Kamis, 26 April 2012

Rambu Kehidupan


 
Rambu lalu lintas. IlustrasiREPUBLIKA.CO.ID,  Ketika melewati jalan, saya melihat ada mobil yang berhenti parkir dengan santainya di bawah rambu jalan yang bertanda P dicoret. Bukankah itu artinya mobil itu tidak boleh parkir disana. Tetapi mengapa? Bukankah itu peraturan bersama, yang mesti ditaati bersama? Begitu juga tanda panah biru yang menunjukkan kendaraan sebaiknya melewati jalur itu, belum lagi tanda verboden, lampu merah jalanan, dan banyak lagi.



Apa yang bisa kita cermati dari rambu ini? Boleh jadi sebuah tanda-tanda batas, yang akan menuntun kita pada suatu cara untuk menentukan jalan yang akan mengantarkan kita pada suatu tujuan.
Dengan jalan yang penuh keteraturan, tidak saling merugikan, dengan kata lain jalan yang selamat. Namun bagi sebagian orang, seperti mobil yang berhenti parkir di bawah tanda dilarang parkir tersebut. Rambu, atau symbol keteraturan itu boleh jadi hanya dianggap sebagai pancang, atau tonggak hiasan jalan.
Bagi sebagian orang lagi rambu sangatlah penting. Makna sebuah “rambu” akan menjadi berbicara bahkan sangat lantang bagi sebagian orang yang sangat membutuhkan. Dalam ilustrasi rambu lalulintas, lampu merah (lampu stopan) adalah lampu yang mengatur seluruh pengguna jalan tersebut.rambu adalah satu bentuk pengejawantahan simbol aturan, regulasi dari regulator atau si pembuat aturan.
Rambu ini menjadi sebuah jawaban, solusi dari permasalahan yang muncul atau yang akan muncul. Rambu menjadi hidup, sangat sibuk, berbicara, bahkan berteriak bagi pelanggarnya.
Rambu yang kita bicarakan mungkin hanya berbentuk lampu atau dalam bentuk tiang pancang, tapi secara bentuk tidak menjadi masalah, maknanyalah yang menjadikan rambu tersebut sebuah sosok yang mengatur keharmonisan pengguna jalan raya. Tanpa rambu tak akan pernah ada toleransi, semua akan saling sikut, berebut cepat, dan tatanan aturan akan kembali ke hukum rimba. Manusia menjadi serigala bagi manusia yang lainnya.Siapa kuat dia yang menang. Pendek kata tanpa rambu, tanpa tanda batas, manusia akan melampaui batas.
Karena itu perlulah kita satu pedoman, satu rambu untuk melintasi perjalanan panjang ini. Perjalanan menuju akhirat sebagaimana ayat,“...sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara), dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.'' (QS Al Mu’min [40] : 39)
Dan pedoman, rambu atau petunjuk itu sebaik-baiknya adalah Alquran sebagaimana ayat, ''...dan Kami turunkan kepadamu Al kitab(Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjukserta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” Wa hudaw, wa rahmataw, wa busyra lil muslimin…. (QS. An Nahl, 16 : 89)
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa Alquran adalah sebuah rambu yang bersifat menyeluruh dan komprehensif, yang mengatur tentang hidup, sekaligus kehidupan. Sebuah system yang dapat membuat dunia menjadi harmonis dalam segala aspek. Subhanallah.
Seringkali kita kemudian membuat aturan, seakan-akan kitalah yang paling tahu tentang kemashalatan individu maupun kehidupan bermasyarakat.Padahal sulit untuk menselaraskan beragam keinginan, pihak yang satu dengan yang lainnya, harapan yang satu dengan yang lainnya. Karena dengan berbagai macam alasannya  manusia selalu mendahulukan keinginannya, kepentingannya, kelompoknya, golongannya.
Dan dikarenakan itu pula prioritas kepentingan diukur dari banyaknya suara yang terkumpul atau tidak, mendukung atau tidaknya, target kuorum rapat dan sebagainya. Dan seakan-akan kita dengan berbagai keterbatasan, kita harus mampu menetapkan aturan, definisi, juklak dan lain sebagainya secara adil seadil-adilnya.Bisakah aturan dibuat berlandaskan berbagai pertimbangan hak asasi kemanusiaan, komentar setuju dan tidak setuju, atau pro-kontra, bahkan polling suara?
Dan ini membuat sekali lagi seakan-akan antara yang Haq dan yang bathil ditentukan oleh banyaknya suara manusia yang mendukung dan akhirnya aturan Alloh dikesampingkan atas dasar keberagaman keinginan manusia.Padahal dalam sebuah ayat dijelaskan bahwa ; “Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang haq dan yang bathil”. (QS. Ath Thaariq, 86 : 13).
Jika kita memandang hakikat rambu dari sudut pandang kepentingan seseorang atau lebih, maka si pembuat “rambu” tersebut pastilah harus menguasai permasalahan secara menyeluruh agar tercipta suatu keharmonisan dalam tatanannya, begitu pula ilustrasi lain yang sejenis seperti manual book (buku panduan menggunakan) handphone. Dapat dipastikan agar penggunaan handphone dapat maksimal dan tidak terjadi kesalahan-kesalahan fatal, maka kita sebaiknya menggunakan buku panduan tersebut dengan sebaik-baiknya.Dan otomatis si pembuat handphone lah yang paling tahu kelebihan dan kekurangannya.
Oleh karena itu jika kita ingin memaksimalkan kehidupan kita ini, sebaiknya kita menggunakan pedoman, manual book, atau hukum, rambu-rambu dari yang membuat manusia, dunia, alam semesta beserta seluruh isinya ini. Karena yang membuatnyalah yang lebih mengerti.
Dan janganlah kita membuat aturan atau rambu yang bertentangan dengannya sebagaimana dijelaskan dalam ayat, “Ya ayyuhal lazina amanu ati ‘ulloha wa ati’urasula wa ulil amri minkum,…..Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (NYA), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS An Nisaa, 4 : 59)
Oleh karena itu mari kita berjalan bersama-sama mengikuti “rambu-rambu” Allah SWT, agar kita tidak tersesat dan selamat dalam perjalanan. Jangan lupa “utamakan selamat”. Insya Allah
Tidaklah lebih baik dari yang berbicara ataupun yang mendengarkan, karena yang lebih baik disisi ALLAH adalah yang mengamalkannya.
Ustaz Erick Yusuf: Pemrakarsa Training iHAQi (Integrated Human Quotient)
Twitter: @erickyusuf

Tidak ada komentar: