Jumat, 10 Juni 2011

Pesan-Pesan Untuk Isteri,

Pesan-Pesan Untuk Isteri,

Anas berkata, “Para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, maka mereka memerintahkan isteri agar berkhidmat kepada suaminya & memelihara haknya. ”
Ummu Humaid berkata, “Para wanita Madinah, jika hendak menyerahkan seorang wanita kepada suaminya, pertama-tama mereka datang kepada ‘Aisyah & memasukkannya di hadapannya, lalu dia meletakkan tangannya di atas kepalanya seraya mendo’akannya & memerintahkannya agar bertakwa kepada Allah serta memenuhi hak suami”
‘Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib berwasiat kepada puterinya, “Janganlah engkau cemburu, sebab itu adalah kunci perceraian, & janganlah engkau suka mencela, karena hal itu menimbulkan kemurkaan. Bercelaklah, karena hal itu adalah perhiasan paling indah, & farfum yg paling baik adalah air. ”
Abud Darda' berkata kepada isterinya, “Jika engkau melihatku marah, maka redakanlah kemarahanku. Jika aku melihatmu marah kepadaku, maka aku meredakanmu. Jika tidak, kita tdk harmonis. ”
Ambillah pemaafan dariku, maka engkau melanggengkan cintaku.
Janganlah engkau berbicara dg keras sepertiku, ketika aku sedang marah
Janganlah menabuhku (untuk memancing kemarahan) seperti engkau menabuh rebana, sekalipun
Sebab, engkau tdk tahu bagaimana orang yg ditinggal pergi
Janganlah banyak mengeluh sehingga melenyapkan dayaku
Lalu hatiku enggan terhadapmu; sebab hati itu berbolak-balik
Sesungguhnya aku melihat cinta & kebencian dalam hati
Jika keduanya berhimpun, maka cinta pasti akan pergi
‘Amr bin Hajar, Raja Kindah, meminang Ummu Ayyas binti ‘Auf. Ketika dia akan dibawa kepada suaminya, ibunya, Umamah binti al-Haris menemui puterinya lalu berpesan kepadanya dg suatu pesan yg menjelaskan dasar-dasar kehidupan yg bahagia & kewajibannya kepada suaminya yg patut menjadi undang-undang bagi semua wanita. Ia berpesan:
“Wahai puteriku, engkau berpisah dg suasana yg darinya engkau keluar, & engkau beralih pd kehidupan yg di dalamnya engkau naik utk orang yg lalai & membantu orang yg berakal. Seandainya wanita tdk membutuhkan suami karena kedua orang tuanya masih cukup & keduanya sangat membutuhkanya, niscaya akulah orang yg paling tdk membutuhkannya. Tetapi kaum wanita diciptakan utk laki-laki, & karena mereka pula laki-laki diciptakan.
Wahai puteriku, sesungguhnya engkau berpisah dg suasana yg darinya engkau keluar & engkau berganti kehidupan, di dalamnya engkau naik kepada keluarga yg belum engkau kenal & teman yg engkau belum terbiasa dengannya. Ia dg kekuasaannya menjadi pengawas & raja atasmu, maka jadilah engkau sebagai abdi, niscaya ia menjadi abdimu pula. Peliharalah untuknya 10 perkara, niscaya ini akan menjadi kekayaan bagimu.
Pertama & kedua, tunduk kepadanya dg qana’ah (merasa cukup), serta mendengar & patuh kepadanya.
Ketiga & keempat, memperhatikan mata & hidungnya. Jangan sampai matanya melihat suatu keburukan darimu, & jangan sampai mencium darimu kecuali aroma yg paling harum.
Kelima & keenam, memperhatikan tidur & makannya. Karena terlambat makan akan bergejolak & menggagalkan tidur itu membuat orang marah.
Ketujuh & kedelapan, menjaga hartanya & memelihara keluarga & kerabatnya. Inti perkara berkenaan dg harta ialah menghargainya dg baik, sedangkan berkenaan dg keluarga ialah mengaturnya dg baik.
Kesembilan & kesepuluh, jangan menentang perintahnya & jangan menyebarkan rahasianya. Karena jika engkau menyelisihi perintahnya, maka hatinya menjadi kesal & jika engkau menyebarkan rahasianya, maka engkau tdk merasa aman terhadap pengkhianatannya. Kemudian janganlah engkau bergembira di hadapannya ketika dia bersedih, & jangan pula bersedih di hadapannya ketika dia bergembira”
Seseorang menikahkan puterinya dg keponakannya. Ketika ia hendak membawanya, maka dia berkata kepada ibunya, “Perintahkan kepada puterimu agar tdk singgah di kediaman (suaminya) melainkan dalam keadaan telah mandi. Sebab, air itu dapat mencemerlangkan bagian atas & membersihkan bagian bawah. Dan janganlah ia terlalu sering mencumbuinya. Sebab jika badan lelah, maka hati menjadi lelah. Jangan pula menghalangi syahwatnya, sebab keharmonisan itu terletak dalam kesesuaian.
Ketika al-Farafishah bin al-Ahash membawa puterinya, Nailah, kepada Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan Radhitallahu ‘anhu, & beliau telah menikahinya, maka ayahnya menasihatinya dg ucapannya, “Wahai puteriku, engkau didahulukan atas para wanita dari kaum wanita Quraisy yg lebih mampu utk berdandan darimu, maka peliharalah dariku dua hal ini: bercelaklah & mandilah, sehingga aromamu adalah aroma bejana yg terguyur hujan. ”
Abul Aswad berkata kepada puterinya, “Jangalah engkau cemburu, sebab kecemburuan itu adalah kunci perceraian. Berhiaslah, & sebaik-baik perhiasan ialah celak. Pakailah wewangian, & sebaik-baik wewangian ialah menyempurnakan wudhu. ’”
Ummu Ma’ashirah menasihati puterinya dg nasihat berikut ini yg telah diramunya dg senyum & air matanya: “Wahai puteriku, engkau akan memulai kehidupan yg baru… Suatu kehidupan yg tiada tempat di dalamnya utk ibumu, ayahmu, / utk seorang pun dari saudaramu. Engkau akan menjadi teman bagi seorang pria yg tdk ingin ada seorangpun yg menyekutuinya berkenaan denganmu hingga walaupun ia berasal dari daging & darahmu. Jadilah engkau sebagai isteri, wahai puteriku, & jadilah engkau sebagai ibu baginya. Jadikanlah ia merasa bahwa engkau adalah segalanya dalam kehidupannya & segalanya dalam dunianya. Ingatlah selalu bahwa suami itu anak-anak yg besar, jarang sekali kata-kata manis yg membahagiakannya. Jangan engkau menjadikannya merasa bahwa dg dia menikahimu, ia telah menghalangimu dari keluargamu.
Perasaan ini sendiri juga dirasakan olehnya. Sebab, dia juga telah meninggalkan rumah kedua orang tuanya & meninggalkan keluarganya karenamu. Tetapi perbedaan antara dirimu dengannya ialah perbedaan antara wanita & laki-laki. Wanita selalu rindu kepada keluarganya, kepada rumahnya di mana dia dilahirkan, tumbuh menjadi besar & belajar. Tetapi dia harus membiasakan dirinya dalam kehidupan yg baru ini. Ia harus mencari hakikat hidupnya bersama pria yg telah menjadi suami & ayah bagi anak-anaknya. Inilah duniamu yg baru, wahai puteriku. Inilah masa kini & masa depanmu. Inilah mahligaimu, di mana kalian berdua bersama-sama menciptakannya.
Adapun kedua orang tuamu adalah masa lalu. Aku tdk memintamu melupakan ayah & ibumu serta saudara-saudaramu, karena mereka tdk akan melupakanmu selama-lamanya. Wahai sayangku, bagaimana mungkin ibu akan lupa belahan hatinya? Tetapi aku meminta kepadamu agar engkau mencintai suamimu, mendampingi suamimu, & engkau bahagia dg kehidupanmu bersamanya. ”
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abi ‘Udzr ad-Du'ali -pada hari-hari pemerintahan ‘Umar Radhiyallahu ‘anhu- menceraikan wanita-wanita yg dinikahinya. Sehingga muncullah kepadanya beberapa peristiwa yg tdk disukainya berkenaan dg para wanita tersebut dari hal itu. Ketika dia mengetahui hal itu, maka dia memegang tangan ‘Abdullah bin al-Arqam sehingga membawanya ke rumahnya. Kemudian dia berkata kepada isterinya: “Aku memintamu bersumpah demi Allah, apakah engkau benci kepadaku?” Ia menjawab, “Jangan memintaku bersumpah demi Allah. ” Dia mengatakan, “Aku memintamu bersumpah demi Allah. ” Ia menjawab, “Ya. ”
Kemudian dia berkata kepada Ibnul Arqam, “Apakah engkau dengar?” Kemudian keduanya bertolak hingga sampai kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu lalu mengatakan, “Kalian mengatakan bahwa aku menzhalimi kaum wanita & menceraikan mereka. Bertanyalah kepada al-Arqam. ” Lalu ‘Umar bertanya kepadanya & mengabarkannya. Lalu beliau mengirim utusan kepada isteri Ibnu Abi ‘Udzrah (untuk datang kepada ‘Umar). Ia pun datang bersama bibinya, lalu ‘Umar bertanya, “Engkaukah yg bercerita kepada suamimu bahwa engkau marah kepadanya?” Ia menjawab, “Aku adalah orang yg mula-mula bertaubat & menelaah kembali perintah Allah kepadaku. Ia memintaku bersumpah & aku takut berdosa bila berdusta, apakah aku boleh berdusta, wahai Amirul Mukminin?” Dia menjawab, “Ya, berdustalah. Jika salah seorang dari kalian tdk menyukai salah seorang dari kami, janganlah menceritakan hal itu kepadanya. Sebab, jarang sekali rumah yg dibangun di atas dasar cinta, tetapi manusia hidup dg Islam & mencari pahala”
Kepada setiap muslimah yg memenuhi hak-hak suaminya & takut terhadap murka Rabb-nya karena dia mengetahui hak suaminya atasnya! Inilah contoh sebagian pria yg mensifati isterinya yg tdk mengetahui hak suaminya & tdk pula memelihara kebaikannya. Ia tdk mempercantik diri & tdk berdandan untuknya, serta bermulut kasar. Ia mensifatinya dg sifat yg membuat hati bergetar & telinga terngiang-ngiang. Camkanlah sehingga engkau tdk jatuh ke tempat yg menggelincirkan ini.
(Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq, Penterjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsair)
___ Foote Note
. HR. Ibnu Abi Syaibah (IV/305-306).
. Ahkaamun Nisaa’, Ibnul Jauzi (hal. 74-78).
. Syarhus Sunnah (XIII/120).
Penulis: Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

 

Tidak ada komentar: