Jumat, 10 Juni 2011

Hadits-Hadits Dhaif & Maudhu Yang Banyak Beredar Pada Bulan Ramadhan,

Hadits-Hadits Dhaif & Maudhu Yang Banyak Beredar Pada Bulan Ramadhan,

HADITS PERTAMA: TENTANG GANJARAN ORANG YANG MELAKSANAKAN IBADAH PUASA DAN SHALAT TARAWIH
عَنِ النَّضْرِ بْنِ شَيْبَانَ قَالَ لَقِيتُ أَبَا سَلَمَةَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ فَقُلْتُ حَدِّثْنِي بِحَدِيثٍ سَمِعْتَهُ مِنْ أَبِيكَ يَذْكُرُهُ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ قَالَ نَعَمْ حَدَّثَنِي أَبِي أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَ شَهْرَ رَمَضَانَ فَقَالَ شَهْرٌ كَتَبَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Dari Nadhir bin Syaibân, ia mengatakan, 'Aku pernah bertemu dg Abu Salamah bin Abdurrahman rahimahullah, aku mengatakan kepadanya, 'Ceritakanlah kepadaku sebuah hadits yg pernah engkau dengar dari bapakmu (maksudnya Abdurraman bin 'Auf Radhiyallahu 'anhu) tentang Ramadhân. ' Ia mengatakan, 'Ya, bapakku (maksudnya Abdurraman bin 'Auf Radhiyallahu 'anhu) pernah menceritakan kepadaku bahwa Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menyebut bulan Ramadhân lalu bersabda, 'Bulan yg Allâh Azza wa Jalla telah wajibkan atas kalian puasanya & aku menyunahkan buat kalian shalat malamnya. Maka barangsiapa yg berpuasa & melaksanakan shalat malam dg dasar iman & mengharapkan ganjaran dari Allâh Azza wa Jalla, niscaya dia akan keluar dari dosa-dosanya sebagaimana saat dia dilahirkan oleh ibunya". (HR Ibnu Mâjah, no. 1328 & Ibnu Khuzaimah, no. 2201 lewar jalur periwayatan Nadhr bin Syaibân)
Sanad hadits ini lemah, karena Nadhr bin Syaibân itu layyinul hadîts (orang yg haditsnya lemah), sebagaimana dikatakan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitab Taqrîb beliau rahimahullah.
Ibnu Khuzaimah rahimahullah juga telah menilai hadits ini lemah & beliau rahimahullah mengatakan bahwa hadits yg sah adalah hadits yg diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.
Hadits yg beliau rahimahullah maksudkan yaitu hadits yg dikeluarkan oleh Imam Bukhâri & Muslim & ulama hadits lainnya lewat jalur Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yg shalat (qiyâm Ramadhân / Tarawih) dg dasar iman & mengharap pahala, maka diampuni dosanya yg telah lalu".
Juga ada sabda Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits shahih riwayat Bukhâri & Muslim, yaitu:
مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Barangsiapa yg menunaikan ibadah haji & tdk jima' juga tdk fasiq, niscaya dia akan kembali seperti hari dia dilahirkan oleh sang ibu" (HR. Bukhâri & Muslim)
HADITS KEDUA: TENTANG PUASA ITU SETENGAH DARI KESEHATAN
. . . وَالصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ وَالطُّهُورُ نِصْفُ الْإِيْمَانِ
"Puasa itu setengah kesabaran & kesucian itu setengahnya iman".
Dhaif. Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 3519 dalam Kitab ad-Dâ'awât, juga diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Musnad beliau rahimahullah (4/260 & 5/363) lewat jalur periwayatan Juraisy an-Nahdy dari seorang laki-laki bani (suku) Sulaim.
Sanad hadits ini dha'if, karena Juraisy bin Kulaib ini adalah seorang yg majhûl (tidak dikenal), sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnul Madini rahimahullah (lihat, Tahdzîbut Tahdzîb, 2/78 karya Ibnu Hajar rahimahullah).
Hadits dhaif lainnya yg senada yaitu:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ شَيْءٍ زَكَاةٌ وَزَكَاةُ الْجَسَدِ الصَّوْمُ , الصِّيَامُ نِصْفُ الصَّبْرِ
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia mengatakan, "Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Segala sesuatu itu ada zakatnya. Zakat badan adalah puasa. Puasa itu separuh kesabaran. " (HR. Ibnu Mâjah, no. 1745 lewat jalur Musa bin Ubaidah dari Jumhân dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu)
Sanad hadits ini lemah, karena Musa bin Ubaidah dinilai haditsnya lemah oleh sekelompok ulama ahli hadits, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Tahdzîb, 10/318-320. Beliau ini seorang yg shalih & ahli ibadah, akan tetapi lemah dalam periwayatan hadits.
Al-Hâfizh dalam kitab Taqrîbnya mengatakan, "Dha'if. "
Hadits yg sah tentang hal ini adalah riwayat yg menjelaskan bahwa Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada seorang lelaki dari suku Bahilah dalam hadits yg panjang, dalam hadits yg panjang tesrbut terdapat kalimat:
صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ رَمَضَانَ
"Berpuasalah pd bulan kesabaran yaitu Ramadhân". (HR Imam Ahmad dg sanad yg shahih)
Hadits yg lain yaitu hadits yg diriwayatkan lewat jalur Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang bulan Ramadhân:
شَهْرَ الصَّبْرِ
"bulan kesabaran (Ramadhan)".
Dikeluarkan oleh Imam Ahmad rahimahullah (2/263, 384 & 513), juga dikeluarkan oleh Imam Nasa'i rahimahullah (3/218-219). Dan hadits lain lewat jalur periwayatan a'rabiyûn sebagaimana dalam Majma'uz Zawâid (3/196) oleh al Haitsami rahimahullah.
HADITS KETIGA: TENTANG RAMADHAN DIBAGI TIGA
أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ (وفي رواية: ووَسَطُهُ) مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ
"Awal bulan Ramadhân itu adalah rahmat, tengahnya adalah maghfirah (ampunan) & akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka". (HR Ibnu Abi Dunya, Ibnu Asâkir, Dailami & lain-lain lewat jalur periwayatan Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu)
Hadits ini sangat lemah. Silahkan lihat kitab Dha'if Jâmi'is Shagîr, no. 2134 & Faidhul Qadîr, no. 2815
Hadits lemah yg senada dg hadits diatas yaitu:
عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيّ قَالَ: خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي آخِرِ يَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ مُبَارَكٌ ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً ، وَقِيَامَهُ تَطَوُّعًا ، مَنْ تَقَرَّبَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ ، وَمَنْ أَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ . . . وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُه رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ . . .
"Dari Salmân al-Fârisi Radhiyallahu 'anhu, dia mengatakan, "Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berkhutbah dihadapan kami pd hari terakhir bulan Sya'bân. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Wahai manusia, sungguh bulan yg agung & penuh barakah akan datang menaungi kalian, bulan yg di dalamnya terdapat satu malam yg lebih baik dari seribu bulan. Allâh Subhanahu wa Ta'ala menjadikan puasa (pada bulan itu) sebagai satu kewajiban & menjadikan shalat malamnya sebagai amalan sunnah. Barangsiapa yg beribadah pd bulan tersebut dg satu kebaikan, maka sama (nilainya) dg menunaikan satu ibadah wajib pd bulan yg lain. Barangsiapa yg menunaikan satu kewajiban pd bulan itu, maka sama dg menunaikan tujuh puluh ibadah wajib pd bulan yg lain. Itulah bulan kesabaran & balasan kesabaran adalah surga . . . . Itulah bulan yg awalnya adalah rahmat, pertengahannya ampunan & akhirnya adalah merupakan pembebasan dari api neraka . . . . . ". (HR Ibnu Khuzaimah, no. 1887 & lain-lain)
Sanad hadits ini dha'îf (lemah), karena ada seorang perawi yg bernama Ali bin Zaid bin Jud'ân. Orang ini seorang perawi yg lemah sebagaiamana diterangkan oleh Imam Ahmad rahimahullah, Yahya rahimahullah, Bukhâri rahimahullah, Dâru Quthni rahimahullah, Abu Hâtim rahimahullah & lain-lain.
