Jumat, 10 Juni 2011

Kaidah Dan Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah Dalam Mengambil Dalil Dan Menggunakan Dalil,

Kaidah Dan Prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah Dalam Mengambil Dalil Dan Menggunakan Dalil, Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

. Sumber ‘aqidah adalah Kitabullah (al-Qur-an), Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yg shahih & ijma’ Salafush Shalih.
. Setiap Sunnah yg shahih yg berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wajib diterima, walaupun sifatnya Ahad.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya: Dan apa-apa yg diberikan Rasul kepadamu, maka terima-malah dia. Dan apa-apa yg dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. ” (Al-Hasyr: 7)
. Yang menjadi rujukan dalam memahami al-Qur-an & as-Sunnah adalah nash-nash (teks al-Qur-an maupun hadits) yg menjelaskannya, pemahaman Salafush Shalih & para Imam yg mengikuti jejak mereka, serta dilihat arti yg benar dari bahasa Arab. Namun jika hal tersebut sudah benar, maka tdk dipertentangkan lagi dg hal-hal yg berupa kemungkinan sifatnya menurut bahasa.
. Prinsip-prinsip utama dalam agama (Ushuluddin), semua telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Siapapun tdk berhak utk mengadakan sesuatu yg baru, yg tdk ada contoh sebelumnya, apalagi sampai mengatakan hal tersebut bagian dari agama. Allah telah menyempurnakan agamaNya, wahyu telah terputus & kenabian telah ditutup, sebagaimana Allah berfirman:
“Artinya: Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, & telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, & telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. ” (Al-Maaidah: 3).
RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya: Barangsiapa yg mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yg bukan bagian darinya, maka amalan-nya tertolak”
. Berserah diri (taslim), patuh & taat hanya kepada Allah & Rasul-Nya, secara lahir & bathin. Tidak menolak sesuatu dari al-Quran & as-Sunnah yg shahih, (baik menolaknya itu) dg qiyas (analogi), perasaan, kasyf (iluminasi / penyingkapan tabir rahasia sesuatu yg ghaib), ucapan seorang Syaikh, ataupun pendapat imam-imam & lainnya.
(6. ) Dalil ‘aqli (akal) yg benar akan sesuai dg dalil naqli/nash yg shahih. Sesuatu yg qath’i (pasti) dari kedua dalil tersebut, tdk akan bertentangan selamanya. Apabila sepertinya ada pertentangan di antara keduanya, maka dalil naqli (ayat ataupun hadits) harus didahulukan.
. Rasulullah 'Alaihi shallatu wa sallam adalah ma’shum (dipelihara Allah dari kesalahan) & para Shahabat Radhiyallahu ajmain secara keseluruhan dijauhkan Allah dari kesepakatan di atas kesesatan. Namun secara individu, tdk ada seorang pun dari mereka yg ma’shum. Jika ada perbedaan di antara para Imam / yg selain mereka, maka perkara tersebut dikembalikan pd Kitabullah & Sunnah Rasulullah j dg me-maafkan orang yg keliru & berprasangka baik bahwa ia adalah orang yg berijtihad.
. Bertengkar dalam masalah agama itu tercela, akan tetapi mujadalah (berbantahan) dg cara yg baik itu masyru‘ah (disyariatkan). Dalam hal yg telah jelas (ada dalil & keterangannya dalam al-Quran & as-Sunnah) dilarang berlarut-larut dalam pembicaraan panjang tentangnya, maka wajib mengikuti ketetapan & menjauhi larangannya. Dan wajib menjauhkan diri utk berlarut-larut dalam pembicaraan yg memang tdk ada ilmu bagi seorang muslim tentangnya (misalnya tentang Sifat Allah, qadha’ & qadar, tentang ruh & lainnya, yg ditegaskan bahwa itu termasuk urusan Allah Azza wa Jalla). Selanjutnya sudah selayaknya menyerahkan hal tersebut kepada Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya: Tidaklah sesat suatu kaum setelah Allah memberikan petunjuk atas mereka kecuali mereka berbantah-bantahan kemudian membacakan ayat: ‘. . . Mereka tdk memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dg maksud mem-bantah saja. . . ’” (Az-Zukhruf: 58)
. Kaum Muslimin wajib senantiasa mengikuti manhaj (metode) al-Quran & as-Sunnah dalam menolak sesuatu, dalam hal ‘aqidah & dalam menjelaskan suatu masalah. Oleh karena itu, suatu bid‘ah tdk boleh dibalas dg bid’ah lagi, kekurangan tdk boleh dibalas dg berlebih-lebihan / sebaliknya.
. Setiap perkara baru yg tdk ada sebelumnya di dalam agama adalah bid‘ah. Setiap bid‘ah adalah kesesatan & setiap kesesatan tempatnya di Neraka.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Artinya: Setiap bid‘ah adalah kesesatan & setiap kesesatan tempatnya di Neraka. "
(Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M)
__ Foote Note
. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah (hal. 44-45), Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah fil ‘Aqiidah (hal 5-9) karya Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim al ‘Aql & kitab-kitab lainnya.
. Hadits ahad adalah hadits yg tdk mencapai derajat mutawatir, yaitu hadits yg diriwayatkan oleh seorang periwayat / lebih, tetapi periwayatannya dalam jumlah yg terhitung.
. HR. Al-Bukhari (no. 2697) & Muslim (no. 1718), dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha.
. HR. At-Tirmidzi (no. 3250), Ibnu Majah (no. 48), Ahmad (V/252, 256), disha-hihkan oleh al-Hakim (II/447-448) & disepakati adz-Dzahabi. At-Tirmidzi ber-kata, “Hadits ini hasan. ” Dari Shahabat Abu Umamah al-Bahily Radhiyallahu 'anhu
. Maksud dari pernyataan ini adalah tentang bid’ahnya Jahmiyyah yg menafikan Sifat-Sifat Allah, dibantah oleh Musyabbihah (Mujassimah) yg menyamakan Allah dg makhluk-Nya, / seperti bid’ahnya Qadariyyah yg mengatakan bahwa makhluk mempunyai kemampuan & kekuasaan yg tdk dicampuri oleh kekuasaan Allah ditentang oleh Jabariyyah yg mengatakan bahwa makhluk tdk mempunyai kekuasaan & makhluk ini dipaksa menurut pendapat mereka. Ini adalah contoh tentang bid’ah yg dilawan dg bid’ah. Wallaahu a’lam.
. HR. An-Nasa-i (III/189) dari Jabir Radhiyallahu 'anhu dg sanad yg shahih. Lihat Shahih Sunan an-Nasa-i (I/346 no. 1487) & Misykatul Mashaabih (I/51).
Penulis: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas & diterbitkan oleh almanhaj. or. id

Tidak ada komentar: