Jumat, 10 Juni 2011

Tafsir Surat Al Qadr: Apakah Lailatul Qadr Merupakan Salah Satu Kekhususan Umat Islam?,

Tafsir Surat Al Qadr: Apakah Lailatul Qadr Merupakan Salah Satu Kekhususan Umat Islam?,

بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ {1} وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ {2} لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ {3} تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ {4} سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ {5}‏
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur`an) pd malam kemuliaan.
2. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?
3. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat & malaikat Jibril dg izin Rabbnya utk mengatur segala urusan.
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
Sebagian besar ulama tafsir berpendapat, surat Al Qadr adalah Makkiyah (yang diturunkan sebelum hijrah). Adapun penamaan surat ini dg Al Qadr, karena surat ini menerangkan keutamaan & tingginya kedudukan Al Qur`an, yg juga diturunkan pd malam yg sangat mulia. Dan dinamakan Lailatul Qadr, karena kedudukannya yg begitu agung & mulia di sisi Allah . Oleh karenanya malam itu penuh dg keberkahan. Allah berfirman:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ
(Sesungguhnya Kami menurunkannya pd suatu malam yg diberkahi) .
Ibnu Katsir berkata,”(Malam yg diberkahi) itulah Lailatul Qadr, (yang terjadi) pd bulan Ramadhan, sebagaiman firman Allah Ta’ala
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ
(Bulan Ramadhan, bulan yg di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an) .
Ibnu Abbas & yg lainnya berkata: "Allah telah menurunkan Al Qur`an dari Lauh Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah (di langit dunia) secara langsung (sekaligus), kemudian menurunkannya kepada Rasulullah secara berangsur-angsur sesuai dg peristiwa-peristiwa (yang terjadi semasa hidupnya) selama dua puluh tiga tahun" .
Adapun yg berkenaan dg asbabun nuzul (sebab turunnya) surat ini, maka tdk ada satupun riwayat shahihah yg bisa dijadikan hujjah ataupun dalil .
At Tirmidzi pernah menyebutkan sebuah hadits yg masih erat kaitannya dg sebab turunnya surat ini. Sengaja kami bawakan utk menghapus persepsi buruk sebagian kaum muslimin terhadap sejarah pemerintahan Bani Umayah. Apabila keyakinan semacam ini dibiarkan, maka akan mengakibatkan cacatnya aqidah & manhaj kaum Muslimin, karena mengandung celaan terhadap salah satu sahabat Rasulullah yg mulia, yaitu Mu’awiyah bin Abi Sufyan & masa pemerintahan Bani Umayah secara umum.
Di dalam Jami’nya , At Tirmidzi menyebutkan sebuah riwayat lemah dg sanadnya dari Al Qasim bin Fadhl Al Huddani, dari Yusuf bin Sa’ad, ia berkata: “Seseorang berdiri menuju Al Hasan bin Ali setelah beliau membai’at Mu’awiyah, lalu berkata,’Engkau telah menghitamkan wajah-wajah kaum Mukminin’ / ‘Wahai orang yg menghitamkan wajah-wajah kaum Mukminin!’, berkata (Al Hasan bin Ali): ‘Janganlah mencelaku rahimakallah. Sesungguhnya Nabi pernah diperlihatkan (keadaan) Bani Umayah di mimbarnya, & hal itu membuatnya tdk senang, maka turunlah
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
(Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yg banyak), Wahai Muhammad, yaitu sebuah sungai di Surga, & (juga) turun:
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ {1} وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ {2} لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ {3
(masa) yg akan dikuasai Bani Umayah sepeninggalmu wahai Muhammad".
Al Qasim berkata: “Maka kami hitung (masa khilafah Bani Umayah), & (memang) tepat seribu bulan, tdk lebih / kurang seharipun”.
Ibnu Katsir mengomentari hadits ini & berkata: Dan Al Hakim, di dalam kitab Al Mustadrak-nya meriwayatkan hadits ini dari jalan Al Qasim bin Fadhl dari Yusuf bin Mazin,… Dan Ath Thabari meriwayatkan dari jalan Al Qasim bin Fadhl dari ‘Isa bin Mazin , demikian katanya, & hal ini mengakibatkan hadits ini menjadi mudhtharib , wallahu a’lam. Maka hadits ini munkarun jiddan (sangat mungkar), (sehingga) Syaikh kami, Al Imam Al Hafizh Al Hujjah Abul Hajjaj Al Mizzi berkata: “Ini hadits munkar”.
Ibnu Katsir berkata: “Perkataan Al Qasim bin Fadhl Al Huddani bahwa ia telah menghitung masa kekuasaan Bani Umayah, lalu katanya ia dapatkan tepat seribu bulan tdk lebih & tdk kurang seharipun, adalah tdk benar. Karena sesungguhnya, Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu 'anhu sudah berkuasa ketika Al Hasan bin Ali menyerahkan kuasa (dengan membai’atnya) pd tahun 40 H, & seluruh kaum Muslimin membai’atnya pula, sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah (tahun jamaah).
Adapun kaum Muslimin di Syam & tempat lainnya, (mereka) tetap berada di bawah naungan khilafah Bani Umayah. Tidak ada yg keluar (dari kekuasaan Bani Umayah), kecuali pd masa Abdullah bin Az Zubair berkuasa di Haramain & Al Ahwaz & sebagian wilayah di sekitarnya, selama kurang lebih sembilan tahun. Akan tetapi, pemerintahan Abdullah bin Az Zubair masih tetap di bawah khilafah Bani Umayah, sampai akhirnya datang peristiwa perebutan khilafah Bani Al Abbas pd tahun 132 H. Dengan demikian, masa kekhilafahan Bani Umayah ialah sembilan puluh dua tahun, yg berarti melebihi seribu bulan, karena seribu bulan sama dg delapan puluh tiga tahun empat bulan.
(Demikianlah) seolah-olah Al Qasim bin Fadhl tdk menganggap penghitungan bilangan tahun kekuasaan Abdullah bin Az Zubair, sehingga apabila memang demikian, maka apa yg dikatakannya adalah benar. Wallahu a’lam.
Dan di antara hal-hal yg menunjukkan dha’ifnya hadits ini ialah, hadits ini dibawakan utk melakukan celaan terhadap Daulah Bani Umayah. Jika yg dimaksud seperti itu, maka tentu tdk (perlu) dibawakan dg konteks semacam ini! Karena sesungguhnya, mengutamakan Lailatul Qadr di atas masa kekuasaan Bani Umayah, (sama sekali) tdk menunjukkan adanya pencelaan terhadap masa kekuasaan mereka. Karena sesungguhnya, (sebagaimana sudah kita ketahui dari penjelasan di atas, Pen), Lailatul Qadr adalah malam yg sangat mulia. Dan surat yg mulia ini diturunkan dalam konteks memuliakan Lailatul Qadr. Maka bagaimana (mungkin bisa difahami) Lailatul Qadr dimuliakan dg pengutamaannya di atas masa khilafah Bani Umayah yg tercela sebagaimana kandungan hadits tersebut? Kemudian, adakah orang yg memahami, bahwa yg dimaksud dg seribu bulan dalam ayat ini adalah masa khilafah Bani Umayah? Sedangkan surat ini adalah Makkiyah? Bagaimana (mungkin) makna alfi syahrin (seribu bulan) dipalingkan kepada masa khilafah Bani Umayah? Sedangkan lafazh ayat maupun maknanya, (sama sekali) tdk menunjukkan hal itu?! Lagi pula, mimbar Rasulullah (yang tercantum dalam hadits ini) baru dibuat di Madinah, (yaitu) setelah beberapa saat dari hijrahnya. Maka (jelaslah sudah), semuanya ini sebagai dalil (dan bukti) dha’if & munkarnya hadits ini. Wallahu a’lam. ”
Pada ayat berikutnya Allah berfirman:
وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ
(Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?).
Muhammad Amin Asy Syinqithi berkata: “Pengulangan pertanyaan ini adalah sebagai pengagungan, seperti (juga) firman Allah:
الْقَارِعَةُ {1} مَا الْقَارِعَةُ {2} وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ } 3(
1) Hari Kiamat. (2) Apakah Hari Kiamat itu? (3) Tahukah kamu apakah Hari Kiamat itu?
Kemudian Allah berfirman:
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ
(Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan).
Ada sejumlah hadits-hadits yg berkaitan dg ayat ini, di antaranya ialah:
عن أبي هريرة قال: لمَـَّا حَضَرَ رَمَضَانُ, قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ, شَهْرٌ مُبَارَكٌ, اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ, تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ, وَتُغْلَقُ فِيْهِ أَبْوَابُ الْجَحِيْمِ, وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ, فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ, مَنْ حُرِمَ خَيْرُهَا فَقَدْ حُرِمَ)).
"Dari Abu Hurairah, ia berkata: Tatkala tiba bulan Ramadhan, Rasulullah bersabda: “Telah datang pd kalian Ramadhan, bulan yg diberkahi. Allah memerintahkan kalian utk berpuasa padanya. Pada bulan itu, pintu-pintu surga dibuka, & pintu-pintu neraka Jahim ditutup, & setan-setan diikat. Pada bulan itu terdapat Lailatul Qadr. Barangsiapa yg terhalang dari kemuliaan (keutamaannya), sungguh dia telah terhalang”.
Ath Thabari & Ibnu Katsir berkata (20): Sufyan Ats Tsauri berkata: “Telah sampai kepadaku perkataan Mujahid لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ , ia berkata,’Amalan, puasa, & shalat pd malam itu (Lailatul Qadr) lebih baik dari seribu bulan (seseorang melakukan ibadah, Pen)’. ”
Adapun maksud para ulama tafsir, bahwa ibadah pd malam Lailatul Qadr lebih utama dari ibadah selama seribu bulan, yaitu (seribu bulan) yg di dalamnya tdk terdapat Lailatul Qadr. (21)
Syaikh Al Albani berkata: “Dan di antara masa, ada yg telah Allah jadikan seluruh amalan baik padanya lebih utama (dari waktu-waktu selainnya), seperti pd sepuluh Dzulhijjah & malam Lailatul Qadr yg lebih baik dari seribu bulan, yaitu seluruh amalan pd malam itu lebih utama (baik) dari amalan selama seribu bulan tanpa Lailatul Qadr di dalamnya”. (22)
Kemudian pd ayat berikutnya Allah berfirman:
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ
(Pada malam itu turun malaikat-malaikat & Malaikat Jibril dg idzin Rabb-nya utk mengatur segala urusan).
Sebagian besar ulama menafsirkan (الرُّوحُ) adalah Jibril, & sebagian yg lain menafsirkan dg jenis malaikat lainnya (23).
Dan firman Allah بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ , maksudnya ialah, mereka (para malaikat) turun dg idzin Rabb mereka, dg segala sesuatu yg telah Allah tentukan pd tahun itu, dari masalah rezeki, ajal, & perkara lainnya. (24)
Lalu di akhir surat Al Qadr ini, Allah berfirman:
سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
(Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar).
Maksudnya ialah, pd malam Lailatu Qadr penuh dg kebaikan & keberkahan seluruhnya, selamat dari segala kejahatan & keburukan apapun, setan-setan tdk mampu berbuat kerusakan & kejahatan sampai terbit fajar di pagi harinya.
Demikian ini adalah perkataan sebagian besar ulama, seperti Mujahid, Nafi’, Qatadah, Ibnu Zaid, Abdurrahman bin Abi Laila, & lain-lainnya (25). Adapun menurut Asy Sya’bi, dia berpendapat, pd malam itu para malaikat memberikan ucapan salam kepada para penghuni masjid-masjid (yang beribadah di dalamnya) sampai terbit fajar (26).
APAKAH LAILATUL QADR MERUPAKAN SALAH SATU KEKHUSUSAN UMAT ISLAM, ATAUKAH JUGA TERDAPAT PADA UMAT UMAT SEBELUMNYA?
As Suyuthi membawakan hadits yg dikeluarkan oleh Ad Dailami (27), dari Anas, beliau berkata:
إِنَّ اللهَ وَهَبَ لأُمَّتِيْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ, وَلَمْ يُعْطِهَا مَنْ كَانَ قَبْلَهُمْ.
"Sesungguhnya Allah memberikan Lailatul Qadr utk umatku, & tdk memberikannya utk (umat-umat) sebelumnya".
Akan tetapi hadits ini maudhu`(28) , sehingga tdk bisa dijadikan hujjah / sandaran.
Al Khathabi menyatakan adanya ijma’ para ulama, bahwa Lailatul Qadr juga terdapat pd umat-umat sebelum umat Islam (29). Ibnu Katsir & As Suyuthi, di dalam tafsir mereka (30) membawakan hadits yg dikeluarkan oleh Imam Malik di Muwatha’nya (31) yg berkata:
إنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أُرِيَ أَعْمَارَ النَّاسِ قَبْلَهُ أَوْ ما شاءَ اللهُ مِنْ ذَلِكَ فَكَأَنَّهُ تَقَاصَرَ أعمارُ أُمَّتِهِ أَنْ لاَ يَبْلُغُوْا مِنَ الْعَمَلِ مِثْلَ الَّذِيْ بَلَغَ غَيْرُهُمْ فِيْ طُوْلِ الْعُمْرِ, فَأَعْطَاهُ اللهُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ خَيْرًا مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
"(Sesungguhnya Rasulullah diperlihatkan umur-umur manusia sebelumnya -yang relatif panjang- sesuai dg kehendak Allah, sampai (akhirnya) usia-usia umatnya semakin pendek (sehingga) mereka tdk bisa beramal lebih lama sebagaimana umat-umat sebelum mereka beramal karena panjangnya usia mereka, maka Allah memberikan Rasulullah Lailatul Qadr yg lebih baik dari seribu bulan)". (32)
Lalu Ibnu Katsir mengomentari hadits ini & berkata: “Yang diisyaratkan hadits ini ialah adanya Lailatul Qadr pd umat-umat terdahulu sebelum umat Islam”. Beliau juga membawakan hadits lain, yaitu dg menukil riwayat Imam Ahmad di dalam Musnad-nya (33), dari Abu Dzar yg berkata:
يَا رَسُوْلَ الله, أخْبِرْنِي عَنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ, أفِي رَمَضَانَ هِيَ أَوْ فِيْ غَيْرِهِ؟ قَالَ: بَلْ هِيَ فِي رَمَضَانَ, قُلْتُ: تَكُوْنُ مَعَ الأنْبِياَءِ ماَكَانُوْا, فَإذَا قُبِضُوْا رُفِعَتْ؟ أمْ هِيَ إلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ؟ قاَلَ: بَلْ هِيَ إلىَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ …
"Wahai Rasulullah, beritahu aku tentang Lailatul Qadr, apakah malam itu pd bulan Ramadhan ataukah pd selainnya?” Beliau berkata: “Pada bulan Ramadhan”. (Abu Dzar) berkata,”(Berarti sudah ada) bersama para nabi terdahulu? Lalu apakah setelah mereka wafat (malam Lailatul Qadr tersebut) diangkat? Ataukah malam tersebut akan tetap ada sampai hari Kiamat?” Nabi menjawab: “Akan tetap ada sampai hari kiamat…"
Kemudian Ibnu Katsir berkata: "Pada hadits ini spun ada isyarat seperti yg telah kami sebutkan (pada hadits pertama), bahwa Lailatul Qadr akan tetap terus berlangsung sampai hari Kiamat pd setiap tahunnya. Tidak seperti apa yg dikatakan oleh sebagian kaum Syi’ah bahwa Lailatul Qadr sudah diangkat (tidak akan terjadi lagi), disebabkan (mereka salah) memahami hadits yg akan kami bawakan sebentar lagi (34). Karena, maksud (hadits) yg sesungguhnya ialah, diangkatnya pengetahuan saat terjadinya malam Lailatul Qadr (35). Juga ada isyarat, bahwa Lailatul Qadr khusus terjadi pd bulan Ramadhan saja & tdk terjadi pd bulan-bulan lainnya. " (36)
Pendapat inilah (bahwa Lailatul Qadr terdapat juga pd umat-umat sebelum umat Islam) yg didukung kuat oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya (37), karena banyaknya hadits-hadits yg menunjukkan hal itu.
(Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07-08/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-7574821)
Penulis: Ustadz Arief B bin Usman Rozali & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

Tidak ada komentar: