Selasa, 14 Juni 2011

Aroma Dosa

Mohammad bin Wahsy, pernah berkata dalam muhasabahnya (perenungannya): “Seandainya dosa itu mempunyai aroma, tentu semua orang tidak akan senang duduk bersama saya“.

Bayangkan kalau dosa itu mempunyai aroma, maka semua orang tidak akan bisa hidup tenang, karena masih mencium bau busuknya. Apalagi efek sampingnya terhadap anggota tubuh kita, misalnya, ketika kita memakan hasil korupsi, lalu perut kita tiba-tiba buncit. Atau ketika kita selingkuh atau berzina lalu hidung kita menjadi belang, ketika mata kita suka melihat aurat wanita lalu mata kita tiba-tiba buta. Tentu semua orang tidak akan melakukan perbuatan dosa.

Tepatlah ucapan Imam Ghazali: “Dosa itu bagaikan debu yang menempel di kaca. Maka pandai-pandailah membersihkan kaca itu “. Firman Allah SWT: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya ” (QS. Asy-Syams: 9-10).

Kita bertambah yakin apabila hati kita bersih, Hati yang bersih akan memunculkan kedamaian, ketentraman, dan kesejukan. ltulah hati yang telah memperoleh percikan surga. Kalau situasi dan kondisi semacam itu telah terwujud dalam kehidupan sehari-hari, alangkah indahnya hidup.

Suasana kedamaian dan kasih sayang begitu terasa dalam kehidupan. Kehidupan keluarga (rumah tangga) penuh dengan nila-nilai kerukunan, di kantor (tempat kerja) pun telah tercipta suasana keharmonisan (kondusif), saling tegur sapa berlangsung sedemikian akrab, dengan tutur kata yang santun, sepanjang masa serasa berada di sebuah negara Baldatun toyyibatun warrabbun ghafur (Negara indah yang penuh dengan nilai-nilai keampunan dari Allah yang Maha Pengatur).
Tidak Sia-sia

Ada tiga yang tidak akan kembali, Kata-kata apabila telah diucapkan, waktu apabila telah berlalu, dan kesempatan yang terabaikan. Oleh karena itu, janganlah kita menyia-nyiakan umur dengan hanya menimbun dosa, lebih baik memperbanyak amal shaleh (berbuat kebajikan), yang nantinya akan mendapat pahala, yang merupakan jalan lebar menuju surga.

Setiap manusia tentu menginginkan surga karena ia adalah tempat bahagia, disediakan bagi orang-orang yang selalu meningkatkan kualitas taqwa dan kesabarannya. Untuk itu diperlukan gairah yang optimistis, menjadi manusia yang selalu condong untuk melakukan amal-amal shalih (kebajikan), sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT:

“Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga, dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun ” (QS. An Nisa: 124).

Apabila seseorang telah condong kepada kebaikan dengan dasar kejujuran, dan ia ingin beraudiensi (bertemu) dengan Allah SWT, maka ia akan terhindar dari noda-noda, terhindar dari kepalsuan, terhindar dari amal-amal buruk.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW dalam rangka menjawab pertanyaan seorang sahabatnya, Abu Darda: “Ya Rasulullah, mungkinkah seorang mukmin mencuri? ”
Kata Nabi SAW: “Ya, kadang-kadang”.
la bertanya lagi: “Mungkinkah mereka (mukmin) berzina? “.
Kata Nabi SAW: “Mungkin saja”.
Abu Darda bertanya lagi: “Mungkinkah mereka (mukmin) berdusta? ”
Nabi SAW menjawab dengan ayat Al-Qur ‘an: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta” (QS. An-Nahl: 105)

Maka, apabila seorang mukmin sudah tercium bau kebohongannya, dia bukanlah seorang mukmin, melainkan dia (hanyalah) orang Islam. Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT: “Bahwa orang-orang Arab Baduwi itu berkata: Kami telah beriman. (Allah berfirman) Katakanlah (kepada mereka): kamu belumberiman, tetapi katakanlah kami telah tunduk. karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tiada akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” (QS. Al Hujuraat: 14)
Jujur dan Bohong

Hindanlah kebiasaan berbohong, karena kebohongan akan melahirkan kelemahan-kelemahan dan jiwa pengecut. Sedangkan kejujuran
akan melahirkan keberanian. Sahabat Nabi SAW, AbuBakar as Shiddiq pernah menyampaikan sebuah hadits: “Kejujuran adalah amanah, sedangkan kebohongan adalah khianat “.

Apabila seluruh anggota tubuh kita khianati, tidak mau peduli dengan aturan-aturan Allah, ketika makan, istirahat, bekerja, maka akan mengakibatkan badan sakit. Begitu juga halnya hati kita “akan sakif apabila kita tidak mau ikut aturan-aturan-Nya.

Hanya orang-orang yang kuat imannya yang tidak bisa tercium aroma dosa mengontrol diri dengan menghindari tempat-tempat maksiat. Mendobrak belenggu nafsu, ingin segara masuk ke dalam hati nurani. Di saat itulah seorang mukmin akan menemukan cahaya ilahi, yang sempat terlepas dari dirinya.

Sumber : Lembar Risalah An-Natijah Mo. 14/Thn. XIV - 3 April 2009

Tidak ada komentar: