Jumat, 10 Juni 2011

Empat Orang Yang Dilaknat Nabi

Empat Orang Yang Dilaknat Nabi.

Naskah ini diangkat berdasarkan khutbah Jum’at Syaikh Ali bin Hasan al Halabi al Atsari – hafizhahullah- di Masjid al Akbar Surabaya, 18 Muharram 1427H bertepatan 17 Februari 2006. Narasi khutbah tersebut diterjemahkan oleh Abdurrahman Thayyib, kemudian kami tulis kembali dalam bentuk naskah, dg penyesuaian seperlunya, tanpa mengurangi substansi materi. Judul di atas adalah dari Redaksi. Semoga bermanfaat. (Redaksi).
_
Dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَن ذَبَحَ لِغَيرِ اللهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن سَبَّ وَالِدَيهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن غَيَّرَ مَنَارَ الأَرضِ,
لَعََنَ اللهُ مَن آوَى مُحدِثَا
Allah melaknat orang yg menyembelih utk selain Allah. Allah melaknat orang yg mencaci-maki kedua orang- tuanya. Allah melaknat orang yg merubah tanda batas tanah (orang lain), & Allah melaknat orang yg melindungi orang yg mengada-adakan perkara baru dalam agama (bid'ah).
TAKHRIJ HADITS
- HR Bukhari di Adabul Mufrad, bab (8) man la’ana Allah man la’ana walidaih, no. 17.
- Muslim, dalam Shahih Muslim, kitab al adhahi, no. 3657, 3658, 3659.
- An Nasa-i, dalam as Sunan, kitab adh dhahaya, no. 4346, dan
- Ahmad di berbagai tempat dalam Musnad-nya.
SYARAH HADITS
Di antara nikmat Allah yg terbesar & anugerahNya yg paling agung, yaitu dijadikannya kita sebagai kaum Muslimin & kaum Mukminin yg hanya beribadah kepadaNya, & yg hanya mengikuti NabiNya Shallallahu 'alaihi was sallam, serta menjadi pemberi kabar gembira & pemberi peringatan. Islam adalah agama yg mulia, tegak di atas al Qur`an & Sunnah.
Allah berfirman dalam al Qur`an:
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ
Dan Kami turunkan kepadamu al Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yg telah diturunkan kepada mereka. (an Nahl: 44).
Al Qur`an adalah dzikr, & Sunnah adalah dzikr, sebagaimana yg telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Ketahuilah, bahwa aku telah diberi al Qur`an & yg semisal dengannya”.
Al Qur`an adalah Kalamullah yg diwahyukan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yg merupakan mukjizat, & membacanya terhitung sebagai suatu ibadah. Demikian pula Sunnah (hadits) Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah wahyu Allah Subhanahu wa Ta'ala, seperti yg telah Dia firmankan:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى , إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى .
Dan tiadalah yg diucapkannya itu (al Qur`an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yg diwahyukan (kepadanya). (an Najm: 3-4).
Dan sebagaimana yg telah diriwayatkan dari Amru bin 'Ash Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya dia pernah datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sambil bertanya: “Wahai, Rasulullah. Sesungguhnya, Anda terkadang berkata dalam keadaan marah & terkadang dalam keadaan ridha. Apakah boleh kita menulis semua yg Anda katakan?” Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,”Tulis semuanya, demi Dzat yg jiwaku ada di tanganNya, tidaklah yg keluar dariku melainkan haq (benar),” sambil menunjuk ke arah mulut beliau yg suci.
Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah tafsir bagi ayat-ayat yg global dalam al Qur`an & pengkhusus bagi ayat-ayat yg umum, serta pengikat bagi ayat-ayat yg mutlak, & dia adalah wahyu Allah Ta'ala. Di antara wahyu tersebut adalah diberinya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jawaami’ul kalim, sebagaimana yg disebutkan dalam Shahihain (Shahih Bukhari & Muslim, Pent), beliau bersabda: "Aku diutus dg jawaami’ul kalim”. Arti jawaami’ul kalim adalah ucapan singkat, tetapi padat maknanya.
Di antara jawaami’ul kalim tersebut adalah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yg merupakan pembahasan kita sekarang yg tercantum dalam Shahih Muslim, dari seorang sahabat yg mulia & seorang khalifah yg mendapat petunjuk, yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَعَنَ اللهُ مَن ذَبَحَ لِغَيرِ اللهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن سَبَّ وَالِدَيهِ, و لَعَنَ اللهُ مَن غَيَّرَ مَنَارَ الأَرضِ, لَعََنَ اللهُ مَن آوَى مُحدِثَا و
Allah melaknat orang yg menyembelih utk selain Allah. Allah melaknat orang yg mencaci-maki kedua orang- tuanya. Allah melaknat orang yg merubah tanda batas tanah (orang lain), & Allah melaknat orang yg melindungi orang yg mengada-adakan perkara baru dalam agama (bid'ah).
Hadits ini amat singkat, namun mengandung banyak perkara yg berharga, karena menjelaskan hak-hak yg agung, yg menjadi landasan sosial masyarakat muslim. Jika kaum Muslimin telah mundur ke belakang, maka dg mewujudkan hak-hak ini, mereka akan kembali menjadi umat yg maju di tengah umat-umat yg lain.
Di dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak ibadah, hak sunnah, hak nafs (jiwa), & hak orang lain. Jika kita mau merenungi keempat hak-hak di atas, maka kita akan mendapatkan hal tersebut telah mencakup semua hak muslim, baik yg berkaitan dg dirinya, orang lain, & yg berkaitan dg Rabb-nya serta NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Hak ibadah adalah tauhid yg dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau "Allah melaknat orang yg menyembelih utk selain Allah”. Bagaimana dia bisa mengarahkan sembelihan kepada selain Allah? Sedangkan tindakan tersebut termasuk ibadah. Dan ibadah adalah sebuah nama yg mencakup hal-hal yg dicintai & diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, baik yg berupa perkataan maupun perbuatan, yg lahir maupun yg batin, sebagaimana yg telah Allah Azza wa Jalla firmankan:
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ(162)لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku (sesembelihanku), hidupku & matiku hanyalah utk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya; & demikian itulah yg diperintahkan kepadaku, & aku adalah orang yg pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”. (al An'am: 162-163).
Menjaga hak tauhid & ibadah, adalah kewajiban yg harus ditanamkan di dalam hati & akal pikiran, lalu diwujudkan dalam amal perbuatan dg penuh keyakinan, tanpa ada sedikit pun keraguan. Bagaimana tdk demikian, sedangkan kita tidaklah diciptakan, melainkan hanya utk beribadah kepadaNya saja, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ (56) مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Dan Aku tdk menciptakan jin & manusia, melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tdk menghendaki rezki sedikitpun dari mereka, & Aku tdk menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (adz Dzariyaat: 56-58).
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah mengajarkan kepada sahabat-sahabat beliau yg masih kecil, apalagi kepada yg dewasa tentang hak ibadah ini agar ditanamkan dalam hati, & tumbuh di dalam akal pikiran serta anggota badan.
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu –sepupu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam- bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Wahai, anak kecil. Aku ingin mengajarkan kepadamu beberapa perkara. (Yaitu) jagalah Allah, maka pasti Allah menjagamu. Jagalah Allah, pasti engkau akan mendapatiNya di hadapanmu. Jika engkau meminta, maka mintalah kepada Allah. Dan jika engkau memohon pertolongan, mintalah kepada Allah”.
Maka, tdk ada yg berhak diibadahi melainkan Allah. Tidak ada yg berhak dimintai pertolongan melainkan Allah. Tidak ada yg berhak dijadikan sumpah melainkan Allah. Dan tdk ada yg berhak diistighasahi, melainkan Allah. Tidak ada yg berhak diserahi sesembelihan & nadzar, melainkan Allah. Tidak boleh bernadzar kepada Nabi, wali maupun siapa saja, meskipun tinggi kedudukannya. Dengan ini, (seorang muslim) bisa menjaga hak ibadah & tauhidnya.
Kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Allah melaknat orang yg melindungi muhditsan”.
Al muhdits, adalah orang yg mengada-adakan hal baru dalam agama (bid'ah) & yg merubah Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dalam hal ini, terdapat pemeliharaan terhadap hak Sunnah & ittiba' (mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam). Ketika kita mengikrarkan kalimat tauhid Laa ilaha illallah Muhammaddur Rasulullah. Maka, ucapan ini mengandung hak-hak, kewajiban-kewajiban serta konsekuensi-konsekuensi. Dan kalimat tersebut, bukan hanya sekedar huruf-huruf yg digandeng, / ucapan yg terlepas begitu saja dari lisan. Tetapi, dg kalimat inilah berdiri langit & bumi. Tidak diciptakan manusia, melainkan utk mewujudkan kandungan kalimat tersebut. Dan tidaklah diturunkan kitab-kitab Allah serta diutus para rasul, melainkan karenanya.
Kalimat Laa ilaha illallahu, maknanya tdk ada yg berhak disembah dg benar, kecuali Allah. Dan kalimat Muhammadur Rasulullah, maknanya tdk ada yg berhak diikuti, melainkan Rasulullah. Sebaik-baiknya perkara adalah apa yg disunnahkannya. Dan sejelek-jeleknya perkara adalah apa yg beliau tinggalkan (bid'ah, Pent). Tidaklah beliau meninggal dunia, melainkan beliau telah menjelaskan segala kebaikan kepada kita & melarang dari segala kejelekan.
Diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dalam Shahih-nya dari sahabat Abu Dzar al Ghifari Radhiyallahu 'anhu bahwasanya dia berkata: "Tidaklah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia, melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kita, sampai-sampai burung yg terbang di udara telah beliau jelaskan kepada kita ilmunya".
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang hak Sunnah yaitu hak Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada yg berhak diikuti, melainkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliaulah suri tauladan yg baik & yg sempurna bagi kita; bagaimana tidak, sedangkan Allah telah berfirman tentang beliau:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pd (diri) Rasulullah itu suri teladan yg baik bagimu, (yaitu) bagi orang yg mengharap (rahmat) Allah & (kedatangan) hari Kiamat & dia banyak menyebut Allah. (al Ahzab: 21).
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan, bahwa satu-satunya jalan petunjuk, yg seorang hamba selalu memohonnya lebih dari sepuluh kali sehari semalam di kala shalat fardhu, sunnah maupun nafilah, yaitu اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (Tunjukilah kami jalan yg lurus), adalah dg mengikuti sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak ada jalan yg lurus melainkan dg mengikuti Sunnah beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana yg telah Allah firmankan وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا (Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. –an Nuur: 54). Apabila kalian mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kalian akan mendapat hidayah yg selalu kalian minta kepada Rabb kalian dikala siang & petang hari. Inilah hak Allah, & inilah hak RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam serta hak agamaNya. Maka apakah kita telah menjalankan semua hak-hak ini?
Di bagian yg lain dari hadits ini terdapat peringatan adanya dua kewajiban lain.
Yang pertama, yg merupakan urutan kedua dari hadits di atas, yaitu sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam: “Allah melaknat orang yg mencela kedua orang tuanya”. Ini adalah kewajibanmu & anda mesti menjadi pemeliharanya dg baik. Yaitu engkau berbakti kepada keduanya, mendoakan mereka & menjaga hak-hak mereka, tdk meremehkannya serta tdk menjadi penyebab engkau mencaci kedua orang tuamu.
Hak kedua orang tua, terkadang bisa secara langsung disia-siakan oleh anak yg durhaka, yaitu dg mencaci-maki ayah / ibunya karena mencari ridha sang istri, hawa nafsu maupun setannya. Dan sangat disesalkan, hal ini terjadi (di tengah masyarakat kita, Pent).
Adapun yg kedua, secara tdk langsung, yaitu engkau berbuat sesuatu yg menyebabkan orang lain mencaci-maki kedua orang tuamu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: “Termasuk dosa besar adalah seseorang mencaci-maki kedua orang tuanya,” para sahabat bertanya,”Bagaimana seseorang bisa mencaci-maki kedua orang tuanya?” maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Dia mencaci-maki ayah orang lain, lalu orang lain itu mencaci maki kembali orang tuanya”. Dan ini (termasuk) di antara arah tujuan syariat, yaitu menutup segala pintu (kejelekan) serta membendung kerusakan. Engkau tdk boleh berbuat suatu yg mengakibatkan kerusakan yg besar di kemudian hari. Tetapi amat disayangkan, perkara ini secara global banyak disepelekan oleh sebagian kaum Muslimin, bahkan oleh Islamiyyin (orang-orang yg bersemangat membela Islam tanpa bekal ilmu yg benar, Pent). Kita melihat, mereka bersemangat dalam banyak perkara & banyak berbuat sesuatu, & mereka mengira hal tersebut sebagai suatu bentuk hidayah & kebenaran, namun hakikatnya tdk seperti itu . Mereka melakukan dg semangat membara, yg mengakibatkan umat Islam menjadi santapan lezat bagi umat-umat yg lain, & menjadikan orang-orang kafir menguasai kaum Muslimin & merampas harta kekayaan mereka.
Ini termasuk menutup segala pintu kejelekan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika melarang kita mencaci-maki orang tua, sebuah tindakan yg termasuk dosa, maka bagaimana jika kita melakukannya lebih dari itu? Yaitu mencaci-maki orang tua orang lain, lalu orang tersebut mencaci-maki kedua orang tua kita? Ini termasuk dosa besar. Jika kita melaksanakan ketaatan kepada mereka maka ini termasuk menjaga hak jiwa pribadi (nafs) . Adapun meremehkan & menyia-nyiakan mereka, maka akibat buruknya akan menimpa dirinya sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: (وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا) Artinya: "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia & hendaklah kamu berbuat baik pd ibu bapakmu dg sebaik-baiknya. " (Al-Isra': 23).
Di dalam ayat ini Allah menyatukan antara ketaatan kepada kedua orang tua dg ibadah hanya kepada-Nya saja, karena didalamnya terdapat unsur pemeliharaan terhadap hak jiwa sendiri, ayah & anak.
Adapun hak yg terakhir yg disebutkan dalam hadits ini adalah yg berkaitan dg hak orang lain. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dalam hadits ini empat hak yaitu: (1). Hak Allah (2). Hak Nabi (3). Hak nafs (4). Hak orang lain. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah melaknat orang yg merubah tanda batas tanah orang lain" maksudnya dia melanggar hak (tanah) orang lain baik itu tetangganya, kerabat, saudaranya ataupun orang yg jauh darinya. Barangsiapa yg melanggar hak orang lain meski kelihatannya sepele, niscaya akan terkena ancaman dalam hadits ini. Jika melanggar hak tanah orang lain saja yg berkaitan dg masalah dunia mengakibatkan terlaknat, maka bagaimana kalau pelanggaran tersebut berkaitan dg hak yg lebih besar dari itu seperti melanggar kehormatan / kemuliaan orang lain dg menggunjingnya, mengadu domba, berdusta atas namanya?
Renungilah sabda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam: (إِنَّ أربَى الرِبَا استِطَالَة الرَجُلِ فِي عِرضِ أَخِيهِ المُسلِم) Artinya: "Dosa riba yg paling besar adalah seseorang melanggar kehormatan saudaranya muslim" yaitu dg menggunjingnya, berdusta atas namanya, berburuk sangka kepadanya / dg mengadu domba antara dia dg orang lain. Semua ini terlarang & merupakan sebab perampasan hak orang lain & termasuk dosa besar.
Jika kita mengetahui sebagaimana yg telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Satu dirham (hasil) riba yg dimakan oleh seseorang yg tahu (hukum-nya-pent) lebih besar dosanya di sisi Allah dari pd 36 kedustaan" Apabila ini tingkat paling rendah akibat harta riba, maka bagaimana dg riba yg paling besar? Ini semua dalam rangka menjaga hak-hak orang lain baik kerabat maupun orang yg jauh. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika berpesan kepada Mu'adz bin Jabal, beliau bersabda: "Dan pergauli manusia dg akhlak yg baik"
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tdk mengatakan (pergaulilah) orang-orang mukmin / muslimin / yg berpuasa saja / orang-orang shalih / shadiqin saja, tapi beliau malah mengatakan (pergaulilah manusia) maksudnya semua manusia baik dia mukmin / kafir, shaleh / tholeh. Karena dg akhlakmu disertai pemeliharaan terhadap hakmu & hak orang lain, engkau dapat mengambil hati mereka sehingga engkau bisa menyerunya (kepada kebenaran).
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun VI/1423H/2002M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296)
Penulis: Syaikh Ali bin Hasan al Halabi al Atsari – hafizhahullah- & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

 

Tidak ada komentar: