Senin, 13 Juni 2011

PERAN MUSLIMAH DALAM DUNIA DAKWAH

PERAN MUSLIMAH DALAM DUNIA DAKWAH

Oleh : Ummu Alif, SP
(Aktifis Hizbut Tahrir Indonesia)

Pendahuluan
Permasalahan menyangkut kaum hawa ini tidak pernah surut dalam berbagai pembahasan, mulai dari mode pakaian, kontes kecantikan, pendidikan anak, kedudukan dan peran mereka dalam keluarga dan masyarakat sampai bagaimana peran mereka dalam pembinaan umat.Tak jarang masih muncul pertanyaan, apakah kedudukan wanita itu sama dengan pria, lebih tinggi ataukah lebih rendah?Layakkah seorang wanita melakukan aktifitas di luar rumah? Sejauhmana dakwah yang harus dilakukan oleh kaum wanita?

Apabila kita kembali kepada ajaran Islam secara kaffah, pertanyaan-pertanyaan di atas tidak terlalu sulit untuk dijawab. Islam sebagai agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw melalui malaikat Jibril dengan serangkaian aturan yang mengatur manusia dengan Khaliq-Nya (masalah aqidah dan ibadah mahdhah), manusia dengan dirinya sendiri (akhlaq, makanan dan minuman, pakaian) dan mengatur manusia dengan manusia lainnya (mu’amalah dan ‘uqubat). Syari’at Islam diturunkan Sang Khaliq untuk mengatur kehidupan dan memecahkan berbagai permasalahan hidup manusia di setiap waktu dan tempat.

Pria dan Wanita dalam Pandangan Islam
Allah SWT menciptakan manusia, baik pria maupun wanita dengan suatu fitrah yang khas, yang berbeda dengan hewan. Masing-masing tidak dapat dibedakan dari sisi kemanusiaannya.Allah SWT mempersiapkan keduanya untuk mengarungi kehidupan dunia. Pria dan wanita ditetapkan Allah SWT untuk hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Allah SWT telah membekali manusia suatu potensi hidup (thaqah hayawiyyah) berupa dorongan kebutuhan jasmani seperti rasa lapar, haus; potensi naluriah seperti naluri untuk mempertahankan kehidupan, naluri seksual untuk melestarikan keturunan dan naluri beragama; serta potensi untuk berfikir (akal). Allah SWT telah menetapkan pemenuhan berbagai potensi ini dengan menurunkan syari’atnya yang sempurna. Dalam hal ini, baik pria maupun wanita sama-sama harus terikat dengan syari’at Islam yang akan menjadi pemecah masalah kehidupan manusia selama di dunia.

Tatkala Syari’at Islam Memandang Pria dan Wanita sebagai MANUSIA
Islam telah menetapkan berbagai hak dan kewajiban baik kepada pria maupun kepada wanita. Tatkala hak dan kewajiban itu terkait dengan sifatnya sebagai manusia (bersifat insaniyah), maka syari’at Islam berlaku untuk pria dan wanita tanpa ada perbedaan.Hal ini dapat kita lihat dalam masalah shalat, shaum, zakat, haji, memilki akhlaqul karimah, jual-beli, ‘uqubat (sanksi), belajar-mengajar, berdakwah, dan lain-lain. Semua ini merupakan taklif hukum (beban hukum) yang sama bagi pria dan wanita karena ayat-ayat maupun hadits-hadits yang menunjuk kepada hukum tersebut bersifat umum bagi manusia.Allah SWT berfirman sebagai berikut :

“Sesungguhnya kaum Muslim dan Muslimah, kaum Mukmin dan Mukminat, pria dan wanita yang senantiasa berlaku ta’at, pria dan wanita yang selalu berlaku benar, pria dan wanita yang biasa berlaku sabar, pria dan wanita yang senantiasa takut (kepada Allah), pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang gemar bersedekah, pria dan wanita yang suka berpuasa, pria dan wanita yang selalu memelihara kemaluan (kehormatan)-nya, serta pria dan wanita yang senantiasa menyebut asma Allah, telah Allah sediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Ahzab (33) : 35)
Juga di dalam QS An Nahl (16) : 125, QS Fushilat (41) : 33, QS Al Ahzab (33) : 36, QS An Nahl (16) : 97, QS An Nisaa (4) : 124, QS Ali Imran (3) : 195, QS An Nisaa (4) : 7, QS An Nisaa (4) : 32.

Tatkala Syari’at Islam Memandang Pria dan Wanita dari Sisi Tabi’atnya
Di sisi yang lain, Islampun menetapkan hak dan kewajiban serta taklif hukum tertentu (khusus), baik bagi pria saja maupun bagi wanita saja.Hal ini terkait dengan tabi’atnya masing-masing dan kedudukannya di dalam masyarakat. Islam menetapkan aturan yang khusus bagi wanita seperti, sebagai ibu (hamil, menyusui, mengasuh anak) dan pengatur rumah tangga/istri, menggunakan kerudung dan jilbab, hak mendapat mahar/maskawin, dan lain-lain. Sementara itu bagi pria, Allah SWT telah menetapkan aturan khusus bagi mereka,seperti kewajiban mencari nafkah, kepemimpinan dalam rumah tangga, kewajiban memberikan mahar, dan lain-lain.

Demikianlah, Islam datang dengan membawa sejumlah hukum yang beraneka ragam; sebagian khusus ditujukan untuk pria, dan sebagiannya lagi khusus untuk wanita. Allah SWT telah memerintahkan kepada keduanya untuk sama-sama bersikap ridha terhadap adanya pengkhususan hukum-hukum tersebut. Sebaliknya, Allah SWT melarang masing-masing pihak (pria atau wanita) bersikap saling iri dan dengki serta untuk berangan-angan apa yang telah Allah karuniakan atas yang lain. Allah SWT berfirman :

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS An Nisaa (4) : 32)

Permasalahan Umat Islam dan Upaya Membangkitkannya
Telah lama sekali umat Islam dalam kondisi yang serba tak menentu. Negeri-negeri muslim yang kaya akan sumberdaya alam menjadi objek perebutan negera-negara adidaya yang rakus akan kekuasaan.Tak peduli cara apapun akan ditempuh mereka, bahkan dengan peperangan sekalipun. Tak bisa dipungkiri, banyak sekali dampak akibat peperangan yang dilakukan negara Barat yang tidak beradab.Kerusakan, keporakporandaan, kesengsaraan, ketidakberdayaan, kebodohan hingga ketergantungan yang disengaja pihak musuh, akhirnya menjadi kenyataan pahit yang harus ditelan oleh kita, umat muslim.

Berbagai aspek kehidupan, nampaknya sudah begitu kacau.Mulai masalah ekonomi liberal, masalah sosial dan pergaulan bebasnya, pendidikan yang sekuler, bencana alam yang terjadi akibat ulah manusia sendiri (sampah yang bertumpuk), wabah penyakit yang kian bertambah, generasi muda yang konsumtif-permisif/serba boleh-frustatif mulai menggejala, dan masih banyak lagi problem manusia yang tidak kunjung selesai/terselesaikan. Akankah kita, umat muslim (khususnya kaum wanita/ibu) akan diam dan tidak berupaya untuk keluar dari masalah di atas?Sementara masalah tersebut sangat jelas ada di depan mata kita?

Tentu tidak kan. Sebagai seorang hamba yang dimuliakan Allah SWT, seorang manusia apalagi yang beriman tidak akan pernah tahan melihat berbagai penyimpangan dan kemaksiatan berputar-putar di hadapan kita. Kita harus bangkit dan kembali menjadi khairu ummah, seperti yang Allah SWT janjikan dalam QS Ali Imron : 110 :

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali ‘Imran (3) : 110)

Apabila kita cermati berbagai permasalahan umat tersebut, akan kita dapat bahwasanya akar masalah umat Islam saat ini adalah tidak lagi menjadikan syari’at Allah SWT sebagai pengatur kehidupan manusia. Sistem ekonomi yang diterapkan, bukanlah ekonomi Islam, sehingga masalah perputaran harta hanya beredar di kalangan orang kaya, masalah pergaulan pun tidaklah diatur dengan aturan Islam, tetapi pergaulan bebas yang di gembar-gemborkan melalui berbagai media, dan lain-lain. Allah SWT telah memperingatkan dalam QS Thaha (20) : 124,

“Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Lantas, bagaimana kita harus bangkit?

Seseorang akan bangkit atau berubah (perilakunya) ketika pemahamamnya tentang sesuatu berubah.Contoh, orang yang belum memahami bahwa ghibah itu haram dan pelakunya akan diazab Allah SWT, tentu dia tidak akan merasa berdosa ketika melakukan perbuatan tersebut. Akan tetapi setelah dia dipahamkan bahwa ghibah itu sendiri apa dan bagaimana gambaran azab Allah SWT di akhirat, tentulah dia akan mengubah perilakunya.Kondisi ini dapat dipahami seperti firman Allah SWT dalam QS Ar Ra’du : 11,

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Insyaallah.

Kebangkitan umat Islam akan diraih, ketika pemahaman tentang kehidupan mereka, mereka ubah dengan pemahaman Islam saja. Untuk mengubah pemahaman ini tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, harus ada upaya keras dari diri umat Islam sendiri untuk mau mempelajari Islam, memahaminya, melaksanakannya dan memperjuangkannya. Semua ini harus dilakukan oleh umat Islam, pria maupun wanita.

Menyadari luasnya cakupan aturan Islam, bagi para pengemban dakwah (khususnya), akan sangat mustahil mendapatkan pemahaman Islam yang menyeluruh hanya dengan “cuplik sana comot sini’. Para pengemban dakwah harus mempelajari Islam secara sistematis, tidak serampangan. Aktifitas belajar harus menjadi agenda utama dalam kegiatan kita sehari-hari, selain aktifitas hidup lainnya. Keseluruhan aktifitas tersebut terangkum dalam apa yang disebut aktifitas DAKWAH.

Kewajiban Dakwah
Perintah dakwah merupakan perintah Allah SWT yang bersifat ‘aam (umum) berlaku untuk pria dan juga wanita. Hal ini sangat jelas tercantum dalam berbagai ayat dan hadits. Beberapa diantaranya sebagai berikut :

QS Fushilat (41) : 33
QS At Taubah (9) : 71
QS An Nahl (16) : 125
Qs Ali Imron (3) : 104

عَنْ أَبِى سَعِيْدِ الْخُدْرِىِّ رَضِىَ الله عَنْهُ قَالَ:سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ:مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa’id al-Khudry ra, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda :”Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya, bila tidak mampu (ubahlah) dengan lisan, bila tidak mampu (ubahlah) dengan hati, dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)


Bercermin kepada Dakwah Rasulullah saw
Rasulullah saw adalah teladan bagi setiap umat muslim, salah satunya adalah dalam hal dakwah. Kehidupan Rasulullah saw adalah kehidupan dakwah Islam.Rasulullah saw berjuang tidak kenal lelah sepanjang hidupnya hanya demi Islam hingga beliau mampu mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat Islam yang cemerlang dan berjaya selama ratusan tahun.

Bagi seorang da’i/da’iyah agar tidak menemukan kesulitan dalam meneladani gerak langkah dakwah Rasul, maka ia harus berpegang kepada Al Qur’an, as Sunnah dan senantiasa mempelajari kehidupan dakwah Rasul saw dalam Sirah Nabawiyah atau sejarah dakwah Rasul.

Pokok-pokok Dakwah Rasulullah saw
Menelaah perjalanan dakwah Rasulullah saw, tidak dapat dilepaskan dari tujuan dakwah itu sendiri.Tujuan dakwah Rasul saw yang dapat dicermati dari perjalanan dakwah beliau adalah mewujudkan seluruh ajaran Islam (Syari’at Islam) dalam kehidupan nyata.

Pada dasarnya perjuangan dakwah Rasul dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

Dakwah di Mekkah, mencakup tahap pengkaderan dan tahap interaksi dakwah
Dakwah di Madinah, merupakan tahap mewujudkan masyarakat Islam

Dalam periode dakwah di Mekah, Rasul saw beserta para shahabatnya berjuang hanya dalam aspek fikriyah (pemikiran).Tujuan dakwah Rasul pada tahap pengkaderan di Mekah tidak lain untuk memantapkan aqidah, membentuk dan membina aqliyah dan nafsiyah Islamiyah (kepribadian Islam) sehingga tampak adanya perubahan perilaku pada diri shahabatnya. Selanjutnya pada tahap interaksi dakwah, Rasul beserta para shahabat mendapatkan perlawanan yang cukup besar dari kafir Qurays.Akan tetapi dengan kekuatan aqidah dan pemikiran Islam yang menghujam di dalam dada mereka, segala rintangan dapat mereka hadapi. Sampai tiba pertolongan Allah SWT yang datang dari penduduk Madinah dimana mereka siap untuk diterapkan syari’at Islam di dalam kehidupan masyarakatnya. Maka atas izin Allah SWT, Rasul beserta shahabatnya berhijrah ke Madinah. Mulailah saat itu dakwah memasuki periode Madinah dan aturan Islam mulai diterapkan di tengah-tengah mereka.


Peran Muslimah dalam Dakwah dan Kebangkitan Umat Islam
Pada dasarnya, dakwah wanita tidak berbeda dengan pria, baik dari segi hukumnya yaitu wajib maupun dari segi metode (thoriqoh) yang harus ditempuhnya. Perbedaannya terletak pada teknis pelaksanaannya saja karena hal ini terkait dengan sifat-sifat khusus yang telah ditetapkan Allah SWT atas kaum wanita serta kedudukannya yang khas di tengah masyarakat. Sifat khusus tersebut terikat dengan aturan khusus bagi wanita yang telah ditetapkan Allah SWT, seperti :
- Larangan bepergian jauh kecuali disertai mahrom
- Wajib mengenakan kerudung dan berjilbab ketika keluar rumah

- Harus ada izin suami ketika akan keluar rumah
- Tugas pokoknya (utama) nya sebagai ibu dan pengatur rumah tangga
Hal ini tidak berarti dakwah wanita berjalan sendiri, begitupun dakwah pria. Pelaksanaan dakwah tetap merupakan satu kesatuan yaitu dakwah mewujudkan Islam di tengah-tengah kehidupan dimana kepemimpinan berada di pihak pria. Kendati demikian, untuk mengurus dan membina secara khusus kaum wanita, maka kegiatan seperti ini dipimpin oleh kaum wanita sendiri.

Upaya membangkitkan umat tentu tidak terlepas dari peran seorang wanita (ibu) yang pada hakikatnya sebagai orang yang melahirkan dan mendidik generasi penerus umat. Wanita dikaruniai oleh Allah SWT kemampuan untuk mengandung dan menyusui.Tak bisa dipungkiri seorang ibu memiliki peranan yang sangat penting terhadap proses tumbuh kembang anak.Seorang ibu juga berperan dalam mendidik anak-anaknya sehingga ibu menjadi madrasah pertama dan utama bagi anak-anaknya.Dengan berbekal pemahaman Islam yang kuat, seorang ibu akan mampu mengantarkan anak-anaknya menjadi anak-anak yang doanya senantiasa didengar oleh Allah SWT yang tidak lain adalah anak-anak yang shaleh, melalui seorang ibu juga para pemimpin yang unggul akan terwujud.Tak ayal lagi, kedudukan sebagai ibu adalah sangat ideal bagi wanita.Kriteria seorang ibu ideal diantaranya :

Memiliki aqidah dan Syakhshiyyah Islamiyyah

Seorang ibu yang memiliki aqidah yang kuat akan memiliki keyakinan bahwa anak adalah amanah Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Ibu yang seperti ini akan berupaya keras untuk menanamkan keimanan yang kokoh kepada anak-anaknya sejak dini.Firman Allah yangbisa kita renungi yaitu QS Al Hadid : 20.
Seorang ibu juga harus memiliki syakhshiyyah Islamiyyah (kepribadiam Islam) yang kuat.Artinya menjadikan aqidah Islam sebagai asas, baik dalam berfikir maupun berbuat, menjadikan hukum syara’ sebagai standar dalam perbuatannya juga akan menjadi teladan yang baik dan menjadi contoh pertama anak-anaknya.

Memiliki Kesadaran untuk Mendidik Anak-anaknya sebagai Aset Umat

Ibu yang baik tentu tidak egois hanya mendidik agar anaknya mampu mandiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu mengurus orangtuanya ketika tua.Akan tetapi seorang ibu harus juga mampu mengarahkan anaknya untuk berjuang menjalankan perintah Allah SWT yaitu memperjuangkan umat Islam.Kita bisa melihat teladan beberapa orang shahabiyat seperti Asma’ binti Abu Bakar Ash Shidiq yang mampu menjadikan anaknya, Abdullah bin Zubair, seorang kuat keimanannya dan tidak mengenal takut untuk berjuang di jalan Allah SWT.Al Khansa seorang ibu yang memiliki jiwa heroik yang sangat menyala dalam membela din dan kebenaran. Keempat putranya syahid di medan pertempuran dan ia tidak meratapinya dan juga tidak mengeluh.

Mengetahui dan mengasai konsep pendidikan anak

Seorang ibu haruslah memiliki wawasan dan keilmuan yang tinggi.Seorang ibu harus terus memperkaya dirinya untuk memahami perkembangan kondisi anaknya (baik aspek fisik, pikir dan nalurinya).

Untuk menjadi ibu ideal seperti gambaran di atas, tentulah tidak bisa jika hanya berdiam diri. Perlu dilakukan pembinaan secara rutin dan berkesinambungan agar para ibu memiliki aqidah dan sykhshiyyah Islamiyyah yang tinggi. Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam membina dan mendidik anak agar menjadi generasi yang shaleh, generasi yang menghasilkan pemimpin yang unggul.

Khatimah
Demikianlah gambaran umum mengenai pentingnya dakwah wanita dalam kaitannya dengan kebangkitan umat. Selain tugas pokoknya sebagai seorang ibu dan pengatur rumah tangga, wanita juga berperan sebagai hamba Allah SWT dan sebagai bagian dari masyarakat.

Untuk itulah, mari kita bersama-sama songsong KEBANGKITAN UMAT ISLAM dengan mengembalikan seluruh hukum-hukum Allah SWT di tengah-tengah kehidupan kita. Hal ini hanya terwujud dengan jalan membina diri, keluarga dan masyarakat dengan pemahaman Islam yang jernih dan mendalam.
Wallahu’alam bishawab

Tidak ada komentar: