil baru dalam gaya Mesir, mendukung kultus tradisional, dan menggambarkan diri mereka sebagai firaun. Beberapa tradisi akhirnya bergabung. Dewa-dewa Yunani dan Mesir disinkretkan sebagai dewa gabungan (contoh: Serapis). Bentuk skulptur Yunani Kuno juga memengaruhi motif-motif tradisional Mesir. Meskipun telah terus berusaha memenuhi tuntutan warga, dinasti Ptolemeus tetap menghadapi berbagai tantangan, seperti pemberontakan, persaingan antar keluarga, dan massa di Iskandariyah yang terbentuk setelah kematian Ptolemeus IV.[57] Lebih lagi, bangsa Romawi memerlukan gandum dari Mesir, dan mereka tertarik akan situasi politik di negeri Mesir. Pemberontakan yang terus berlanjut, politikus yang ambisius, serta musuh yang kuat di Suriah membuat kondisi menjadi tidak stabil, sehingga bangsa Romawi mengirim tentaranya untuk mengamankan Mesir sebagai bagian dari kekaisarannya.[58]

[sunting] Dominasi Romawi

Potret-potret mumi Fayum melambangkan pertemuan budaya Mesir dengan Romawi.
Mesir menjadi provinsi Kekaisaran Romawi pada tahun 30 SM setelah Oktavianus berhasil mengalahkan Mark Antony dan Ratu Cleopatra VII dalam Pertempuran Actium. Romawi sangat memerlukan gandum dari Mesir, dan legiun Romawi, dibawah kekuasaan praefectus yang ditunjuk oleh kaisar, memadamkan pemberontakan, memungut pajak yang besar, serta mencegah serangan bandit.[59]
Meskipun Romawi berlaku lebih kasar daripada Yunani, beberapa tradisi, seperti mumifikasi dan pemujaan dewa-dewa, tetap berlanjut.[60] Seni potret mumi berkembang, dan beberapa kaisar Romawi menggambarkan diri mereka sebagai firaun (meskipun tidak sejauh penguasa-penguasa dinasti Ptolemeus). Pemerintahan lokal diurus dengan gaya Romawi dan tertutup dari gaya Mesir asli.[60]
Pada pertengahan abad pertama, Kekristenan mulai mengakar di Iskandariyah. Agama tersebut dipandang sebagai kultus lain yang akan diterima. Akan tetapi, Kekristenan pada akhirnya dianggap sebagai agama yang ingin menggantikan paganisme dan mengancam tradisi agama lokal, sehingga muncul penyerangan terhadap orang-orang Kristen. Penyerangan terhadap orang Kristen memuncak pada masa pembersihan Diokletianus yang dimulai tahun 303. Akan tetapi, Kristen berhasil menang.[61] Pada tahun 391, kaisar Kristen Theodosius memperkenalkan undang-undang yang melarang ritus-ritus pagan dan menutup kuil-kuil.[62] Iskandariyah menjadi latar kerusuhan anti-pagan yang besar.[63] Akibatnya, budaya pagan Mesir terus mengalami kejatuhan. Meskipun penduduk asli masih mampu menuturkan bahasa mereka, kemampuan untuk membaca hieroglif terus berkurang karena melemahnya peran pendeta kuil Mesir. Sementara itu, kuil-kuil dialihfungsikan menjadi gereja, atau ditinggalkan begitu saja.[64]

[sunting] Pemerintahan dan ekonomi

[sunting] Administrasi dan perdagangan

Firaun biasanya digambarkan menggunakan simbol kebangsawanan dan kekuasaan.
Firaun adalah raja yang berkuasa penuh atas negara—setidaknya dalam teori—dan memegang kendali atas semua tanah dan sumber dayanya. Firaun juga merupakan komandan militer tertinggi dan kepala pemerintahan, yang bergantung pada birokrasi pejabat untuk mengurusi masalah-masalahnya. Yang bertanggung jawab terhadap masalah administrasi adalah orang kedua di kerjaan, sang wazir, yang juga berperan sebagai perwakilan raja yang mengkordinir survey tanah, kas negara, proyek pembangunan, sistem hukum, dan arsip-arsip kerajaan.[65] Di level regional, kerajaan dibagi menjadi 42 wilayah administratif yang disebut nome, yang masing-masing dipimpin oleh seorang nomark, yang bertanggung jawab kepada wazir. Kuil menjadi tulang punggung utama perekonomian yang berperan tidak hanya sebagai pusat pemujaan, namun juga berperan mengumpulkan dan menyimpan kekayaan negara dalam sebuah sistem lumbung dan perbendaharaan dengan meredistribusi biji-bijian dan barang-barang lainnya.[66]
Sebagian besar perekonomian diatur secara ketat dari pusat. Bangsa Mesir Kuno belum mengenal uang koin hingga Periode Akhir sehingga mereka menggunakan sejenis uang barter[67] berupa karung beras dan beberapa deben (satuan berat yang setara dengan 91 gram) tembaga atau perak sebagai denominatornya.[68] Pekerja dibayar menggunakan biji-bijian; pekerja kasar biasanya hanya mendapat 5 karung (200kg) biji-bijian per bulan sementara mandor bisa mencapai 7 karung (250kg) per bulan. Harga tidak berubah di seluruh wilayah negara dan biasanya dicatat utuk membantu perdagangan; misalnya kaus dihargai 5 deben tembaga sementara sapi bernilai 140 deben.[68] Pada abad ke 5 sebelum masehi, uang koin mulai dikenal di Mesir. Awalnya koin digunakan sebagai nilai standar dari logam mulia dibanding sebagai uang yang sebenarnya; baru beberapa abad kemudian uang koin mulai digunakan sebagai standar perdagangan.[69]

[sunting] Status sosial

Masyarakat Mesir Kuno ketika itu sangat terstratifikasi dan status sosial yang dimiliki seseorang ditampilkan secara terang-terangan. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani, namun demikian hasil pertanian dimiliki dan dikelolah oleh negara, kuil, atau keluarga ningrat yang memiliki tanah.[70] Petani juga dikenai pajak tenaga kerja dan dipaksa bekerja membuat irigasi atau proyek konstruksi menggunakan sistem corvée.[71] Seniman dan pengrajin memunyai status yang lebih tinggi dari petani, namun mereka juga berada di bawah kendali negara, bekerja di toko-toko yang terletak di kuil dan dibayar langsung dari kas negara. Juru tulis dan pejabat menempati strata tertinggi di Mesir Kuno, dan biasa disebut "kelas kilt putih" karena menggunakan linen berwarna putih yang menandai status mereka.[72] Perbudakan telah dikenal, namun bagaimana bentuknya belum jelas diketahui.[73]
Mesir Kuno memandang pria dan wanita, dari kelas sosial apa pun kecuali budak, sama di mata hukum.[74] Baik pria maupun wanita memiliki hak untuk memiliki dan menjual properti, membuat kontrak, menikah dan bercerai, serta melindungi diri mereka dari perceraian dengan menyetujui kontrak pernikahan, yang dapat menjatuhkan denda pada pasangannya bila terjadi perceraian. Dibandingkan bangsa lainnya di Yunani, Roma, dan bahkan tempat-tempat lainnya di dunia, wanita di Mesir Kuno memiliki kesempatan memilih dan meraih sukses yang lebih luas. Wanita seperti Hatshepsut dan Celopatra bahkan bisa menjadi firaun. Namun demikian, wanita di Mesir Kuno tidak dapat mengambil alih urusan administrasi dan jarang yang memiliki pendidikan dari rata-rata pria ketika itu.[74]
Juru tulis adalah golongan elit dan terdidik. Mereka menghitung pajak, mencatat, dan bertanggung jawab untuk urusan administrasi.

[sunting] Sistem hukum

Sistem hukum di Mesir Kuno secara resmi dikepalai oleh firaun yang bertanggung jawab membuat peraturan, menciptakan keadilan, serta menjaga hukum dan ketentraman, sebuah konsep yang disebut masyarakat Mesir Kuno sebagai Ma'at.[65] Meskipun belum ada undang-undang hukum yang ditemukan, dokumen pengadilan menunjukkan bahwa hukum di Mesir Kuno dibuat berdasarkan pandangan umum tentang apa yang benar dan apa yang salah, serta menekankan cara untuk membuat kesepakatan dan menyelesaikan konflik.[74]
Dewan sesepuh lokal, yang dikenal dengan nama Kenbet di Kerajaan Baru, bertanggung jawab mengurus persidangan yang hanya berkaitan dengan permasalahan-permasalahan kecil.[65] Kasus yang lebih besar termasuk di antaranya pembunuhan, transaksi tanah dalam jumlah besar, dan pencurian makam diserahkan kepada Kenbet Besar yang dipimpin oleh wazir atau firaun. Penggugat dan tergugat diharapkan mewakili diri mereka sendiri dan diminta untuk bersumpah bahwa mereka mengatakan yang sebenarnya.
Dalam beberapa kasus, negara berperan baik sebagai jaksa dan hakim, serta berhak menyiksa terdakwa dengan pemukulan untuk mendapatkan pengakuan dan nama-nama lain yang bersalah. Tidak peduli apakah tuduhan itu sepele atau serius, juru tulis pengadilan mendokumentasikan keluhan, kesaksian, dan putusan kasus untuk referensi di masa mendatang.[75]
Hukuman untuk kejahatan ringan di antaranya pengenaan denda, pemukulan, mutilasi di bagian wajah, atau pengasingan, tergantung pada beratnya pelanggaran. Kejahatan serius seperti pembunuhan dan perampokan makam dihukum oleh eksekusi berat, di antaranya pemenggalan leher, ditenggelamkan, atau ditusuk. Hukuman juga bisa diperluas ke keluarga penjahat.[65] Sejak pemerintahan Kerajaan Baru, oracle memiliki peran penting dalam sistem hukum, baik pidana maupun perdata. Prosedurnya adalah dengan memberikan pertanyaan "ya" atau "tidak" kepada Tuhan terkait sebuah isu. Sang Tuhan, diwakili oleh sejumlah imam, memberi keputusan dengan memilih salah satu jawaban, melakukan gerakan maju atau mundur, atau menunjuk pada selembar papirus atau ostracon.[76]

[sunting] Pertanian

Relief yang menggambarkan pertanian di Mesir.
Kondisi geografi yang mendukung dan tanah di tepi sungai Nil yang subur membuat bangsa Mesir mampu memproduksi banyak makanan, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah sangat penting di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah yang dimiliki seseorang.[77]
Pertanian di Mesir sangat bergantung kepada siklus sungai Nil. Bangsa Mesir mengenal tiga musim: Akhet (banjir), Peret (tanam), dan Shemu (panen). Musim banjir berlangsung dari Juni hingga September, menumpuk lanau kaya mineral yang ideal untuk pertanian di tepi sungai. Setelah banjir surut, musim tanam berlangsung dari Oktober hingga Februari. Petani membajak dan menanam bibit di ladang. Irigasi dibuat dengan parit dan kanal. Mesir hanya mendapat sedikit hujan, sehingga petani sangat bergantung dengan sungai Nil dalam pengairan tanaman.[78] Dari Maret hingga Mei, petani menggunakan sabit untuk memanen. Selanjutnya, hasil panen diirik untuk memisahkan jerami dari gandum. Proses penampian menghilangkan sekam dari gandum, lalu gandum ditumbuk menjadi tepung, diseduh untuk membuat bir, atau disimpian untuk kegunaan lain.[79]
Bangsa Mesir menanam gandum emmer dan jelai, serta beberama gandum sereal lain, sebagai bahan roti dan bir.[80] Tanaman-tanaman Flax ditanam dan diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat tersebut dipisahkan dan dipintal menjadi benang, yang selanjutnya digunakan untuk menenun linen dan membuat pakaian. Papirus ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-sayuran dan buah-buahan dikembangkan di petak-petak perkebunan, dekat dengan permukiman, dan berada di permukaan tinggi. Tanaman sayur dan buah tersebut harus diairi dengan tangan. Sayur-sayuran meliputi bawang perai, bawang putih, melon, squash, kacang, selada, dan tanaman-tanaman lain. Anggur juga ditanam untuk diolah menjadi wine.[81]
Sennedjem membajak ladangnya dengan sepasang lembu, yang dimanfaatkan sebagai hewan pekerja dan sumber makanan.

[sunting] Hewan

Bangsa Mesir percaya bahwa hubungan yang seimbang antara manusia dengan hewan merupakan elemen yang penting dalam susunan kosmos; maka manusia, hewan, dan tumbuhan diyakini sebagai bagian dari suatu keseluruhan.[82] Hewan, baik yang didomestikasi maupun liar, merupakan sumber spiritualitas, persahabatan, dan rezeki bagi bangsa Mesir Kuno. Sapi adalah hewan ternak yang paling penting; pemerintah mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak dalam sensus-sensus reguler, dan ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan pemiliknya. Selain sapi, bangsa Mesir Kuno menyimpan domba, kambing, dan babi. Unggas seperti bebek, angsa, dan merpati ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di peternakan, unggas-unggas tersebut dipaksa makan adonan agar semakin gemuk.[83] Sementara itu, di sungai Nil terdapat sumber daya ikan. Lebah-lebah juga didomestikasi dari masa Kerajaan Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu dan lilin.[84]
Keledai dan lembu digunakan sebagai hewan pekerja. Hewan-hewan tersebut bertugas membajak ladang dan menginjak-injak bibit ke dalam tanah. Lembu-lembu yang gemuk dikorbankan dalam ritual persembahan.[83] Kuda-kuda dibawa oleh Hyksos pada Periode Menengah Kedua, sementara unta, meskipun sudah ada sejak periode Kerajaan Baru, tidak digunakan sebagai hewan pekerja hingga Periode Akhir. Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa gajah sempat dimanfaatkan pada Periode Akhir, tetapi akhirnya dibuang karena kurangnya tanah untuk merumput.[83] Anjing, kucing, dan monyet menjadi hewan peliharaan, sementara hewan-hewan seperti singa yang diimpor dari jantung Afrika merupakan milik kerajaan. Herodotus mengamati bahwa bangsa Mesir adalah satu-satunya bangsa yang menyimpan hewan di rumah mereka.[82] Selama periode pradinasti dan akhir, pemujaan dewa dalam bentuk hewan menjadi sangat populer, seperti dewi kucing Bastet dan dewa ibis Thoth, sehingga hewan-hewan tersebut dibesarkan dalam jumlah besar untuk dikorbankan dalam ritual.[85]

[sunting] Sumber daya alam

Mesir kaya akan batu bangunan dan dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas, dan batu-batu semimulia. Kekayaan itu memungkinkan orang Mesir Kuno untuk membangun monumen, memahat patung, membuat alat-alat, dan perhiasan.[86] Pembalsem menggunakan garam dari Wadi Natrun untuk mumifikasi, yang juga menjadi sumber gypsum yang diperlukan untuk membuat plester.[87] Batuan yang mengandung bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan Sinai yang kondisi alam yang tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol negara) untuk mendapatkan sumber daya alam di sana. Terdapat sebuah tambang emas luas di Nubia, dan salah satu peta pertama yang ditemukan adalah peta sebuah tambang emas di wilayah ini. Wadi Hammamat adalah sumber penting granit, greywacke, dan emas. Rijang adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan digunakan untuk membuat alat-alat, dan kapak Rijang adalah potongan awal yang membuktikan adanya habitat manusia di lembah Sungai Nil. Nodul-nodul mineral secara hati-hati dipipihkan untuk membuat bilah dan kepala panah dengan tingkat kekerasan dan daya tahan yang sedang, dan ini tetap bertahan bahkan setelah tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.[88]

[sunting] Perdagangan

Orang Mesir kuno berdagang dengan negeri-negeri tetangga untuk memperoleh barang yang tidak ada di Mesir. Pada masa pra dinasti, mereka berdagang dengan Nubia untuk memperoleh emas dan dupa. Orang Mesir kuno juga berdagang dengan Palestina, dengan bukti adanya kendi minyak bergaya Palestina di pemakaman firaun Dinasti Pertama.[89] Koloni Mesir di Kanaan selatan juga berusia sedikit lebih tua dari dinasti pertama.[90] Firaun Narmer memproduksi tembikar Mesir di Kanaan, dan mengekspornya kembali ke Mesir.[91]
Paling lambat dari masa Dinasti Kedua, Mesir kuno mendapatkan kayu berkualitas tinggi (yang tak dapat ditemui di Mesir) dari Byblos. Pada masa Dinasti Kelima, Mesir kuno dan Punt memperdagangkan emas, damar, eboni, gading, dan binatang liar seperti monyet.[92] Mesir bergantung pada Anatolia untuk memasok persediaan timah dan tembaga (keduanya merupakan bahan baku untuk membuat perunggu). Orang Mesir kuno juga menghargai batu biru lapis lazuli, yang harus diimpor dari Afganistan. Partner dagang Mesir di Laut Tengah meliputi Yunani dan Kreta, yang menyediakan minyak zaitun (selain barang-barang lainnya).[93] Sebagai ganti impor bahan baku dan barang mewah, Mesir mengekspor gandum, emas, linen, papirus, dan barang-barang jadi seperti kaca dan benda-benda batu.[94]

[sunting] Militer

Angkatan perang Mesir kuno bertanggung jawab untuk melindungi Mesir dari serangan asing, dan menjaga kekuasaan Mesir di Timur Dekat Kuno. Tentara Mesir kuno melindungi ekspedisi penambangan ke Sinai pada masa Kerajaan Lama, dan terlibat dalam perang saudara selama Periode Menengah Pertama dan Kedua. Angkatan perang Mesir juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap jalur perdagangan penting, seperti kota Buhen pada jalan menuju Nubia. Benteng-benteng juga didirikan, seperti benteng di Sile, yang merupakan basis operasi penting untuk melancarkan ekspedisi ke Levant. Pada masa Kerajaan Baru, firaun menggunakan angkatan perang Mesir untuk menyerang dan menaklukan Kerajaan Kush dan sebagian Levant.[95]
Peralatan militer yang digunakan pada masa itu adalah panah, tombak, dan perisai berbahan dasar kerangka kayu dan kulit binatang. Pada masa Kerajaan Baru, angkatan perang mulai menggunakan kereta perang yang awalnya diperkenalkan oleh penyerang dari Hyksos. Senjata dan baju zirah terus berkembang setelah penggunaan perunggu: perisai dibuat dari kayu padat dengan gesper perunggu, ujung tombak dibuat dari perunggu, dan Khopesh (berasal dari tentara Asiatik) mulai digunakan.[96] Tentara direkrut dari penduduk biasa; namun, selama dan terutama sesudah masa Kerajaan Baru, tentara bayaran dari Nubia, Kush, dan Libya dibayar untuk membantu Mesir.[97]

[sunting] Bahasa

[sunting] Perkembangan historis

Bahasa Mesir adalah bahasa Afro-Asiatik yang berhubungan dekat dengan bahasa Berber dan Semit.[98] Bahasa ini memiliki sejarah bahasa terpanjang kedua (setelah Sumeria). Bahasa Mesir telah ditulis sejak 3200 SM dan sudah dituturkan sejak waktu yang lebih lama. Fase-fase pada bahasa Mesir Kuno adalah bahasa Mesir Lama, Pertengahan, Akhir, Demotik, dan Koptik.[99] Tulisan Mesir tidak menunjukkan perbedaan dialek sebelum Koptik, tetapi mungkin dituturkan dalam dilek-dialek regional di sekitar Memphis dan nantinya Thebes.[100]

[sunting] Kesusasteraan

Papirus Edwin Smith (sekitar abad ke-16 SM) yang menggambarkan anatomi dan perawatan medis.
Tulisan pertama kali ditemukan di lingkungan kerajaan, terutama pada barang-barang di makam keluarga kerajaan. Pekerjaan menulis biasanya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang juga menjalankan institusi Per Ankh atau Rumah Kehidupan, serta perpustakaan (disebut Rumah Buku), laboratorium, dan observatorium.[101] Karya-karya literatur yang terkenal sebagian ditulis dalam bahasa Mesir Klasik, yang terus digunakan secara bahasa tertulis hingga sekitar tahun 1300 SM. Bahasa Mesir Akhir mulai digunakan mulai masa Kerajaan Baru sebagai mana direpresentasikan dalam dokumen administratif Ramses, puisi dan kisah cinta, serta teks-teks Demotik dan Koptik. Selama periode ini, berkembang tradisi menulis autografi di makam. Genre ini dikenal sebagai Sebayt (instruksi) dan dikembangkan sebagai usaha untuk menurunkan ajaran dan tuntunan bangsawan terkenal.
Kisah Sinuhe yang ditulis dalam bahasa Mesir Pertengahan juga dapat dikategorikan sebagai literatur Mesir klasik.[102] Contoh lainnya adalah Instruksi Amenemope yang dianggap sebagai mahakarya dalam dunia literatur timur tengah.[103] Di masa akhir Kerajaan Baru, Bahasa Mesir Akhir lebih banyak digunakan untuk menulis seperti yang terlihat pada Cerita Wenamun dan Instruksi Any. Cerita Wenamun menceritakan kisah tentang bangsawan yang dirampok dalam perjalanannya untuk membeli cedar dari Lebanon dan perjuangannya kembali ke Mesir. Sejak 700 SM, cerita naratif dan instruksi, seperti misalnya Instruksi Onchshesonqy, dan dokumen-dokumen bisnis ditulis dalam bahasa Demotik). Banyak cerita di masa Yunani-Romawi juga dalam bahasa Demotik, dan biasanya memiliki setting di masa-masa ketika Mesir merdeka di bawah kekuasaan Firaun agung seperti Ramses II.[104]

[sunting] Tulisan

Tulisan hieroglif terdiri dari sekitar 500 simbol. Sebuah hieroglif dapat mewakili kata atau suara. Simbol yang sama dapat menyajikan tujuan yang berbeda dalam konteks yang berbeda pula. Hieroglif adalah aksara resmi, digunakan pada monumen batu dan kuburan. Pada penulisan sehari hari, juru tulis membuat tulisan kursif, yang disebut keramat. Tulisan kursif ini lebih cepat dan mudah. Sementara hieroglif formal dapat dibaca dalam baris atau kolom di kedua arah (walaupun biasanya ditulis dari kanan ke kiri), aksara keramat selalu ditulis dari kanan ke kiri, biasanya pada baris horisontal. Sebuah bentuk baru penulisan, demotik, menjadi gaya penulisan umum, dan inilah bentuk tulisan -bersama dengan hieroglif formal - yang menyertai teks Yunani di Batu Rosetta.
Sekitar abad ke-1 Masehi, aksara Koptik mulai digunakan bersama aksara demotik. Koptik adalah modifikasi abjad Yunani dengan penambahan beberapa tanda-tanda demotik.[105] Meskipun hieroglif formal digunakan dalam acara seremonial hingga abad ke-4, menjelang akhir abad hanya segelintir kecil imam yang masih bisa membacanya. Akibat institusi keagamaan tradisional dibubarkan, pengetahuan tulisan hieroglif semakin menghilang. Usaha untuk mengartikannya muncul pada masa Bizantium[106] dan Islam di Mesir,[107] tetapi baru pada tahun 1822, setelah penemuan batu Rosetta dan penelitian oleh Thomas Young dan Jean-François Champollion, hieroglif baru dapat diartikan.[108]

[sunting] Budaya

[sunting] Kehidupan sehari-hari

Patung yang menggambarkan kegiatan masyarakat kecil Mesir Kuno.
Sebagian besar masyarakat Mesir Kuno bekerja sebagai petani. Kediaman mereka terbuat dari tanah liat yang didesain untuk menjaga udara tetap dingin di siang hari. Setiap rumah memiliki dapur dengan atap terbuka. Di dapur itu biasanya terdapat batu giling untuk menggiling tepung dan oven kecil untuk membuat roti.[109] Tembok dicat warna putih dan beberapa juga ditutupi dengan hiasan berupa linen yang diberi warna. Lantai ditutupi dengan tikar buluh dilengkapi dengan furnitur sederhana untuk duduk dan tidur.[110]
Bangsa Mesir Kuno sangat menghargai penampilan dan kebersihan tubuh. Sebagian besar mandi di Sungai Nil dan menggunakan sabun yang terbuat dari lemak binatang dan kapur. Laki-laki bercukur untuk menjaga kebersihan, menggunakan minyak wangi dan salep untuk mengharumkan dan menyegarkan kulit.[111] Pakaian dibuat dengan linen sederhana yang diberi warna putih, baik wanita maupun pria di kelas yang lebih elit menggunakan wig, perhiasan, dan kosmetik. Anak-anak tidak mengenakan pakaian hingga mereka dianggap dewasa, pada usia sekitar 12 tahun, dan pada usia ini laki-laki disunat dan dicukur. Ibu bertanggung jawab menjaga anaknya, sementara sang ayah bertugas mencari nafkah.[112]
Musik dan tarian menjadi hiburan yang paling populer bagi mereka yang mampu membayar untuk melihatnya. Instrumen yang digunakan antara lain seruling dan harpa, juga instrumen yang mirip terompet juga digunakan. Pada masa Kerajaan Baru, bangsa Mesir memainkan bel, simbal, tamborine, dan drum serta mengimpor kecapi dan lira dari Asia.[113] Mereka juga menggunakan sistrum, instrumen musik yang biasa digunakan dalam upacara keagamaan.
Bangsa Mesir Kuno mengenal berbagai macam hiburan, permainan dan musik, salah satunya adalah Senet, permainan papan yang bidaknya digerakkan dalam urutan acak. Selain itu mereka juga mengenal mehen. Juggling dan permainan menggunakan bola juga sering dimainkan anak-anak, juga permainan gulat sebagaimana digambarkan dalam makam Beni Hasan.[114] Orang-orang kaya di Mesir Kuno juga gemar berburu dan berlayar untuk hiburan.

[sunting] Masakan

Masakan Mesir cenderung tidak berubah selama berabad-abad; Masakan Mesir modern memiliki banyak persamaan dengan Masakan Mesir Kuno. Makanan sehari-hari biasanya mengandung roti dan bir, dengan lauk berupa sayuran seperti bawang merah dan bawang putih, serta buah-buahan berbentuk biji dan ara. Wine dan daging biasanya hanya disajikan pada perayaan tertentu, kecuali di kalangan orang kaya yang lebih sering menyantapnya. Ikan, daging, dan unggas dapat diasinkan atau dikeringkan, serta direbus atau dibakar.[115]

[sunting] Arsitektur

Kuil Edfu adalah salah satu hasil karya arsitektur bangsa Mesir Kuno.
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain: Piramida Giza dan kuil di Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai bentuk peringatan, maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun. Bangsa Mesir Kuno mampu membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.[116]
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun masyarakat biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan kayu, karenanya tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di rumah sederhana, di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan yang indah.[117] Struktur penting seperti kuil atau makam dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti yang terletak di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan ruangan hypostyle; gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi.[118] Arsitektur makam tertua yang berhasil ditemukan adalah mastaba, struktur persegi panjang dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah untuk menyimpan mayat.[119]

[sunting] Seni

Patung dada Nefertiti, karya Thutmose, adalah salah satu mahakarya terkenal bangsa Mesir Kuno.
Bangsa Mesir Kuno memproduksi seni untuk berbagai tujuan. Selama 3500 tahun, seniman mengikuti bentuk artistik dan ikonografi yang dikembangkan pada masa Kerajaan Lama. Aliran ini memiliki prinsip-prinsip ketat yang harus diikuti, mengakibatkan bentuk aliran ini tidak mudah berubah dan terpengaruh aliran lain.[120] Standar artistik—garis-garis sederhana, bentuk, dan area warna yang datar dikombinasikan dengan karakteristik figure yang tidak memiliki kedalaman spasial—menciptakan rasa keteraturan dan keseimbangan dalam komposisinya. Perpaduan antara teks dan gambar terjalin dengan indah baik di tembok makam dan kuil, peti mati, maupun patung.[121]
Seniman Mesir Kuno dapat menggunakan batu dan kayu sebagai bahan dasar untuk memahat. Cat didapatkan dari mineral seperti bijih besi (merah dan kuning), bijih perunggu (biru dan hijau), jelaga atau arang (hitam), dan batu kapur (putih). Cat dapat dicampur dengan gum arab sebagai pengikat dan ditekan (press), disimpan untuk kemudian diberi air ketika hendak digunakan.[122] Firaun menggunakan relief untuk mencatat kemenangan di pertempuran, dekrit kerajaan, atau peristiwa religius. Di masa Kerajaan Pertengahan, model kayu atau tanah liat yang menggambarkan kehidupan sehari-hari menjadi populer untuk ditambahkan di makam. Sebagai usaha menduplikasi aktivitas hidup di kehidupan setelah kematian, model ini diberi bentuk buruh, rumah, perahu, bahkan formasi militer.[123]
Meskipun bentuknya hampir homogen, pada waktu tertentu gaya karya seni Mesir Kuno terkadang mengikuti perubahan kultural atau perilaku politik. Setelah invasi Hykos di Periode Pertengahan Kedua, seni dengan gaya Minoa ditemukan di Avaris.[124] Salah satu contoh perubahan gaya akibat adanya perubahan politik yang menonjol adalah bentuk artistik yang dibuat pada masa Amarna: patung-patung disesuaikan dengan gaya pemikiran religius Akhenaten. Gaya ini, yang dikenal sebagai seni Amarna, langsung diganti dan dibuah ke bentuk tradisional setelah kematian Akhenaten.[125]

[sunting] Agama dan kepercayaan

Buku Kematian adalah panduan perjalanan untuk kehidupan setelah kematian.
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara turun temurun. Kuil-kuil diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang baik; orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa ketika itu.
Patung Ka dipercaya dapat menjadi tempat bersemayam bagi mereka yang telah meninggal.
Dewa-dewa disembah dalam sebuah kuil yang dikelola oleh seorang imam. Di bagian tengah kuil biasanya terdapat patung dewa. Kuil tidak dijadikan tempat beribadah untuk publik, dan hanya pada hari-hari tertentu saja patung di kuil itu dikeluarkan untuk disembah oleh masyarakat. Masyarakat umum beribadah memuja patung pribadi di rumah masing-masing, dilengkapi jimat yang dipercaya mampu melindungi dari marabahaya.[126] Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan, tanpa perantara. Di sisi lain, para imam mengembangkan sistem ramalan (oracle) untuk mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada masyarakat.[127]
Masyarakat mesir percaya bahwa setiap manusia terdiri dari bagian fisik dan spiritual. Selain badan, manusia juga memiliki šwt (bayangan), ba (kepribadian atau jiwa), ka (nyawa), dan nama.[128] Jantung dipercaya sebagai pusat dari pikiran dan emosi. Setelah kematian, aspek spiritual akan lepas dari tubuh dan dapat bergerak sesuka hati, namun mereka membutuhkan tubuh fisik mereka (atau dapat digantikan dengan patung) sebagai tempat untuk pulang. Tujuan utama mereka yang meninggal adalah menyatukan kembali ka dan ba dan menjadi "arwah yang diberkahi." Untuk mencapai kondisi itu, mereka yang mati akan diadili, jantung akan ditimbang dengan "bulu kejujuran." Jika pahalanya cukup, sang arwah diperbolehkan tetap tinggal di bumi dalam bentuk spiritual.[129]
Makam firaun dipenuhi oleh harta karun dalam jumlah yang sangat besar, salah satunya adalah topeng emas dari mumi Tutankhamun.

[sunting] Adat pemakaman

Orang Mesir Kuno mempertahankan seperangkat adat pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan untuk menjamin keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah : proses mengawetkan tubuh melalui mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan mayat bersama barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat. Sebelum periode Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di dalam lubang gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui proses pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi keuntungan sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai menguburkan orang mati di kuburan batu, akibatnya mereka memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal, membungkus tubuh menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam sarkofagus berupa batu empat persegi panjang atau peti kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian tubuh mulai diawetkan secara terpisah dalam toples kanopik.[130]
Anubis adalah dewa pada zaman mesir kuno yang dikaitkan dengan mumifikasi dan ritual pemakaman. Pada gambar ini ia sedang mendatangi seorang mumi.
Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut secara bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran otak melalui hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron. Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar cartonnage yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih menitikberatkan pada tampilan luar mumi.[131]
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa memandang status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, buku kematian ikut disertakan di kuburan, bersamaan dengan patung shabti yang dipercaya akan membantu pekerjaan mereka di akhirat.[132] Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup diharapkan untuk sesekali membawa makanan ke makam dan mengucapkan doa atas nama almarhum.[133]

[sunting] Teknologi, pengobatan, dan matematika

[sunting] Teknologi

Dalam bidang tekonologi, pengobatan, dan matematika, Mesir kuno telah mencapai standar yang relatif tinggi dan canggih pada masanya. Empirisme tradisional, sebagaimana dibuktikan oleh Papirus Edwin Smith dan Ebers (c. 1600 SM), ditemukan oleh bangsa Mesir. Bangsa Mesir kuno juga diketahui menciptakan alfabet dan sistem desimal mereka sendiri.
Salah satu peninggalan Mesir kuno yang bernilai seni tinggi.

[sunting] Tembikar glasir bening dan kaca

Bahkan sebelum masa keemasan di bawah kekuasaan Kerajaan Lama, bangsa Mesir kuno telah mampu mengembangkan sebuah material kilap yang dikenal sebagai tembikar glasir bening, yang dianggap sebagai bahan artifisial yang cukup berharga. Tembikar glasir bening adalah keramik yang terbuat dari silika, sedikit kapur dan soda, serta bahan pewarna, biasanya tembaga.[134] Tembikar glasir bening digunakan untuk membuat manik-manik, ubin, arca, dan lainnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menciptakan tembikar glasir bening, namun yang sering digunakan adalah menaruh bahan baku yang telah diolah menjadi pasta di atas tanah liat, kemudian membakarnya. Dengan teknik yang sama, bangsa Mesir kuno juga dapat memproduksi sebuah pigmen yang dikenal sebagai Egyptian Blue, yang diproduksi dengan menggabungkan silika, tembaga, kapur dan sebuah alkali seperti natron.[135]
Bangsa mesir kuno juga mampu membuat berbagai macam objek dari kaca, namun tidak jelas apakah mereka mengembangkan teknik itu sendiri atau bukan.[136] Tidak diketahui pula apakah mereka membuat bahan dasar kaca sendiri atau mengimpornya, untuk kemudian dilelehkan dan dibentuk, namun mereka dipastikan memiliki kemampuan teknis untuk membuat objek dan menambahkan elemen mikro untuk mengontrol warna dari kaca tersebut. Banyak warna yang dapat mereka ciptakan, termasuk di antaranya kuning, merah, hijau, biru, ungu, putih, dan transparan.[137]

[sunting] Pengobatan

Prasasti yang menggambarkan alat-alat pengobatan Mesir kuno.
Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan di sana. Hidup dan bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam penyakit seperti malaria dan parasit schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dan pencernaan. Binatang berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga menjadi ancaman. Cidera akibat pekerjaan yang sangat berat, terutama dalam bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung (muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi, sehingga menyebabkan mereka mudah terserang abses.[138]
Hidangan yang dimakan orang kaya di Mesir kuno biasanya mengandung banyak gula, yang mengakibatkan banyaknya penyakit periodontitis.[139] Meskipun di dinding-dinding makam kebanyakan orang kaya digambarkan memiliki tubuh yang kurus, berat badan mumi mereka menunjukkan bahwa mereka hidup secara berlebihan. [140] Harapan hidup orang dewasa berkisar antara 35 tahun untuk laki-laki dan 30 tahun untuk wanita.[141]
Tabib-tabib Mesir Kuno termasyhur dengan kemampuan pengobatan mereka dan beberapa, seperti Imhotep, tetap dikenang meskipun telah lama meninggal. [142] Herodotus mengatakan bahwa terdapat pembagian spesialisasi yang tinggi di antara tabib-tabib Mesir; misalnya beberapa tabib hanya mengobati permasalahan pada kepala atau perut, sementara yang lain hanya mengobati masalah mata atau gigi.[143] Pelatihan untuk tabib terletak di Per Ankh atau institusi "Rumah Kehidupan," yang paling terkenal terletak di Per-Bastet semasa Kerajaan Baru dan di Abydos serta Saïs di Periode Akhir. Sebuah papirus medis menunjukkan bahwa bangsa Mesir memiliki pengetahuan empiris soal anatomi, luka, dan perawatannya.[144]
Luka-luka dirawat dengan cara membungkusnya dengan daging mentah, linen putih, jahitan, jaring, blok, dan kain yang dilumuri madu untuk mencegah infeksi.[145] Mereka juga menggunakan opium untuk mengurangi rasa sakit. Bawang putih maupun merah dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan dan dipercaya dapat mengurangi gejala asma. Ahli bedah mesir mampu menjahit luka, memperbaiki tulang yang patah, dan melakukan amputasi. Mereka juga mengetahui bahwa ada beberapa luka yang sangat serius sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah mebuat pasien merasa nyaman menjelang ajalnya.[146]

[sunting] Pembuatan kapal

Bangsa Mesir kuno telah tahu bagaimana merakit papan kayu menjadi lambung kapal sejak tahun 3000 SM. Archaeological Institute of America melaporkan[5] bahwa beberapa kapal tertua yang pernah ditemukan berjenis kapal Abydos. Kapal-kapal yang ditemukan di Abydos ini dibuat dari papan kayu yang "dijahit" menggunakan tali pengikat.[147][5] Awalnya kapal-kapal tersebut diperkirakan sebagai milik Firaun Khasekhemwy karena ditemukan dikubur bersama dan berada di dekat kamar mayat Firaun Khasekhemwy[147], namun penelitian menunjukkan bawa kapal-kapal itu lebih tua dari usia sang firaun, sehingga kini diperkirakan sebagai kapal milik firaun yang lebih terdahulu. Menurut profesor David O'Connor dari New York University, kapal-kapal itu kemungkinan merupakan kapal milik Firaun Aha.[147]
Namun meskipun bangsa Mesir Kuno memiliki kemampuan untuk membuat kapal yang sangat besar dan mudah dikendalikan di atas sungai Nil, mereka tidak dikenal sebagai pelaut yang handal.

[sunting] Matematika

Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode Naqada, yang juga menunjukkan bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan sistem bilangan.[148] Nilai penting matematika bagi seorang intelektual kala itu digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada surat itu, penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan lain berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah, tenaga kerja, dan padi.[149] Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moskwa menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar — penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian — menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep dasar aljabar dan geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan.[150]
23
dalam hieroglif
D22
Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan didasarkan pada simbol-simbol hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1, 10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan sejuta. Tiap-tiap simbol ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang diinginkan; sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan ratus, simbol 10 atau 100 ditulis sebanyak delapan kali.[151] Karena metode perhitungan mereka tidak dapat menghitung pecahan dengan pembilang lebih besar daripada satu, pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa pecahan. Sebagai contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15; proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar.[152] Beberapa pecahan ditulis menggunakan glif khusus; nilai yang setara dengan 2/3 ditunjukkan oleh gambar di samping.[153]
Matematikawan Mesir Kuno telah mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari teorema Pythagoras.[154] Mereka juga dapat memperkirakan luas lingkaran dengan mengurangi satu per sembilan diameternya dan memangkatkan hasilnya:
Luas ≈ [(89)D]2 = (25681)r 2 ≈ 3.16r 2,
yang hasilnya mendekati rumus πr 2.[154][155]

[sunting] Peninggalan

Dr. Zahi Hawass, Sekretaris Jenderal Supreme Council of Antiquities.
Budaya dan monumen Mesir kuno telah menjadi peninggalan sejarah yang abadi. Pemujaan terhadap dewi Isis, sebagai contoh, menjadi populer di masa Kekaisaran Romawi.[156] Orang Romawi juga mengimpor bahan bangunan dari Mesir untuk mendirikan struktur dengan gaya Mesir. Sejarawan seperti Herodotus, Strabo dan Diodorus Siculus mempelajari dan menulis tentang Mesir kuno yang kemudian dipandang sebagai tempat yang penuh misteri.[157] Di Abad Pertengahan dan Renaissance, perkembangan budaya pagan Mesir mulai menurun seiring dengan berkembangnya agama Kristen dan Islam, namun ketertarikan terhadap budaya tersebut masih tersirat dalam karya-karya ilmuwan abad pertengahan, misalnya karya Dhul-Nun al-Misri dan al-Maqrizi.[158]
Pada abad ke-17 dan 18, penjelajah dan turis Eropa membawa banyak barang antik dan menulis tentang kisah perjalanan mereka di Mesir, yang kemudian memancing terjadinya gelombang Egyptomania di Eropa. Ketertarikan tersebut mengakibatkan banyaknya kolektor Eropa yang membeli atau membawa barang-barang antik penting dari Mesir.[159] Meskipun penjajahan kolonial Eropa terhadap mesir mengakibatkan hancurnya benda-benda bersejarah, kehadiran bangsa Eropa juga dampak positif terhadap peninggalan Mesir kuno. Napoleon, misalnya, melakukan pembelajaran pertama mengenai Egiptologi ketika ia membawa 150 ilmuwan dan seniman untuk mempelajari dan mendokumentasi sejarah alam Mesir, yang kemudian dipublikasi dalam Description de l'Ėgypte.[160] Pada abad ke-20, pemerintah Mesir dan arkeolog mulai melakukan pengawasan terhadap kegiatan penggalian di Mesir dengan membentuk Supreme Council of Antiquities.

[sunting] Lihat pula

[sunting] Referensi

  1. ^ "Chronology". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 25 Maret 2008.
  2. ^ Clayton (1994) hal. 217
  3. ^ James (2005) hal. 8
  4. ^ Manuelian (1998) hal. 6–7
  5. ^ a b c Ward, Cheryl. "World's Oldest Planked Boats", in Archaeology (Volume 54, Number 3, May/June 2001). Archaeological Institute of America.
  6. ^ Clayton (1994) hal. 153
  7. ^ Shaw (2002) hal. 17
  8. ^ Shaw (2002) hal. 17, 67–69
  9. ^ Ikram, Salima (1992). Choice Cuts: Meat Production in Ancient Egypt. University of Cambridge. hlm. 5. ISBN 9789068317459. OCLC 60255819. Diakses pada 22 Juli 2011. LCCN 1997-140867
  10. ^ Hayes (1964) hal. 220
  11. ^ Childe, V. Gordon (1953), "New light on the most ancient Near East" (Praeger Publications)
  12. ^ Patai, Raphael (1998), "Children of Noah: Jewish Seafaring in Ancient Times" (Princeton Uni Press)
  13. ^ Barbara G. Aston, James A. Harrell, Ian Shaw (2000). Paul T. Nicholson and Ian Shaw editors. "Stone," in Ancient Egyptian Materials and Technology, Cambridge, 5–77, hal. 46–47. Also note: Barbara G. Aston (1994). "Ancient Egyptian Stone Vessels," Studien zur Archäologie und Geschichte Altägyptens 5, Heidelberg, hal. 23–26. (See on-line posts: [1] and [2].)
  14. ^ "Chronology of the Naqada Period". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Maret 2008.
  15. ^ Shaw (2002) hal. 61
  16. ^ "Faience in different Periods". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Maret 2008.
  17. ^ Allen (2000) hal. 1
  18. ^ Robins (1997) hal. 32
  19. ^ Clayton (1994) hal. 6
  20. ^ Shaw (2002) hal. 78–80
  21. ^ Clayton (1994) hal. 12–13
  22. ^ Shaw (2002) hal. 70
  23. ^ "Early Dynastic Egypt". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Maret 2008.
  24. ^ James (2005) hal. 40
  25. ^ Shaw (2002) hal. 102
  26. ^ "Scribes", Life in Ancient Egypt, Carnegie Museum of Natural History: [3]. Diakses pada 29 Januari 2009.
  27. ^ Shaw (2002) hal. 116–7
  28. ^ Fekri Hassan. "The Fall of the Old Kingdom". British Broadcasting Corporation. Diakses pada 10 Maret 2008.
  29. ^ Clayton (1994) hal. 69
  30. ^ Shaw (2002) hal. 120
  31. ^ a b Shaw (2002) hal. 146
  32. ^ Clayton (1994) hal. 29
  33. ^ Shaw (2002) hal. 148
  34. ^ Clayton (1994) hal. 79
  35. ^ Shaw (2002) hal. 158
  36. ^ Shaw (2002) hal. 179–82
  37. ^ Robins (1997) hal. 90
  38. ^ Shaw (2002) hal. 188
  39. ^ a b Ryholt (1997) hal. 310
  40. ^ Shaw (2002) hal. 189
  41. ^ Shaw (2002) hal. 224
  42. ^ James (2005) hal. 48
  43. ^ "Hatshepsut". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Desember 2007.
  44. ^ Aldred (1988) hal. 259
  45. ^ Cline (2001) hal. 273
  46. ^ Clayton (1994) hal. 146
  47. ^ Tyldesley (2001) hal. 76–7
  48. ^ James (2005) hal. 54
  49. ^ Cerny (1975) hal. 645
  50. ^ Shaw (2002) hal. 345
  51. ^ "The Kushite Conquest of Egypt", Ancient~Sudan: Nubia.
  52. ^ Shaw (2002) hal. 358
  53. ^ Shaw (2002) hal. 383
  54. ^ Shaw (2002) hal. 385
  55. ^ Shaw (2002) hal. 405
  56. ^ Shaw (2002) hal. 411
  57. ^ Shaw (2002) hal. 418
  58. ^ James (2005) hal. 62
  59. ^ James (2005) hal. 63
  60. ^ a b Shaw (2002) hal. 422
  61. ^ Shaw (2003) hal. 431
  62. ^ "The Church in Ancient Society", Henry Chadwick, hal. 373, Oxford University Press US, 2001, ISBN 0-19-924695-5
  63. ^ "Christianizing the Roman Empire A.D 100–400", Ramsay MacMullen, hal. 63, Yale University Press, 1984, ISBN 0-300-03216-1
  64. ^ Shaw (2002) hal. 445
  65. ^ a b c d Manuelian (1998) hal. 358
  66. ^ Manuelian (1998) hal. 363
  67. ^ Meskell (2004) hal. 23
  68. ^ a b Manuelian (1998) hal. 372
  69. ^ Walbank (1984) hal. 125
  70. ^ Manuelian (1998) hal. 383
  71. ^ James (2005) hal. 136
  72. ^ Billard (1978) hal. 109
  73. ^ "Social classes in ancient Egypt". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 11 Desember 2007.
  74. ^ a b c Janet H. Johnson. "Women's Legal Rights in Ancient Egypt". University of Chicago, 2004. Diakses pada 31 Agustus 2010.
  75. ^ Oakes (2003) hal. 472
  76. ^ McDowell (1999) hal. 168
  77. ^ Manuelian (1998) hal. 361
  78. ^ Nicholson (2000) hal. 514
  79. ^ Nicholson (2000) hal. 506
  80. ^ Nicholson (2000) hal. 510
  81. ^ Nicholson (2000) hal. 577 dan 630
  82. ^ a b Strouhal (1989) hal. 117
  83. ^ a b c Manuelian (1998) hal. 381
  84. ^ Nicholson (2000) hal. 409
  85. ^ Oakes (2003) hal. 229
  86. ^ Greaves (1929) hal. 123
  87. ^ Lucas (1962) hal. 413
  88. ^ Nicholson (2000) hal. 28
  89. ^ Shaw (2002) hal. 72
  90. ^ Naomi Porat and Edwin van den Brink (editor), "An Egyptian Colony in Southern Palestine During the Late Predynastic to Early Dynastic," in The Nile Delta in Transition: 4th to 3rd Millennium BC (1992), hal. 433–440.
  91. ^ Naomi Porat, "Local Industry of Egyptian Pottery in Southern Palestine During the Early Bronze I Period," in Bulletin of the Egyptological, Seminar 8 (1986/1987), hal. 109–129. See also University College London web post, 2000.
  92. ^ Shaw (2002) hal. 322
  93. ^ Manuelian (1998) hal. 145
  94. ^ Harris (1990) hal. 13
  95. ^ Shaw (2002) hal. 245
  96. ^ Manuelian (1998) hal. 366–67
  97. ^ Shaw (2002) hal. 400
  98. ^ Loprieno (1995b) hal. 2137
  99. ^ Loprieno (2004) hal. 161
  100. ^ Loprieno (2004) hal. 162
  101. ^ Strouhal (1989) hal. 235
  102. ^ Lichtheim (1975) hal. 11
  103. ^ "Wisdom in Ancient Israel", John Day,/John Adney Emerton,/Robert P. Gordon/ Hugh Godfrey/Maturin Williamson, p23, Cambridge University Press, 1997, ISBN 0-521-62489-4
  104. ^ Lichtheim (1980) hal. 159
  105. ^ Allen (2000) hal. 7
  106. ^ Loprieno (2004) hal. 166
  107. ^ El-Daly (2005) hal. 164
  108. ^ Allen (2000) hal. 8
  109. ^ Manuelian (1998) hal. 401
  110. ^ Manuelian (1998) hal. 403
  111. ^ Manuelian (1998) hal. 405
  112. ^ Manuelian (1998) hal. 406–7
  113. ^ "Music in Ancient Egypt". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Maret 2008.
  114. ^ Manuelian (1998) hal. 126
  115. ^ Manuelian (1998) hal. 399–400
  116. ^ Clarke (1990) hal. 94–7
  117. ^ Badawy (1968) hal. 50
  118. ^ "Types of temples in ancient Egypt". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Maret 2008.
  119. ^ Dodson (1991) hal. 23
  120. ^ Robins (1997) hal. 29
  121. ^ Robins (1997) hal. 21
  122. ^ Nicholson (2000) hal. 105
  123. ^ Robins (1998) hal. 74
  124. ^ Shaw (2002) hal. 216
  125. ^ Robins (1998) hal. 158
  126. ^ James (2005) hal. 117
  127. ^ Shaw (2002) hal. 313
  128. ^ Allen (2000) hal. 79, 94–5
  129. ^ Wasserman, et al. (1994) hal. 150–3
  130. ^ "Mummies and Mummification: Old Kingdom". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Maret 2008.
  131. ^ James (2005) hal. 124
  132. ^ "Shabtis". Digital Egypt for Universities, University College London. Diakses pada 9 Maret 2008.
  133. ^ James (2005) hal. 124
  134. ^ Nicholson (2000) hal. 177
  135. ^ Nicholson (2000) hal. 109
  136. ^ Nicholson (2000) hal. 195
  137. ^ Nicholson (2000) hal. 215
  138. ^ Filer (1995) hal. 94
  139. ^ Filer (1995) hal. 78–80
  140. ^ Filer (1995) hal. 21
  141. ^ Filer (1995) hal. 25
  142. ^ Filer (1995) hal. 39
  143. ^ Strouhal (1989) hal. 243
  144. ^ Stroual (1989) hal. 244–46
  145. ^ Stroual (1989) hal. 250
  146. ^ Filer (1995) hal. 38
  147. ^ a b c Schuster, Angela M.H. "This Old Boat", 11 December 2000. Archaeological Institute of America.
  148. ^ Pemahaman ilmuwan terhadap matematika Mesir masih belum sempurna disebabkan karena tidak cukupnya bahan dan kurangnya penelitian terhadap teks-teks yang telah ditemukan. Imhausen et al. (2007) hal. 13
  149. ^ Imhausen et al. (2007) hal. 11
  150. ^ Clarke (1990) hal. 222
  151. ^ Clarke (1990) hal. 217
  152. ^ Clarke (1990) hal. 218
  153. ^ Gardiner (1957) hal. 197
  154. ^ a b Strouhal (1989) hal. 241
  155. ^ Imhausen et al. (2007) hal. 31
  156. ^ Siliotti (1998) hal. 8
  157. ^ Siliotti (1998) hal. 10
  158. ^ El-Daly (2005) hal. 112
  159. ^ Siliotti (1998) hal. 13
  160. ^ Siliotti (1998) hal. 100

[sunting] Bacaan lanjut