Ibnu Khuzaimah rahimahullah sendiri mengatakan, "Aku tdk menjadikannya sebagai hujjah karena hafalannya jelek. " Imam Abu Hatim rahimahullah mengatakan, "Hadits ini mungkar. "
Silahkan lihat kitab Silsilah ad-Dha'îfah Wal Maudhû'ah, no. 871, at-Targhîb wat Tarhîb, 2/94 & Mizânul I'tidâl, 3/127.
HADITS KEEMPAT: TENTANG TIDUR DAN DIAMNYA ORANG YANG BERPUASA
الصَّائِمُ فِي عِبَادَةٍ وَإِنْ كَانَ رَاقِدًا عَلَى فِرَاشِهِ
"Orang yg berpuasa itu tetap dalam kondisi beribadah meskipun dia tidur di atas kasurnya". (HR Tamâm)
Sanad hadits ini dha'if, karena dalam sanadnya terdapat Yahya bin Abdullah bin Zujâj & Muhammad bin Hârûn bin Muhammad bin Bakar bin Hilâl. Kedua orang ini tdk ditemukan keterangan tentang jati diri mereka dalam kitab Jarh wat Ta'dil (yaitu kitab-kitab yg berisi keterangan tentang cela / cacat ataupun pujian terhadap para rawi). Ditambah lagi, dalam sanad hadits ini terdapat perawi yg bernama Hâsyim bin Abu Hurairah al Himshi. Dia seorang perawi yg majhûl (tidak diketahui keadaan dirinya), sebagaimana dijelaskan oleh adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitab beliau rahimahullah Mizânul I'tidâl. Imam Uqaili rahimahullah mengatakan, "Orang ini haditsnya mungkar. "
Ada juga hadits lain yg semakna dg hadits diatas yaitu hadits yg diriwayatkan oleh Dailami rahimahullah dalam kitab Musnad Firdaus lewat jalur Anâs bin Mâlik Radhiyallahu 'anhu dg lafazh:
الصَّائِمُ فِي عِبَادَةٍ وَإِنْ كَانَ نََائِمًا عَلَى فِرَاشِهِ
"Orang yg berpuasa itu tetap dalam ibadah meskipun dia tidur di atas kasurnya".
Sanad hadits ini maudhû' (palsu), karena ada seorang perawi yg bernama Muhammad bin Ahmad bin Sahl. Orang ini termasuk pemalsu hadits, sebagaimana diterangkan oleh Imam adz-Dzahabi dalam kitab ad-Dhu'afa.
Silahkan, lihat kitab Silsilah ad-Dha'îfah wal Maudhû'ah, no. 653 & kitab Faidhul Qadîr, no. 5125
Ada juga hadits lain yg semakna:
نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ وَصَمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
"Tidurnya orang yg sedang berpuasa itu ibadah, diamnya merupakan tasbih, amal perbuatannya (akan dibalas) dg berlipatganda, doa'nya mustajab & dosanya diampuni". ((Dikeluarkan oleh al-Baihaqi dalam Syu'abul Imân & lain-lain dari jalur periwayatan Abdullah bin Abi Aufa. )
Sanad hadits ini maudhû', karena dalam sanadnya terdapat seorang perawi yg bernama Sulaiman bin Amr an-Nakha'i, seorang pendusta. (Lihat, Faidhul Qadîr, no. 9293, Silsilatud Dha'ifah, no. 4696)
HAITS KELIMA: TENTANG DO'A BUKA PUASA
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اللَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Dari Ibnu Abbâs Radhiyallahu 'anhu, beliau Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila hendak berbuka, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْنَا وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْنَا فَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"Wahai Allâh! UntukMu kami berpuasa & dg rizki dari Mu kami berbuka. Ya Allâh ! Terimalah amalan kami ! Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Diriwayatkan oleh Daru Quthni t dalam kitab Sunan beliau rahimahullah, Ibnu Sunni dalam kitab 'Amalul Yaumi wal Lailah, no. 473 & Thabrani t dalam kitab al-Mu'jamul Kabîr)
Sanad hadits ini sangat lemah (dha'îfun jiddan), karena:
Pertama: Ada seorang rawi yg bernama Abdul Mâlik bin Hârun bin 'Antarah. Orang ini adalah sseorang rawi yg sangat lemah.
- Imam Ahmad rahimahullah mengatakan, "Abdul Mâlik itu dha'if. "
- Imam Yahya rahimahullah, "Dia seorang pendusta (kadzdzâb). "
- Sementara Ibnu Hibbân rahimahullah mengatakan, "Dia seorang pemalsu hadits. "
- Imam Sa'di mengatakan, "Dajjâl (pendusta). "
- Imam Dzahabi rahimahullah, 'Dia tertuduh sebagai pemalsu hadits. "
- Ibnu Hatim mengatakan, "Matrûk (orang yg riwayatnya ditinggalkan oleh para Ulama). "
Kedua: Dalam sanad hadits ini terdapat juga orang tua dari Abdul Mâlik yaitu Hârun bin 'Antarah. Dia ini seorang rawi yg diperselisihkan oleh para Ulama ahli hadits. Imam Daru Quthni rahimahullah menilainya lemah, sedangkan Ibni Hibbân rahimahullah telang mengatakan, "Mungkarul hadîts (orang yg haditsnya diingkari), sama sekali tdk boleh berhujjah dengannya. "
Hadits ini telah dilemahkan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, Ibnu Hajar rahimahullah, al Haitsami rahimahullah & Syaikh al-Albâni rahimahullah & lain-lain. Silahkan para pembaca melihat kitab-kitab ; Mizânul I'tidal (2/666), Majma'uz Zawâ'id (3/156 oleh Imam Haitsami rahimahullah), Zâdul Ma'âd dalam kitab Shiyâm oleh Imam Ibnul Qayyim t & Irwâ'ul Ghalîl (4/36-39 oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah)
Hadits dhaif lainnya tentang do'a berbuka yaitu:
عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِىُّ n كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: بِسْمِ اللهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Dari Anas Radhiyallahu 'anhu, beliau Radhiyallahu 'anhu mengatakan, "Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam, apabila berbuka, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan:
بسم الله اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Dengan nama Allâh, Ya Allâh karenaMu aku berpuasa & dg rizki dari Mu aku berbuka".
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani rahimahullah dalam kitab al-Mu'jamus Shagîr, hlm. 189 & al-Mu'jam Ausath.
Sanad hadits ini lemah (dha'îf), karena
Pertama: Dalam sanad hadits ini terdapat Ismail bin Amar al Bajali. Dia adalah seorang rawi yg lemah. Imam Dzahabi rahimahullah mengatakan dalam kitab adh-Dhu'âfa, "Bukan hanya satu orang saja yg melememahkannya. "
Imam Ibnu 'Adi rahimahullah mengatakan, "Orang ini sering membawakan hadits-hadits yg tdk boleh diikuti. "
Imam Ibnu Hâtim rahimahullah mengatakan, "Orang ini lemah. "
Kedua: Dalam sanadnya terdapat Dâwud bin az-Zibriqân. Syaikh al-Albâni rahimahullah mengatakan, "Orang ini lebih jelek daripada Ismail bin Amr al bajali. "
Sementara itu, Imam Abu Dâwud rahimahullah, Abu Zur'ah rahimahullah & Ibnu Hajar rahimahullah memasukkan orang ini ke golongan matrûk (orang yg riwayatnya ditinggalkan oleh para Ulama ahli hadits).
Imam Ibnu 'Adi mengatakan, "Biasanya apa yg diriwayatkan oleh orang ini tdk boleh diikuti. " (lihat, Mizânul I'tidâl, 2/7)
Hadits Thabrani rahimahullah ini pernah dibawakan oleh Ustadz Abdul Qadir Hassan dalam risalah puasa, namun beliau tdk mengomentari derajatnya.
Masih tentang do'a berbuka, ada hadits dha'if lainnya yg senada yaitu:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Dari Mu'adz bin Zuhrah, telah sampai kepadanya bahwa Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila hendak berbuka, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan:
اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
"Ya Allâh karenaMu aku berpuasa & dg rizki dari Mu aku berbuka".
Hadits ini dha'if l(lemah). Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dâwud, no. 2358, al-Baihaqi, 4/239, Ibnu Abi Syaibah & Ibnu Sunni. Lafazh hadits ini sama dg hadits sebelumnya, hanya beda dalam kalimat awalnya. Hadits ini lemah karena ada dua illah (penyebab):
Pertama: Mursal . Karena Mu'adz bin Zuhrah, seorang tabi'in bukan shahabat Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kedua: Juga karena Mu'adz bin Zuhrah ini seorang rawi yg majhûl, tdk ada yg meriwayatkan hadits darinya selain Hushain bin Abdurrahman. Sementara Ibnu Abi Hâtim rahimahullah dalam kitab beliau rahimahullah Jarh Wa Ta'dil tdk menerangkan tentang celaan maupun pujian untuknya.
Sebatas yg saya ketahui, tdk ada satu riwayatpun yg sah tentang do'a berbuka puasa kecuali riwayat dibawah ini:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
"Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, adalah Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berbuka puasa, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
"Dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah & pahala / ganjaran tetap ada insya Allâh"
Hadits ini hasan riwayat Abu Dâwud, no. 2357; Nasâ'i, 1/66; Daru Quthni, ia mengatakan, "Sanad hadits ini hasan. "; al Hâkim, 1/422 & Baihaqi, 4/239. Syaikh al-Albâni t sepakat dg penilai Daru Quthni terhadap hadits ini.
Sebatas yg saya ketahui, semua rawi (orang-orang yg meriwayatkan) hadits ini adalah tsiqah (terpercaya) kecuali Husain bin Wâqid. Dia seorang rawi yg tsiqah namun memiliki sedikit kelemahan , sehingga tepatlah kalau sanad hadits ini dinilai hasan.
HADITS KEENAM: TENTANG KEUTAMAAN I'TIKAF
مَنِ اعْتَكَفَ عَشْرًا فِي رَمَضَانَ كَانَ كَحَجَّتَيْنِ وَعُمْرَتَيْنِ
"Barangsiapa yg beri'tikaf pd sepuluh hari (terakhir) bulan Ramadhân, maka dia seperti telah menunaikan haji & umrah dua kali".
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi rahimahullah dalam kitab beliau Syu'abul Imân dari Husain bin Ali bin Thâlib Radhiyallahu 'anhuma. hadits ini Maudhû'.
Syaikh al-Albâni rahimahullah dalam kitab beliau Dha'if Jami'ish Shaghiir, no. 5460, mengatakan ,"Maudhû. ' Kemudian beliau rahimahullah menjelaskan penyebab kepalsuan hadits ini dalam kitab beliau rahimahullah Silsilah ad-Dha'ifah, no. 518
Hadits dha'if lain yg hampir senada yaitu:
مَنِ اعْتَكَفَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa yg beri'tikaf atas dasar keimanan & mengharapkan pahala, maka dia diampuni dosanya yg telah lewat".
Hadits dha'if riwayat Dailami rahimahullah dalam Musnad Firdaus. Al-Munâwi rahimahullah, dalam kitab beliau Faidhul Qadîr, syarah Ja'mi' Shaghîr (6/74, no. 8480) mengatakan, "Dalam hadits ini terdapat rawi yg tdk aku ketahui. "
HADITS KETUJUH: TENTANG BERANDAI-ANDAI RAMADHAN SEPANJANG TAHUN
لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَا (فِي ) رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِي أَنْ يَكُوْنَ السَّنَةُ كٌلَّهَا
"Sekiranya manusia mengetahui apa yg ada pd buan Ramadhân, niscaya semua umatku berharap agar Ramadhân itu sepanjang tahun".
Maudhu'. Ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah rahimahullah, no. 1886 lewat jalur periwayatan Jarîr bin Ayyûb al Bajali, dari asy-Sya'bi dari Nâfi' bin Burdah, dari Abu Mas'ud al-Ghifari- ia mengatakan, "Suatu hari, aku mendengar Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda , "(lalu beliau menyebutkan hadits diatas).
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah membawakan hadits di atas dalam kitab beliau rahimahullah al-Maudhû'ât, 2/189 lewat jalur periwayatan Jarîr bin Ayyûb al Bajali dari Sya'bi dari Nâfi' bin Burdah & Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu 'anhu . kemudian beliau rahimahullah mengatakan, "Hadits ini maudhû' (palsu) dipalsukan atas nama Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam. Orang yg tertuduh telah memalsukan hadits ini adalah Jarîr bin Ayyûb.
Yahya rahimahullah mengatakan, 'Orang-orang ini tdk ada apa-apanya (laisa bi syai-in). '
Fadhl bin Dukain rahimahullah mengatakan, 'Dia termasuk orang yg biasa memalsukan hadits. '
An-Nasa'I & Daru Quthni rahimahullah mengatakan, 'Matrûk (orang yg haditsnya tdk dianggap). '"
Imam Syaukani rahimahullah dalam kitab al-Fawâ-idul Majmû'ah Fil Ahâdîtsil Maudhû'ah, no. 254 mengomentari hadits diatas, "Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la rahimahullah lewat jalur Abdullah bin Mas'ûd Radhiyallahu 'anhu secara marfuu. Hadits ini maudhû (palsu). Kerusakannya ada pd Jarîr bin Ayyûb & susunan lafazhnya merupakan susunan yg bisa dinilai oleh akal bahwa itu adalah hadits palsu. '
HADITS KEDELAPAN: TENTANG RAMADHAN BULAN TERBAIK BAGI KAUM MUSLIMIN
مَا أَتَى عَلَى الْمُسْلِمِينَ شَهْرٌ خَيْرٌ لَهُمْ مِنْ رَمَضَانَ وَلَا أَتَى عَلَى الْمُنَافِقِينَ شَهْرٌ شَرٌّ مِنْ رَمَضَانَ
"Tidak ada bulan yg datang kepada kaum Muslimin yg lebih baik daripada Ramadhân . & tdk datang kepada kaum Munafiqin bulan yg lebih buruk daripada bulan Ramadhân".
Hadits ini dha'if. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah (2/330, Fathurrabbani, 9/231-232), Ibnu Khuzaimah, no. 1884 & lain-lainnya. Semua riwayat ini melalui jalur periwayatan Katsîr bin Zaid rahimahullah dari Amr bin Tamim dari bapaknya dari Abu Hurairah secara marfu'
Al-Haitsami rahimahullah dalam kitabnya Majma'uz Zawâid, 3/140-141 mengatakan, "Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah & Thabrani rahimahullah dalam kitabnya al-Ausath dari Tamîm & aku tdk menemukan riwayat hidup Tamîm. " Maksudnya Tamîm (bapaknya Amr) seorang perawi yg majhûl.
Dalam kitab Mizânul I'tidâl, 3/249, adz Dzahabi rahimahullah mengatakan, "Amr bin Tamim dari bapaknya dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu tentang keutamaan bulan Ramadhân. Dan dari Amr, hadits ini diriwayatkan oleh Katsîr bin Zaid. Tentang Amr bin Tamim, Imam Bukhâri rahimahullah mengatakan, 'Haditsnya perlu diteliti (Fi hadîtsihi nazhar). "
Ini adalah salah satu istilah Imam Bukhâri dalam mengkritik & menerangkan cacat perawi yg sangat halus akan tetapi makna & maksudnya dalam sekali. Apabila Imam Bukhâri mengatakan, "Fiihi nazhar / fi haditsihi nazhar, maka perawi itu derajatnya lemah / bahkan sangat lemah. "
HADITS KESEMBILAN: TENTANG MENGQADHA PUASA RAMADHAN DENGAN CARA BERTURUT-TURUT
مَنْ كَانَ عَلَيْهِ صَوْمُ رَمَضَانَ فَلْيَسْرُدْهُ وَلاَ يَقْطَعْهُ
"Barangsiapa yg memiliki tanggungan shaum (puasa) Ramadhân, maka hendaknya dia mengqadha'nay dg cara berturut-turut & tdk diputus-putus (selang-seling)".
Hadits ini dha'if. Hadits ini diriwayatkan oleh Daru Quthni rahimahullah dalam sunannya, 2/191-192 & al-Baihaqi dalam sunan beliau, 2/259 lewat jalur Abdurrahman bin Ibrahim al Qâsh dari 'Alâ bin Abdurrahman dari bapaknya dari Abu Hurairah (ia mengatakan), Rasûlullâh n bersabda: (seperti hadits diatas).
Sanad hadits ini dha'if (lemah), karena Abdurrahman bin Ibrahim al Qâsh adalah seorang rawi yg dha'if (lemah).
Ad-Daaru Quthni rahimahullah mengatakan, "Abdurrahman bin Ibrahim al Qâsh adalah dha'îful hadîts (orang yg haditsnya lemah). "
Al Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitabnya Talkhishul Habîr ,2/260, no. 920 mengatakan, "Ibnu Abil Hâtim t telah menerangkan bahwa bapaknya yaitu Abu Hâtim telah mengingkari hadits ini karena ada Abdurrahman. "
Al-Baihaqi rahimahullah mengatakan, "Dia (Abdurrahman bin Ibrahim al Qâsh) telah dinilai lemah oleh Ibnu Ma'in rahimahullah, Nasa'i rahimahullah & Daru Quthni rahimahullah. "
Adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitab Mizânul I'tidâl, 2/545, "Diantara hadits-hadits mungkarnya adalah …. . (kemudian beliau rahimahullah membawakan hadits di atas)
Ada juga hadits dha'if lainnya yg bertentangan dg hadits dha'if di atas yaitu:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ فِى قَضَاءِ رَمَضَانَ: إِنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإِنْ شَاءَ تَابَعَ
"Dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, beliau Radhiyallahu 'anhuma mengatakan, "Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda tentang qadha' Ramadhân, 'Jika ia mau, dia bisa mengqadha'nya dg dipisah-pisah (selang-seling) & jika dia mau, dia juga bisa mengqadha'nya secara beturut-turut (tanpa diselang-seling)".
Hadits ini dha'if. Hadits ini diriwayatkan oleh Daru Quthni rahimahullah, 2/193 lewat jalur periwayatan Sufyân bin Bisyr, ia mengatakan, 'Kami telah diberitahu oleh Ali bin Mishar dari Ubaidullah bin Umar dari Nâfi' dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'anhuma, dia mengatakan: (seperti hadits di atas)
Sebatas yg saya ketahui, sanad hadits ini dha'if karena Sufyaan bin Bisyr adalah seorang perawi yg majhûl, sebagaimana telah ditegaskan oleh Syaikh al-Albâni rahimahullah, karena beliau rahimahullah tdk mendapatkan riwayat hidupnya. Kemudian syaikh al-Albâni rahimahullah mengatakan, "Ringkasnya, tdk ada satu pun hadits marfu' yg sah yg menerangkan (mengqadha' shaum Ramadhân) dg selang-seling & tdk juga berturut-turut. Pendapat yg lebih dekat (kepada kebenaran) ialah boleh mengqadha' dg cara keduanya, sebagaimana pendapat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. (Lihat Irwâ'ul Ghalîl, 4/97)
Demikianlah beberapa contoh hadits dha'if bahkan sebagiannya maudhu' yg banyak beredar & sering diulang-ulang penyampaiannya diatas mimbar pd bulan Ramadhân. Semoga naskah singkat ini bisa menjadi pengingat bagi kita utk tdk lagi menjadikan hadits-hadits diatas sebagai hujjah dalam beramal. Cukuplah bagi kita dg mengikuti hadits-hadits shahih / hadits-hadits yg layak dijadikan sebagai hujjah. Semoga Allah k senantiasa membimbing kita utk mengikuti Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam dg cara mengamalkan hadits-hadits yg tsabit dari Rasûlullâh Shallallahu 'alaihi wa sallam.
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi, 04-05/Tahun XIV/1431/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016)
Footnote
. Hadits mursal yaitu hadits yg diriwayatkan langsung dari rasulullah n oleh tabi'in tanpa perantara shahabat
Penulis: Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

 

Tidak ada komentar: