Senin, 17 Juni 2013

BAHAYA HUTANG


BISMILLAAHIR RAHMAANIR RAHIEM.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Tiada rasa permusuhan kecuali atas orang-orang yang zhalim. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasul yang diutus sebagai rahmat untuk seluruh alam. Wa ba’du:
Ketika kebanyakan manusia mulai lupa atau melupakan kadar bahaya yang timbul karena hutang, bahkan mereka mempermudah perkaranya hingga terkadang menghantarkannya ke sel penjara atau menjual seluruh hak miliknya untuk melunasi hutang-hutangnya.

Bertolak dari hal tersebut, saya tergerak untuk menulis artikel ini guna mengulas masalah hutang, efek-efek bahayanya dunia akhirat. Karena hal itu bukan berhenti hingga di ruang bui atau habisnya harta benda untuk menutupinya tetapi lebih dari itu akan menimbulkan rasa penyesalan mendalam pada hari kiamat. Alangkah besar penyesalan seorang hamba yang mengambil harta orang lain dan tidak mengembalikannya. Sungguh hal itu melebihi kehinaan di dunia yang selalu menunggu untuk dibayar dan dilunaskan pada hari tersebut. Yaitu suatu hari orang yang pailit datang dengan kefakiran, kelemahan dan kehinaannya. Ia tidak mampu melunasi hutangnya dan tidak pula mengemukakan uzurnya. Maka pada saat itu, diambillah (pahala) amal-amalnya yang dengan susah payah ia kumpulkan dengan menghabiskan usianya lalu berpindah ke tangan orang-orang yang menuntutnya sebagai ganti harta yang belum dikembalikan. Belumkah kalian mendengar hadits Nabi r tentang orang yang muflis (pailit)? Demikian pula dalam hadits lain beliau r bersabda: “Sungguh janganlah kamu mati dengan meninggalkan hutang. Karena hal itu –taruhannya- adalah kebaikan dan keburukan. Pada saat nanti tiada lagi dinar dan dirham dan Allah tidak akan men-zhalimi seorangpun”. (HR. Ibnu Majah dengan sanad shahih)
Oleh karena itu, hendaknya seseorang itu selalu berpikir agar catatannya bersih dari bentuk kezhaliman terhadap temannya, terutama masalah hutang yang dia anggap remeh tapi amat besar di sisi Allah. Jika telah jelas kadar bahaya dan efek yang ditimbulkan hutang, maka ikutilah wasiat-wasiat berikut ini:
Setiap orang harus merasa besar efek yang diwariskan hutang dan adanya hadits yang amat keras dalam perkara ini, karena hutang disamakan dengan kekafiran dalam balasannya. Dari Abi Sa’id Al-Khudriy ia berkata, saya mendengar Rasul r bersabda: “Aku berlindung diri kepada Allah dari kekufuran dan lilitan hutang”. Maka ada salah seorang sahabat bertanya: “Ya Rasulallah, apakah sama antara kekafiran dengan lilitan hutang?” Beliau menjawab: “Ya”. (HR. Nasa-i tapi dilemahkan oleh Al-Albani)
Hutang merupakan bendera kelemahan dan kehinaan. Allah menghinakan seseorang dengannya. Olah karenanya, jika Allah menginginkan kehinaan seorang hambaNya, maka Allah lilitkan hutang kepadanya. Dari Ibnu Umar, Nabi r bersabda: “Hutang adalah bendera milik Allah di atas bumi, jika Dia menghendaki kehinaan seorang hambaNya maka ditaruhlah –hutang tersebut- di lehernya”. (HR. Hakim)
Bebas dari hutang mendatangkan kebahagiaan, kebebasan dan ketenangan. Dari Ibnu Umar ia berkata, saya mendengar Rasulullah memberi wasiat kepada seseorang dengan ucapan beliau: “Minimalkan (kurangilah) dosamu niscaya akan memudahkan kematianmu dan minimalkanlah hutang niscaya kamu hidup bebas tanpa ikatan”. (HR. Baihaqi)
Bertolak dari seringnya Nabi r memohon perlindungan diri dari hutang mendorong seorang sahabat menanyakannya. Maka beliau menjawab: “Sesungguhnya jika seseorang berhutang maka dia akan berdusta saat berbicara dan tidak menepati janjinya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Sebab biasanya hutang menjadi penyebab yang menghantarkan seseorang berbohong dan tidak menepati janjinya. Maka dari itu, sebaiknya orang yang tertimpa hutang atau yang amat menghawatirkan dirinya terlilit hutang memperbanyak doa berikut ini: ((Allaahumma Anta taksyiful maghrami wal ma’tsami faksyifhu ‘annii. Allaahumma innii a’uudzubika minal ma’tsami wal maghram = Ya Allah Engkau Maha menyingkapkan (mengenyahkan) hutang dan dosa, maka singkapkanlah dari diri hamba. Ya Allah, hamba memohon perlindungan diri dari terpaan dosa dan lilitan hutang)).
Ketidak tahuan manusia akan dampak buruk sebab hutang menjadikan mereka amat mengandalkannya bahkan dalam masalah yang paling sepele sekalipun. Jika mereka tahu hadits-hadits Nabi yang amat keras dalam hal hutang niscaya mereka tidak berani melakukannya. Sungguh telah termaktub dalam berbagai riwayat bahwa Nabi r menolak untuk men-shalatkan orang mati yang meninggalkan hutang. Di antaranya suatu ketika didatangkan seorang mayit agar beliau berkenan men-shalatkannya, tapi beliau berkata: “Shalatkanlah teman kalian karena sesungguhnya dia memiliki tanggungan hutang”. (HR, Tirmidzi, beliau berkata, hadits ini adalah hasan shahih). Hal ini terjadi di permulaan Islam, setelah Allah memenangkan RasulNya maka beliau bersabda: “Saya lebih berhak terhadap setiap mukmin dari dirinya sendiri, siapa saja yang meninggalkan hutang maka saya yang menanggungnya sedangkan yang meninggalkan harta maka untuk ahli warisnya”. Oleh karena itu, setiap orang yang meninggal dunia dan belum melunasi hutangnya maka pelunasannya akan diambilkan dari pahala-pahala amal kebajikannya.
Demikian pula keterangan akan kerasnya peringatan mengenai hutang adalah seseorang yang mati syahid tidak boleh memasuki surga jika belum melunasi hutangnya. Dari Muhammad bin Abdullah bin Jahsy ia berkata: “suatu saat Nabi r duduk sedangkan jenazah ditaruh (di liang lahat). Maka beliau memandang ke langit lalu menurunkannya dan terus meletakkan tangan ke kening beliau sambil berkata: “Subhaanalllaah, subhaanallaah. Attasydid telah diturunkan”. Muhammad berkata: Kami tahu lalu diam hingga datang hari besoknya saya tanyakan kepada beliau: “Apa tasydid yang telah diturunkan, ya Rasul?” Beliau menjawab: “Mengenai hutang. Demi Dzat yang menguasai diriku jika seseorang terbunuh fi sabilillah (mati syahid) lalu hidup kemudian terbunuh lalu hidup kemudian terbunuh lagi sedangkan dia memiliki tanggungan hutang maka tidak bisa masuk surga hingga terselesaikan hutangnya”. Dalam Shahih Muslim disebutkan: “Allah mengampuni segala dosa orang yang mati syahid kecuali hutang”. Sedangkan dalam Musnad Imam Ahmad termaktub: “Sesungguhnya teman kalian tertahan di pintu surga sebab hutangnya (yang belum terlunaskan)”, dari hadits Samurah.
Sungguh tidak berhutang dan lebih mengutamakan selamat itu jauh lebih baik daripada mengambil hutang yang menyibukkannya. Sehingga ia tidak mendapatkan sesuatu untuk membayarnya di waktu mendatang. Padahal karena hal itu, seseorang dapat terpelanting masuk neraka. Sebab pahala-pahalanya diambil dan diberikan kepada orang-orang yang mengutanginya. Jika tidak cukup, maka dosa-dosa mereka ditimpakan kepadanya. Sebagian orang sampai kepada kondisi bahwa ia berhutang untuk liburan ke luar negeri hingga akhirnya keberatan dalam melunasinya. Hal itu, terjadi karena ketidak tahuannya akan bahaya hutang dan mengikuti orang-orang kaya. Maka dia terjerembab kepada hal yang amat dibenci Allah yaitu orang miskin yang sombong serta berlari dari celaan keluarga. Imam Khathabi meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud sebuah hadits marfu’: “Akan datang suatu masa bahwa seseorang binasa ditangan isterinya, orang tua dan anaknya. Maka mereka mencelanya dengan kefakiran dan membebaninya dengan sesuatu di luar kemampuannya lalu dia memasuki pintu-pintu yang melenyapkan diennya hingga akhirnya dia hancur dan binasa”.
Sesungguhnya banyak hutang dapat mendatangkan kefakiran dan hilangnya keberkahan dari harta yang ada serta mengingatkan kepada kehancuran dan kerugian. Sebagian orang ada yang bergaji jutaan rupiah, tapi dia tetap mengeluhkan lilitan hutang. Hal ini merupakan hasil dari jeleknya menejemen keuangannya dan menjatuhkan dirinya ke lembah perkreditan dalam membeli barang-barang mewahnya. Maka tambal sulamnya semakin lebar, hingga akhirnya menyulitkan hidupnya dalam jangka yang lama dengan income yang tidak seimbang dengan tuntutan-tuntutan dari pihak pengutang. Ini tiada lain kecuali sebab ifrath (tindakan berlebih-lebihan) nya. Padahal Allah telah berfirman: “ Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (amat pelit) dan jangan pula kamu terlalu mengulurkannya (amat royal tanpa perhitungan). Karena itu akan menjadikanmu tercela dan menyesal“ (QS. Al-Isra’: 29) dan “ Dan orang-orang yang jika membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir “ (QS: Al-Furqan: 67). Sedangkan dalam hadits disebutkan: “Tidak akan jatuh miskin orang yang bertindak sederhana (tindakan tengah-tengah antara kikir dan berlebih-lebihan)” .
Sesungguhnya meminjam dengan niat tidak mengembalikannya adalah termasuk tindakan khianat dan pencurian. Nabi r bersabda: “Siapa saja yang menikahi seorang wanita dengan suatu mahar padahal ia berniat tidak ingin memberikannya maka ia adalah pe-zina. Dan siapa saja yang berhutang sedangkan ia berniat untuk tidak mengembalikannya maka ia termasuk pencuri”. Dalam riwayat Thabrani: “Ia akan bertemu Allah sebagai pencuri”. Dalam riwayat lain: “Ia mati saat kematiannya sebagai penghianat sedangkan penghianat (tempat kembalinya) di neraka”. (HR. Thabrani). Dalam kesempatan yang lain Nabi bersabda:”Siapa saja yang mengambil harta kawannya dengan niat membayarnya maka Allah akan menunaikan untuknya (memudahkannya) dan siapa saja yang mengambilnya dengan niat merusakkannya maka Allah akan menghancurkannya”. (HR. Bukhari)
Pemberi hutang yang menolong kawannya akan dilindungi Allah. Seperti keterangan sebuah hadits dari Anas, Nabi r bersabda: “Saat diriku di-isra’kan saya melihat catatan di pintu surga, sedekah itu dengan sepuluh kalinya sedangkan pinjaman dengan delapan belas. Maka saya tanyakan kepada Jibril, bagaimana mungkin pinjaman itu lebih baik daripada sedekah. Maka dia menjawab: Karena orang yang meminta itu –biasanya- saat meminta dia masih punya sesuatu sedangkan orang yang meminjam –biasanya- tidak meminjam kecuali terdesak kebutuhan”. (HR. Ibnu Majah). Dalam riwayat lain: “Siapa saja yang meringankan peminjamnya atau membebaskannya –dari pelunasan hutang- maka akan berada di bawah naungan ‘Arsy Allah pada hari kiamat”. Allah berfirman: “ Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka tangguhkanlah sampai dia berkelapangan (mampu membayarnya), dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui“. (QS: Al-Baqarah: 280)
Siapa saja yang mengambil harta kawannya (meminjamnya) lalu mati dan tidak meninggalkan sesuatu untuk menggantinya maka sungguh ia telah membuka pintu dosa besar. Nabi r bersabda: “Sesungguhnya dosa terbesar di sisi Allah setelah dosa-dosa besar yang terlarang adalah seseorang yang mati dengan tanggungan hutang tanpa meninggalkan sesuatu untuk melunasinya”. (HR. Abu Daud dari Abi Musa Al-Asy’ari)
Sesungguhnya hutang itu adalah kesusahan pada malam hari dan kehinaan pada siang hari. Barang siapa yang merasa bahwa hutang itu adalah suatu bentuk kehinaan bagi seseorang niscaya ia tidak berani melakukannya. Dalam hadits: “Kemuliaan seorang mukmin adalah (tergantung pada) shalatnya di malam hari sedangkan kehormatannya adalah merasa cukup dari (pertolongan) manusia”. Sedangkan Imam Tirmidzi meriwayatkan sebuah hadits dari Abi Kabsyah Al-Anmari: “Seorang hamba tidak membuka pintu permintaan kecuali Allah membukakan pintu kefakiran untuknya”. (Hasan Shahih)
Janganlah suka meniru. Dengan melihat si fulan membuka suatu usaha dan berhasil, lalu yang lain ramai-ramai mengikutinya dengan meminjam uang yang amat banyak. Kemudian terjun ke bidang tersebut dan ingin dalam sehari semalam menjadi seorang tajir yang berhasil. Kenapa saudara terjun ke bidang yang terkadang mendatangkan kebangkrutan yang pada akhirnya hanya memperbesar jumlah hutang yang tidak terlunasi. Jangan bertindak membabi buta dalam hal yang di luar kemampuan saudara, karena keselamatan diri saudara di atas segala-segalanya. Maka dari itu, janganlah mengambil hutang sehingga saudara menimbangnya masak-masak. Pikirkan terlebih dahulu jalan keluar darinya jika ternyata saudara bangkrut, bagaimana cara melunasinya (ada jaminan yang bisa diandalkan atau tidak). Hindarilah hutang semampu saudara, karena sang maut datang tanpa permisi. Sederhanakan kebutuhan belanja saudara dan jangan berlebih-lebihan hingga tidak menyesal nantinya.
Saudara –semoga Allah merahmatimu- ketahuilah, bahwa jika saudara terlilit hutang maka jadikanlah pikiran utamamu adalah melunasinya. Seperti ungkapan, setiap orang yang selalu memikirkan hutangnya maka dia melunasinya dan berusaha untuk menguranginya. Karena ada sebagian orang yang berhutang tanpa pikiran untuk melunasinya, maka akan kita dapati dia selalu berhutang setiap bulan tanpa menghiraukan berapa besarnya. Saat ditagih, dia mulai menutup-nutupinya dan jika sudah tiba waktu pelunasannya maka dia meminta tambahan tenggang waktu bahkan terkadang dia marah jika ditagih. Sebagian yang lain ada yang memecahkan masalah hutangnya dengan hutang yang lain (gali lobang tutup lobang). Maka dia seperti orang yang bangkit dari sebuah liang lalu jatuh terjerembab di sebuah lobang yang lebih besar. Dia membeli mobil dengan kredit lalu dia jual dengan kontan. Padahal masalah ini mengandung unsur riba seperti fatwa sebagian ulama, utamanya bagi orang yang bertujuan untuk mendapatkan harta dengan cash.
Janganlah saudara berhutang kecuali dalam keadaan terjepit dan darurat. Tahukah saudara arti darurat? Yaitu sesuatu yang –jika tidak dilakukan- menyebabkan kerusakan dunia dan akhirat. Contohnya mengakhirkan nikah, padahal dia hawatir jatuh ke lembah perzinaan. Dalam hadits diterangkan: “Ada tiga kelompok yang berhak mendapatkan pertolongan dari Allah, diantaranya adalah: orang yang ingin menikah”.
Termasuk wasiat yang berharga adalah: menepati janni, tidak mengulur-ulur waktu yang telah disepakati, tidak memakan harta orang lain, tidak mengingkari hutang. Karena sebagian orang yang meminjam sejumlah uang mendatangi saudara dalam keadaan amat sopan, tahu diri dan berpura-pura takwa dan dapat dipercaya. Lalu meminta pinjaman dari saudara sejumlah uang, padahal saudara amat membutuhkannya entah pada hari itu atau besoknya. Kemudian dia menyanjung saudara atau dengan mengatas namakan orang yang sulit untuk ditolak. Setelah itu saudara kabulkan permintaannya tanpa saksi dan atau catatan resmi karena rasa malu. Padahal Allah menyuruh kita untuk selalu mencatat hutang yang berjangka. Perintah itu adalah sunnah. Setelah itu, dia mengambil pinjaman lalu pergi seusai berterima kasih. Kemudian saudara tidak pernah melihatnya lagi. Setelah itu saudara mencarinya untuk menagihnya karena telah habis tenggang waktunya. Padahal kebutuhan saudara amat memerlukan uang tersebut. Sedangkan dia selalu menghindar jika ketemu saudara. Hingga saudara terdesak untuk mendatangi rumahnya dan mengetuk pintunya, tapi jawaban yang saudara dapati ialah, ia tidak ada atau sedang tidur atau sedang keluar kota. Pada akhirnya saudara mencari solusi dan perantara melalui teman-teman yang lain. Saat ketemu saudara, dia malah berkata: Saudara, tagihan macam apa ini, hingga saya sangat terganggu dan amat malu, apakah saudara takut saya tidak akan membayarnya? Jika dia orang baik-baik, maka dia akan membayar hutangnya kepada saudara tapi dengan sedikit demi sedkit. Hal ini akan menjadikan saudara tidak senang, harta saudara berbalik menjadi fitnah untuk diri saudara dan hilang waktu saudara yang amat berguna hanya untuk menagih hutang tersebut. Saudara tidak dapat memanfaatkan harta saudara sedikitpun karena dia mengembalikannya sedikit demi sedikit. Jika dia bukan orang baik-baik, maka dia akan memakan seluruh harta saudara dan setiap bertemu saudara dia akan berkata: Saya tidak memiliki tanggungan apa pun dari saudara, silakan saudara melapor ke pengadilan. Karena dia tahu bahwa saudara tidak memiliki tanda bukti hitam di atas putih ataupun saksi. Kalaupun saudara memiliki tanda bukti, apakah saudara sabar menghadapi orang yang mengambil hutang seperti ini? Sesungguhnya lenyapnya harta itu lebih mudah daripada mendatangkan tanda bukti dan atau saksi. Wahai orang-orang yang suka memberi pinjaman, waspadalah..karena kebaikan itu hanya dibalas dengan kebaikan pula.
Akhirnya, saya berdoa kepada Allah agar berkenan memberikan taufiq kepada kita dalam menghindari jeratan hutang yang akhirnya kita tak mampu menyelesaikannya di dunia.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Nabi kita Muhammad, segenap keluarga dan para sahabatnya. Amien
(ABU NABIEL AM. AFANDI)

Tidak ada komentar: