Senin, 23 Juli 2012

Hikayat Puasa di Bulan Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Secara bahasa, puasa berasal dari bahasa Arab, Shaum (jamaknya Shiyam) yang bermakna al-Imsak (menahan). Sedangkan menurut istilah, puasa itu menahan makan dan minum serta semua yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari.
Ulama terkemuka  Syekh Wahbah az-Zuhaili mendefinisikan puasa sebagai menahan diri dari segala keinginan syahwat, perut serta faraj (kemaluan) dan dari segala sesuatu yang  masuk ke kerongkongan, baik berupa makanan, minuman, obat, dan semacamnya, pada waktu tertentu  -- mulai terbit fajar hingga terbenam matahari.
Menurut Syekh az-Zuhaili, puasa dilakukan oleh Muslim yang berakal, tidak haid dan juga tidak nifas dengan melakukannya secara yakin. Setiap Muslim yang beriman diwajibkan berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan. Perintah berpuasa telah ditegaskan dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 183.
Perintah berpuasa Ramadhan bagi umat Nabi Muhammad SAW mulai turun pada 10 Syaban, satu setengah tahun setelah umat Islam hijrah ke Madinah. ‘’Ketika itu, Nabi Muhammad baru saja diperintahkan untuk mengalihkan arah kiblat dari Baitulmakdis (Yerusalem) ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi,’’ tulis Ensiklopedi Islam.
Puasa Ramadhan dimulai ketika melihat atau menyaksikan bulan pada awal bulan tersebut. Apabila langit dalam keadaan berawan yang mengakibatkan bulan tak dapat dilihat dan disaksikan, maka bulan Syaban disempurnakan menjadi 30 hari. 
Kewajiban puasa sebulan penuh pada Ramadhan baru dimulai pada tahun kedua Hijriah. Itu artinya, umat Nabi Muhammad SAW secara turun temurun telah melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan selama 1.431 kali. Tahun ini, Ramadhan memasuki tahun 1433 H. Lalu apakah ada kewajiban puasa bagi umat Rasulullah, sebelum puasa Ramadhan?
Sebelum turunnya ayat yang memerintahkan puasa wajib di bulan Ramadhan, menurut H Sismono dalam Puasa pada Umat-Umat Dulu dan Sekarang, pada mulanya kaum Muslimin memandang puasa Asyura (10 Muharam) sebagai hari puasa wajib mereka. Keyakinan tersebut mungkin mengacu kepada puasa yang dilaksanakan umat Yahudi pada Hari Raya Yom Kippur yang jatuh pada tanggal 10 bulan Tishri.
Hari Asyura merupakan hari raya terbesar umat Yahudi, dan hingga saat ini masih dirayakan oleh orang-orang Yahudi Khaibar (dekat Madinah). Mereka yang melaksanakan puasa pada hari itu, akan mengenakan pakaian yang serba indah, berbelanja makanan, minuman, dan lain sebagainya.
Imam Syafii pernah mengutip hadis Nabi SAW yang menyatakan, ‘’Sangat disukai berpuasa tiga hari, yakni hari kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas Muharam.’’ Imam Hanafi juga berkata, ‘’Tak ada yang salah dalam urusan hari Asyura, selain berpuasa pada hari itu saja. Orang-orang Rawafidh mengada-adakan bid’ah kesedihan pada itu; orang-orang jahil Suni mengada-adakan bid'ah kesukaan.''
Menurut riwayat lain, sebelum turunnya perintah puasa Ramadhan, Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya serta kaum Muslimin, melaksanakan puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan-bulan Qomariyah. Selain itu, mereka juga biasa berpuasa tanggal 10 Muharam, sampai datang perintah puasa wajib di bulan Ramadhan.
Berdasarkan penjelasan di atas, tampaklah bahwa puasa Asyura tak ada hubungannya dengan peringatan wafatnya Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang biasa diperingati oleh penganut Syiah. Namun demikian, sebagian umat Islam, termasuk di Indonesia, ada yang rutin melaksanakan puasa Asyura.
Rasulullah pun terbiasa berpuasa pada hari Asyura. Bahkan,  Rasul SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk juga berpuasa pada hari itu. Menurut Ibnu Umar RA, Rasulullah pernah berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh dia (Ibnu Umar) untuk berpuasa juga. Namun, saat datang perintah puasa Ramadhan, maka puasa Asyura itu ditinggalkan oleh Rasulullah SAW.
Tentang perintah Rasulullah untuk berpuasa Asyura, menurut Bukhari, Ahmad dan Muslim adalah sesudah beliau tiba di Yatsrib (Madinah). Tepatnya, sekitar setahun setelah Rasul SAW dan sahabat-sahabatnya tinggal di Madinah. Menurut riwayat, Rasul SAW tiba di kota itu pada Rabiul Awal. Sedangkan perintah puasa Asyura itu disampaikan pada awal tahun kedua.
Kemudian, pada tahun kedua hijrah saat memasuki bulan Ramadhan, turunlah wahyu yang berisi perintah kepada umat Islam akan diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan. Dan puasa Asyura hanya satu kali dilaksanakan sebagai puasa wajib.

Tidak ada komentar: