Senin, 23 Juli 2012

Inilah Cara Warga Inggris Menyambut Ramadhan



REPUBLIKA.CO.ID, LONDON---Perjalanan masuknya Islam di Inggris sejak beberapa abad silam dan kisah William Henry Quilliam sebagai orang Inggris pertama yang menjadi Muslim, ditayangkan stasiun televisi BBC London.
Tayangan selama dua jam dalam dua seri yang berjudul "Great British Islam" itu, menyambut bulan suci Ramadan 1433 Hijriah tahun 2012 oleh umat Islam di Inggris, mulai dilaksanakan Jumat, di musim panas dimulai pukul 2.30 pagi hingga saat Maghrib sekitar pukul 09.05 waktu setempat.
Pengamat masalah sosial dan kandidat Phd dari Essex University, Hakimul Ikhwan, Sabtu, mengatakan tayangan Great British Islam di stasiun BBC London mulai Rabu malam itu, bukan hanya menambah pengetahuan mengenai sejarah masuk Islam di Inggris.
Tayangan itu juga menggugah perasaan sebagai Muslim untuk mensyukuri dan respek terhadap komitmen Inggris pada prinsip demokrasi, terutama dalam pengertian menjamin kebebasan berekspresi dan berkeyakinan, ujar Hakimul, dosen Sosiologi Fisipol UGM Yogyakarta.
Sebelum sampai ke Inggris, tidak pernah terbayangkan pada diri suami Lia Yuliawati bahwa tayangan seperti itu bisa ada di TV Inggris sekelas BBC.
Dalam hal ini, mungkin Inggris memang terdepan dibanding negara-negara Eropa lainnya, seperti Jerman dan Prancis, ujar ayah satu putri itu pula.
Menurut dia, tayangan "Great British Islam" sangat menginspirasi, dan banyak hal yang menarik untuk dikomentari.
Dia menilai, ketangguhan prinsip masyarakat Ingggris (British) terhadap prinsip penghargaan keberagaman/pluralitas.
Tidak hanya itu, mereka juga memfasilitasi dan menghadirkannya sebagai diskursus di ruang publik melalui media yang paling mudah diakses, yaitu televisi, ujar alumni Pondok Modern Gontor Angkatan 1997.
Ia mengatakan, perkembangan Islam di Inggris sejak abad 19 sekaligus membantah tesis atau pandangan para Orientalis bahwa Islam berkembang melalui pedang (peperangan).
Justru yang terjadi di Inggris, sebagaimana juga terjadi di Indonesia, Islam sukses berkembang melalui kemampuan "membumikan" nilai dan ajaran Islam sesuai dengan konteks dan kebutuhan masyarakat lokal, ujar peneliti dengan topik "Islamism and Democracy" itu lagi.

Tidak ada komentar: