Senin, 30 Juli 2012

Sejarah Kewarisan dalam Islam (1)



REPUBLIKA.CO.ID, Ajaran Islam tidak hanya mengatur masalah-masalah ibadah kepada Allah SWT. 
Islam juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, baik dalam skala kecil, berupa rumah tangga (yang ditata dalam berbagai bentuk peraturan, seperti perkawinan, pembinaan keluarga, perceraian, dan kewarisan) maupun dalam skala besar, berupa kehidupan bernegara.

Khusus menyangkut kewarisan, Islam mengganti pola kewarisan lama yang berlaku pada masa jahiliyah dengan pola kewarisan baru yang lebih adil.

Berdasarkan ajaran Islam, sistem kewarisan pada masa sebelum Islam sangat tidak adil. Sebab, hak waris hanya diberikan kepada laki-laki dewasa yang sudah mampu memanggul senjata untuk berperang dan dengan itu dapat memperoleh rampasan perang.

Sementara laki-laki yang belum dewasa dan perempuan, tidak mendapatkan hak waris walaupun orang tuanya kaya raya. Dalam Islam, setiap pribadi, baik laki-laki ataupun perempuan, berhak mendapatkan hak waris.

Islam mengajarkan, meninggalkan keturunan (anak) dalam keadaan yang berkecukupan, lebih baik daripada meninggalkannya dalam keadaan lemah (QS. An-Nisa [4]: 9). Islam memerintahkan, ''Berikanlah sesuatu hak kepada orang yang memiliki hak itu.'' (HR. Al-Khamsah, kecuali An-Nasai).

Dari hal tersebut, agar hak seseorang sampai ke tangannya, Islam telah menggariskan aturan-aturan yang jelas. Aturan-aturan itu antara lain tertuang dalam bentuk hibah, wasiat, dan kewarisan. Sistem perwarisan dalam Islam ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah An-Nisa [4]: 11-12, dan 176.
Ayat ini sekaligus memerintahkan kepada Rasulullah SAW untuk menjelaskan ketentuan Allah mengenai sistem kewarisan kepada umat Islam. Ketentuan tersebut untuk menggantikan sistem kewarisan yang dijalankan di masa jahiliyah.

Masa permulaan Islam

Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, diterangkan bahwa pada masa awal Islam, seseorang bisa mewarisi harta dari orang yang meninggal dunia karena keturunan, pengangkatan anak, dan sumpah setia.

Selanjutnya, ditambah lagi dengan orang yang ikut berhijrah dan dipersaudarakannya orang-orang Muhajirin (hijrah dari Makkah ke Madinah) dengan orang Anshar (yang menolong orang-orang Muhajirin).

Yang dimaksud dengan alasan ikut hijrah ialah jika seorang sahabat Muhajirin meninggal dunia, maka yang mewarisi hartanya adalah keluarganya yang ikut hijrah. Sedangkan, kerabat yang tidak ikut hijrah tidak mewarisi.

Tidak ada komentar: